“Dia, benar-benar laki-laki yang sangat menyebalkan." -\=Vidia\=-
***
Ckiiiit.. jdeer...
“Aw,” pekik seorang gadis yang bernama Vidia.
Vidia pun mencoba berdiri sambil membenarkan motornya yang tersungkur akibat terserempet sebuah mobil.
Sambil memegangi pinggulnya, Vidia pun menghampiri mobil tersebut yang ternyata juga berhenti karena mungkin merasa sudah menyerempet sesuatu.
Vidia pun mengetuk kaca pintu mobil sambil berkata, “Hai, keluar lo. Tanggung jawab sama kerusakan motor gue.”
Dengan memakai pakaian jas ala kantoran, orang itu pun keluar dari mobil dan di saat yang bersamaan...
“Wow.. tampannya,...” gumam dalam hati Vidia, “gak.. gak.. jangan terkecoh.”
Vidia pun menggelengkan kepalanya tanda dia ingin mencoba mengembalikan kesadaran.
“Hai, ganti rugi kerusakan motor gue,” ucap Vidia sambil menunjuk ke arah motornya.
Laki-laki itu pun menoleh ke arah motor yang di tunjuk oleh Vidia dan kemudian setelah itu, dia juga menunjukkan ke arah mobilnya yang ternyata memiliki sebuah goresan panjang di pintu bagian sebelah kiri.
Vidia yang melihat itu pun tidak mau terima, dia berkata, “Urusan goresan di mobil lo itu bukan urusan gue. Yang gue mau itu lo harus ganti biaya kerusakan mobil gue.”
Mendengar ucapan Vidia, tanpa banyak bicara laki-laki tersebut mengangkat kedua bahunya lalu kemudian masuk ke dalam mobil.
Vidia yang baru sadar dengan apa yang di maksud oleh laki-laki tersebut pun langsung memukul-mukul pintu mobil laki-laki tersebut agar di bukakan kaca pintu mobilnya.
Setelah kaca pintu mobil terbuka, Vidia pun berkata, “Ok. Trus lo sekarang maunya apa?”
Lagi-lagi tanpa banyak bicara, laki-laki tersebut memberikan sebuah kartu nama lalu kemudian pergi.
Sesaat setelah laki-laki itu sudah tak terlihat lagi, Vidia pun mengumpat, “Cih. Cakep-cakep kok bisu. Dasar batu.”
Vidia pun langsung kembali mencoba menyalakan mesin motornya dan ternyata...
“Untung nih motor masih menyala,” ucap Vidia yang langsung segera pergi ke kampusnya.
***
Di Bandara...
“Hai, sayang. Akhirnya aku bisa ketemu kamu,” ucap seorang wanita berkulit putih dengan memakai kacamata hitam dan berpakaian sederhana namun elegan. Sehingga Siapa pun yang melihatnya pasti akan tahu jika dia adalah orang yang cukup berada.
Wanita tersebut bernama Tasya. Dia merupakan tunangan dari Davian yang tadi telah bermasalah dengan Vidia. Davian yang dari awal tidak menyetujui dan juga tidak pernah menganggap ada yang namanya pertunangan ini pun hanya memasang ekspresi datar dan dingin.
Namun bagi Tasya itu tidak masalah. Karena baginya, mendapatkan persetujuan ke dua keluarga adalah hal yang paling penting.
Dengan tidak memedulikan sikap dingin Davian, Tasya pun langsung memeluk salah satu lengan tangan Davian dan kemudian mengajaknya melangkahkan kaki menuju mobil.
Saat di dalam mobil, Davian pun tetap diam. Dia sama sekali tidak bicara karena menurutnya sangat percuma jika dia harus berdebat dengan wanita yang ada di sebelahnya.
Dengan memasang kecepatan tinggi, Davian pun melajukan mobilnya menuju sebuah kompleks perumahan elit di daerah Jakarta.
Sesampainya di halaman rumah, Davian pun berkata, “Turun.”
“Dav, kok aku di bawa ke rumah ini sih dan bukannya ke rumahmu?” protes Tasya dengan nada merengek.
“Turun!” Lagi-lagi hanya itu saja ucapan yang keluar dari mulut Davian.
Tasya yang di perlukan seperti itu oleh Davian pun akhirnya merasa sangat kesal dan turun setelah itu langsung membanting pintu mobil.
Bagi Davian, itu sih bukan urusannya. Dia sangat tidak peduli sama sekali dengan bagaimana perasaan Tasya padanya.
Sementara itu di saat yang bersamaan, di Kampus...
“Kesal.. kesal.. kesal.. mimpi apa sih gue semalam. Bisa-bisanya gue ketemu sama orang kaya batu gitu. Udah gitu motor jadi mogok juga lagi. Aih,” gerutu Vidia sambil berjalan terburu-buru menuju kantin kampus.
Vidia yang sudah terlambat dua jam gara-gara motornya mogok itu pun harus terpaksa tidak mengikuti mata kuliah dosen favoritnya.
“Eh, Vid. Lo dari mana aja?” tanya Syina sahabat Vidia
“Gue habis kena musibah, Syin,” keluh Vidia sambil meminum minuman yang sudah dia beli.
“Musibah?! Maksud lo apaan?” tanya Syina yang merasa heran karena Syina merasa kalau tidak ada yang salah dari tubuh Vidia.
Vidia pun terdiam sejenak lalu berkata, “Begini,...”
Vidia pun menceritakan semua kejadiannya dari awal hingga akhir dan dia pun mengatakan kalau laki-laki tersebut hanya memberikannya sebuah kartu nama.
Syina yang mendengar itu pun langsung meminta agar Vidia mau menunjukkan kartu nama tersebut. Tanpa pikir panjang, Vidia pun langsung menunjukkannya pada Syina.
“Davian Putra,...” ucapnya ketika membaca tulisan yang ada di kartu nama tersebut, “gue perasaan pernah dengar deh nama ini. Bentar gue inget-inget dulu.”
Setelah beberapa saat kemudian...
“Oh, iya. Gue inget sekarang. Davian Putra ini tuh seorang pengusaha muda yang sukses. Walau pun masih mudah, dia ini sudah terbilang sangat berhasil mengembangkan usahanya di bidang textile,...” jelas Syina, “dia juga selain berhasil di bidang textile, dia juga seorang penikmat kuliner.”
“Penikmat kuliner?” ucapku dan Syina pun mengangguk.
Vidia pun terdiam sejenak. Tampak dia sedang memikirkan sesuatu. Syina yang melihat ini pun bingung sehingga dia pun bertanya, “Vid, memangnya apa yang sedang lo pikirin?”
“Gue Cuma berpikir, misalkan gue datang ke kantornya dan membawakannya makanan lezat, apakah itu bisa berhasil buat dia supaya mau membayar ganti rugi motor gue yang rusak?” tanyaku.
Syina pun mengangkat ke dua bahunya. Dia tidak tahu pasti apakah itu bisa berhasil ataukah tidak.
“Lo coba aja, Vid. Lagian kita kan gak tahu apa tujuan dia kasih kartu nama ini ke Lo,” ucap Syina yang menurut Vidia ada benarnya juga.
“Oke lha, besok bakal gue coba,” ucap Vidia dan Syina pun mengangguk.
***
Di kantor...
“Hai, Pak Direktur. Bapak kenapa hari ini ngantor? Bukannya yayangnya baru saja datang dari Luar Negeri?” Goda Steven yang merupakan orang kepercayaan Davian sekaligus sahabat Davian.
Steven ini memiliki perawakan yang terbilang cukup tinggi dengan kulit putih dan rambut yang lurus. Dia merupakan keturunan Indo-Cina. Tak heran jika banyak sekali wanita yang tertarik padanya dan memanggilnya dengan sebutan Opa. Hal ini tentunya tidak masalah untuk Steven. Pasalnya dia sendiri pun memiliki basic sebagai seorang laki-laki yang play boy, alias sering gonta-ganti pacar.
Bagi Davian, segala kebiasaan buruk temannya ini tidak mempengaruhi hubungan persahabatan mereka yang telah lama terjalin. Walau kadang suka sedikit kesal dengan sikap play boy nya Steven, tapi Davian mencoba untuk bisa menerimanya. Sebagai informasi, Steven ini, walau dia terlahir dari darah campuran Indo-Cina, tapi dia sama sekali tidak bisa berbahasa Cina.
Sementara itu, sambil duduk di kursi di hadapannya Davian dan memain-mainkan sebuah pulpen di tangannya, Steven yang merasa tidak di hiraukan oleh Davian pun akhirnya menceletuk, “Ish, kebiasaan banget deh. Di tanya diem aja. Nyebelin tahu gak?”
“Tadi, gue habis bermasalah dengan seorang wanita,” ucap Davian yang tiba-tiba saja membahas tentang kejadian waktu dengan Vidia tanpa menyahut pokok pertanyaan dari Steven.
Steve yang mendengar hal itu pun bertanya, “Maksudnya?”
Bersambung...
Nahloh.. terus gimana itu kelanjutan masalah ganti mengganti rugi?! Di tunggu, ya...
Next...
Steven yang mendengar hal itu pun bertanya, “Maksudnya?”
Sama seperti Vidia, Davian pun terdiam sejenak lalu kemudian menceritakan semuanya dari awal hingga akhir pada Steven dan Steven yang mendengarnya pun mengangguk-angguk sambil memegang dagunya.
Namun ada satu hal yang masih belum Steven mengerti dari cerita Davian. Karena penasaran, akhirnya Steven pun bertanya, “Lalu tujuan lo ngasih kartu nama ke dia itu apa?”
“Belum aku pikirkan,” sahut Davian santai.
“Eh. Lha..” Begitulah respons spontan yang di berikan oleh Steven saat mendengar jawaban dari Davian.
***
Sore hari di kediaman keluarga besar Bapak Putra Sanjaya. Ada seorang wanita yang sedang mengadukan perihal sikap yang diberikan oleh Davian padanya. Ya. Dia adalah Tasya. Wanita ini rupanya tidak terima jika di suruh tinggal di rumahnya yang kosong.
“Tan, Dav bener-bener keterlaluan deh. Masa’ aku di suruh tinggal di rumahku yang kosong itu. Aku kan takut, Tan,” rengek Tasya.
“Ya sudah. Kalau kamu memang takut tinggal di sana sendirian, kamu menginaplah di sini. Kebetulan, di sini masih ada 1 kamar yang kosong,” ucap mama Fanya.
“Beneran, Tan? Tasya boleh menginap di sini?” tanya Tasya dengan nada girang.
Mama Fanya pun mengangguk yang kemudian di sambut oleh pelukan Tasya. Mama Fanya pun menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkah Tasya yang masih saja tetap manja seperti dulu.
Lalu tak selang berapa lama kemudian, Davian pun datang. Betapa terkejutnya Davian saat melihat Tasya sedang berada di rumahnya.
“Dav, kamu baru pulang?” tanya Mama Fanya saat melihat Davian masuk ke dalam rumah.
Davian hanya menganggukkan kepalanya dan kemudian langsung pergi ke kamar tanpa menghiraukan keberadaan Tasya di situ.
Tasya yang merasa tidak di hiraukan oleh Davian pun dengan memasang wajah sedih langsung memegang tangan Mama Fanya. Sementara itu, Mama Fanya pun tersadar jika anaknya masih saja belum bisa menerima Tasya sebagai tunangannya.
“Ya sudah. Biar Tante yang coba bicara pada Davian,” ucap Mama Fanya sambil mengelus punggung tangan Tasya.
Mama Tasya pun langsung menghampiri Davian di kamarnya. Tanpa membuang banyak waktu, Mama Fanya pun langsung berkata, “Dav, kenapa sikapmu terhadap Tasya seperti itu? Dia itu tunanganmu. Hargailah dia.”
Davian yang bosan dengan Mamanya yang selalu saja mendesak dirinya agar mau menerima pertunangan itu pun akhirnya menghela nafas panjang dan setelah itu berkata, “Maaf, Ma. Davi gak bisa dan gak akan pernah mungkin bisa untuk menerima Tasya sebagai tunangan Davi.”
“Kenapa? Kenapa kamu sama sekali tidak ada niatan untuk mencoba menerimanya?” tanya Mama Fanya yang tidak tahu harus bagaimana lagi membujuk Davian agar mau menerima Tasya.
“Ma, tidak bisa ya tidak bisa. Mau sampai berapa kali pun dan mau sampai kapan pun, aku tetap tidak akan bisa menerima Tasya sebagai tunangan Davi,” ucap Davian kekeh.
Mendengar ucapan Davian, Mama Fanya pun menarik nafas panjang.
“Baiklah. Begini saja. Kita buat kesepakatan. Mama akan batalkan pertunangan ini jika kamu dalam waktu tiga hari dapat menemukan seorang wanita yang mau kau nikahi. Bagaimana?” ucap Mama Fanya yang sebenarnya tahu kalau Davian tidak akan mungkin bisa menemukan wanita seperti itu dalam waktu dekat.
“Kalau aku gagal, bagaimana?” tanya Davian.
“Kalau kamu gagal, berarti kamu yang harus bisa menerima pertunangan ini dan menganggap Tasya sebagai tunangan kamu,” ucap Mama Fanya.
Mendengar ucapan Mamanya, Davian pun terdiam sejenak. Dia sadar kalau Mamanya melakukan itu mungkin sudah direncanakan. Tapi mau bagaimana lagi. Ini cara satu-satunya agar dia terbebas dari ikatan pertunangan yang tidak dia inginkan ini.
“Baiklah. Aku setuju. Aku harap Mama berjanji akan menepati ucapan Mama tadi. Jika aku berhasil membawa wanita yang bersedia menikah denganku, maka Mama harus menjamin kalau pertunangan ini dibatalkan,” ucap Davian agar lebih memastikannya lagi.
“Iya. Mama Janji,...” sahut Mama Fanya, “Ya sudah. Kalau begitu Mama keluar menemani Tasya.”
Mama Fanya pun langsung keluar dari kamar Davian dan sementara itu, Davian sendiri langsung terduduk lemas di tepi tempat tidurnya.
***
Keesokan harinya, sesuai dengan apa yang sudah direncanakan. Vidia pun sengaja membuat makanan lezat untuk dapat membujuk Davian agar mau membayar ganti rugi kerusakan motornya.
Dengan jantung yang berdegup kencang saat memasuki kantor Davian, dia berharap semuanya dapat berjalan sesuai keinginannya. Namun belum juga dia melangkah lebih jauh, tiba-tiba saja dia di hadang oleh seorang scurity.
“Maaf, Mbak. Mbak ini mau ke mana dan bertemu siapa?” tanya scurity itu dengan nada sopan.
“Oh. Aku mau bertemu dengan Bapak... Hmm... Bapak Davian Putra. Apakah bisa?” tanya Vidia.
“Kalau boleh tahu, mbak ini siapa ya?” tanya scurity itu lagi.
“Oh. Aku Vidia yang kemarin minta ganti rugi kerusakan motor,” jelas Vidia.
“Oh begitu. Mbak tunggu sebentar di sini. Saya akan coba tanyakan dulu,” ucap scurity itu dan Vidia pun mengangguk.
Setelah beberapa saat menunggu, akhirnya scurity itu datang menghampiri Vidia lalu berkata, “Mari Mbak. Saya akan antar Mbak ke ruangannya.”
Vidia pun mengangguk dan kemudian mengikuti scurity tersebut.
Sesampainya Vidia di ruangan Davian, dia melihat ada seorang pria tampan sedang duduk serius menatap tumpukan berkas yang ada di meja kerjanya. Entah apa yang sedang di kerjakannya. Namun Vidia tidak mau ambil peduli soal itu.
“Pak, tamu Bapak sudah saya antar ke sini,” ucap scurity tersebut.
“Oh. Iya, Pak. Terima kasih,” ucap Davian sopan.
Sesaat setelah scurity itu pergi, Vidia pun hanya melongo. Vidia tidak habis pikir ternyata orang kayak batu ini ternyata bisa bicara. Bahkan dengan nada sopan lagi.
“Sudah puas lihatnya?” tanya Davian yang rupanya menyadari kalau dirinya sedang di perhatikan oleh Vidia.
“Eh?...” ucap Vidia spontan, “Siapa juga yang lagi ngelihatin. Dasar GR.”
“Ada apa?” tanya Davian to the point dengan masih fokus pada berkasnya.
“Oh, iya. Maaf. Aku datang ke sini untuk memberikan makanan ini untukmu,” ucap Vidia yang kembali ingat dengan tujuan awalnya dia datang.
“Letakkan saja di situ,” perintah Davian.
“Oh,” sahut Vidia yang langsung meletakkan rantang makanan yang dia bawa dari rumah di atas meja terima tamu yang ada di kantor tersebut.
Setelah meletakkan rantang makanan bawaannya, Vidia pun memberanikan diri untuk bertanya, “Hmm.. o ya, soal ganti rugi kerusakan motorku yang kemarin, bagaimana?”
Davian pun langsung menghentikan aktivitasnya dan kemudian berkata, “Apa kamu gak salah minta pertanggungjawaban? Bukannya justru aku yang harus minta ganti rugi kerusakan mobilku?”
“Bagaimana bisa begitu. Jelas di sini yang jadi korban itu aku. Kenapa malah aku yang harus ganti rugi?” protes Vidia.
“Eh dengar ya. Kamu tuh sadar gak? Kemarin kamu itu mengemudikan motor hampir ke tengah badan jalan. Aku coba untuk menegurmu dengan membunyikan klakson agar kamu menepi dan memberikan jalan padaku, tapi kamunya tidak juga menepi. Karena berhubung aku sedang terburu-buru, akhirnya aku mencoba memaksakan diri pelan-pelan melewatimu. Namun karena kamunya sendiri yang oleng, akhirnya kamu menyenggol mobilku sebelum akhirnya kamu sendiri yang terjatuh,...” jelas Davian panjang dan lebar sehingga membuat Vidia hanya melongo mendengarnya.
“Sekarang kamu sudah tahu kan siapa yang salah di sini dan siapa yang berhak meminta ganti rugi?”
Tatapan Davian pun semakin tajam menatap Vidia sehingga membuat Vidia merasa tidak bisa berkutik dan hanya terdiam mematung.
Bersambung..
Tatapan Davian pun semakin tajam menatap Vidia sehingga membuat Vidia merasa tidak bisa berkutik dan hanya terdiam mematung.
Dalam benak Vidia, dia merasa kalau secara logika memang benar dia sendirilah yang salah. Tapi jika harus benar-benar di minta untuk mengganti rugi kerusakan mobil, rasanya itu sangat berat. Soalnya dari yang dia tahu, kalau sekecil-kecilnya biaya perawatan mobil itu pasti masih di atas uang jatah bulanannya.
“Hadeuh, Vid. Kenapa lo tuh bodoh banget sih? Kenapa tidak kepikiran akan menjadi seperti ini?” rutuk Vidia dalam hati.
Karena melihat Vidia yang hanya diam saja, Davian pun berkata, “Kenapa diam saja? Baru sadar kalau kamu yang salah? Sekarang bagaimana? Apa kamu bisa mengganti rugi biaya kerusakan mobilku?”
Dengan ragu, Vidia pun bertanya, “Memang berapa biaya buat perbaikan?”
Davian pun terdiam sejenak. Terlintas ide untuk membuat Vidia agar mau membantunya untuk menikah dengannya. Dia mau tidak mau mengikuti ide yang di berikan Steve padanya kemarin.
“Semoga ini adalah jalannya supaya aku terbebas dari pertunangan itu,” gumam Davian dalam hati.
“10 juta,” sahut Davian to the point.
“Apa?! 10 juta? Mahal sekali,” protes Vidia.
\=\=Flash back On\=\=
“Eh. Lha..” Begitulah respons spontan yang di berikan oleh Steve saat mendengar jawaban dari Davian.
“Hmm, begini saja. Bagaimana kalau kita kerjain dia. Jika dia benar-benar datang mencarimu untuk meminta ganti rugi perbaikan motornya, kamu bilang aja ke dia kalau sebenarnya dialah yang salah dan harus mengganti rugi kerusakan mobilmu sebesar 10 juta. Gimana? Bagus gak ideku ini?!” ucap Steven dengan senyum penuh maksud.
“Gak, lha. Kasihan juga. Lagian biaya perbaikan kan gak sampai semahal itu. Aku jadi merasa seperti orang pemeras aja,” ucap Davian menolak ide dari Steven.
“Ya sudah,” sahut Steven.
\=\=Flash back off\=\=
“Iya. Bagaimana? Kamu bisa?” tanya Davian.
“Apakah tidak bisa kurang?” tanya Vidia penuh harap.
Davian pun menggelengkan kepalanya tanda dia tidak menerima negosiasi.
“Lalu aku harus gimana?! Aku mana ada uang sebanyak itu?” gumam Vidia lirih namun masih bisa di dengar oleh Davian.
“Begini saja. Aku punya penawaran untukmu. Bagaimana kalau kamu membantuku dan setelah tugasmu selesai, aku tidak akan mempermasalahkan soal biaya 10 juta itu lagi. Bagaimana?” tanya Davian dengan memasang wajah tenang namun padahal dalam hatinya dia cemas kalau akan gagal.
Vidia yang mendengar itu pun bertanya, “Memangnya apa yang bisa aku lakukan untuk bisa membantumu?”
“Kamu menikah denganku selama 1 tahun. Jika kamu tidak mau, maka uang yang 10 juta tadi ada bunganya sebesar 20% setiap bulannya sampai kamu benar-benar bisa melunasinya,” ucap Davian.
Mendengar ucapan Davian, mendadak emosi Vidia pun menjadi tersulut. Dengan nada emosi, Vidia pun berkata, “Hai Tuan Davian Putra yang terhormat. Anda ini sedang memeras atau memanfaatkan sih? Kenapa Anda dengan tega berkata seperti itu?”
Dengan senyum sinis, Davian pun berkata, “Ok jika kamu tidak mau. Aku sih gak masalah. Aku bisa mencari wanita lain yang mau membantuku. Sedangkan kamu, kamu akan selamanya terbelenggu pada uang 10 juta itu bahkan lebih.”
Davian pun setelah itu melanjutkan kembali pekerjaannya. Vidia yang merasa kalau dirinya sedang berada di sebuah istilah ‘Buah simalakama' ini pun akhirnya menyahut, “Baiklah. Aku setuju. Hanya satu tahun, kan?! Tapi sebelum itu, aku pun punya persyaratan.”
Davian lagi-lagi menghentikan pekerjaannya dan bertanya, “Apa itu?”
“Belum aku pikirkan,” sahut Vidia.
“Baik. Aku beri waktu sampai besok. Besok kita akan melakukan tanda tangan perjanjian dengan persetujuan syarat dari masing-masing pihak. Bagaimana? Cukup adil kan?” ucap Davian.
“Ok. Besok aku akan ke sini lagi,” ucap Vidia.
“Iya. Aku tunggu,” sahut Davian.
Vidia pun langsung pergi meninggalkan ruangan Davian. Sementara Davian yang sudah sendiri berada di ruangannya pun bergumam, “Mudah-mudahan ini adalah keputusan yang tepat.”
Sementara itu Vidia yang sudah berada di luar ruangan Davian pun terus menerus menggerutu. “Dasar muka batu hati iblis.”
***
Keesokan harinya, tiba di hari penentuan. Vidia dengan mantap menuliskan syarat yang harus disetujui oleh Davian.
Dengan langkah mantap, dia pun pergi ke kantor Davian. Seperti biasa, scurity pun selalu bertanya terlebih dahulu siapa yang Vidia cari.
Setelah beberapa saat kemudian, Vidia pun akhirnya sudah berada di dalam ruangan Davian.
“Bagaimana? Sudah bisa kita mulai?” tanya Davian tanpa bertele-tele.
“Ini,” ucap Vidia menyodorkan dua lembar kertas syarat perjanjian. Yang satu adalah yang asli yang akan di pegang oleh Davian dan yang satunya lagi adalah salinannya yang akan di pegang oleh Vidia sendiri.
Sama halnya dengan Vidia, Davian pun sudah menyiapkan dua lembar kertas syarat perjanjian.
Lalu mereka pun membaca dengan seksama isi syarat perjanjian tersebut.
Sebagai informasi, ada pun syarat yang mereka buat adalah...
• Syarat yang diajukan Vidia:
Hubungan di rahasiakan dari publik dan juga keluarga besar Vidia.
Selama perjanjian itu berlangsung, tidak boleh ada kontak fisik.
Tidak mengekang kebebasan masing-masing.
Jika masa waktu telah berakhir, otomatis harus langsung bercerai dan semua urusan selesai.
• Syarat yang diajukan oleh Davian:
Selama berstatus suami istri, wajib tinggal bersama.
Memerankan peran masing-masing saat berada di dalam keluarga besar Davian.
Tidak boleh ikut campur urusan pribadi masing-masing.
Jika salah satu ada yang melanggar, maka wajib membayar denda sebesar sepuluh juta rupiah.
Setelah membaca semua persyaratan yang diajukan masing-masing pihak, Davian dan Vidia pun menandatanganinya dan masing-masing membawa salinannya.
“Baik. Berhubung kita sudah mencapai kesepakatan, kini aku antar kamu untuk mengambil semua berkas-berkas data diri yang diperlukan,” ucap Davian yang berdiri dan mengambil jasnya.
“Hah? Buat apa?” tanya Vidia bingung.
“Sudah. Gak perlu banyak tanya. Lakukan saja,” ucap Davian yang kemudian pergi dengan di buntuti oleh Vidia dari belakang.
Setelah semua berkas data diri sudah terkumpul, Davian pun akhirnya mengajak Vidia ke suatu tempat.
“Sebenarnya kita ini mau ke mana?” tanya Vidia bingung.
Tapi oleh Davian bukannya di jawab malah di biarkan pertanyaan itu menggantung. Justru dia malah menaikkan kecepatannya sehingga membuat Vidia memegang erat-erat pegangan tangannya pada pegangan pintu mobil.
Sungguh kesal rasanya Vidia saat itu. Dia merasa kesal karena selain pertanyaannya tidak di hiraukan oleh Davian, dia pun harus mengalami sport jantung akibat mobil yang melaju kencang.
Setelah menempuh perjalanan beberapa saat, akhirnya mereka pun sampai di suatu tempat.
Antara percaya dan tidak percaya, Vidia pun akhirnya berkali-kali menepuk pipinya agar dia dapat tahu apakah yang di lihatnya itu benar-benar nyata ataukah hanya mimpi.
“Kamu kenapa?” tanya Davian melihat tingkah laku Vidia.
“Ini?”
Bersambung...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!