NovelToon NovelToon

Penantian Di Ujung Senja

Pria amnesia

Mala Rahma. Gadis 18 tahun yang hidup di pesisir pantai terpencil. Gadis manis berkulit sawo matang dan berambut hitam panjang sebahu. Gadis yang ceria dan sangat ramah pada semua orang. Meski dilahirkan di keluarga yang sangat sederhana, dia masih bisa menikmati pendidikan hingga tamat SMA.

Sebenarnya ayah dan ibu Mala ingin Mala melanjutkan kuliah di kota, namun Mala menolak dengan alasan Mala ingin tetap bersama ayah dan ibunya dikampung. Membantu ayah dan ibunya menjual ikan hasil tangkapan ayahnya di laut.

Sikapnya yang suka membantu orang dan wajahnya yang imut membuatnya menjadi gadis impian pemuda didaerahnya. Termasuk Bara, sahabat baiknya. Setiap akhir pekan dia datang mengajak Mala untuk lari pagi bersama. Bara adalah anak juragan tempat pelelangan ikan hasil tangkapan warga yang melaut.

Semua orang tahu bahwa Bara mencintai Mala, hanya saja Mala berpura-pura tidak tahu agar dia tidak merasa canggung menghadapi Bara. Perhatian Bara seharusnya cukup untuk membuat Mala jatuh hati pada Bara Akan tetapi sampai saat ini, Bara masih belum berhasil memastikan tentang hubungan mereka.

Ingin sekali Bara menyatakan cintanya dan bersikap jantan dihadapan Mala. Tapi dia sangat takut jika Mala menolaknya dan hal ini akan membuat Mala malah makin jauh darinya.

***

Ayah Mala seorang pelaut. Selama melaut biasanya butuh waktu 3 hingga 4 bulan. Dia bersama beberapa orang mencari ikan ditengah laut dan akan kembali jika sudah mendapatkan banyak ikan. Ikan hasil tangkapannya akan di jual di tempat ayahnya Bara.

Kali ini ayahnya Mala sudah melaut selama 2 bulan. Tapi ternyata kali ini ayahnya cepat sudah kembali. Ayahnya cepat kembali karena sudah banyak mendapatkan hasil tangkapan, dan mereka juga pulang membawa orang asing yang sedang terluka.

Ayah Mala membawa orang itu pulang kerumahnya. Mala membantu ayahnya merawat orang tersebut dengan baik. Ketika dia sudah berangsur sembuh, ayah Mala menanyakan siapa nama dan alamat rumahnya. Namun orang itu sama sekali tidak tahu apa-apa. Ternyata dia amnesia. Dia lupa semua tentang dirinya dan keluarganya.

Ayah Mala tidak ingin lapor polisi karena dia tidak mau ikut terlibat dalam persoalan orang itu. Nanti setelah dia ingat keluarganya, ayahnya baru akan segera menyuruhnya pergi. Mala dan ibunya hanya menuruti saja keputusan ayahnya.

Jika dilihat secara seksama orang tersebut cukup tampan. Badannya tinggi 175 dan berkulit putih bersih.

" Apa benar kamu masih belum ingat siapa kamu? Setidaknya nama kamu saja itu sudah kemajuan," kata Mala.

" Tidak, aku masih belum ingat apapun," kata dia.

" Lalu bagaimana kami memanggilmu?"

" Kamu berikan saja aku nama," katanya penuh harap.

" Ide kamu bagus juga. Nama apa yang cocok untuk kamu?!"

Mala berusaha berpikir untuk menemukan nama yang gampang diingat.

" Bagaimana kalau ...Gama. Iya bener. Gama, nama ini sangat gampang untuk diingat."

" Gama...Gama," gumamnya pelan.

" Mulai sekarang namamu adalah Gama. Jadi aku yang akan pertama kali memanggil namamu. Gama...," panggil Mala.

Gama hanya diam saja, mungkin karena dia belun terbiasa dengan nama barunya.

" Hey... kenapa kamu tidak menjawab saat aku memanggilmu Gama. Apa kamu tidak suka?" tanya Mala agak kecewa.

" Maaf, aku agak belum terbiasa saja. Coba kamu panggil lagi," jawab Gama agak takut karena telah membuat Mala kecewa.

" Gama..." panggil Mala agak keras.

" Ya..."

" Bagus...Begitu dong langsung jawab," teriak Mala senang.

Sifat Mala yang agak kekanak-kanakan membuat Gama terhibur. Dia tidak lagi ingin segera mengingat masa lalunya.

" Gama, ayo kita main pasir mumpung hari masih sore, kita buat rumah-rumahan dari pasir," ajak Mala.

" Tapi aku tidak bisa."

" Nanti aku ajari ...ayo."

Mala menarik tangan Gama dan mengajaknya ke pantai. Pantai yang sangat indah. Apalagi di sore hari. Di pantai inilah Mala menghabiskan hampir separuh waktunya di sini.

Mala mulai membuat rumah-rumahan dari pasir sementara Gama hanya melihatnya saja.

"Aku sudah selesai...sekarang giliran kamu, Gama. Sini aku bantu...," kata Mala sambil menarik tangan Gama yang hanya menurut saja.

Mala mengajari Gama dengan sangat senang. Apalagi jika rumah yang sudah dibuat tiba-tiba runtuh dan mereka harus mengulangi lagi hingga beberapa kali. Mereka tertawa tanpa beban.

Setelah bermain pasir, Mala mengajak Gama melihat matahari tenggelam. Mereka duduk di atas pasir sambil memandang ke ujung pantai. Melihat matahari yang mulai tenggelam dan berwarna kemerahan. Sangat indah.

Sesekali Gama melirik ke arah Mala yang terlihat sangat manis saat sedang tersenyum.

***

Akhir pekan ini, seperti biasa Bara mengajak Mala lari pagi sambil menghirup udara segar di pesisir pantai. Setelah agak lelah, mereka berdua akan duduk disekitar pantai dan menanti matahari muncul untuk menghangatkan tubuh mereka.

Sesekali Bara menggoda Mala dengan mengusap keringat Mala yang membasahi wajahnya.

" Ih...apa-apaan sih Bara. Geli ah..." kata Mala sambil menolak dengan kedua tangannya.

" Mala, diam sajalah. Kenapa kamu nggak bisa romantis sih...?" kata Bara sambil tetap berusaha menyeka keringat Mala.

" Bara... Berhenti tidak..." teriak Mala.

Bara berhenti bertindak mendengar teriakan Mala. Diapun menghela nafas lalu kembali duduk dengan tenang.

" Mala, romantis dikit napa. Seperti drama di TV. Belajar berpacaran juga, nggak slalu ngurus ikan aja."

" Romantis apaan. Pacaran juga nggak perlu belajar kali. Aku lebih seneng ngurus ikan juga," kata Mala pura-pura kesal sama Bara.

" Jangan marah, Mala... Aku hanya bercanda. Mala..." kata Bara merajuk.

" Jangan ulangi lagi... tentang pekerjaan aku. Nggak ada yang boleh menghina pilihanku."

" Aku ngerti. Aku tidak bermaksud seperti itu. Sekalipun kamu hanya mengurus ikan, keren juga," kata Bara.

Bara menghela nafas berat. Niatnya ingin membuat suasana romantis malah membuat Mala kesal.

Melihat Bara sedih, Mala merasa bersalah. Dia tersenyum pada Bara. Bara bingung melihat sikap Mala.Tadi barusan marah, kini dia tersenyum.

" Kena prank..." kata Mala sambil tertawa.

Bara agak kesal mendengar dia kena prank dari Mala. Dia lalu mencubit manja Mala. Mala berlari menjauh dan Bara dengan senang mengejarnya. Mereka berlarian sambil bercanda dibawah sinar matahari pagi yang mulai muncul di ufuk timur.

Sepasang mata melihat keakraban mereka berdua dengan perasaan kesal. Gama melangkah pergi meninggalkan Bara dan Mala yang masih berlarian. Gama bingung dengan perasaannya, kenapa dia harus merasa kesal melihat Bara dan Mala akrab.

Mala dan Bara, cepat atau lambat mereka akan berpacaran dan menikah seperti yang dikatakan ayah dan ibunya Mala. Mereka sudah dijodohkan sejak kecil. Hanya tinggal menunggu waktu saja sampai Mala menerima untuk menikah dengan Bara.

Tapi Gama merasa sakit hati dengan semua kenyataan itu. Gama cemburu pada Bara.

pernyatan cinta

Pagi yang cerah. Gama sudah berusaha untuk bangun pagi seperti kebiasaan orang-orang di desa pesisir ini. Namun Gama masih juga kalah dari orang-orang di rumah Mala. Mungkin sebelum hilang ingatan dirinya adalah pemalas.

Gama berjalan dengan mata masih sedikit sayu. Dia mencari Mala yang tidak terdengar suaranya dari dia mulai bangun tadi. Dia datang mendekati ayah dan ibunya Mala yang sedang memperbaiki jala.

" Nak Gama, sudah bangun? Sedang cari siapa?" tanya ayah Mala.

" Tidak paman Heri, aku..."

" Mala sedang pergi mengantar Bara," kata ayah Heri.

" Mereka kelihatannya memang sudah tidak terpisahkan lagi. Berarti sebentar lagi kita akan segera memiliki menantu," kata ibu Sri ibunya Mala.

" Benar juga, bu. Ayah juga berharap mereka segera menikah. Ayahnya Bara dan ayah sudah ingin menimang cucu," sambung ayah Heri sambil tertawa.

" Bukan cuma kalian yang ingin segera memiliki cucu, ibu juga. Pasti suasana rumah ini akan jadi ramai," kata ibu Sri lagi. " Bagaimana menurutmu nak Gama?"

" Apa...?" tanya Gama kaget.

Gama tidak mendengar pertanyaan ibu Sri karena dia sedang membayangkan jika Mala dan Bara menikah, apa yang akan dia lakukan.

" Itu lho tentang pernikahan Mala dan Bara."

" Baik kok..." jawab Gama gugup tidak tahu harus jawab apa.

" Ya sudah nak Gama. Tadi belum sarapan kan. Tadi nak Bara bawa makanan dari rumahnya. Nak Gama sarapan saja dulu, sambil nunggu Mala pulang," kata ibu Sri.

" Tidak bi Sri, aku tidak lapar."

" Ya sudah kalau memang tidak mau sarapan. Nanti bibi taruh dalam kulkas saja," kata bu Sri.

" Paman bibi, Gama pergi jalan-jalan ke pantai sebentar. Ingin melihat-lihat, siapa tahu ingatan Gama bisa kembali," kata Gama agak sedih.

" Silahkan saja nak Gama tapi jangan sampai lupa makan ya..." kata bu Sri.

Gama melangkah pergi ke pesisir pantai. Gama termenung seorang diri ditepi pantai yang sepi. Dia berusaha mengingat, tetapi tetap terasa gelap.

Sementara Mala mengantar Bara sampai ke terminal terdekat. Bara dan Mala duduk sambil menunggu jam keberangkatan.

" Mala, seharusnya kamu juga kuliah bersamaku. Kita ambil jurusan yang sama, itu lebih bagus," kata Bara merajuk.

" Jangan mulai lagi. Emang siapa yang mau kuliah sama kamu. Nanti kalau aku udah ada niat untuk kuliah aku pasti akan bilang sama kamu," kata Mala.

" Mala, saat aku tak ada di sampingmu, apa kamu akan merindukan aku?"

" Tentu, kamu adalah temanku yang paling baik. Kamu baik-baiklah belajar di kota."

" Mala, boleh peluk kamu sebentar saja, please..." kata Bara sambil membuka tangannya siap memeluk Mala.

Mala tersenyum lalu memeluk Bara dengan lembut.

" Terimakasih ,Mala..."

***

Selesai mengantar Bara, Mala bergegas pulang, namun dia tidak langsung pulang ke rumah melainkan pergi ke pesisir pantai. Dia berjalan perlahan tanpa alas kaki.

Saat itulah dia melihat Gama sedang duduk melamun memandang lautan yang sangat luas dihadapannya. Mala kemudian mendekatinya dan duduk di sebelahnya tanpa berkata apapun.

Gama menyadari kehadiran Mala dan dia tersenyum kepadanya. Mala membalas senyuman Gama yang penuh arti.

" Mala, baru pulang?"

" Iya..."

" Apa kamu merindukannya?"

" Mungkin. Karena biasanya dialah yang selalu menemaniku. Saat dia pergi seperti ada sesuatu yang hilang," kata Mala sambil tersenyum.

" Jangan sedih. Kamu juga tidak sendiri. Ada aku. Aku yang akan menemanimu mulai sekarang," kata Gama percaya diri.

" Benarkah? Kamu pasti akan bosan bersamaku," kata Mala pelan.

" Tidak akan. Jika kamu izinkan aku, aku akan sangat senang sekali."

" Baik. Mulai sekarang, kamu akan selalu ada di sampingku. Sebagai teman. Tapi jangan salah paham. Aku tidak menganggap mu pengganti kok..."

" Aku tahu. Walaupun kamu menganggap ku pengganti, juga tidak apa-apa," kata Gama.

Mala tersenyum manis sambil geleng-geleng kepala.

" Mala, kamu tiap hari berjemur apa tidak takut kulitmu hitam?"

" Tidak. Walaupun aku lebih suka kulit putih tapi, kulit hitam juga tidak masalah."

" Tapi biarpun kulitmu hitam, kamu tetep cantik dan manis," kata Gama sedikit merayu.

" Gama, boleh pegang kulitmu? Kulitmu putih dan bersih, apa ada yang beda dengan kulitku?" tanya Kasih.

" Mungkin, coba saja rasakan."

Mala memegang tangan Gama lalu menggenggam telapak tangan Gama. Jantung Gama berdetak kencang. Hatinya bergetar dan dia merasa sangat gugup. Apalagi tangan Mala yang satunya mulai meraba kulit lengannya dengan lembut dan pelan. Ini seperti godaan terindah bagi Gama.

Gama berusaha menahan gairahnya yang tiba-tiba naik. Dia memejamkan matanya agar tidak melihat wajah Mala yang dimatanya saat ini sedang tersenyum menggodanya. Gama tersenyum malu-malu sambil menggenggam erat jemari Mala.

" Gama...," teriak Mala kesakitan.

" Apa...apa aku menyakitimu?" tanya Gama ketakutan mendengar Mala berteriak kesakitan.

" Gama, tangan aku ini kecil. Tapi kamu mengenggamnya begitu kuat. Sakit kan?" kata Mala sambil melihat tangannya yang agak kemerahan.

" Maaf, Mala. Aku..."

" Sudah, tidak apa-apa," kata Mala sambil geleng-geleng kepala. " Oh...tadi aku dengar detak jantungmu cepat sekali. Apa kamu sakit?"

" Tidak... tidak apa-apa. Kau pasti salah dengar," jawab Gama gugup.

" Tidak mungkin. Jelas banget kok. Coba sini aku dengarkan lagi kalau kamu tidak percaya."

Mala mendekatkan telinganya ke dada Gama tapi Gama menghindar takut ketahuan. Dia yang terlalu terbuai dalam angannya sendiri. Mala sama sekali tidak menggodanya, tapi Gama yang berhalusinasi berlebihan. Jika Mala tahu ini, pasti dia akan mengira Gama mesum.

Jadi Gama kemudian berlari menjauhi Mala yang terus mengejarnya. Hingga mereka lelah lalu kembali ke rumah Mala.

Esoknya adalah akhir pekan. Mala bergegas berganti pakaian dan bersiap untuk lari pagi seperti biasanya. Tak disangka Gama sudah siap menunggunya di depan rumah sambil berolahraga kecil alias pemanasan.

" Gama, kenapa kamu bangun pagi sekali, ini tidak seperti kamu?!" tanya Mala heran melihat Gama bangun pagi.

" Mulai sekarang aku akan selalu bangun pagi dan aku akan mengikuti semua kegiatanmu dengan senang hati," jawab Gama.

" Baik. Ayo kita berangkat."

Mala dan Gama berlari sejajar sambil sesekali tersenyum pada orang-orang yang mereka temui dijalan. Tak terasa sudah cukup jauh mereka berlari. Mala mengajak Gama beristirahat sebentar. Gama menyodorkan sebotol air mineral kepada Mala yang nampak kehausan.

" Terimakasih. Aku tidak menyangka kamu akan teliti membawa air minum dari rumah," kata Mala.

" Aku tahu Bara juga melakukan ini bukan ke kamu. Dia yang selalu menyediakan semua kebutuhanmu," kata Gama.

" Tapi kamu bukan dia. Aku sudah mengatakan bahwa aku tidak pernah menganggap kamu pengganti. Jadi tolong jangan berkata seperti itu. Dia adalah dia dan kamu adalah kamu," kata Mala agak kecewa.

" Maafkan aku. Aku terlalu ingin dekat dengan kamu seperti Bara. Jadi aku ingin melakukan apa yang Bara lakukan."

" Kamu juga bisa dekat dengan aku tanpa harus seperti Bara."

" Benarkah? Tapi sesungguhnya aku belum yakin dengan ucapan mu," kata Gama agak pelan.

" Kamu ingin bukti seperti apa?"

" Tidak perlu. Cukup kamu menerima perhatianku saja."

" Perhatian, maksudmu?"

" Aku memang tidak ingin seperti bara yang hanya kamu anggap teman. Aku ingin jadi orang yang spesial bagimu," kata Gama dengan penuh keberanian. " Maukah kamu jadi pacarku?"

Memiliki pacar

" Pacar...?"

Mala sangat kaget mendengar Gama menembaknya secepat itu. Rasanya Mala belum siap. Sebenarnya dia juga ada perasaan pada Gama. Namun mengingat saat ini Gama masih mengalami amnesia, Mala takut jika Gama ingat semua kembali dia akan melupakan Mala.

Gama menjadi sangat sedih ketika Mala tidak juga memberi jawaban. Dia merasa bersalah telah berani menyatakan cinta pada Mala dan membuat Mala sedih.

Gama berjalan perlahan menuju ke tengah laut dan bermaksud membasahi tubuhnya untuk menyadarkan dirinya yang sedang di mabuk cinta. Namun Mala melihatnya berbeda. Mala mengira Gama akan bunuh diri.

" Gama..." suara teriakan Mala sangat keras.

Mala berlari mengejar Gama lalu memeluknya dari belakang. Mala menangis penuh air mata.

" Jangan lakukan, aku...aku bersedia jadi pacarmu," kata Mala sambil menangis.

Gama tersenyum dalam hati. Mala pasti mengira dia akan bunuh diri, karena itu Mala segera menerima dia menjadi pacarnya. Ini adalah keberuntungan bagi dia dan ini akan jadi rahasia dan hanya dirinya sendiri yang tahu.

" Benarkah, kamu mau jadi pacarku? Berarti sekarang kita pacaran?!" tanya Gama sambil berbalik dan memegang kedua tangan Mala.

" Iya, kita pacaran," kata Mala malu-malu.

" Boleh peluk?"tanya Gama.

Mala hanya mengangguk pelan. Gama dengan senang hati memeluk wanita yang sangat dicintainya. Akhirnya Gama mendapatkan hasil dari keberaniannya mengungkapkan perasaannya pada Mala.

Walaupun mereka akhirnya memutuskan untuk pacaran, namun Mala masih ingin merahasiakan dari orangtuanya dan semua orang di kampung.

Percintaan mereka menjadi rahasia yang indah. Mereka merajut hari penuh dengan cinta.

Setiap senja datang, Gama dan Mala pergi ke pantai untuk melihat matahari tenggelam. Mala berdiri didalam pelukan Gama yang dengan mesra memeluknya dari belakang. Pandangan mereka tertuju pada semburat cahaya matahari yang kian memudar.

Sesekali wajah Gama mencium rambut Mala yang memancarkan aroma khas shampo kesukaan Mala.

Saat senja mulai menghilang, mereka segera pulang agar tidak ada yang curiga dengan hubungan mereka.

Namun kedekatan mereka mulai terlihat kentara. Beberapa orang mulai bergosip tentang mereka. Dan tanpa mereka sadari, mereka sudah menjadi berita utama di kampung nelayan tersebut.

Sang ibu yang mendengar berita itu langsung meminta penjelasan dari Mala.

" Mala, apa benar apa yang dikatakan orang-orang di kampung tentang hubunganmu dengan Gama?" tanya ibu Sri dengan nada kecewa.

" Be...benar ibu," jawab Mala gugup.

Mala sudah tidak bisa menyembunyikan lagi kisah cintanya bersama Gama.

" Mala, bukankah kamu dan Bara sudah sangat dekat. Kenapa kamu bisa memilih bersama Gama."

" Ibu, aku dan Bara hanyalah teman biasa. Tidak mungkin bagiku mencintai dia."

" Dari awal semua orang sudah tahu bahwa kamu dan bara adalah sepasang kekasih. Dan saat ini kamu bersama Gama, orang menganggap kamu selingkuh dengan Gama. Kamu menyakiti Bara, Mala."

" Ibu, aku dan Bara tidak pernah membicarakan tentang cinta atau pacaran. Ibu tahu itu kan?" tanya Mala.

" Mala, jujur saja. Kamu dan Bara sebenarnya sudah dijodohkan sejak kecil. Ayah dan ibu berharap, bahwa kamu dan Bara suatu saat akan menikah dan memberi kami seorang cucu yang manis," kata ibu Sri penuh harap.

" Apa bu...jadi kami sudah dijodohkan sejak kecil? Apa Bara tahu hal itu?" kata Mala kaget.

" Entahlah. Menurut ibu dia sudah diberitahu orangtuanya. Kamu lihat saja dia begitu baik pada keluarga kita terutama pada kamu."

" Tapi, ibu, Mala mencintai Gama bu. Tolong restui kami. Mala tidak bisa mencintai orang lain lagi," kata Mala memelas.

" Ibu tidak bisa memutuskan, kita tunggu ayah kamu kembali dari melaut. Dia yang akan memberi keputusan. Sementara menjauhlah dari Gama."

Mala sangat sedih mendengar ibunya tidak mengizinkannya untuk lebih dekat dengan Gama. Dia harus menjauhi Gama sampai ayahnya kembali. Itu sepertinya akan sangat sulit sekali Mala laksanakan.

Mala dan Gama bertemu di pantai untuk membicarakan tentang hubungan mereka. Mala tampak sedih. Dia duduk termenung sambil melihat laut yang sangat luas dihadapannya. Sementara Gama ikut bersedih.

Dari awal Gama sudah mengetahui kalau Mala dan Bara sudah dijodohkan. Seharusnya Gama bisa mengendalikan diri untuk tidak hadir di antara Mala dan Bara.

Namun Gama sungguh tidak bisa mengontrol hatinya untuk tidak mencintai Mala. Terlebih Mala sudah menerima cintanya. Gama tidak ingin melepaskan Mala dengan mudah.

" Mala, bagaimana ibumu. Apakah dia marah padamu?" tanya Gama.

" Benar. Aku bisa merasakan kemarahan ibu, walaupun dia tidak memperlihatkannya. Kita harus bagaimana Gama?" tanya Mala sambil meneteskan air mata.

Gama tidak tega melihat wanita yang dicintainya menangis.

" Mala, kita tunggu sampai paman kembali, aku akan bicara pada paman dan meyakinkanya untuk merestui hubungan kita. Jangan menangis lagi."

Gama memeluk tubuh Mala yang mulai lemah karena beberapa hari ini dia tidak nafsu makan.

" Bagaimana jika ayah tidak merestui hubungan kita? Aku tidak ingin berpisah denganmu?!"

" Aku juga tidak ingin berpisah denganmu. Kita harus yakin pasti akan ada jalan bagi kita untuk bersama."

" Kamu terlihat cukup yakin dan percaya diri," kata Mala.

" Harus. Aku tidak ingin melihatmu menangis seperti saat ini."

" Terimakasih Gama."

***

Bara kembali ke kampung seolah sudah ada firasat buruk. Bara segera mencari Mala.

Bara mengajak Mala berkeliling kolam ikan yang sering mereka kunjungi semasa kecil.

" Masih ingat tempat ini?"

" Tentu saja aku ingat. Tempat ini begitu banyak menyimpan kenangan masa kecil kita," jawab Mala.

" Mala, aku pergi hanya beberapa bulan saja. Tapi kamu sudah banyak berubah."

" Berubah, benarkah?"

" Apa kamu tidak menyadarinya? Sekarang kamu sangat berhati-hati saat bersamaku. Kamu tidak seperti dulu yang selalu mengelilingiku tanpa peduli pandangan orang lain."

" Maaf... Bara."

" Apakah karena Gama? Kenapa harus dia. Kamu baru mengenalnya dan kamu tidak tahu siapa dia. Bagaimana kamu bisa memberikan hati dan cintamu untuk dia?"

" Aku tidak tahu bagaimana aku bisa mencintai dia. Aku hanya tahu aku tidak bisa hidup tanpa dia."

" Bagaimana jika aku katakan bahwa aku mencintaimu. Bisakah kamu memberiku kesempatan?" kata Bara penuh harap.

" Mencintaiku? Maaf...Bara. Selama ini aku hanya menganggapmu teman dan tidak lebih dari itu."

Bara merasa sangat kecewa dengan jawaban Mala. Bara merasa patah hati dan hatinya sedih sekali. Bara menyesali sikapnya selama ini yang hanya selalu menunggu cinta Mala.

Dia sudah melewatkan kesempatan meraih cinta Mala.

Andai waktu bisa diulang kembali, Bara akan menyatakan perasaannya sebelum pergi kuliah ke kota. Sehingga tidak akan memberi kesempatan pada Gama untuk mengambil cinta Mala darinya.

Gama, lelaki amnesia itu sudah menghancurkan impian cinta yang dia bangun sejak kecil bersama Mala.

..

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!