Kota Jakarta biasa dijuluki metropolitan, menjadi sejarah bagi pria berwajah berbulu banyak itu, untuk memulai harinya selaku secretaris diperusahaan Langhai Group yang berkantor didaerah Jakarta Selatan.
Suasana pagi di gedung perkantoran berlantai 32, membuat pria bernama Leo memasuki lift dengan tergesa-gesa, matanya melirik kearah jam tangan yang melingkar ditangan kanan. Dia berlari memasuki lift khusus VIP agar lebih cepat sampai di lantai 28 kantor divisi milik Perusahaan Air Bus Pariwisata.
"Iiighs!" batinnya, saat jam tangan menunjukkan pukul 08.10 waktu Jakarta.
Tiiing, pintu lift terbuka.
"Aaagh telat gue!" Leo menggerutu, dia segera menuju ruang meeting, mengetuk pintu dengan pelan.
"Pagiii," gugup Leo menatap sisi ruang meeting menelan salivanya.
"Hmm, selalu terlambat. Masuuuk!" bentak wanita gendut yang biasa di sapa Paras.
"Iiighs jutek banget! gue gembosin langsing lo," gerutu Leo, celengak celinguk mencari kursi kosong.
"Sini.." bisik Yani membukakan kursi untuk Leo.
"Hmmm makasih," Leo duduk, tersenyum manis pada Yani.
"Tumben telat? biasanya on time. Co*li lo ya?" kekeh Yani bebisik menggoda Leo.
"Ban*gke! gini gini status gue doang duda! cewek ngantri minta di ewek," jawab Leo asal menatap kearah Paras yang tidak terdengar suara khasnya.
Semua mata tertuju pada Leo.
Leonal Alkhairi berusia 25 tahun, berwajah khas timur, bukan timur tengah yah. Bekerja sebagai secretaris Parassani Chaniago usia 35 tahun yang menjabat sebagai Direktur Utama di perusahaan tersebut.
"Sejak kapan kau bisa datang terlambat seenak perutmu Leo? kau tau ini jam berapa? lebih dulu aku berdiri disini dari pada kau," sinis Paras menatap Leo.
Leo yang emang tidak memiliki rasa takut, hanya menunduk pada Paras.
"Hmmm maaf bu, eeeh mba," senyum Leo menatap Paras.
"Ngapain kau masih disitu? sini!" sarkas Paras dengan nada tegas.
Leo tersenyum tipis, "kangen juga lo sama gue gendut!" batin Leo terkekeh, mengusap rambutnya gondrong yang dicepol tinggi bak artis topman.
Paras melihat Leo dengan tangan kosong, malah menarik nafas.
"Laptop kau mana Leonal?" tanya Paras menahan sabar di depan karyawan yang lain.
Leo menepuk jidatnya, "maaf bu, saya ambil dulu di meja," dia berlari menuju ruangan yang tidak begitu jauh dari ruang meeting.
"Iiighs," geram Paras mengepalkan tinjunya.
"Baik, kita lanjutkan saja. Saya mau memperkenalkan seorang wanita yang akan mengisi divisi keuangan kita Berlin. Silahkan kenalkan nama anda."
Paras mengambil kursi kebesarannya, karena ukuran bokongnya memang besar yah, duduk memperhatikan cara Berlin berbicara. Sangat menarik perhatian kaum Adam diruangan itu.
Leo kembali, di kejutkan dengan kehadiran wanita yang menggantikan Susi divisi keuangan.
"Berlin?" batinnya.
"Ngapain dia disini? Uugh," kesal Leo, beradu tatap dengan Berlin menuju bangku disebelah Paras.
"Eeeh, jelek. Itu keuangan kita yang baru. Lo nggak kenal?" bisik Paras pada Leo.
"Bukan saya yang interview mba. Pasti owner yah?" tanya Leo menatap Paras.
"Iiighs owner lo mana pernah kesini. Gue semua yang handel," bisik Paras mengusap wajah Leo.
"Hmm gue fikir kita meeting biasa. Makanya gue santai. Maaf kalau gue telat," kekehnya berbisik di telinga Paras.
"Iiighs besok telat lagi gue impit lo. Biar mati langsung kayak cacing besi," kekehnya.
Setelah perkenalan Berlin, mereka mengatur semua perencanaan kerja hari ini. Jadwal yang sudah diatur Leo dengan sangat baik untuk Paras.
"Today gue nggak mau nemanin lo. Gue ada acara sendiri," ketus Leo pada Paras, saat tiba diruangan mereka.
"Eeeh, ba*ngke! Lo pikir ini perusahaan nenek moyang lo? mau makan gaji buta? Ikut gue, kita ketemu sama klien sahabat dari New Zeland. Dia baru nyampe tadi malam," kesal Paras menatap mata Leo yang sangat malas berkerja akhir-akhir ini.
'Apalagi setelah menyandang status duda. Membuat dia semakin malas melanjutkan hidupnya,' batin Paras menatap kesal.
"Iiighs sahabat mba cewek semua, tua lagi. Nggak ada yang muda. Malas saya mba, saya dikantor aja yah?" rengek Leo, mirip gigolo yang menolak melayani tamu.
"Ck," Paras menepis alasan Leo.
"Lo minta Bang Sardi buatin gue kopi susu tanpa gula! Karena susunya udah mengandung gula! Ntar gue semakin gemuk," tawa Paras berlalu menuju ruangan yang sangat nyaman baginya.
"Ya," Leo menuju pantry, memberi tahu pada Bang Sardi sesuai permintaan sang direktur segera mengantar kopi susu ke ruangan Paras.
Saat hendak kembali keruangan, Leo beradu tatap dengan manik Berlin. Seketika Leo menerobos masuk ke ruangannya.
"Ngapain lo disini?" tanya Leo berbisik sedikit emosi pada Berlin menutup pintu ruangan.
"Yaaaah, merhatiin lo lah. Mami suruh gue, karena lo nggak balik lagi ke Bandung. Mami khawatir sama lo kak," rungut Berlin.
"Iiighs," Leo duduk di sofa ruangan Berlin, menarik nafas dalam.
"Gue baik baik aja. Hati gue doang yang sakit," tunduk Leo.
"Makanya, gue disini nemanin lo. Biar lo terhibur. Nanti malam gue nginap tempat lo yah," pujuk Berlin.
"Hmm," Leo hanya mendehem.
Berlin memeluk Leo, "gue sayang sama lo. Nggak nyangka Sintya tega sama lo. Masak ngegugat lo dihari ketiga selesai resepsi?" senyum Berlin menatap wajah sang kakak.
"Punya lo kecil kali!" kekeh Berlin menggoda Leo.
"Ck jangan bahas itu. Ilfil gue, yang penting jangan ada yang tau lo adik gue, apalagi tau kita anak Tuan Baros," Leo mengedipkan mata, berlalu meninggalkan ruangan Berlin.
Berlin tersenyum menatap punggung kakak satu satunya, dengan mata sedikit basah Berlin menghubungi Mami.
Beberapa menit setelah Leo meninggalkan ruangan kerja Berlin, dia menghubungi Maride tengah berada di Bandung..
"Kak Leo baik baik aja Mi. Weekend aku ajak dia pulang," jelas Berlin.
"Iya sayang. Cok dulu kau ajak si Leo pulang. Malu kali Mami karena prilaku paribanku itu. Emang jelek kali wajah anak ku? wajah Papi kau tu. Wajah aja yang garang, hati mereka winie the pooh. Apa betul lah masalah mereka? Hingga bercerai. Duda lah si Leo jelek itu," isak Maride ditelfon.
"Hikz, iya Mi. Nanti malam lah aku tanyain. Mami jangan sedih lagi. Papi mana?" tanya Berlin.
"Ada rapat dia. Siang baru balek. Kau perhatikan kakak kau. Jangan kau marah marahi dia. Duda dia itu. Duda," jelas Mami dengan nada sedikit tinggi.
"Iighs Mami. Iya, yang penting aku menunggu kehadiran Keluarga Sintya datang. Jika anak mereka hamil mereka minta kita membiayai," Berlin mengingatkan.
Naik darah lah si Maride.
"Enak aja membiayai. Kepalanya. 3 hari nikah langsung hamil? Nggak mungkin. Aku nggak percaya Leo sudah menyentuhnya. Pokoknya jika dia datang ke kantor, macam-macam, kau lapor security. Cukup Keluarga Silutak itu menjebak anak ku. Membuat malu Keluarga kita. Udahlah, kumat nanti jiwa shopping Mami jika mengingat mereka."
Maride menutup telfon, membuang ke sembarang arah.
Praaank,
"Mami!" kejut Baros menatap handphone milik istri tercinta sudah berada dikakinya.
Maride terkejut menatap kehadiran suami tercinta sudah ada di hadapannya.
"Papi, katanya rapat?" tanya Maride melotot.
"Iya, udah beres," peluk Baros pada tubuh gembul Maride.
"Ooogh, Papi. Berlin baru menelfonku, katanya Keluarga Silutak mau meminta pertanggung jawaban jika Sintya hamil anak Leo," cerita Maride.
"Hmmm biarkan saja, kalau Sintya hamil anak Leo, kita ambil anaknya. Sintyanya kita buang," senyum Baros memeluk istrinya yang sangat berlemak.
"Iigh, Papi. Anak kita ada cewek lhoo. Jangan main buang-buang aja. Kesian," jelas Maride.
"Huuufgh iya," senyum Baros menutup mulutnya.
"Maaf sayang. Aku lupa, karena setahu ku, anak ku hanya Leonal," kekehnya.
"Kebiasaan. Terus Berlin kau anggap benih kau yang tercecer? gitu?" geram Maride mencubit perut Baros disambut tawa canda oleh suami tersayangnya.
Nama: Berlin Alkhairi Baros
Usia: 23 tahun
Status: Single
Berdarah Sakai dan Batak, Australia.
Pewaris Saham Perusahaan Air Bus Pariwisata di Langlai Baros Group Jakarta dan Bandung.
Tinggal: Jakarta
Karakter: Baik, egois, keras kepala, penyayang.
Anak kedua dari Dinata Alkhairi Baros dan Maride Sibuea.
Adik kandung dari Leonal Alkhairi Baros.
Kekasih dari Kennedy Lamhot.
Kira kira untuk wajah Leonal Alkhairi seperti apa yah?
Simak khuuuii... cerita ku... 'Ugly 'n Fat Girl'...❤️❤️
_____ Like and comment_______
Leo memang menolak pergi menemani Paras sang Direktur utama. Jiwanya saat ini sedang gundah karena mengingat perlakuan Sintya beberapa bulan lalu. Memilih pergi meninggalkannya, saat perasaan Leo mulai terbuka atas perjodohan Kedua Keluarga.
"Apa salah gue Sin?" tiba-tiba ada raut kesedihan disudut matanya.
Braaak,
Paras mengejutkan lamunan Leo.
"Kau, ikut aku!" bentak Paras.
"Hmm," wajah Leo berubah beku menatap sang direktur yang semena mena padanya.
Leo membututi Paras yang berlenggak lenggok dihadapannya.
"Gemuk gini. Pantas nggak ada yang mau. Galak pula," kekeh Leo membatin.
Paras melemparkan kunci mobil miliknya kearah Leo saat hendak memasuki lift. Tentu Leo gelagapan menangkap kunci dari tangan Paras.
"Ck lemah," bisik Paras.
Kunci mobil terjatuh tepat di karpet lift.
"Bisa baik baik nggak mba ngasihnya?" sungut Leo kesal.
"Lo nya aja begok. Nangkep itu aja nggak bisa," ejek Paras menjulurkan lidahnya.
Leo dengan sabar mengambil kunci mobil, mendengus kesal kearah Paras.
Paras hanya melirik tidak suka pada Leo.
"Untung yang masukin lo kesini CEO langsung. Coba lo nggak ada referensi, udah gue buang lo dari awal."
Wajah Paras tampak kesal menatap Leo menggerutu dalam hati.
Mereka menuju parkiran, dengan sigap Leo membukakan pintu untuk sang direktur yang tampak menyebalkan hari ini.
"Kenapa nggak pakai sopir siih mba?" tanya Leo saat menyalakan mesin mobil, berlalu meninggalkan gedung perkantoran.
"Hmm," Paras masih tak bergeming, malah asyik terkekeh di layar handphone miliknya.
"Ntar kalau lihat supermarket, berenti yah?" ucap Paras tanpa melihat.
Leo melirik ke arah Paras, "baik Nona," jawabnya.
Beberapa menit mereka berjalan, Leo menghentikan mobil didepan supermarket.
"Udah mba," ucap Leo tanpa menatap, dia menyandarkan tubuhnya dijok kemudi dengan sempurna.
Paras tersenyum, merogoh dompet miliknya, memberi uang pecahan merah pada Leo.
"Lo beliin pembalut gue yang bersayap," ucap Paras tanpa rasa malu.
Wajah Leo menatap Paras dengan terkejut. Bagaimana tidak, seorang Leonal harus membeli pembalut hanya untuk seorang Direktur yang gendut seperti Paras.
"What? are you kidding me?" Leo menggeram semakin kesal.
Paras memohon melipat kedua tangannya.
"Please, gue lagi datang bulan, jalan sedikit ntar bajir. Please Leo, please," usap Paras pada bahu Leo dengan lembut.
"Iiighs dasar bos tak tau malu," geram Leo benar benar kesal.
Mengambil uang dari tangan Paras, berlalu meninggalkannya dengan perasaan yang menjijikkan.
"Mimpi apa gue semalam. Kok gue di giniin ama cewek gembrot, jutek kayak beliau. Tuhan, tunjukkan keadilanmu," sungut Leo masuk ke supermarket.
Cekreeek,
Leo memasuki supermarket.
"Selamat pagi menjelang siang Mas. Ada yang bisa saya bantu?" tanya pelayan dengan ramah.
Leo menelan salivanya, mendekati pelayan dan berbisik.
"Cariin saya pembalut pakai sayap isi banyak," geram Leo.
Pelayan tersenyum menatap Leo, "baik Mas!" dia berlalu ke rak mencari pembalut yang diminta oleh Leo.
Tak berapa lama pelayan menghampiri Leo, membawa beberapa pilihan.
"Mau yang mana Mas?" tanya pelayan menunjukkan beberapa pilihan.
Leo menunjuk satu dengan mata menatap ke arah lain.
Pelayan tersenyum, wajah Leo yang berbulu banyak, membeli pembalut bukan untuk istri melainkan direktur gendutnya.
"Ooogh," Leo mengusap wajahnya berkali-kali menandakan ketidak nyamanannya.
Leo membayar, segera meninggalkan supermarket, tentu dengan senyuman pelayan yang seolah menertawakannya.
Leo melempar pembalut ke arah Paras, menggeram, memukul stir kemudi dengan perasaan kesal.
Tentu menjadi hal teraneh bagi Paras melihat sosok Leo yang tampak marah.
"Kamu kenapa? kamu baik-baik ajakan?" tanya Paras tanpa tau perasaan Leo kali ini.
Mata Leo menatap Paras dengan wajah menyeramkan tanpa berucap.
"Kita ke apartemen gue dulu yah. Makasih pembalutnya. Aku mau ganti baju, sekalian kita nongkrong di tempat biasa," ucap Paras tanpa rasa berdosa ataupun bersalah.
Leo menutup matanya, menarik nafas dalam, memalingkan wajah dari manusia menjijikkan di sampingnya saat ini.
Perlahan mobil berlalu meninggalkan supermarket, menuju apartemen Paras. Mereka hanya diam selama perjalanan, tanpa ada pembicaraan ataupun music dari audio menemani. Kali ini mereka hanya dikuasai pikiran masing-masing. Setiba di apartemen Paras,
Leo membiarkan wanita gendut itu berlalu. Benar saja, cairan merah itu mengalir di bagian paha Paras yang padat dan berlemak.
Leo mengangguk, 'ternyata wanita period lebih menyebalkan!' batin Leo keluar dari mobil, mengikuti Paras yang menunggunya sejak tadi didepan lift.
Paras masih tak bergeming, dia menutup kakinya rapat agar tidak terlihat oleh Leo.
"Tenang, gue udah lihat. Santai aja," kekeh Leo menggoda Paras.
Wajah jutek Paras berubah seketika, wajah gembulnya memerah menjadi panas, mendengar ucapan Leo.
Paras bergegas membuka pintu apartemen, menekan pasword yang diperhatikan oleh Leo.
Leo seolah cuek terkesan cool, mengikuti arah langkah kaki sang Direktur.
"Masuk," Paras membuka sepatu heelsnya berlari menuju kamar.
Leo memasuki apartemen milik Paras, berdecak kagum, melihat tata ruang yang sangat baik pencahayaannya. Sofa santai, ruang makan dan minibar menunjukkan wanita seperti Paras adalah wanita yang bersih dan berkelas.
Mata Leo tertegun saat melihat foto keluarga Paras, terpampang jelas bahwa dia wanita baik-baik. Rumah Adat Sumatra Barat menjadi background foto keluarga mereka.
"Kenapa dia belum menikah sampai sekarang? apakah dia pernah dilamar Datuk Maringgih?" kekeh Leo dalam hati saat menuju sofa ruang keluarga Paras.
Lumayan lama Leo menunggu Paras di ruang keluarga, sendirian tanpa teman tanpa siapa-siapa, membuat matanya terlelap tanpa dia sadari.
Paras keluar dari kamar, dengan busana lebih tertutup, menggunakan celana panjang, baju hitam pressbody menutup lehernya. Tentu memperlihatkan lemak yang bertumpuk ditiap lekuk tubuh Paras. Rambut dicepol keatas, menggunakan anting bulat mutiara, menunjukkan kesexian wanita gendut itu.
"Leo, Leonal," Paras menendang ujung kaki Leo yang terjuntai, tentu dengan perasaan lucu, karena wajah Leo yang ternganga dan mengorok.
"Grrrgh hmmmfgh," ucap Leo belum mau membuka matanya.
"Bangun, masih jam kerja. Ayook, kita pergi," tegas Paras.
Leo mengusap wajahnya, menatap Paras dari ujung rambut ke ujung kaki.
"Hmmm!" Leo mengusap wajahnya asal.
"Ck toilet dimana? gue cuci muka dulu," pintanya berdiri berlalu melewati Paras.
Leo terkesima, wangi parfum mahal buatan Paris keluar dari arah Paras.
"Anjing, kok gue jadi nafsu gini cium aroma parfum wanita menyebalkan itu," batin Leo cepat berlalu menuju toilet sesuai tunjuk Paras.
Leo menarik nafas dalam, berkali-kali membasahi wajah, mengusap rambut agar merasa segar. Dia keluar dari kamar mandi, mendekati Paras yang sudah siap untuk pergi.
"Udah?" tanya Paras.
"Udah mba," Leo berjalan lebih dulu meninggalkan Paras dibelakang.
"Dari pada penghuni gue bangun, meronta, lebih baik gue deluan ninggalin wanita gendut, galak itu," batin Leo, merasa tak kuat mencium aroma parfum Paras.
Paras dengan santai masuk ke mobil, menatap Leo yang sedari tadi memandangnya.
"Lo kenapa? ada yang aneh?" tanya Paras.
"Kita mau kemana?" tanya Leo lembut menahan hasratnya.
"Hmm kan udah gue bilang kita ke resto biasa Leonal grrrrgh," geram Paras menunjukkan wajah garang.
Leo hanya manyun, menghalau pikiran jorok yang sempat gentayangan di kepalanya.
Nama: Parassani Chaniago
Usia: 35 tahun
Status: Single
Berdarah Sumatra Barat.
Direktur Utama Perusahaan Air Bus Pariwisata di Langlai Baros Group Jakarta.
Tinggal: Jakarta
Karakter: Baik, pintar, keras kepala, penyayang.
Orang kepercayaan Dinata Alkhairi Baros dan Maride Sibuea.
Selingkuhan Silutak Panjaitan.
Kira-kira untuk wajah Leonal Alkhairi seperti apa yah?
Simak khuuuii... cerita ku... 'Ugly 'n Fat Girl'...❤️❤️
_____ Like and comment_______
Leo memarkirkan mobil diarea parkir restoran. Tempat dimana Paras menghabiskan waktu bersama Leo bertemu koleganya. Memilih tempat biasa, duduk dengan dunia masing-masing.
Yaaah, Parassani Chaniago telah mengabdikan diri selama 8 tahun di Perusahaan Air Bus Pariwisata milik Baros.
Setau Paras, Baros tidak memiliki anak, mereka jarang bertemu, palingan jika ada meeting besar sekali 6 bulan atau bahkan sekali setahun, baru bertemu Baros dan Maride di kantor.
Baros juga tidak pernah memberi tahu keberadaannya kepada semua karyawan, karena sistem yang diciptakan oleh Leo telah bekerja dengan sangat baik.
Leonal Alkhairi Baros adalah putra pewaris kekayaan Dinata Baros Alkhairi dan Maride Sibuea. Sebelum bekerja sebagai secretaris Paras, Leo kuliah di Australia. Dia tidak pernah pulang ke Bandung, karena dia lebih memilih berkarir di negeri kangguru itu.
Leo memutuskan bergabung di Perusahaan Air Bus milik Baros karena kecewa dengan pernikahannya. Pernikahan yang dia bayangkan akan indah, membuat dia frustasi. Bagaimana tidak. Saat belum menikmati malam pertama, Sintya memutuskan pernikahan mereka, menggugat Leo ke Pengadilan dengan alasan tidak bahagia. Pernikahan 3 hari yang baru dibina tidak bahagia? Alasan apa itu! Pesta indah yang di adakan di Bali hanya dihadiri keluarga terdekat. Tidak ada pemberitaan, lebih privasi dan tertutup.
Maride merasa bersalah, karena menginginkan menjadi besan Silutak Panjaitan pemilik bisnis otomotif kapal yang berkembang pesat di Manca Negara.
Itulah awal Leo memilih bergabung dengan Baros, tentu dengan gaji yang sangat mengejutkan Paras sebagai Direktur Utama.
Flasback on,
"Apa? 75 juta? siapa dia?" kesal Paras kala itu kepada HRD.
Melihat CV Leo yang menuliskan gaji 75 juta dan disetujui oleh Baros melalui email.
"Bajingan banget. Rasa dia pemilik perusahaan," gerutu Paras pada Yani yang menerima data Leo.
"Dia berbulu banyak mba. Trus statusnya DUDA," kekeh Yani pada Paras.
"Ck mana ada yang mau sama dia, berantakan gitu. Ijazah doang luar negeri. Rambut urakan, lebih mirip orang-orangan sawah," kekeh kedua wanita itu saat melihat CV Leo.
Leo yang tengah menikmati kantor orang tuanya, merasa nyaman duduk disofa ruang tamu seperti orang asing. Mengikuti proses interview, wawancara dan psikotes. Semua diacc oleh Baros, tidak bisa ada penolakan dari Paras.
"Bang, dipanggil Mba Paras di ruangannya," bisik Yani pada Leo.
Leo menuju ruangan Paras.
"Hmm Papi sangat memanjakan wanita gemuk ini," bisik Leo dalam hati.
"Duduk!" tegas Paras.
Leo duduk dengan santai dihadapan Paras sesuai perintah.
"Apa yang kau bisa," tegas Paras menatap Leo dengan wajah yang sangat mengerikan.
"Apa yang mba suruh, saya bisa lakukan,"
Leo menaikkan alisnya, menatap penuh senyuman.
"Iiighs sombong," gerutu Paras.
"Jadi sudah berapa lama kau ada di Jakarta?" tanya Paras tanpa menatap.
"Hmm yah, semenjak saya nikah, habis itu cerai, lebih kurang 2 bulan lah," jawab Leo tanpa ada rasa malu.
"Ada hubungan apa kau sama Tuan Baros? kenapa dia menyetujui gaji kau yang tak masuk akal?" tanya Paras sedikit berbisik.
"Emang disetujui mba?" tanya Leo mendekatkan wajah ke Paras, membuat keduanya saling tatap dan kaget.
"Iiigh jauh jauh. Geli gue lihat lo. Nggak tau malu."
Paras mendorong wajah Leo yang benar-benar ada dihadapannya.
"Ck iya. Jadi saya di divisi apa?" tanya Leo pelan dan penasaran.
"Hmm karena kau minta gaji segitu, kau jadi secretaris aku sekaligus asisten pribadi. Kita akan melakukan perjalanan dinas kebeberapa daerah. Kadang menggunakan pesawat komersil, bisa juga menggunakan jet pribadi Tuan Baros. Ingat, kerja mesti on time, loyalitas dan harus rapi. Ngerti!" tegas Paras menatap wajah Leo sinis.
"Terserahlah mba, yang penting aku kerja. Malas mesti balik lagi ke Australia," rundungnya perlahan.
"Hmmm good. Silahkan keluar. Minta Id card sama Yani. Selamat bergabung Duda Jelek," kekeh Paras mengejek Leo.
"Iiighs kalau nggak orang kepercayaan Papi, udah gue cakar tu wajah. Masak gue ganteng gini dibilang jelek. Emang dia cantik gitu?"
Leo berlari ke lift, melupakan perintah Paras agar menemui Yani.
Sekarang sudah 3 bulan dia menemani wanita gendut yang galak itu, saling bercerita, terkadang saling beradu argumen. Hanya bisa bersahabat dengan Yani sang HRD yang selalu menggodanya, dengan canda tawa anak seumuran.
Disela sela mereka berdiam diri, kedua sahabat Paras dari New Zeland hadir dihadapan mereka.
"Paras," ucap kedua wanita langsing memeluk tubuh gendut direktur Leo.
Leo melirik wanita langsing, berambut kuah sate alias blondy, kulit exotic alias hitam, **** dengan baju serba minim. Leo menelan salivanya.
"Nggak ada yang beres kawan si gendut," kekeh Leo membatin.
"Haii Selvi, Dona," Paras membalas memeluk keduanya dengan perasaan rindu.
"Long time no see," rengek Selvi.
"Iya, Lo kan udah nikah. Makanya nggak ada time buat gue," senyum Paras terdengar dewasa di telinga Leo.
"Itu siapa?" tunjuk Dona menatap Paras melirik bersamaan ke arah Leo.
"Hmm secretaris gue," senyum Paras tanpa mengenalkannya.
"Wooow secretaris brondong boo!" goda Selvi mencubit pipi cubi Paras.
"So what? Dia duda jelek kali," kekeh Paras tanpa peduli perasaan Leo.
Leo menatap sinis kearah tiga wanita dewasa itu, "so, kenapa kalau gue duda? Masalah sama mereka. Iiighs dasar wanita norak," kesalnya membatin.
Memasang headset ketelinga menikmati alunan music agar tidak mendengar suara wanita yang not good dimata Leo.
Leo adalah pria yang humoris, pemaaf dan pembangkang. Selalu ribut dengan Paras karena mereka memiliki jiwa kepemimpinan yang sama. Sama sama egois dan keras kepala. Tapi Leo selalu bisa mengendalikan emosi, karena tuntutan pekerjaan harus profesional.
"Selama mereka nggak ganggu gue, woles lah yah," batin Leo.
Tiba tiba mata Leo beradu tatap dengan sosok mantan istrinya.
"Sintya!" batinnya bergejolak ingin menjambak, memaki dan menampar wanita itu.
Sintya segera pergi meninggalkan restoran, sebelum Leo mengejarnya.
"Siapa yang mau ngejar!" batin Leo mendengus kesal, membuka headset dari telinganya.
Terdengar Paras menceritakan Leo tanpa menoleh kearahnya, karena pikiran Paras telinga Leo masih disumbat headset.
"Hmm dia ditinggal istrinya, 3 hari menikah, kabur kali sama pria lain," kekeh Paras meremehkan Leo.
"Kenapa lo nggak coba deket sama dia?" bisik Dona.
"Ogah masih kecil chiin, ntar habis gue di porotin," kekeh Paras lagi lagi meremehkan Leo.
"Iya juga seeh. Brondong jaman sekarang suka rada gila,"
Mereka tertawa terbahak-bahak.
Leo mendehem kesal.
"Ehem mba, gue permisi yah! Balik ke kantor," ucap Leo sinis.
"Iiighs sini dulu aja dek," ucap Dona.
Leo berdiri,
Braaak
Ketiga wanita itu terlonjak kaget,
"Gue emang duda. Tapi nggak pernah tertarik sama tante girang kayak kalian. Ngerti!" sarkas Leo memilih berlalu meninggalkan Paras dan kedua sahabatnya.
"Leo!" bentak Paras.
"Apa! Gue balik kantor! Permisi!"
Leo pergi tanpa menoleh dengan perasaan kesal.
Paras tidak tinggal diam, dia mengejar Leo karena sudah berlaku kasar padanya dan kedua sahabat Paras.
"Leo, Leo tungguin!" perintah Paras.
Leo berhenti menarik nafas dalam.
"Apa? mau bilang aku duda jelek, nikah cuma 3 hari, matre!" kesal Leo.
"Denger ya mba! gue emang secretaris lo, kalau di kantor. Di luar, gue partner lo! ngerti Parassani Chaniago!" tegas Leo dihadapan wajah Paras, membuat wanita itu menjauhkan wajahnya dari nafas maskulin Leo.
"Iya sory," ucap Paras dengan enteng.
"Heh sory? enteng bener lo ngucapin sory, di sini gue masih sakit!" tunjuk Leo pada dadanya, sambil menutup mata, berlalu meninggalkan Paras.
Entah ada rasa bersalah atau nggak, yang penting Leo memilih pergi dari pada ribut sama perempuan.
Leo nggak balik ke kantor hari itu, melainkan dia balik ke apartemen. Tanpa mengangkat panggilan Paras sang Direktur.
Nama: Sintya Aleka Panjaitan
Usia: 23 tahun
Status: Janda
Berdarah Batak dan Austria.
Pewaris Saham Perusahaan Otomotif Silutak Panjaitan.
Tinggal: Jakarta
Karakter: Baik, egois, keras kepala, penyayang.
Putri semata wayang dari Silutak Panjaitan dan Margareta Aleka
Mantan Istri Leonal Alkhairi Baros.
Kira-kira untuk wajah Leonal Alkhairi seperti apa yah?
Simak khuuuii... cerita ku... 'Ugly 'n Fat Girl'...❤️❤️
_____ Like and comment_______
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!