BAB 1
"Apa kau tahu bahwa Raja dari Kerajaan Krisan di Negeri Bunga mengadakan sayembara?"
Dari dalam kamar Tuan Muda Lind mendengar, sang anak pertama pasangan suami istri dari Negeri Daun yang mengabdikan sebagian kehidupannya untuk menjadi tabit di dataran tinggi Negeri Ranting.
"Dan imbalannya adalah menikah dengan Tuan Putri Vashti yang cantik jelita dan berbudi luhur itu. Kau pernah mendengar kabar tentang kecantikannya bukan?"
Cantik jelita dan berbudi luhur? Ah, aku pernah mendengarnya. Bahkan seluruh alam tanaman mengakui keindahan Tuan Putri Vashti yang tiada banding, batin Tuan Muda Lind dengan masih menikmati teh hijau, dengan terus menerus mendengar perbincangan para pelayan pria itu.
Dari yang di dengarnya, Negeri Bunga adalah tempat yang begitu indah, ras yang menghasilkan paras bak bidadari dan pangeran. Negeri indah itu memiliki lima Kerajaan besar. Di antaranya, Kerajaan Matahari, Kerajaan Mawar, Kerajaan Melati, Kerajaan Krisan, dan Kerajaan Teratai. Sedangkan dirinya hanya tinggal di Negeri Daun tempat terendah yang hanya di perbudak oleh Negeri Ranting saja.
Keluarga Tuan Muda Lind memiliki harta melimpah. Tetapi itu hanya dalam pandangan orang-orang Negeri Daun saja, sebab Ayah Lind adalah petinggi dari Negeri ini, yang mengatur pertemuan setiap Negeri yang ingin berkunjung. Namun tetap, seolah-olah tidak pernah di anggap ada, kalau pun teranggap, tetap saja di pandang berbeda.
"Aku dengar Pangeran ketiga dari Kerajaan Melati hendak memenangkan sayembara itu. Namun na'as gagal, karena krisannya mati terkena matahari."
Tuan Muda Lind tersenyum tipis. Bunga krisan putih memang langka, dan hanya berada di dataran tinggi. Jikalau yang mengambilnya tidak hati-hati bunga indah itu akan mati, dan jika terkena sinar matahari terlalu lama bunga itu bisa layu.
"Pelayan! Di mana Kakakku?"
Kening Tuan Muda Lind mengerut. Sepertinya itu adalah suara dari Adik perempuannya, Nona Muda Cuini yang langsung mendobrak pintu dengan tingkah tidak sopannya. "Kakak! Aku mencari Kakak ke mana-mana. Tetapi bagaimana bisa Kakak berdiam diri di kamar seperti seorang gadis?"
"Kakak sedang sakit, Cu. Tidak bisa kah kau berbicara dengan nada rendahmu?"
Nona Muda Cuini menampilkan wajah cemberutnya. Kemudian ia mengibas gaun hijau lumut berpadu putih, dan mengambil duduk tepat di depan Tuan Muda Lind.
"Bicaraku memang seperti ini. Kakak sangat tidak sopan mengomentari Nona Muda sepertiku!" ujar Nona Muda Cuini.
Salah satu alis Tuan Muda Lind terangkat. "Justru di mana sopan satunmu, Cu? Seorang Nona Muda harus bertata krama dengan baik."
"Aku berkunjung di kediaman Kakak, untuk apa bertata krama? Merepotkan!" elak Nona Muda Cuini.
Tuan Muda Lind hanya bisa menghela napas pelan. Tingkah Adik perempuan satu ini benar-benar tidak bisa di tebak. "Jadi, apa tujuanmu ke mari, Cu?"
"Kakak mendengar soal sayembara?" Nona Muda Cuini menopang dagunya dengan tangan kanan menatapi sang Kakak dengan netra yang berbinar-binar. "Dengar, bukan? Kata orang Negeri Bunga, Pangeran Ketiga dari Kerajaan Melati gagal membawa krisan putih."
"Lalu?"
"Bagaimana jika Kakak mencoba mengambil krisan putih dan membawa ke Kerajaan Krisan?"
Tuan Muda Lind menggeleng.
"Ah, kenapa Kakak?"
Tuan Muda Lind bersandar pada kursi panjangnya. "Untuk apa? Berurusan dengan orang-orang Negeri Ranting saja sudah sangat merepotkan. Sekarang kau meminta Kakak untuk berurusan dengan seorang Tuan Putri dari Negeri Bunga, Cu?"
Nona Muda Cuini mengangguk-angguk. "Iya. Itu yang aku inginkan Kakak. Apa Kakak tidak pernah mendengar orang-orang mengatakan bahwa Tuan Putri Vashti adalah gadis yang jelita dan berbudi luhur?"
"Kakak pernah mendengar."
Nona Muda Cuini bergebrak meja. "Maka dari itu Kakakku. Tuan Muda Lind yang tampan dan berhati selembut sutra serta gagah berani, tidak bisa kah kau mengabulkan keinginan Adikmu ini?"
"Tidak bisa. Keluar, Cu. Sudah malam, Kakak ingin istirahat."
Menyebalkan.
Nona Muda Cuini tiba-tiba saja merengek sekencang-kencangnya. "Kakak jahat! Kakak menyebalkan! Pembohong! Kata Kakak apa pun yang aku inginkan Kakak akan mengabulkan itu semua 'kan? Nyatanya apa? Kakak pembohong!"
"Cu, diam lah. Jangan berisik. Kediaman Adiantum sedang memiliki banyak tamu!"
Nona Muda Cuini semakin menjadi-jadi, kali ini air matanya benar-benar keluar. "Tega sekali Kakak berbicara menggunakan nada tinggi denganku! Kakak menyebalkan. Padahal aku hanya ingin ikut bertemu dengan Tuan Putri Vashti sekali saja, aku juga tidak memaksa Kakak berurusan dengan orang-orang Negeri Bunga. Bagaimana bisa Kakak memarahiku?"
Setelah mengucapkan itu dengan tergesa-gesa Nona Muda Cuini berlari, spontanitas Tuan Muda Lind bangkit hendak mengejar. Namun belum terlalu jauh ternyata Adiknya berhenti.
Menabrak seseorang 'kah? batin Tuan Muda Lind yang langsung tersadar bahwa sang Adik menabrak pendekar dari Negeri tanah.
"Apa matamu tidak berguna? Mengapa jalan tidak melihat-lihat?" sentak Nona Muda Cuini yang mana tepat saat itu kedua bahunya di sentuh oleh sang Kakak. "Lepaskan tangan Kakak dari bahuku!"
"Tuan Pendekar Moshe tolong maafkan kelalaian Adik saya yang tidak dengan benar menggunakan matanya," ujar Tuan Muda Lind.
"Apa yang Kakak bilang?" Nona Muda Cuini menatap sang Kakak. "Aku tidak menggunakan mataku dengan benar?"
"Kakak menyebalkan!" Nona Muda Cuini berganti menatap Pendekar Moshe dengan emosi. "Pendekar gila ini yang menabrakku. Dia yang berjalan sembarangan!"
"Cuini, tutup mulutmu!" sentak Tuan Muda Lind.
Mendengar bentakan sekali lagi membuat Nona Muda Cuini menangis, ia berlari meninggalkan sang Kakak dan Pendekar Moshe berdua.
"Tidak sopan," gumam Pendekar Moshe.
Tuan Muda Lind menunduk beberapa kali. "Tuan Pendekar Moshe, sekali lagi tolong maafkan Adik saya."
Tanpa berbicara apa-apa Pendekar Moshe dari Negeri Tanah itu berlalu pergi. Sejujurnya sama sekali tiada niat untuknya membuat sang Adik menangis. Namun tata krama Nona Muda Cuini benar-benar telah hilang. Bagaimana dengan tidak sopannya Cuini berteriak pada Pendekar dari Negeri tingkat pertama itu.
Tuan Muda Lind lelah. Cara melindungi diri terbaik adalah tidak berusan dengan pendekar hebat dari Negeri Tanah itu. Namun sang Adik benar-benar telah mencari masalah.
Selang beberapa menit terlihat angin membawa seiris daun hijau yang mana langsung mendarat tepat di telapak tangan Tuan Muda Lind yang terbuka. Ada pesan dari sang Ayah.
"Lind, carilah krisan putih."
Seketika daun hijau itu memudar menjadi abu. Apa maksud dari pesan sang Ayah? Mengapa harus berurusan dengan orang-orang Negeri Bunga? Bahkan dengan gamblang langsung pada keluarga Kerajaan Krisan.
Untuk apa? Jika aku berhasil. Apakah aku harus menikahi Tuan Putri itu? Tuan Muda Lind menggeleng-gelengkan kepala. Sangat tidak mungkin, kasta dari Negeri terendah tidak boleh menikahi perempuan yang lebih-lebih adalah Tuan Putri anak dari Raja Vasant Lucian.
"Tetapi jika ini tugas yang Ayahanda inginkan. Aku akan mencari krisan putih itu dan membawanya hidup-hidup ke Kerajaan Krisan."
Esok hari Tuan Muda Lind berniat untuk berangkat ke dataran tinggi mencari krisan putih atas perintah Ayahanda. Namun terurung sudah, saat mengunjungi kediaman Capillus dirinya melihat para pelayan berjejeran seperti tidak memiliki izin masuk sendari malam. Apa yang telah sang Adik perbuat? Apakah Nona Muda Cuini ini benar-benar menangis dan kesal semalaman?
"Salam hormat, Tuan Muda Lind," ujar Alie, sang kepala pelayan wanita.
Tuan Muda Lind hendak membuka pintu kamar sang Adik. Namun detik itu juga Alie berujar, "Maaf, Tuan Muda Lind. Pantang bagi seorang laki-laki memasuki kamar seorang gadis."
"Apa yang kau maksud, Alie? Aku ini Kakaknya."
Alie menunduk. "Nona Muda Cuini, selalu tidur dengan tidak beraturan. Saya benar-benar takut Nona Muda sedang dalam keadaan tidak berpakaian saat bertemu dengan Tuan Muda Lind."
"A-apa?" Tuan Muda Lind mengusap wajahnya beberapa kali. "Kalau begitu masuk lah, Alie. Kenapa hanya berdiam diri di depan pintu?"
"Maafkan saya, Tuan Muda. Sepertinya Nona Muda Cuini sedang tidak baik-baik saja. Semalaman beliau menangis dan berteriak habis-habisan, seperti kesal akan sesuatu," jelas Alie.
Padahal hari ini, Tuan Muda Lind berniat memberikan kabar baik bahwa ia akan ke dataran tinggi mengambil krisan putih, seperti yang sang Adik minta. Namun mengapa drama-drama seperti ini harus di mulai? Sepertinya, Nona Muda Cuini benar-benar sakit hati mendengar bentakan yang terlontar, sungguh sebenarnya Tuan Muda Lind tidak berniat. Tetapi mengapa sikap tidak sopan dan kekanak-kanakan Cuini harus di tunjukkan pada Pendekar Moshe?
Pendekar dari Negeri Tanah itu benar-benar tangguh dan terhormat. Tuan Muda Lind takut, jikalau masalah sepele tentang ketidaksopanan sang Adik akan mempengaruhi hidup keluarganya.
"Cuini!"
"Apa boleh Kakak masuk?"
"Kakak berjanji tidak akan memarahimu."
"Kakak menyayangimu, Cu."
Pintu kamar Nona Muda Cuini langsung terbuka sedikit, terlihat mengintip. Tuan Muda Lind langsung memahami, dan menggeser pintu lebih lebar, lantas menutupnya kembali. Dapat di lihat sang Adik sedang terduduk dengan wajah yang di tenggelamkan pada sisi kedua kaki.
"Cu ..."
"Ada masalah apa Kakak sampai ke kediaman Capillus?"
Tuan Muda Lind menggeleng, tangannya terangkat mengusap lembut surai hitam panjang sang Adik. "Tidak ada masalah apa-apa. Kakak hanya mengkhawatirkanmu, Cu."
"Tidak perlu khawatir. Kakak sendiri yang membuatku menangis. Ba-bahkan ..." Terdengar suara Nona Cuini kembali terbata-bata mengingat bentakan sang Kakak tadi malam. "Kakak ... kakak tega membentakku di hadapan orang lain."
"Tunjukkan wajahmu, Cu. Kakak ingin melihat paras cantikmu pagi hari ini," ujar Tuan Muda Lind yang langsung membuat Nona Cuini mendongak.
"Cantik apanya?" Mata yang membengkak dan hidung yang memerah. "Aku menangis semalaman karena Kakak tega memarahiku."
"Kamu tetap cantik, Cu." Seulas senyum tipis Tuan Muda Lind berikan untuk sang Adik. "Kakak ke mari ingin memberitahumu kabar gembira."
"Apa? Jangan berbohong! Kalau sampai bukan kabar gembira aku akan semakin marah pada Kakak!"
Tuan Muda Lind berkata, "Ayah memberi tugas pada Kakak."
"Tugas apa sampai-sampai Kakak menyimpulkan bahwa itu kabar gembira?"
"Mencari krisan putih."
Netra Nona Muda Cuini melebar, kedua ujung bibirnya mulai tertarik. Sang Adik tersenyum bahagia, bahkan spontan memeluk diri Tuan Muda Lind erat-erat. "Benarkah, Kakak? Kakak tidak berbohong?"
"Kakak tidak berbohong, Cu. Jadi tunggu lah Kakak kembali, dan sesuai permintaanmu. Kamu akan bertemu dengan Tuan Putri dari Kerajaan Krisan."
Nona Muda Lind mengangguk-angguk. "Aku akan menunggu Kakak. Tolong secepatnya kembali dan biarkan Adikmu ini bertemu dengan Tuan Putri Vashti, Kakak."
Terlahir sebagai Tuan Putri Vashti Lucian adalah suatu anugerah yang diberikan Alam padanya. Anggun, jelita, harum semerbak, dan kekuatan spirit aroma ialah suatu kelebihan yang dimilikinya. Namun sang Ayahanda, Raja Vasant Lucian hanya mengetahui bahwa putrinya ialah seorang Tuan Putri yang lemah lembut tanpa kekuatan apa pun.
Bahkan Raja Vasant membuat sayembara yang sebenarnya sangat-sangat tidak ia setujui. Sebagai seorang anak, terlebih-lebih sebagai wanita, Tuan Putri Vashti merasa seperti di lelang dengan tiada harga diri. Meskipun krisan putih langka, dan memang untuk pengobatan saudari tirinya Tuan Putri Ashana. Namun mengapa harus dirinya yang di korbankan?
Sang Ayahanda membohongi seluruh Alam Tanaman dengan mengatakan bahwa krisan putih adalah mas kawin yang tepat untuk menikahi putri pertama dari Kerajaan Krisan ini.
Ya, dirinya.
Tuan Putri Vashti Lucian.
Gelar yang tidak pernah ia harapkan dalam kehidupan ini. Sebab sangat menyakitkan saat tidak mendapatkan cinta dari keluarga, di bandingkan cinta-cinta palsu rakyat Negeri Bunga. Tuan Putri Vashti lebih memilih dicintai oleh sang Ayah saja. Semua itu sudah lebih dari cukup.
"Segala kemuliaan untuk Tuan Putri Vashti Lucian," ujar Nura, salah satu pelayan yang selama kehidupan mengabdi padanya.
"Apa ada kabar baru tentang krisan putih itu?"
"Sampai saat ini tidak ada Pangeran, Pendekar atau Tuan Muda dari Negeri mana pun yang dapat membawa krisan putih, Tuan Putri," jelas Nura.
Tuan Putri Vashti mengangguk-angguk. Kemudian mengibaskan tangan meminta Nura kembali keluar dari kamar pribadinya.
Jika tidak ada yang bisa membawa krisan putih, Ayahanda akan semakin tidak mempedulikanku, batin Tuan Putri Vashti yang menatap lurus pada bunga-bunga krisan merah yang menggantung di langit-langit kamarnya.
"Bahkan aroma kesedihan Nura masih tersisa di kamar ini," gumamnya.
Selang beberapa detik Tuan Putri Vashti bergumam, tiba-tiba dari arah luar angin membawa krisan kuning yang berguguran, memasuki kamarnya. Sehingga menerpa surai panjang dan gaun merah gelap yang di gunakan oleh Tuan Putri Vashti. Bahkan satu kelopak tertinggal tepat di pangkuannya.
"Ibunda ... ini adalah sambutan setiap pagi yang benar-benar indah," monolog Tuan Putri Vashti.
Yang Mulia Ratu Floella Lucian adalah Ibunda yang melahirkannya. Beliau seorang Tuan Putri dari kerajaan tertinggi di Negeri Bunga, Yaitu Kerajaan Matahari. Bahkan beliau memiliki darah dari Negeri Tanah tempat sang Ayahanda beliau terdahulu. Namun semua hanya lah cerita yang terdengar seperti dongeng, Nura selalu berbicara, bahwa dirinya tidak bisa melewati batasan.
Sebab, Tuan Putri Ashana Lucian adalah garis keturunan murni dari Negeri Bunga yang akan mewarisi Kerajaan Krisan kelak. Dan sebagai kepura-puraan yang terlihat nyata, Tuan Putri Vashti harus menaiki tahta dan turun dengan sendirinya berdasarkan alasan ketidaksanggupan memimpin.
Menyakitkan.
Namun harus di sanggupi olehnya.
"Tuan Putri Ashana Lucian memasuki kediaman krisan kuning!"
Suara penyambutan terdengar sampai di kamarnya. Untuk apa? Saudara tiri berkunjung di kediaman yang bukan tempatnya? Tidak lama setelah itu, Nura membukakan pintu dan terpampang jelaslah Tuan Putri Ashana yang berjalan dengan di tuntun oleh pelayannya.
"Tuan Putri Vashti, bagaimana kabarmu?"
Tuan Putri Vashti memandang datar pada saudari tirinya. "Seperti yang kau lihat, Tuan Putri Ashana."
"Kakak ..." Tuan Putri Ashana tiba-tiba saja mendekat dan bersimpuh. "Maafkan aku, Kak. Sungguh aku benar-benar tidak tahu, jika Ayahanda membuat sayembara itu dengan mengorbankan Kakak."
"Jika aku tahu. Sungguh ... sungguh lebih baik aku tidak pernah sembuh saja. Bahkan aku sudah memohon pada Ayahanda, Kakak. Namun beliau tidak ingin mengabulkan keinginanku untuk menghapuskan sayembara itu, Kakak," imbuh Tuan Putri Ashana dengan air mata yang berderai-derai.
"Berdiri, Ashana." Pandangan Tuan Putri Vashti tetap lurus ke depan. "Seorang Tuan Putri yang akan menjadi Ratu Kerajaan Krisan, tidak pantas bersimpuh dan memohon-mohon pada orang lain. Bahkan sekalipun pada keluarga sendiri."
Tuan Putri Ashana berdiri sesuai dengan perintah sang Kakak. "Aku sama sekali tidak ingin menjadi Ratu, Kak. Aku lemah, tidak berdaya dan berpenyakit. Rakyat tidak akan pernah menyetujui."
"Alam Tanaman mengakui kehebatanmu, Ashana. Ibundamu adalah keturunan murni dari Negeri Bunga. Beliau menurunkan keindahan, kehebatan, kelembutan serta kekuatan sabit seribu bunga padamu. Lantas bagaimana bisa kau menilai dirimu serendah itu?" ujar Tuan Putri Vashti.
Sabit seribu bunga adalah kekuatan yang hanya di miliki langsung oleh keturunan murni dari Kerajaan Melati dan Kerajaan Mawar. Sedang Tuan Putri Ashana mempunyai kedua darah itu, sekarang pun darah dari Kerajaan Krisan mengalir di tubuh indahnya.
Kekuatan sabit seribu bunga di akui oleh seluruh Alam Tanaman. Sebab sabitan halus dari kelopak mawar merah benar-benar akan langsung membunuh tanpa terasa, dan semerbak aroma melati putih tidak menyadarkan seseorang bahwa sedang menghirup racun. Menakjubkan. Tuan Putri Vashti terkadang-kadang merasa iri.
Bahkan sungguh keberuntungan seakan-akan melingkupi kehidupan Tuan Putri Ashana yang memiliki Ayahanda, Ibunda dan juga miliki segala cinta dari rakyat Negeri Bunga. Sedangkan Tuan Putri Vashti hanyalah seseorang yang di puji-puji sebab keelokan paras dan budi luhur yang kadang-kadang masih di ragukan oleh orang lain.
"Tetapi, Kakak ...." Tuan Putri Ashana menatapi saudarinya dengan sendu. "Jika saja aku bisa meminta, lebih baik aku tidak dilahirkan di Alam Tanaman ini. Sebab menjadi Ratu dengan mengikis perlahan kebahagiaan saudariku adalah sesuatu yang menyakitkan."
"Menyakitkan. Katamu?" Pandangan Tuan Putri Vashti menatap tepat pada netra Tuan Putri Ashana yang masih dengan air mata berderainya. "Kebahagiaanku tidak pernah berhubungan denganmu. Seharusnya kau menyadari bahwa terlahir menjadi orang yang dicintai oleh seluruh Alam Tanaman adalah takdir kehidupanmu, Ashana."
"Tidak, Kakak. Takdir kehidupanku yang menyakiti orang lain terutama Kakak adalah takdir yang tidak benar-benar aku inginkan," jawab Tuan Putri Ashana.
"Hm?" Tuan Putri Vashti menopang dagunya dengan tangan sebelah kiri, tatapannya berubah datar. "Menyakitiku? Tahu apa kau, Ashana? Tahu apa kau tentang sesuatu hal yang menyakitiku?"
"Kak--"
"Nura!" Pintu kamarnya tiba-tiba saja terbuka, Nura masuk dengan menunduk. "Antarlah Tuan Putri Ashana Lucian kembali ke kediaman utama."
"Baik, Tuan Putri."
Tuan Putri Ashana telah pergi. Hawa dingin serta sunyi pagi di iringi oleh semilir angin yang lagi-lagi membawa kelopak krisan kuning menyapu pipi kanannya. Seakan-akan sang Ibunda tahu, bahwa air matanya adalah sesuatu yang berharga, sangat tak elok bila jatuh terlalu banyak, hanya sebab menangisi hal-hal semacam ini.
"Kebencian, kesedihan, dan kemarahan. Aroma macam apa yang kau miliki, Ashana? Bagaimana dirimu sebenarnya dalam memandangku?" Tuan Putri Vashti memandangi dari jendela di mana terlihat sang saudarinya berjalan dengan lemah. "Kehidupanmu benar-benar merumitkan orang lain."
Setelahnya, Tuan Putri Vashti menunduk, mengambil krisan kuning yang berguguran di pangkuan, lantas mengecup singkat di iringi air mata yang tiba-tiba mengalir. "Ibunda ... setidaknya Putrimu ini tidak benar-benar lemah. Ada satu kekuatan yang tidak seorang pun tahu, bahwa aku memiliki spirit aroma. Selain, Ibunda sendiri."
Petinggi Negeri Bunga terdahulu pernah berkata, bahwa spirit aroma hanya di miliki oleh pernikahan silang antara Negeri Bunga dan Negeri Tanah. Namun ternyata, sang Ibunda, Yang Mulia Ratu Floella Lucian tidak terlahir dengan kekuatan spirit aroma. Beliau terlahir menjadi gadis yang mahir menari menggunakan tarian cahaya lingkar sempurna, yang di mana kekuatan tarian itu seketika mampu membuat lawan terpikat dalam kendali oleh setiap langkah-langkah kaki serta geliat tubuh sang pemilik kekuatan ini.
Bahkan Petinggi Negeri Bunga mengatakan bahwa kekuatan spirit aroma adalah sesuatu yang langka. Sebab dengan kekuatan itu, sangat memudahkan bagi pemilik mengetahui niat dan pergerakkan apa yang akan lawan lakukan. Dari seluruh Negeri hanya terdapat sepuluh orang saja. Di antaranya, dua orang di Negeri Ranting, lima orang di Negeri Tanah, satu orang di Negeri Daun, satu orang di Negeri Langit dan satu orang di Negeri Bunga, tepatnya di Kerajaan Matahari.
Yaitu, paman dari Tuan Putri Vashti. Selaku Kakak dari Ibundanya. Namun sudah lama tidak terdengar kabar dari beliau, akhir-akhir ini pun beliau tidak mengirimkan pesan. Pangeran Elio adalah keluarga satu-satunya dari Kerajaan Matahari yang menerima dirinya. Sedangkan di Negeri Tanah, Tuan Putri Vashti tidak pernah mendengar kabar apa-apa. Bahkan dengan tega, sang Kakek menguburkan jasad sang Ibundanya di Negeri Tanah, yang mana tidak sembarang orang bisa memasuki Negeri Tertinggi tanpa maksud yang jelas.
"Segala kemuliaan untuk Tuan Putri Vashti Lucian!"
Tuan Putri Vashti langsung tersadar. "Masuk, Nura! Ada apa?"
"Seorang pria berhasil membawa krisan putih ke Kerajaan Krisan. Hamba memohon kepada Tuan Putri Vashti untuk bersiap menyambut pria itu atas perintah dari Yang Mulia Raja Vasant Lucian," jelas Nura dengan bersimpuh.
"Berdiri, Nura. Lakukan perintah Yang Mulia, buatlah aku menjadi pesona yang tidak tertolakkan untuk pria hebat itu. Sehingga Yang Mulia Raja Vasant Lucian bisa berbangga diri menyerahkan Putrinya ini ..." Netra Tuan Putri Vashti berkaca-kaca, entah bagaimana entah pula merasa sedih. Sebab akhirnya, krisan putih itu di temukan. " ... kepada sang penolong Putri terkasihnya itu."
Pelayan wanita mulai memasuki kamar sang Tuan Putri Vashti, melucuti pakaian, hiasan-hiasan surai, serta memandikan Tuan Putri Vashti menggunakan kelopak mawar dan melati, sehingga semerbak harum tubuh sang putri semakin menyengat.
Ashana ... kau akan sembuh, bukan? batin Tuan Putri Vashti dengan menikmati pijatan halus di tangan kiri dan kanannya.
Seluruh ruangan ini tercium akan aroma kesedihan. Sebenarnya apa yang pelayan-pelayan ini pikirkan? Bahkan saat pertama kali bertemu yang di ciumannya adalah aroma kebahagiaan. Namun mengapa tiba-tiba saja semerbak kesedihan memenuhi ruangan mandi ini?
"Nura ..."
"Hamba, Tuan Putri Vashti."
Terdengar helaan napas dari Tuan Putri Vashti. "Bolehkah aku tahu. Dari Negeri manakah pria itu berasal?"
"Hamba tidak berani menjawab, Tuan Putri."
"Hm ... begitu?" Tuan Putri Vashti merubah posisinya mendekati Nura yang sedang berada di ujung kiri kolam. "Siapa Tuanmu? Mengapa menuruti perintah Yang Mulia Raja? Sedangkan Tuanmu adalah aku. Tuan Putri Vashti Lucian."
"Ma-maafkan hamba, Tuan Putri."
"Jawab, Nura."
Dengan gugup Nura menjawab, "Pria itu berasal Negeri Daun, Tuan Putri."
Negeri Daun? Negeri terendah. Namun menghasilkan begitu banyak tabib hebat di sana. Ah, aku memahami, Ayahanda memang sengaja ingin menikahkanku dengan orang terendah. Tentu alasannya, sebab aku tidak memiliki kekuatan, batin Tuan Putri Vashti yang telah keluar dari kolam pemandian langsung di sambut oleh jubah putih yang di pasangkan oleh pelayan.
"Jadi, aku harus menggunakan pakaian ini?" tanya Tuan Putri Vashti saat melihat pakaian formal kerajaan yang begitu banyak hiasan di bagian dada dan perut. Tuan Putri Vashti menggeleng. "Aku tidak ingin memakai ini, Nura."
"Namun Tuan Putri ini adalah per---"
Tuan Putri Vashti membuka tempat penyimpanan pakaian. Dilihatnya seksama pakaian yang berwarna merah gelap dengan bagian dalam serta selendang yang berwarna putih. "Aku ingin memakai ini, Nura. Pakaian yang sering aku gunakan ini."
"Tuan Putri ham---"
"Jangan memohon, Nura. Sebab itu percuma. Kau tentu tahu alasanku tidak pernah menggunakan pakaian yang berwarna lain," ujar Tuan Putri Vashti.
Nura tiba-tiba saja bersimpuh. "Hamba mengerti, Tuan Putri. Tetapi ini adalah penyambutan besar untuk me---"
"Justru karena ini penyambutan besar, Nura! Maka aku ... harus menggunakan pakaian yang Ibunda pilihkan. Jika tidak ... bagaimana bisa aku merasakan kehadiran Ibundaku, Nura?" Netra Tuan Putri Vashti kembali berkaca-kaca. "Setidaknya, masih banyak hal yang Ibunda tinggalkan. Sehingga aku ... tidak benar-benar merasa sendiri."
"Kau tidak pernah tahu rasanya, Nura. Sebab Ibundamu sendiri masih berada di kehidupan ini," imbuh Tuan Putri Vashti.
Selang beberapa detik, Tuan Putri Vashti mengusap air matanya, memandang Nura yang bersimpuh. "Berdiri, Nura. Rias lah aku. Buatlah seluruh Kerajaan di Negeri Bunga ini membenarkan ucapan mereka sendiri."
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!