...SEGENGGAM LUKA...
BAB 1 | MENJEMPUT JIHAN
~TEH IJO~
SELAMAT MEMBACA...
Siapa yang menyangka seorang Pitaloka, perempuan bersuku Batak dan terlahir dari agama non Muslim dengan tekad bulat meninggalkan keyakinannya dan rela mengucap dua kalimat syahadat demi bisa menikahi dengan Danar, kekasihnya.
Sebuah Masjid terkenal di Kota Yogyakarta yaitu Masjid Jogokariyan, tempat dimana seorang Pitaloka Siregar melepaskan keyakinan dan telah sah menjadi seorang mualaf. Ditempat itu juga Pita sah dipinang oleh lelaki yang sangat ia cintai. Cinta pertama yang menggetarkan hati Pita.
Kisah asmara keduanya telah berjalan selama satu tahun. Danar yang juga sangat mencinta Pita tiba-tiba melamar Pita di sebuah Caffe miliknya. Pita yang memang berharap bisa hidup bersama dengan Danar pun, menerima lamaran Danar. Namun, keduanya harus menghadapi orang tua Pita yang berada di Medan.
Kedua orang tua Pita sangat menentang keras hubungan Danar dengan Pita karena berbeda keyakinan. Sampai saat ini keduanya pun belum mendapatkan restu pernikahan dari orang tua Pitaloka yang berada di Medan.
*****
Pita tersenyum lebar saat melihat Danar keluar dari kamar dan menghampirinya yang sedang menata sarapan di atas meja. Setelah menikah, keduanya hidup harmonis meski belum ada tanda-tanda hadirnya malaikat kecil sebagai pelengkap kebahagiaan rumah tangga mereka.
"Selamat pagi, Sayang." Sebuah kecupan mendarat di kepala Pita.
Pita yang sudah terbiasa dengan perlakuan manis Danar pun memeluk tubuh Danar. "Selamat pagi juga."
Danar adalah seorang Owner sebuah Caffe yang ia kembangkan selama setahun lebih. Berkat doa dari Pita, usaha Danar mampu berkembang dengan pesat.
Pita yang sudah menjadi seorang istri Danar merasa sangat bahagia karena diperlakukan sangat baik oleh Danar. Saat ini Pita juga telah melepaskan karirnya di dunia Model yang sempat memberi ruang untuk dirinya berkarir.
Wanita mana yang tidak bahagia ketika mendapatkan lelaki yang sangat mencintai dirinya dan memuliakannya.
"Mending kita cari asisten rumah tangga deh, Pit! Soalnya aku gak mau kamu kelelahan mengurus aku dan rumah ini," ujar Danar.
Pita tersenyum lebar. "Tidak perlu, Bang. Lagian aku masih bisa menghandel pekerjaan ini. Kalau kita pakai asisten rumah tangga, aku pasti akan sangat merasa bosan, karena tak ada pekerjaan apa-apa."
Ya, memang benar ucapan Pita. Danar yang menyuruh Pita untuk meninggalkan pekerjaannya agar bisa fokus dengan keluarga kecilnya saat ini.
"Baiklah, tetapi aku tidak ingin kamu merasakan kelelahan. Mengerti?"
Pita mengangguk tanda patuh pada Danar.
Setelan kepergian Danar ke kantornya, Pita segera membereskan rumah. Dari mulai menyapu, mengepel hingga mencuci pakaian dengan tangannya sendiri. Begitulah kegiatan Pita sehari-hari.
Pita tidak pernah mengeluh, ia malah menikmati pekerjaannya saat ini. Memang sudah sepantasnya, karena itu semua adalah tugas seorang istri. Istri yang berbakti akan mendapatkan ridho dari suami, begitulah yang pernah Pita dengar dari salah satu Ustadz yang membimbingnya mengucapkan dua kalimat Syahadat saat itu.
***
Hari berganti hari, tak terasa pernikahan Pita telah bertahan selama satu tahun. Tak ada yang berubah dari perlakuan Danar kepada dirinya. Malahan Danar semakin banyak meluangkan waktu bersama dengan Pita.
Danar sering mengajak Pita keluar untuk sekedar jalan jalan ke Mall, membuat wanita itu semakin merasa bersyukur bisa di pinang oleh Danar.
"Bang, minggu depan sahabat aku mau menginap disini, boleh gak?" tanya Pita kepada Danar.
Danar yang sedang bermain ponsel mendongak mendengar ucapan Pita.
"Siapa?"
"Jihan, Bang. Abang pasti tahu lah, kan Jihan sering nempel kalau kita lagi ngedate," ungkap Pita.
Danar terdiam sejenak untuk mengingat nama yang disebutkan oleh Pita. Memang nama yang tidaklah asing di pendengarannya. Namun, Danar tidak bisa mengingat Jihan yang dimaksud oleh Pita, karena memang setelah menikah Pita lebih banyak menghabiskan waktunya di rumah.
"Abang lupa," ujar Danar.
"Tapi bolehkan, Bang?"
Danar menatap bola mata Pita lalu mengangguk pelan. "Jelas boleh, dong. Sahabat kamu sekarang juga sahabat Abang 'kan."
Pita yang mendapat persetujuan dari Danar terlihat sangat bahagia kemudian memberikan satu kecupan manis di pipi Danar.
"Terimakasih Abang."
Dengan cepat Pita mengambil ponselnya lalu mengetik sebuah pesan kepada Jihan untuk memberitahu bahwa Danar mengizinkannya untuk menginap.
Jihan adalah salah satu sahabat terdekat Pita saat kuliah di salah satu Universitas kota pendidikan tersebut. Bahkan Jihan akan selalu ada saat Pita dan Danar sedang bertemu. Pita yang saat itu menganggap Jihan lebih dari sekedar sahabat tidak pernah merasa keberatan dengan Jihan yang selalu menempel padanya.
Pagi ini Pita diantar oleh Danar untuk menjemput Jihan yang sudah berada di Bandara. Jihan yang tinggal di Surabaya membuat mereka tidak pernah bertemu, apalagi setelah menikah Pita lebih banyak menghabiskan waktu di rumah, sehingga tidak ada peluang Keduanya untuk bertemu.
"Bang, sebenarnya Jihan datang ke kota ini untuk mencari pekerjaan lho. Kasian dia, udah capek-capek kuliah tapi tidak bisa mendapatkan pekerjaan yang lebih layak," keluh Pita.
Danar yang menjadi sopir Pita untuk ke bandara YIA sekilas melirik istrinya. "Jadi dia kesini mau kerja?"
"Iya, Bang. Tapi tenang aja di gak bakalan ngerepotin kita kok. Setelah mendapatkan pekerjaan Jihan akan segera mencari tempat tinggal," ujar Pita.
Danar mengangguk pelan. Inilah salah satu sifat Pita yang disukai oleh Danar. Terlalu memikirkan orang lain dan sangat tulus membantu.
"Abang gak keberatan kan?" Pita meyakinkan Danar lagi.
"Tentu tidaklah, sayang. Bagaimana Abang akan merasa keberatan sedangkan istri Abang sangat tulus untuk membantu orang lain," jelas Danar.
Mobil melaju dengan kecepatan rendah saat melewati sebuah Under pass terpanjang di Indonesia dengan panjang 1,4 km. Di jalan terowongan itu dilengkapi dengan pencahayaan lampu yang terang sehingga membuat sepanjang jalan bawah tanah itu tidak gelap.
Sesampainya di Bandara, Danar mulai memarkirkan mobilnya di tempat yang telah disediakan oleh pihak Bandara, sedangkan Pita jalan lebih dulu, karena tidak sabar untuk segera bertemu dengan Jihan yang sudah lama tak berjumpa.
Dengan menyeret koper besar, Jihan melambaikan tangan kepada Pita yang sibuk mencari keberadaannya.
Pita yang melihat lambaian tangan Jihan berlari pelan untuk menghampirinya. Pelukan hangat ia rangkulkan kepada Jihan, sahabat terbaiknya selama masa kuliah.
"Kamu apa kabar, Jihan? Lama tidak bertemu kamu terlihat sangat cantik sekali," puji Pita dengan takjub atas perubahan Jihan yang semakin glowing.
"Ah, kamu bisa aja, Pit. Dimana suamimu?" Mata Jihan berkelana mencari sosok Danar yang telah menjadi suami Pita selama satu tahun ini.
"Oh… Bang Danar nunggu di parkiran. Yasudah ayo kita ke parkiran!" Pita menggiring Jihan untuk ke parkiran dimana Danar menunggu.
Danar memang tidak terlalu suka ikut campur dengan urusan Pita, apalagi teman Pita yang tidak begitu ia kenal.
Ada rasa berdebar saat pertama kalinya Jihan melihat sosok Danar yang terlihat lebih bersinar. Jihan yang duduk di kursi penumpang tanpa hentinya memperhatikan Danar. Pria itu hanya fokus pada setir kemudinya tanpa ingin sekedar menyapa ataupun menanyakan kabar Jihan.
Sepanjang perjalanan, Pita terus mengajak Jihan untuk bercerita agar tidak merasa bosan. Bahkan Pita tidak percaya bahwa saat ini Jihan adalah seorang model majalah ternama di kotanya. Namun, karena insentif yang diterima tidak sesuai dengan pekerjaannya, Jihan memilih mundur lalu menghubungi Pita jika ia ingin mencari pekerjaan di kota Gudeg tersebut.
.
.
.
HALO YANG BARU BACA, BOLEH DONG TINGGALKAN LIKE DAN KOMEN KALIAN SEBAGAI TANDA DUKUNGAN KEPADA AUTHOR
TERIMAKASIH🙏🏻🙏🏻
...SEGENGGAM LUKA...
BAB 2 | MENDAPATKAN PEKERJAAN
~TEH IJO~
SELAMAT MEMBACA
Sesampainya di rumah Pita, Jihan tak hentinya menyoroti setiap sudut dari ruangan rumah Pita. Meskipun tidak terlalu besar, tetapi Jihan yakin jika semua perabotan yang berada di rumah Pita harganya sangat mahal.
Pita menuntun Jihan ke salah satu kamar yang telah ia siapkan untuk Jihan.
"Ji, ini kamarnya. Tapi maaf kalau kamarnya sempit, karena ya ... seperti inilah rumah kami. Kalau ada yang kurang bilang aja ya."
Jihan mengangguk pelan. Ia masuk ke dalam kamar yang menurutnya itu sudah besar. Pita terus mendampingi Jihan untuk menata bajunya kedalam lemari yang juga telah disiapkan oleh Pita.
"Pit, kamu udah setahun menikah gak ada keinginan untuk mempunyai anak?" tanya Jihan yang merasa penasaran dengan keadaan Pita yang tak kunjung hamil. Siapa tahu Pita memang sedang menunda kehamilannya, karena keluarga Pita belum merestuinya pernikahannya dengan Danar.
"Kami sedang berusaha, tetapi semua atas kuasa Tuhan. Jika Tuhan belum berkehendak mau bagaimana lagi." Pita mencoba menahan sesak didalam dada akibat pertanyaan yang terlalu sensitif.
Jihan bukanlah orang pertama yang menanyakan keadaan Pita saat ini. Beruntung saja Pita tidak memiliki mertua, sebab Danar memang sudah menjadi yatim piatu saat usianya 17 tahun.
Jika Pita masih mempunyai mertua, Pita yakin jika sang mertua akan terus menerus menerornya dengan pertanyaan serupa.
"Terus Danar tidak mempermasalahkan?"
Pita menggeleng pelan sambil tersenyum tipis. "Tidak! Bang Danar tidak keberatan. Semua sudah ada jalannya. Oh iya bagaimana hubunganmu dengan Reza?"
Mendadak Jihan terdiam. Reza adalah kekasih Jihan semasa kuliah. Namun, untuk saat ini Jihan sendiri tidak tahu bagaimana kabar Reza, karena setelah wisuda pria itu hilang bak ditelan bumi. Bahkan hingga saat ini hubungan keduanya masih menggantung.
"Ji ... maaf jika ucapanku membuatmu tersinggung. Aku cuma ingin …."
"Tidak apa-apa Pit. Aku sendiri saja juga tidak tahu bagaimana kabarnya, karena setelah malam itu Reza menghilang begitu saja," tutur Jihan.
Pita turut prihatin dengan kisah asmara sahabat yang berjalan lancar. Namun, apapun yang telah terjadi pasti telah di tetapkan oleh sang pemilik takdir.
Setelah membereskan kamar, Pita mengajak Jihan untuk memasak, karena Pita sudah terbiasa memakan masakan rumahan begitu juga dengan Danar yang selalu menanti masakan istrinya.
Sepanjang kegiatan memasak, Jihan mendengar semua cerita Pita yang terlihat sangat bahagia bisa menikah dengan Danar. Bahkan Pita rela menjadi Mualaf demi bisa hidup bersama dengan Danar.
"Jadi bagaimana dengan ayahmu?" tanya Jihan tiba-tiba.
"Awalnya ayah sangat menentang hubungan kami, apalagi ayah tahu jika aku pindah agama. Ayah sangat murka saat itu. Namun, perlahan hati ayah luluh dan bisa menerima Bang Danar, meskipun belum sepenuhnya. Tapi aku yakin suatu saat nanti ayah pasti bisa menerima Bang Danar sepenuhnya.
Jihan menghela napas beratnya. Ia tidak menyangka jika Pita akan senekat itu untuk meninggalkan keyakinan yang ia bawa sejak lahir hanya demi seorang Danar. Harusnya Pita tidak menikah dengan Danar!
Hampir satu hari Pita menghabiskan waktunya bersama dengan Jihan. Selain melepaskan rasa rindunya, Pita juga ingin membuat Jihan agar tidak merasa bosan.
Tepat pukul delapan malam, Danar sampai di rumahnya dan disambut oleh dua orang yang berbeda penampilan. Pita yang berdandan seperti biasa hanya dengan balutan daster tanpa make up dan rambut hanya di sanggul biasa. Sementara Jihan yang terlihat bersinar dengan balutan dress mini membuat siapa saja yang memandang akan terpesona.
Danar segera membuang pandangan dari Jihan lalu memilih untuk segera menghampiri Pita.
Seperti biasa, Pita segera mencium tangan Danar. Hal itu membuat Jihan langsung membuang muka, karena tiba-tiba saja dadanya terasa panas. Ada rasa tidak suka dengan kemesraan dua orang yang ada di depannya.
Setelah makan malam, Pita mengajak Jihan untuk bergabung bersama dengan dirinya dan Danar untuk menonton televisi. Pita ingin mengenalkan Jihan lebih dekat kepada suaminya agar Jihan bisa dibantu Danar untuk mencari pekerjaan yang baik.
Tak hentinya Jihan mencuri pandangan kepada Danar, membuat suami Pita itu merasa risih oleh tatapan Jihan.
"Jadi gimana Bang? Abang bisa bantu Jihan kan?" tanya Pita.
"Jujur kalau di dunia model Abang belum bisa bantu, karena kamu tahu sendiri kan Abang gak punya teman di bidang itu. Tapi … tapi kalau Jihan mau kerja di Caffe Abang yang di cabang alun-alun, pas banget, karena Karina baru saja mengundurkan diri," pungkas Danar.
"Mau … mau banget aku! Gak papa kerja apa aja yang penting aku punya gaji dan tidak merepotkan kalian," ucap Jihan antusias, membuat Pita langsung heran. Padahal sebelumnya Jihan ingin tetap menjadi seorang model.
"Kalau kamu bersedia, besok kamu sudah bisa bekerja," tambah Danar.
"Serius?" Jihan memastikan dengan mata berbinar. "Iya … iya aku bersedia."
...____...
Pagi hari sesuai dengan kesepakatan tadi malam, Jihan sudah bersiap untuk mulai bekerja disalah satu caffe milik Danar yang berada di Alun-Alun. Dengan pakaian rok span dan blouse berwarna putih serta make up tipis Jihan terlihat sangat cantik.
Danar sampai tak mengedipkan mata saat melihat penampilan Jihan yang terlihat bersinar daripada penampilan istrinya yang hanya menggunakan daster seperti biasanya. Jauh sangat berbeda dengan Jihan.
"Bang nitip Jihan ya." pesan Pita saat Danar yang hendak mengantar Jihan ke caffe.
"Iya pasti. Nanti kalau Abang sudah sampai disana, Abang kabari biar kamu gak khawatir sama Jihan," ujar Danar.
Hati Jihan sangat berbunga, karena bisa semobil dengan Danar tanpa ada Pita. Selama ini untuk bisa duduk berdua dengan Danar tidaklah mudah. Namun, hari ini akan menjadi hari yang paling bersejarah dalam hidupnya, karena bisa berdua dengan Danar. Dengan sendirinya Pita menyerahkan dirinya kepada Danar. Tentu saja Jihan tidak akan menyia-nyiakan celah yang sudah ada di depan matanya.
"Pita, aku berangkat dulu ya. Semoga nanti aku betah di sana!" ucap Jihan sebelum berangkat.
"Iya. Aku doakan semoga kamu betah."
Pita mengantar kepergian sahabat dan suaminya. Meskipun berada satu mobil tak ada rasa takut ataupun cemburu, karena Pita sangat percayai Jihan. Ia yakin jika Jihan tak akan menikungnya, begitu juga dengan suaminya yang tak mungkin berkhianat.
Setelah kepergian suami dan sahabatnya, Pita by langsung menepis jauh rasa kekhawatiran yang tiba-tiba mengganjal di hatinya. Ia tidak ingin berpikir yang macam-macam tentang dua orang yang baru saja meninggal pekarangan rumah.
"Tidak! Aku yakin bang Danar tidak akan mengkhianati cinta kami. Aku kenal bagaimana cinta bang Danar kepadaku."
Setelah mobil tak terlihat, Pita langsung masuk ke dalam rumah untuk mengerjakan pekerjaan rumah seperti biasanya.
..._____...
Di dalam mobil, Jihan berusaha untuk mencuri pandang kepada Danar yang masih fokus pada jalanan. Wanita itu benar-benar tak ingin membuang kesempatan yang ada di depan matanya.
"Mas Danar udah berapa lama nikah sama Pita?" tanya Jihan berpura-pura demi bisa membuat Danar memperhatikan dirinya.
"Sudah setahun. Kenapa?" Danar masih ketus terhadap Jihan. Namun, itu tidak membuat Jihan putus asa.
"Mas Danar masih ingat gak waktu kita... Eh, maksudku, Pita, Mas Danar dan juga aku sedang makan di angkringan dekat sini terus kita bertiga pergi, eh ternyata Mas Danar lupa belum bayar." Jihan mencoba mengingatkan Danar akan momen yang telah lama terlewatkan.
"Iya, aku masih ingat." Danar mulai menarik kedua garis simpul bibirnya membuat Jihan merasa Jika Danar merasa terhibur akan nostalgia mereka.
"Oh iya Mas, aku kan gak tahu apa aja kerjaanku di sana. Mas Danar bisa kan bantu aku dulu. Aku tuh suka gak nyaman kalau sama orang baru, Mas."
Tak terasa mobil yang dikemudikan oleh Danar telah berhenti di parkiran sebuah Caffe yang memang tidak terlalu besar. Berada didekat pusat kota membuat caffe milik Danar tidak pernah sepi dari pengunjung. Apalagi saat Danar membawa Pita dan Pita menyumbangkan lagu untuk para pengunjung. Namun, sayangnya pertunjukan itu hanya akan bisa dinikmati sebulan sekali, karena Pita memang tidak akan keluar rumah tanpa izin dari suaminya.
"Iya," jawab Danar cepat.
Sudah hampir satu minggu Jihan bekerja di caffe milik Danar. Dan sesuai janjinya, ia akan segera mencari tempat tinggal baru setelah ia mendapatkan pekerjaan.
"Ji, kamu serius ingin cari kontrakan? Rumah ini kan besar, kenapa tidak tinggal disini saja?" Kali ini Danar merasa tidak rela jika Jihan harus keluar dari rumahnya.
Selama satu minggu Jihan sudah berhasil mengalihkan pandangan Danar. Bahkan Danar selalu memuji kecantikan Jihan daripada memuji istrinya sendiri.
Jihan juga tak menyangka jika ia akan langsung mendapatkan posisi Manager di Caffe Danar mengingat Jihan adalah karyawan baru.
"Tapi Mas … aku gak mau ngerepotin kalian. Aku juga gak enak sama Pita," ujar Jihan.
"Kamu pindahnya nunggu sebulan dulu aja. Nanti kalau habis gajian kita cari kontrakan dekat caffe, gimana?" tawar Danar.
Jihan tersenyum puas. "Ya udah kalau Mas Danar gak keberatan, aku nurut aja apa kata Mas Danar. Ya itung-itung menghemat." Jihan tertawa kecil seolah menertawakan Pita yang sebentar lagi akan menangis melihat Danar mulai berpaling darinya.
🍃🍃 BERSAMBUNG 🍃🍃
GUYS, jangan lupa Like ya 👍🏻
SEGENGGAM LUKA
BAB 4 | PINDAH
~TEH IJO~
SELAMAT MEMBACA
Minggu pagi Pita sudah bersiap untuk pergi bersama Danar belanja kebutuhan pokok yang sudah menipis. Danar yang saat itu masih tertidur segera di bangunkankan oleh Pita.
"Bang, jadi kan kita pergi supermarket?"
Danar yang masih berbalut selimut pun segera membuka mata. Melihat Pita dengan polesan bedak tipis tanpa pewarna bibir membuat auranya kurang hidup.
"Tapi Abang masih ngantuk, Sayang."
"Tapi aku dan Jihan udah siap. Aku tunggu di luar ya!"
Mau tidak mau Danar bangkit dari ranjang lalu mandi secepat kilat. Sesampainya di luar pandangannya langsung terfokus pada Jihan yang telah mengenakan dress berwarna biru laut dan memoles wajahnya secantik mungkin.
"Abang gak keberatan kan kalau Jihan ikut? Dia katanya juga mau membeli sesuatu," ujar Pita.
"Oh, tidak masalah. Ayo!" jawab Danar antusias. Danar pun memilih berjalan paling akhir sambil menghirup aroma parfum Jihan yang wangi semerbak hingga menembus jantungnya.
Gila! Wangi banget sih!
Sepanjang perjalanan Danar mencoba melirik jihan dari kaca spion sambil menggigit bibir bawahnya. Coba saja Pita bisa berpenampilan seperti Jihan pasti akan terlihat lebih cantik, tapi sayangnya Pita enggan memoles wajahnya dengan berbagai bedak dempul. Menurut Pita, untuk apa berdandan jika sudah laku.
Terkadang sebagai dari kaum hawa akan berpikiran sama dengan Pita. Malas bersolek, karena sudah menemukan jodohnya. Namun, terkadang dengan malasnya untuk bersolek, malah membuat suami merasa bosan dan memilih untuk melirik wanita lain. Laki-laki tetaplah laki yang mempunyai mata keranjang. Tidak akan memandang siapa dia yang penting cantik dan menarik.
"Kalian duluan aja, aku ada keperluan sebentar," ujar Danar.
"Ya sudah kami masuk kedalam ya, Bang."
Danar mengelus dadanya sambil berkata, "Untung saja mereka tidak melihatku."
Sebelum turun, tanpa sengaja Danar melihat salah seorang temannya sedang berjalan bersama dengan istrinya. Tak ingin memperlihatkan Pita yang tak sebanding dengan istrinya, Danar memilih menghindarinya.
"Kenapa sih, Pita tidak mau berdandan seperti Jihan. Percuma saja aku kerja banting tulang kalau istri sendiri tidak terurus." Danar mengacak rambutnya dengan kesal.
Pita dan Jihan memutari tempat sayur. Pita menjelaskan makanan apa yang disukai oleh Danar dan makanan yang tidak disukai oleh Danar. Danar juga alergi dengan udang. Badan Danar akan segera gatal jika telah memakan udang.
"Ooo… Jadi Mas Danar alergi udang," gumam Jihan.
"Iya. Makanya selama setahun ini aku memilih tidak mengkonsumsi udang, meskipun aku sangat menyukainya," pungkas Pita.
Jihan mengangguk memahami ucapan Pita.
"Pit, aku ke sana dulu ya. Aku mau beli sesuatu."
"Iya jangan lama-lama ya!"
Setelah mendapatkan semua keperluan, Pita dan Jihan segera keluar dari supermarket dan langsung menuju ke mobil Danar. Pita dan Jihan merasa terkejut saat melihat Danar malah tertidur di dalam mobil.
"Ya ampun, Abang!" teriak Pita.
"Mas Danar," gumam Jihan.
...____...
Sudah sebulan lebih Jihan berada di rumah Pita. Jika awalnya hanya satu minggu saja, tetapi karena permintaan Danar akhirnya Jihan bertahan selama satu bulan. Dan kini Jihan berniat untuk mencari kontrak di sekitar caffe, karena tidak bisa bergerak secara leluasa.
"Mas aku ikut ya." Pita memohon kepada Danar agar bisa ikut mengantar Jihan pindah.
"Sayang, kamu di rumah aja. Aku hanya sebentar, kok. Dan setelah itu aku akan langsung ke caffe lagi," ujar Danar.
"Tapi Mas, Jihan itu sahabat aku. Dan aku juga ingin mengantarkan dia.
Pita dan Danar masih beradu mulut sedangkan Jihan dengan langkah berat menyeret kopernya. "Sudahlah, aku tidak apa-apa. Aku akan mencari kontrakan sendiri saja."
"Tidak Jihan. Aku harus bisa memastikan bahwa kamu mendapatkan kontrak yang layak," ujar Pita.
"Bang, aku ikut ya! Aku janji nanti pulangnya aku naik ojol aja."
Tak ingin membuat suasana gaduh lagi, Danar memilih untuk mengiyakan kemauan Pita. Toh Pita mengatakan akan pulang sendiri.
Jihan yang sudah berkomunikasi lewat pesan WhatsApp kepada pemilik kontrakan dan sudah deal segera menuju alamat yang dikirimkan.
Mobil Danar sudah menepi di pinggir jalan. Berhubung jalan gang tidak bisa dilewati mobil, terpaksa Jihan dan Pita harus jalan kaki. Sementara itu Danar tidak bisa mengantar hingga sampai ke tempat karena memang ada urusan yang penting.
Setelah memastikan nomer rumah, Jihan segera membuka pintu gerbang. Rumah yang tidak terlalu besar, sesuai dengan Jihan SEO diri.
Sesuai pesan dari Whatsapp, Jihan menunggu sang pemilik rumah untuk memberikan kunci dan serah terima uang DP dari Jihan.
"Ji, kamu yakin akan tinggal sendiri disini? Lagian Bang Danar gak keberatan kok kalau kamu tinggal di rumah," ujar Pita.
Jihan menatap Pita. "Pit, aku sudah diberikan pekerjaan oleh Mas Danar aja sudah sangat bersyukur dan sangat berterimakasih. Aku gak mau merepotkan kalian lagi."
"Kamu gak merepotkan kok, Ji. Kita kan sahabat, sudah sewajarnya kan saling membantu?"
Meskipun ada keinginan untuk tetap tinggal di rumah Pita, tetapi Jihan memilih untuk mencari rumah kontrakan agar ia bisa leluasa. "Tapi aku ingin mandiri, Pit."
Hampir satu hari Pita membantu Jihan untuk membersihkan rumah kontrakan. Bahkan hampir semuanya Pita yang membersihkan. Jihan hanya membersihkan sekedarnya saja.
"Pit, lapar." keluh Jihan.
"Ya udah, kita delivery aja. Kebetulan aku ada rekomend makanan yang enak," ujar Pita.
"Ok. Pesanin ya."
Pita mengangguk kemudian mengambil ponselnya untuk segera memesan makanan.
Pita dan Jihan terlihat sangat dekat. Bahkan semasa kuliah, dimana ada Pita, disitu pasti ada Jihan. Kemanapun Pita pergi Jihan selalu nempel bahkan saat ngekos pun mereka memilih satu kamar.
Setelah memastikan rumah untuk Jihan sudah aman, Pita mengajak Jihan ke supermarket terdekat untuk membeli kebutuhan lainnya. Jarak antara rumah kontrakan Jihan ke supermarket tidak terlalu jauh, tepat di samping gang sudah ada sebuah toko supermarket yang buka 24 jam.
"Ji, aku gak bisa nemenin kamu lama ya, soalnya aku juga harus bersihin rumah. Kamu gak papa kan? Kalau ada apa-apa telepon aja." pesan Pita sebelum dirinya meninggalkan Jihan. Pita pun juga memberikan sedikit uang untuk keperluan Jihan.
"Makasih ya, Pit. Jujur aku gak tahu kalau gak ada kamu gimana nasib aku disini. " Jihan memberikan sebuah pelukan meskipun itu tidak tulus.
"Ya udah, aku pulang ya."
Jihan menatap punggung Pita yang sudah mulai menjauh hingga ia menaiki sebuah mobil taksi. Jihan menarik kedua garis simpul di bibirnya. "Hanya tinggal selangkah lagi Jihan," gumamnya.
Dalam hati Jihan bersorak ria. Setelah sekian lama dia selalu tersisihkan, maka saat ini giliran Pita yang harus tersisihkan dari orang-orang yang selalu menyanjungnya. Apalagi Pita selalu merebut apa yang seharusnya ia dapatkan, contohnya adalah Danar.
Jihan sudah menyukai Danar lebih awal. Namun, ternyata Danar lebih memilih Pita untuk menjadi kekasihnya dan sekarang Pita berhasil menjadi istri Danar. Dari situlah Jihan mulai bertekad untuk bisa merebut Danar yang sehat menjadi milik. Hanya dirinya yang pantas bersanding disamping Danar.
🍃🍃 BERSAMBUNG 🍃🍃
Hayo... mana likenya ?!
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!