NovelToon NovelToon

Luluh

Telpon putraku.

" Hay anak jagoan, Lagi apa?" Tanyaku tersenyum hangat menatap layar ponsel, memperlihatkan wajah bulat anak laki-laki berumur tiga tahun.

Senyum rasa lelahku terbayar sudah, setiap hari melihat anak laki-lakiku yang semakin tumbuh besar, berisi dan sehat di tangan ibuku yang berada di desa bersama adikku laki-laki, yang sekarang sedang memangku putraku.

" Maem jajan?" Jawab bocah gembul, logatnya sangat ketara anak desa. Maklumlah, putraku ini berada di desa bersama ibu. dan ibu jarang sekali mengajari anakku bahasa indonesia, lebih banyak sehari-hari memakai bahasa jawa.

" Maem jajan apa?" Tanyaku, duduk di kursi kayu depan kosku sambil melepas sepatu dan kaos kaki kerjaku.

Putraku menunjukkan jajan coklat kesukaannya yang sering kali aku menegur adikku yang selalu membelikannya.

" Sigit! Sudah mbak bilang Naufal jangan selalu di berikan coklat." Tegurku pada adikku satu-satunya yang menginjak sekolah menengah kejuruan.

" Nangis mbak! di tinggal ibu tadi ke rumah pak lurah ndelok wong ninggal!." Kata Sigit, setengah bahasa indonesia setengah bahasa jawa jawabnya. katanya biar terbiasa nanti hidup di kota.

" Sapa yang meninggal git?" Tanyaku sedikit terkejut dan ibu memanglah begitu, jika ada orang meninggal ibuku akan melihat mayatnya dan menitipkan putraku pada sigit.

Tidak mungkin kan membawa anak kecil, nanti anakku bisa ngigau menangis kalau tidur. Biasanya anak itu rentan sawan. Pasti di desa ada yang namanya begitu.

" Ibune Bu Lurah mbak." Jawab Sigit, dan aku hanya mengangguk-angguk.

" Naufal habis maem coklat, mandi terus sikat gigi. Biar giginya enggak sakit." Nasehatku pada putraku. Membuat putraku mengangguk-angguk mengerti, dan aku semakin gemas melihatnya.

" Yo wes mbak tak matiin sek, tak nyari ibuk sek aku." Kata Sigit.

" Iyo, cepetan suruh pulang." Ujarku, di anggukan sigit sambil menggendong Naufal keluar rumah. dan mematikannya setelah mengucapkan salam.

Memandang ponsel yang sudah tidak ada lagi panggilan, tapi terlihat walpaper putraku bersamaku waktu masih kecil.

Aku yang melahirkan, tapi aku yang tak pernah merawatnya selama ini. Hanya memberikan finansial untuk memenuhi kebutuhan keluargaku di desa. Uang yang aku berikan mungkin tidak cukup, hingga itu ibuku masih saja berjualan nasi pecel depan rumah, ikut mengurangi bebanku. Dan ibuku tidak pernah mengeluh tentang itu. Bersyukur, aku masih mempunyai ibu.

Setiap awal bulan aku pulang ke desa, menaiki bus di antar oleh temanku ke terminal, pulang dari kerja menuju desaku yang di perkirakan hampir empat jam perjalanan.

Jika di bilang lelah, tentu saja aku lelah. Tapi demi bertemu putraku aku rela pulang ke desa meskipun hanya satu hari bersamanya.

Namaku Yanna, umurku sekarang dua puluh satu tahun. Tinggal di kota surabaya, bekerja sebagai pramuniaga di salah satu restoran di mall kawasan eliet. Sudah dua tahun lebih aku tingal di surabaya, aku asli orang desa, meninggalkan keluargaku dan putraku demi mencari uang. memenuhi tanggung jawabku sebagai ibu dan merangkap sebagai ayah.

Lelah, tentu. Tidak bisa menikmati hidup remajaku dan bersenang-senang seperti remaja lainnya.

Kesalahan fatalku, adalah membuat ibuku malu dan di gosibkan satu kampung karena ulahku. Bukan salah ibuku, tapi salahkan saja aku. Yang terlalu bodoh dan percaya akan rayuan cinta si brengs*k dan baj*ngan yang pernah menjadi kekasihku dan mantan suami beberapa jam.

Waktu itu aku baru lulus sekolah, umurku delapan belas tahun. Bekerja di saah satu konter ponsel besar kota magetan, berpacaran dengan castamer yang pernah membeli ponsel di tempatku bekerja.

Cukup lama aku berpacaran dengannya, dia memintaku untuk melakukan hubungan suami istri. Aku sempat menolak tapi dengan rayuan manis dan juga janjinya padaku jika itu terjadi dia akan bertanggung jawab.

Pada akhirnya aku luluh dan mau melakukannya. Hanya sekali aku melakukan itu dengan dia, aku hamil dan aku sangat syock melihat tes pack yang aku pegang.

Aku memberitahukannya pada pacarku, kalau aku hamil. Dan tentu saja dia juga terkejut mendengarnya.

Ucapannyanya tak sama seperti janjinya.

" Aku masih kuliah, aku belum siap nikah. Orang tuaku tau pasti marah. Gugurkan anak itu."

Deg.

Sungguh keterlaluan pacarku itu. Menyuruhku untuk menggugurkan janin yang ada di dalam perutku hanya karna dia belum siap dan takut pada orang tuanya.

Baj*ngan, Janji dia tidak semanis saat mencoba merayuku dan mengambil keperawananku.

Jika dia belum siap, kenapa coba-coba melakukannya dan kenapa dia tidak memakai pengaman saat melakukkannya bersamaku. Menyemburkannya ke dalam rahim dan tidak mengeluarkannya di luar!

" Gugurkan!"

" Iya gugurkan! aku tidak ingin mempunyai anak dulu. Aku masih ingin kuliah dan mengejar cita-cita Ndri."

" Aku tidak bis-,"

" Kamu harus bisa sayang! Ini juga demi kebaikan kita dan keluarga kita!"

Keluarga!

Oh.. Ya Allah. ketika aku melakukan perbuatan zina. Aku tidak memikirkan resiko dan juga keluargaku. Pasti mereka akan malu dan terhina oleh kelakuan putrinya yang hamil di luar nikah.

" Aku akan membelikan obat penggugur lewat online." Ucap pacarku, dan aku hanya mengangguk serta bimbang untuk melakukannya apa tidak.

" Yanna!!" Tegur tetangga kosku, membuatku tersadar dari lamunan masa lalu dan membuka mata.

" Ngagetin aja sih mbak!!" Cicitku, mengerjabkan mata berkali-kali dan memasukkan ponsel ke dalam tas.

" Kamu tidur?" Tanya tetanggaku bernama Indri, umurnya lebih tua selisih empat tahun denganku. Belum menikah, tapi sudah kawin duluan dan sering membawa pacarnya masuk ke dalam kos.

Jangan tanya tempat kostku bagaimana, tempat kostku terbilang kost-kosan bebas, sangat bebas dan tepatnya tidak ada aturan sama sekali. Banyak sekali anak merantau, ada yang bujang, nikah siri dan sudah berkeluarga. Tapi lebih banyak orang bujang, karna yang berkeluarga kebanyakan tidak cocok tinggal di tempat kostku. Mungkin kalian tau sendiri kan bagaimana kost-kosan bebas.

Kostku yang tak jauh dari tempat kerjaku, melewati rel kereta dan gang sempit menuju kost-kosan. Kebanyakan para anak rantau mencari yang bebas dan tentunya kamar mandi dalam. Alasannya sederhana, tidak ingin mengantri mandi kala sedang mendesak dan bebas membawa siapa tanpa harus meminta ijin pemilik kost. Atau jika sedang ingin buang hajat harus menahan lama, karna tak kunjung menemukan kamar mandi kosong.

" Enggak cuma merem saja." Jawabku asal.

" Sama saja!" Gerutu indri. " Baru pulang kerja?" Tanyanya, sambil membuka kunci pintu kamarnya

" Iya mbak. Mbak indri juga baru pulang kerja?"

" Iya, ya udah aku masuk dulu." Pamit Mbak Indri, tentunya masuk ke dalam kamar kost tidak sendiri. di ikuti kekasihnya dari belakang, sambil senyum mengejekku.

" Kampret!!" Umpatku, membuat kekasih mbak Indri tertawa karena umpatanku. Aku tau, bila kekasih mbak Indri ikut ke kost sudah di pastikan tidak akan keluar semalaman dan pagi-pagi sudah terlihat basah ke dua rambut sepasang kekasih itu.

Menjengkelkan.

Tapi itulah yang aku suka di tempat kosan ini. Bebas tanpa adanya gangguan ghibah.

.

.

.

.🍃🍃🍃🍃

tempat kerja

Tidak mendengar suara putraku satu setengah hari saja sudah membuatku rindu. Naufal adalah titipan dari Tuhan serta ujian yang harus aku terima dengan lapang dada. Tidak pernah sedikitpun aku benci dengan putraku, ya meskipun awal pertama aku sangat tidak menginginkannya dulu.

Tapi seiringnya waktu aku Luluh dan menerima keadaan, jika ini sudah takdirku harus menerima resiko dalam hidup untuk selalu di ingat oleh keluarga dan juga para tetangga yang tau tentang diriku hamil di luar nikah dan beberapa jam setelah resmi nikah, aku di talak oleh ayah naufal yang baj*ngan itu.

Aku tidak peduli dan tidak akan peduli dengan olokan para tetangga atau belas kasihan akan status aku, yang janda di saat aku masih mengandung. Yang terpenting dalam hidupku saat itu adalah ibuku, karna aku takut ibuku tidak kuat menahan olokan dan cacian dari para tetangga. Ternyata aku salah, ibuku adalah wanita yang kuat, sabar dan tidak takut dengan olokan para tetangga, justru ibuku adalah garda paling depan melindungi anak dan cucunya yang belum lahir. Dan adikku, dia lelaki yang tak kalah hebat melindungi dan juga memberiku uang untuk memenuhi kebutuhan ibu hamil.

Awalnya mantan sang pacar tidak mengakui yang aku kandung adalah anaknya. Sungguh bangs*t tidak mau mengakui kesalahannya, tapi aku bukan wanita bodoh. Aku tunjukkan semua bukti chatku pada orang ayah mantan pacarku tentang diriku yang hamil serta perintahnya untuk menggugurkan janin di dalam perutku, dan ketika itu ayah mantan pacarku menghajar putranya saat membaca semua pesan mantan pacarku.

" Gakpapa nikahi, nanti kalau sudah sah langsung talak. Aku gak sudi punya menantu seperti dia."

Bukan dari bibir bapaknya yang bilang, tapi dari ibunya yang benci dan gak mau menerima kesalahan putranya. Seakan aku yang menggoda putranya dan mengharapkan di nikahi orang kaya.

" Yan? Yanna!!"

" Astaga!!" Ucapku, Lagi-lagi aku mengingat masa kelamku yang menyakitkan.

" Yanna!! mau nitip apa!! Aku mau keluar ini cari makan." Seru dari depan pintu kosku.

Sudah pasti itu mbak indri, yang selalu menawariku nitip makanan saat ia akan pergi bersama pacarnya.

" Mau kemana mbak?" Tanyaku, membuka pintu kamar dan melihat mbak Indri yang sudah berpakaian santai.

" Molor saja terus." Gerutu pacar mbak Indri, Mas Bayu.

Aku pelototit mataku sambil mengerucutkan bibir mendengar gerutuan Mas Bayu. Aku hanya tersenyum sinis melihat mbak Indri dan mas Bayu berambut basah.

" Pantas cari makan, wong tenaganya sudah berkurang." Sinisku, membuat mas Bayu tertawa karna ejekanku.

" Mau nitip gak! Aku sudah lapar ini Yan." Tanya mbak Indri, tidak mempedulikan sindiranku.

Mbak Indri tetangga kostku yang sudah seperti saudara sendiri. Apa-apa kalau dia keluar selalu menawariku, dan terkadang memberiku makanan jika tanggal muda atau mas Bayu mendapatkan ceperan dari bosnya. tetangga yang baik selalu saling membutuhkan dan menguntungkan.

Bukankah begitu!

" Gak, aku diet mbak."

" Diet?" Ulang bersamaan Mbak indri dan Mas Bayu.

" tubuh sudah krempeng gitu mau diet. Bilang saja kalau bokek." Ejek mas Bayu.

aku hanya bisa mengerucutkan bibir lebih maju, antara malu dan tau kalau sekarang pertengahan tanggal tua. Dimana aku harus hemat hingga akhir bulan.

Mbak Indri hanya menggelengkan kepala, menatap jenah diriku dan mas Bayu yang selalu saja kalau bertemu saling ejek. Dan jarang sekali akurnya.

" Ya sudah aku berangkat dulu, Nanti pulang aku bawakan makanan. Jangan tidur." Larang mbak Indri.

" Eh! jangan mbak, aku sudah ken-,"

" Enggak usah sok sungkan gitu!" Saut Mas Bayu. " Ayo Yank, sudah gak tahan aku lanjutin yang tadi." Imbuhnya, sambil merangkul bahu mbak Indri.

" Mbak Indri!! Astaga!! mulut pacar mu itu mau tak labban saja. Biar gak nyeplos gitu omongannya." Seruku, selalu saja pacar mbak Indri membuatku marah.

Ku tutup kembali pintu kostku, antara senang dan sebal. Senang mendapatkan traktiran dari mbak Indri dan sebal karna selalu saja di olok mas Bayu. Lengkap sudah paket tetanggaku itu, dan aku merasa tidak kesepian lagi di kota besar yang sendiri ini.

" Naufal, maafin mama ya nak? Mama gak bisa kasih kamu perhatian seperti anak-anak yang lain." Gumamku, menatap foto putraku di dalam ponselku.

" Selamat malam nak, selamat bobok semoga mimpi indah."

*****

Hari minggu, di mana restoran akan lebih ramai di hari itu. Akan banyak pengunjung menikmati hari liburnya bersama dengan keluarga. Hari yang akan sangat melelahkan bagi para pelayan restoran. Kenaikan pengunjung dua kali lipat dan terkadang tidak akan mendapatkan tempat duduk. Dan terkadang pengunjung yang tak sabaran selalu menyalahkan kinerja para pelayan.

Kerjaku berganti siff sore hari, dan pengunjung semakin membeludak. Harus extra sabar dan ramah melayani pengunjung yang dalam keadaan cerewet, ketus ataupun sombong.

Lelah pastinya, tapi tak mungkin juga aku mengeluh. Apa lagi bila aku mengingat punya tanggung jawab yang besar. Harus sabar dan semangat. Untuk mendapatkan uang dan mengirimkan ke desa buat anak.

" Kalau capek istirahat sebentar Na, nanti gantian." Ucap temanku, Mas Akbar.

" Enggak ah! Gak bisa tenang kalau ramai gini Mas." Tolak ku.

Bukan tidak mau istirahat, tapi lihat semua orang sibuk dan aku istirahat sendiri. Membuatku sangat tidak nyaman dan pastinya akan ada yang sirik atau menyindir nantinya. Akbar, pengawas restoran, dua puluh tujuh tahun, belum menikah.

Tampan, tinggi dan ramah sama semua bawahannya. terutama dengan diriku, Akbar lebih perhatian, selalu membantuku bila aku kesusahan dan terkadang sering menawariku tumpangan pulang atau mengajakku jalan. Dan aku selalu menolaknya. Bukan tidak mau, hanya saja aku sadar diri dengan status aku yang janda dan aku tidak mau bila nanti akan lebih banyak teman kerjaku merasa tidak suka denganku. hanya karna lebih dekat dengan Akbar.

Akbar, banyak sekali yang suka dengannya. entah itu satu tempat restoran atau pegawai lain di mall. Banyak yang mengaguminya daj banyak wanita yang terpesona dengan ketampanannya.

" Kan masih ada yang lain, nanti gantian?"

" Yang lain saja dulu mas, aku nanti saja belakangan istirahatnya." Tukasku, masih tidak mau di perintah Akbar untuk istirahat.

" Ini sudah ya Sar, Biar aku antar?" Tanyaku pada temanku, Sari. Tidak ingin lagi berdebat dengan Akbar, dan mengalihkan tatapanku pada makanan yang sudah di tata di atas nampan.

" Iya sudah." Jawab Sari, Aku mengangguk dan membawa nampan menuju nomer kursi yang sudah memesan makanan. Pergi begitu saja meninggalkan Akbar yang menggelengkan kepala.

" Keras kepala!" Gumam Akbar. " Hasan, Istirahat dulu sebentar, biar di ganti yang lain." Perintah Akbar, dan pergi meninggalkan dapur menuju ruang kerjanya untuk kembali mengerjakan laporannya.

.

.

.

.

🍃🍃🍃🍃

rejeki malam

" Yanna?" Panggil Akbar.

Aku pun berhenti, berbalik badan untuk melihat siapa yang memanggilku. Ternyata Akbar, dan dia berjalan cepat ke arahku.

" Aku duluan ya Yan." Pamit Sari, ikut berhenti saat ada yang memanggil namaku dan tau Akbar yang memanggilku, Sari begitu tega meninggalkanku sendiri bersama Akbar.

" Iya hati-hati." Jawabku tersenyum mengangguk. Walaupun sebenarnya aku tidak rela Sari pergi duluan.

" Mari pak, saya duluan." Pamit Sari pada Akbar, kala pria itu sudah ada di hadapannya.

" Iya, hati-hati." Sari hanya mengangguk tersenyum, dan beralih menatapku dengan senyum menggoda.

Aku tau bila sari menggodaku dan tatapan yang sangat menyebalkan karna Akbar memanggilku.

" Ada apa, Mas akbar memanggilku." Tanyaku pada Akbar.

Jika aku berdua saja dengan Akbar, aku akan memanggilnya Mas. Tapi, bila ada teman atau di tempat kerja aku akan memanggilnya Pak. Meskipun wajahnya selalu berubah masam bila di panggil bapak olehku.

Bukan aku yang ingin memanggilnya Mas, melainkan Akbar sendiri untuk menyuruhku memanggilnya Mas. Dia tidak suka di panggil Bapak olehku, katanya ketuan. Memang umurnya sudah mau kepala tiga kan? Dia juga lebih tua dariku. Dan jabatannya lebih tinggi dari aku. Bukankah seharusnya memang di panggil 'Bapak'.

" Ini buat kamu." Jawabnya, mengulurkan kantong plastik ke arahku. Membuatku mengerutkan kening menatap bungkusan pastik putih itu.

" Buat Ku? Apa itu mas?" Tanyaku penasaran dan masih belum mengambilnya.

" Ini ambil." Perintahnya, setengah memaksa dan tidak mau menjawab penasaranku.

Aku pun menerimanya, dan melihat isi di dalam plastik putih. " Untuk aku?" Tanyaku lagi, beralih menatapnya.

" Iya?" Jawab Akbar mengangguk tersenyum.

" Makasih?" Jawabku tersenyum senang mendapatkan makan malam dengan gratis tanpa mengurangi isi dompet di tanggal tua begini.

Lumayan rejeki tak boleh di tolak.

Akbar hanya mengangguk tersenyum. " Mau aku antar pulang?" Tawarnya.

" Enggak usah, makasih mas."

" Ya sudah, ayo." Ucap Akbar, mengajak jalan bersama keluar dari dalam mall menuju parkiran.

Aku tau akbar sedikit kecewa karena aku selalu menolak tawarannya yang ingin mengantarku pulang. Tapi dia tidak pernah memaksa dan menerima penolakanku. To, buat apa juga di antar pulang sama Akbar, tempat kostku tidak jauh dari mall. Hanya berada beberapa meter dari belakang gedung mall. Menyabrang rel kereta dan masuk ke gang-gang sedikit sempit menuju tempat kost, beda ceritanya bila di antar Akbar. Dia akan menurunkanku di jalan raya jika naik mobil, bila naik motor sedikit berputar untuk mencari jalan lebar yang bisa di laluinya menuju tempat kost.

" Hati-hati kalau pulang." Ucap Akbar, berhenti di area parkir.

" Iya, sekali lagi makasih makanannya." ucapku, membuatnya tersenyum dan mengangguk.

Aku tau dia masih memperhatikanku, meskipun aku sudah berjalan meninggalkannya.

" Kamu selalu menolak di antar pulang Yan." Gumam Akbar, tersenyum kecut. sudah mulai biasa di tolak oleh janda satu ini. Tapi tidak pernah di tolak oleh wanita yang lain. Justru wanita lain selalu mengajaknya jalan dan perhatian padanya.

Akbar memang baik, sangat baik padaku. Tapi aku tidak tau, kenapa aku tidak mempunyai perasaan padanya. Seperti cinta atau sayang. Justru sikapku pada akbar hanya sebatas teman tidak lebih. Dia memang tidak pernah mengungkapkan Cinta, tapi sikap dan perhatiannya jelas Akbar menyukaiku. Terutama teman-teman kerja ku juga sudah mengetahuinya. Dan ada yang berusaha untuk menyatukanku dengan Akbar. Sayang, aku tidak menghiraukannya.

Malam ini mendapatkan makan malam dari Akbar, lumayan bisa menghemat uang makan buat esok pagi. Akbar memberiku makanan akan aku terima dengan senang hati, tapi jika dia memberiku barang, aku selalu menolaknya. tidak akan pernah aku terima meskipun dia mendesak.

" Baru pulang Yan?" Tegur mas Bayu, duduk di kursi samping kost mbak Indri sambil menyesap rokok.

" Iya, ramai mas." Jawabku. " Mbak Indri maana?"

" Ke warung, beli mie." Jawab Mas Bayu, aku mengangguk mengerti.

" Dati tadi?" Tanyaku penasaran.

" Enggak, barusan. satu jam yang lalu." Kalau jawabannya begini, sudah mulai membuatku akan emosi.

" Yan?" Sapa mbak Indri.

" Mbak dari mana?"

" Sudah di bilang dari warung beli mie gak percaya." Jawab Mas Bayu bukan Mbak Indri. Tu kan, menyebalkan. Mulai resek.

" Basa-basi mas! Basa-basi." Sungutku, aku juga tau mbak indri ke warung karna bertanya pada mas Bayu, hanya saja ingin tanya lagi dan berbasa basi dengan mbak indri apa salahnya.

" Aku mau masak mie, kamu mau?" Tawar mbak Indri sambil menunjuk bungkus kresek berisi mie instan.

" Gak usah masak mbak, ini aku dapat makanan dari teman. Ayo mbak makan sama aku." Ajakku, mengulurkan bungkusan makanan pada mbak Indri.

" Dari cowok itu lagi?" Tanya Mas bayu, aku menganggukkan kepala.

" Kenapa gak di terima saja sih Yan tu cowok, baik banget selalu ngasih kamu makanan." Kata Mbak Indri, sudah mengerti siapa teman yang selalu memberiku makanan setiap aku pulang kerja malam hari. Dan aku sudah menceritakan siapa dia pada mbak Indri dan mas Bayu.

" Enggak suka mbak." Jawabku, membuka pintu kost menaruh tas dan kembali menutupnya.

" Enggak suka, tapi selalu di terima pemberiannya." Cicit mas Bayu. membuang putung rokok yang sudah mengecil dan berdiri masuk terlebih dulu ke dalam kost mbak Indri.

" Rejeki gak boleh di tolak mas! Lumayan juga kan gak ngeluarin uang di tanggal tua."

" Kalau aku jadi dia, gak akan mau aku belikan ini itu, yang gak mau jadi pacarku." Kata Mas Bayu.

" Kalau aku juga gak bakalan mau sama cowok yang gak bermodal, belum jadi pacar saja pelit apa lagi sudah jadi pacar. Tambah pelit."

" Untung pacarku gak seperti kamu." Cibir mas Bayu.

" Mbak, pacar mu ini!! Ih. Bukanya mendukung malah ngejekin." Ujarku lagi.

" Kalian ini bisa gak akur sedikit!! Saja. Selalu kayak kucing sama anjing." Kata Mba indri, sebagai penengah dan sebagai orang yang bosan selalu mendengar adu mulutku dengan mas Bayu.

" Itu, mbaknya nofal yang mulai dulu Beb."

" Pakde ne nofal mbak yang mulai dulu." Protesku, tak terima di salahkan.

Mas Bayu tau jika aku sudah punya anak, tapi tak pantas jika naufal menjadi anakku. Kata Mas Bayu, Naufal lebih pantas menjadi adikku. Karna aku masih seperti gadis yang belum menikah.

" Udah ayo makan, nasinya masih ada di mejicom. ini yang satu gak ada nasinya, ada ayamnya dua juga.?" Kata Mbak Indri, membuka dua box satu berisi lengkap nasi dan ayam. dan yang satunya berisi ayam dua tanpa nasi.

Aku dan Mas Bayu pun mengakhiri perdebatan. Aku mengambil satu box berisi nasi dan ayam. Sedangkan mbak Indri mengambil nasi dari penanak nasinya, makan satu piring bersama dengan mas Bayu.

Melihat mbak Indri dan Mas Bayu, seperti aku melihat kakak dan kakak Ipar. Berharap pasangan kekasih itu cepat menikah. Agar tak selamanya berbuat zina, meskipun aku tau dunia perpacaran s*x yang paling utama di dahulukan.

.

.

.

.

🍃🍃🍃🍃

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!