Suasana duka masih tampak di rumah bewarna Maron itu. Masih terlihat tenda dan kursi para tamu yang tadinya melayat. Satu persatu tetamu yang tadi datang melayat telah meminta ijin untuk kembali pulang ke rumah.
Pemilik rumah bewarna Maron itu adalah Teguh Brhamajaya yang baru saja meninggal dunia karena sebuah kecelakaan. Nyawanya tidak lagi bisa tertolong, dan untung saja Putri tunggal yang mereka dalam kondisi baik-baik saja.
Di ruang tengah, sekarang terlihat gadis kecil dengan rambut panjang sebahu. Berteriak histeris memanggil nama sang papa. Ia adalah putri tunggal dari Teguh Brawijaya yang bernama Alma Miranda Brawijaya.
"Papa..mengapa papa harus pergi, tinggalkan Alma? mengapa begitu cepat? Alma dengan siapa Papa, Alma tidak mau tinggal dengan Mama Amira!" suara tangisan bocah kecil itu menyayat hati, bagi siapa yang ikut mendengar.
"Hei,,Alma, sudah nangisnya bikin berisik aja," dari arah lantai atas, terlihat seorang wanita berusia sekitar 35 tahun, menghardik gadis kecil itu dengan kasar.
Gadis kecil itu tampak ketakutan, ia dengan cepat menyeka air mata dengan mengambil ujung baju yang telah tampak pudar.
Kembali gadis itu berjalan mundur, ketika Amira mulai mendekat. Mukanya tampak pucat dan kakinya mulai gemetar.
Gadis itu telah kerapkali mendapatkan perlakuan yang tidak baik dari ibu tirinya. Ia sering berbuat sangat kasar, mengambil rambut Alma yang panjang, menyeretnya dari lantai bawah hingga sampai pada lantai atas dengan masih mencengkeram rambut gadis malang itu hanya karena ia membuat satu kesalahan yang kecil saja.
Di depan sang Papa, sebagaimana ibu tiri pada umumnya. Ia akan bersikap manis, perhatian pada Alma. Seakan ia adalah Malaikat yang tidak bersayap yang dikirim Tuhan untuk menemani Alma yang baru saja juga kehilangan sang mama.
Pernah suatu hari ia bercerita kelakuan buruk Amira pada sang Papa. Tetapi karena musang berbulu domba itu, membuat Teguh tidak percaya apa yang dikatakan sang putri tunggal padanya. Terlebih lagi Amira yang bertubuh sintal dan seksi membuat Teguh tidak berdaya.
Semua kemauan dan kehendak Amira dipenuhinya. Karena kemahiran Amira dalam merayu Teguh Brawijaya. Rayuan maut dan permainan ranjang Amira membuat Teguh benar-benar tidak berdaya.
Tetapi lihatlah saat ini, siapa yang akan menolong gadis malang itu. Tubuhnya telah merapat ke dinding ruangan.
"Ampun ma, jangan sakiti Alma lagi ma." Ia telah menutup kedua tangannya, sebelum Amira sampai di tembok, tempat di mana Alma merapatkan tubuh nya.
"Haha..bagus, gadis jelek jika kau paham. segera ke kamarmu dan jangan mengeluarkan suara yang berisik!" teriaknya dengan suara lantang.
"Iya ma," dengan suara gemetar, dengan paras yang pucat. Alma melangkah pergi menaiki lantas atas menuju kamar tidurnya.
Sebentar lagi, semua kekayaan Teguh Brhamajaya akan seutuhnya menjadi milik ku. Semua yang telah ku bereskan dengan sangat rapi. Akulah pemilik Brhamajaya Group perusahaan terbesar yang berada di Negara ini.
Batin Amira dalam hati.
Wanita berhati iblis itu terlihat sangat bahagia. Di pemakaman dan di mana para pelayat yang tadi berkumpul, ia menampilkan mukanya yang sangat berduka. Mata yang merah dan sembab karena terus menangis. Dan posisinya terus memeluk Alma dengan kata-kata yang manis.
Semua orang seakan percaya, karena bukti dan fakta tidak ada yang menjelaskan jika Amira terlibat dengan kecelakaan yang menimpa Teguh.
Tetapi sesuatu yang berbau bagaimana suatu hari juga pasti akan terbongkar. Ia akan tercium walau dengan rapat.
Di dalam kamar bocah perempuan itu, masih tidak bisa menahan tangis. Ia menutup mulutnya dengan lengan agar tangisnya tidak terdengar keluar.
Rambutnya yang panjang, terlihat tidak terurus. Ujung baju gamis yang ia pakai juga terlihat sangat kotor. Karen seharian ia memeluk tanah merah pemakaman Sang Papa dan tidak berniat untuk pulang.
Seharusnya dan memang begitu tradisi dan adat yang biasa kita lakukan. Setelah seseorang wafat dan tiada, maka pada malam hari akan diadakan pengajian dan doa untuk mendiang yang baru saja wafat.
Tetapi tidak di rumah Alma. Sedari siang perutnya terasa sangat keroncongan. Selera makan gadis kecil itu pun seperti tidak ada sama sekali.
Ia hanya berdiam di kamar kecilnya saat ini, bukan lagi di lantai atas. Akan tetapi pada lantai bawah dan tidak jauh dari sudut dapur dan kamar pembantu.
Ia memanjatkan doa, pintanya pada Sang Maha Kuasa. Agar amal ibadah Sang papa diterima di sisiNya.
"Ya, Allah Tuhan yang Maha Mendengar. Tidak ada orang disini selain diriku. Jangan siksa Papa ya Allah, ampun kan semua dosa dan kesalahan yang papa lakukan. Kasihi dia Ya Allah, terima semua yang amal ibadah yang papa lakukan." dengan derai air mata gadis kecil itu mohon ampun dosa papanya.
Jika malam itu biasanya dan seharusnya diadakan Tahlilan. Tetapi Amira pada malam ini tampaknya sangat merayakan kebahagiaan. Ia mengundang semua teman-temannya untuk bepesta di rumah itu.
Tidak ada sedikit pun rasa belasungkawa di wajah wanita yang pernah menjalani hidup bersama mendiang suaminya. Muka dan wajahnya terlihat berbinar bahagia.
"Ayo, silahkan masuk," ucap Amira pada teman-teman yang baru masuk.
"Wah, rumah mu sangat mewah Amira," ucap teman yang bernama Shelly.
"Dia menjadi janda sangat kaya saat ini Shelly, jika kau ingin mendapat kecipratan kayanya, jangan jauh-jauh biar dapat baunya jadi juga," ucap teman yang satu menimpali yang bernama Elsa.
Amira tampak tersenyum angkuh, barang branded yang ternama serta gelang emas yang mahal semua dipakainya. Ia ingin memperlihatkan pada temannya semua jika ia bukan lagi perempuan miskin yang dulu. Ia Sekarang adalah pemilik tunggal dari semua warisan suaminya.
Semua teman yang diundang telah berkumpul di ruangan tengah yang mewah. Para pembantu dan asisten di rumah itu ia kerahkan dengan menjamu makan malam yang mewah.
Haruskah sebenarnya kelakuan Amira seperti itu, tidak ada doa yang dibacakan untuk kepergian Mendiang suaminya malah mengundang teman-teman untuk memamerkan harta kekayaan dan bersikap dengan angkuhnya.
Ada satu teman lelaki yang dari tadi memandangi Amira dengan senyuman licik penuh arti. lelaki itu mendekati janda kaya yang baru saja satu hari pergi meninggalkan dirinya.
Sementara orang lain sibuk dengan menu mewah yang disediakan Amira. Tetapi lelaki kekar dengan sejuta pesona itu tampaknya tidak tertarik sama sekali.
"Amira.." Panggil lelaki itu pada Amira yang baru saja sibuk dengan para tamu yang baru datang.
Sejenak perempuan yang masih terlihat cantik itu menoleh pada suara yang memangil namanya.
"Hamdan..betul itu kamu?" Ia menoleh dan memperhatikan dengan seksama lelaki tampan di depan matanya.
"Ya, ini aku Amira. Siapa lagi, aku kesini karena mendengar berita jika suami mu mendapat musibah kecelakaan dan tidak tertolong," jelas Hamdan yang terus menatap lekat pada sosok Amira.
lelaki itu adalah mantan kekasih Amira, mereka putus karena keluarga Hamdan tidak
memberi restu pada mereka karena Amira berasal dari keluarga miskin.
Mereka lalu berjabat tangan dan berpelukan mesra. Seakan tidak peduli tatapan lain yang menatap pada mereka berdua.
"Amira..aku sangat merindukan mu sayang," desis Hamdan disela pelukan hangat mereka.
Degub dan sensasi lain terasa dalam debaran jantung dan pembuluh darah wanita yang bersolek dengan baju yang sedikit terbuka. Sehingga lelaki lain dengan bebas melihat lekuk tubuh yang sedikit terekspos di depan mata.
"Hmm..hmm..aku..,"
"Tidak perlu menjawabnya dulu Amira. Bergabunglah dengan temanmu, setelah itu aku tidak akan melepas mu walau sedetikpun," ucap Hamdan samar namun sangat terdengar jelas di telinga.
Debaran dan rasa yang tidak bisa dikatakan mengalir di semua pori-pori wanita yang betul sangat terlihat kehangatan ranjang. Maklumlah ia menikah dengan Teguh karena sebuah keterpaksaan oleh keadaan dan ditambah lagi Teguh lelaki mempunyai penyakit Diabetes, sehingga tidak mampu untuk menyeimbangi permainan ranjang Amira.
Tatapan nakal lelaki yang telah menjadi mantannya itu memberi suatu isyarat bahwa tentu saja ia akan bersenang-senang malam ini. Perempuan itu tampak tersenyum dengan sumringah. lalu kemudian bergabung dengan teman-temannya.
Sementara di lantai bawah, di dekat ujung dapur dan bersebelahan dengan gudang
Alma tetap menangis, hatinya begitu bersedih. Ia tertidur sambil terus memeluk fhoto mendiang papa yang seakan tersenyum selalu melihatnya.
"Tok"
"Tok"
Terdengar suara pintu Alma yang diketuk oleh asisten rumah tangga yang bernama Bi Ani. Asisten itu telah puluhan tahun mengabdi pada sang Majikan.
Bi Ani juga terlihat sangat berduka, tetapi ia tidak punya kuasa untuk melarang semua yang dilakukan Nyonya muda Amira.
Banyak asisten yang dipecat dan diganti yang baru oleh Amira ketik baru saja menginjakan kaki di rumah majikannya itu. Beruntung Bi Ani tidak terkena pemecatan, Bi Ani sangat patuh dan menuruti semua perintah perempuan sok kuasa itu. Bi Ani sangat takut, jika nanti ia tidak lagi bekerja di sana bagaimana dengan nasib nona kecilnya yaitu Alma.
"Non..dibuka pintunya, makan dulu," terdengar suara Bi Ani memanggilnya dengan lembut.
Alma membuka pintu dengan raut muka yang menyedihkan dan ditambah dengan rambutan yang tergerai berantakan.
Masih ada sosok asisten yang tulus, yang sangat peduli akan nasib majikan kecilnya.
"Bersihkan dulu badanmu sayang, sini bibi bantu," bi Ana mendekati Alma yang hanya diam terpaku.
Asisten itu membuka baju gadis kecil yang masih diam tampa ekpresi. Mungkin saja ini adalah beban berat yang ada, ditambah lagi dengan beban mental dari ibu tiri yang kejam.
Dalam hati Bi Ana ingin menangis, membayangkan hal buruk yang bisa saja terjadi sewaktu-waktu pada gadis kecil majikannya itu.
"Sudah, non jangan lagi bersedih, papamu sudah tenang di surga. Ia akan sangat berduka jika saja non muda terus berduka seperti ini." Jelas Bi ani sambil membantu Alma membuka pakaiannya.
Sekarang Alma membersihkan badannya dengan dibantu oleh Bi Ani. Ia terlihat seperti gadis kecil yang cantik dengan kulit halus yang ia punya.
"Cepat makannya sayang, nanti ke buru nyonya ke sini," tukas Bi Ani dengan cepat.
Asisten setengah baya itu juga merasa gugup, bagaimana tidak. Jika saja Amira memergokinya membawa makanan lezat untuk Alma. Habis sudah riwayat mereka berdua. Kemungkinan hari yang akan datang mereka tidak akan mendapatkan jatah nasi di rumah ini.
"Ya, Bi." jawab Alma pelan.
Sebenarnya gadis kecil itu sama sekali tidak berniat untuk makan, ia sama sekali tidak berselera. Rasa kepedihan dan beban yang ada di dadanya membuat mulutnya engan untuk dibuka. Tetapi jika ia melewatkan makanan kali ini, ia tidak tahu entah kapan lagi akan mendapatkan makanan layak yang bisa dimakan.
"Bibi keluar dulu ya non, makan yang banyak. Biar cepat besar dan pintar," Bi Ani membelai rambut panjang itu. Kemudian pergi meninggalkan kamar Alma dengan cepat.
Malam semakin larut, di tengah suasana duka seperti ini, mereka berpesta. Tidak hanya itu Amira menyedikan beberapa minuman yang mengandung Alkohol sehingga ada dari teman-temannya yang mulai mabuk.
"Haha,, Amira tidak ku sangka, rupanya gadis miskin sepertimu bisa juga kaya..pastilah kau memakai sesuatu sehingga mendiang Teguh jatuh cinta padamu," Elsa masih meneguk minuman yang tersisa hingga gelas yang ada ditangannya benar-benar kosong.
Cecunguk satu ini, sebaik nya cepat pergi. Hanya akan merusak reputasi dimata mereka yang lagi mengagumi ku saat ini. Batin Amira dalam hati.
Ada sebagian dari mereka juga telah mabuk dan muntah karena minuman beralkohol itu. Sebenarnya bukan salah tamu yang datang. Mengapa Amira mesti menyediakan minuman yang bisa mengakibatkan seseorang kehilangan kesadaran.
"Amira, rasanya hari telah larut, sebaiknya sudahi saja pesta ini, dan suruh mereka untuk pulang!" Hamdan mendekat dan meraih pundak Amira dengan tatapan yang tentu bisa dibaca oleh Janda muda itu.
"Baiklah teman semua, kelihatan hari telah larut. Sebaiknya kita sudahi dulu acara ini. lain waktu dan kesempatan kita pasti akan mengadakan pesta lagi, Karena aku juga butuh untuk istirahat." ujar Amira dengan nada sindiran agar mereka secepatnya pergi dari rumahnya.
"Haii.. Amira mengapa kau mengusir kami? setelah kau mengundang. Seenaknya kau menyudahinya. Aku tidak mau..aku mau di sini sampai pagi!" dengan berjalan sempoyongan Elsa berjalan mendekati Amira.
Amira mundur, ia sama sekali jijik melihat Elsa yang lagi mabok dan ada sisa muntah yang terlihat di ujung dressnya yang berwarna hitam.
"Baiklah Amira, Elsa bersamaku. terimakasih atas jamuan makan malam semewah ini," ujar Sherlly mohon pamit.
Dan satu persatu mereka juga mohon pamit. Sekarang rumah mewah itu telah terlihat sangat sepi hanya beberapa pelayan dan penjaga yang berada di luar.
"Apakah kau juga tidak akan pulang Hamdan? apa tetap akan di sini ?" tanya Amira melihat Hamdan yang berdiri mengantar teman-temannya sampai pintu gerbang rumah.
Lelaki bertubuh kekar itu kemudian membalikan tubuhnya dan menatap pada mantan kekasihnya itu.
"Menurutmu, apakah aku harus pulang? atau tetap di sini bersamamu?"
"Hmm..hmm aku.."
"Tidak perlu dijawab." Hamdan menutup bibir Amira dengan jari telunjuknya.
"Aku sangat merindukanmu kehangatan setelah sekian Tahun," desis Hamdan pelan. Tetapi sangat terdengar jelas di telinga perempuan itu.
Bau khas maskulin dengan penampilan Hamdan yang sangat gagah dan jantan, membuat Amira serasa terhipnotis.
Tidak berselang lama, mereka berdua telah sampai di kamar mewah yang biasa di tempati mendiang suami dan dirinya.
Karena nafsu keserakahan dan nafsu birahi yang ada pada diri janda kaya itu. Membuat ia kehilangan harga diri.
lihatlah bagaimana seorang yang bukan muhrim dan hanya sekedar mantan, sekarang telah memimpin permainan di tubuh Amira.
Erangan kenikmatan dan teriakan mereka berdua, seakan tidak peduli dengan orang yang berada di sekitar mereka.
Ruangan panas walau telah dihidupkan AC dengan full tidak mengurangi aktivitas terlarang itu, hingga pagi menjelang.
Sampai pagi tubuh polos itu masih terkapar di kamar, sampai sang lelaki berparas tampan itu bangun. Amira masih tertidur pulas.
Senyum penuh kemenangan dan seringai licik, sekarang memenuhi wajah tampan itu.
_____________
Bersambung dukung penulis dengan like, love komentar kalian. Rasanya tidak terlalu vulgar ya teman tetapi ada tanda 21+
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!