NovelToon NovelToon

Dinikahi Milyader

Pertemuan Pertama

"Tidak bisahkan kau melupakan aku?"

Mata gadis itu sudah berkaca-kaca. Sepertinya ia tidak bisa membendung lagi rasa yang membuatnya sesak.

"Bagaimana bisa aku melupakanmu?" tanya Dirga dengan suara berat dan bergetar.

"Kenapa kau seperti ini?"

Tangan Arunika mencoba menyentuh pipi Dirga. Namun, pria itu menjauhkan wajahnya. Membuat tangan Aruni melayang di udara.

"Kau yang melarangku melepasmu sampai mati, bukan!" Pria itu terlihat marah dan kecewa. Jelas sekali kesedihan lewat sorot matanya.

"Itu hanya lelucon!"

Dirga menggeleng keras

"Kau wanita jahat!" ucap Dirga kembali sembari menahan sakit hatinya.

"Kalau begitu ... lupakan aku, sekarang!"

Bibir Dirga bergetar, ia menahan untuk tidak menangis di depan sang wanita. Dan saat ia akan menyentuh wajah wanita tersebut, matanya perlahan malah terbuka. Ya, Dirga bermimpi. Ia baru saja memimpinkan kekasihnya yang telah mati. Sebuah mimpi karena rasa rindu yang begitu dalam.

***

Seorang pria berdiri cukup lama, tatapan mata pria tersebut terlihat kosong. Sudah sejam lebih ia hanya berdiri di sebuah pemakaman elite yang sepi. Ditatapnya bucket bunga yang semula ia letakkan di depan nisan, pandangannya juga tertuju pada bucket bunga lain yang sudah mengering. Gurat sendu tergambar jelas di parasnya yang tampan. Dirga, pria 28 tahun. Sosok milyader sukses, tapi tidak dengan kehidupan asmaranya.

CEO generasi ketiga dari Dirgantara Group tersebut harus menelan pil pahit pasca kehilangan tunangan usai kecelakan maut yang juga melibatkan dirinya. Dia selamat, tapi tidak dengan kekasih hatinya. Kini, Dirga sedang menggenang memory indah mereka. Cukup lama Dirga terdiam dengan tatapan kosong. Setelah mengusap wajah dengan berat, pria itu berbalik dan pergi.

Beberapa saat kemudian, Dirga sudah duduk di balik kemudi. Ia memutuskan pulang ke apartemen. Dari pada ke mansion utama, ia memilih menyepi di apartemen lama miliknya. Sepanjang jalan, matanya hanya fokus pada aspal hitam. Dirga seperti pria patah hati yang kehilangan separuh nyawanya.

ORCHID ROYAL APARTEMENT

    Nampak seorang gadis dengan apron sebagai pakaian dinas sedang melakukan tugasnya. Sesekali ia mengusap butiran bening yang menempel di dahinya yang lebar dengan mengunakan lengan. Dia adalah Levia. Gadis berusia 22 tahun, seorang pekerja part time di sebuah aplikasi jasa clening service online.

    “Apanya yang mau dibersihkan? Perasaan lalat pun akan terpeleset jika menyentuh ini?” gumam Levi sambil menyetuh meja di depannya.

Sudah tahu setiap sudut apartemen itu sangat bersih, tapi Levi terus saja melakukan pekerjaanya. Ia tahu ada CCTV di setiap ruangan. Takut tidak digaji kalau tidak bersih-bersih. Padahal, menurut gadis tersebut, apartemen itu sudah sangat bersih dan rapi.

    “Siapa sih yang tinggal di sini?” Levi penasaran, ia pun mencari sesuatu untuk mengenyangkan rasa penasarannya itu. Gadis itu mencoba mengintip ke beberapa sudut ruangan. Mungkin akan dapat petunjuk, siapa pemilik apartemen mewah yang kini sedang ia bersihkan.

    “Ish ... kenapa tidak ada foto satu pun? Apa pemilik apartemen ini sangat jelek? Hingga ia sama sekali tidak percaya diri?” gumam Levia dalam hati. Tapi, tiba-tiba sudut bibirnya tertarik dengan spontan.

    JLEB

Levi malah terkekeh sendiri, ketika melihat pantulan dirinya pada cermin bulat di ruang tengah. Ia kemudian menutup wajahnya dengan telapak tangan karena sangat malu. Levi tersipu, karena yang jelek itu dirinya. Lalu mengapa ia malah menuduh yang bukan-bukan pada pemilik apartemen tersebut? Levia yakin, pemiliknya pasti tampan atau cantik. Mana ada orang kaya raya jelek? Mungkin itu yang ada dalam benak gadis 22 tahun tersebut. Kalaupun jelek, pasti banyak cara untuk mengubah jadi good looking.

    Setelah berhenti menertawakan diri sendiri, ditatapnya cermin tersebut. “Bagaimana bila aku operasi plastik ke Korea atau Thailand? Apa aku akan jadi cantik?” tanya Levi pada cermin. Seperti orang kurang waras, ia bertanya dan menjawab sendiri pertanyaanya itu.

“Pasti! Cantik itu butuh modal!” ucap Levi pada dirinya sendiri sambil tersenyum. Senyum itu lama-lama memudar dari bibirnya yang coklat kehitam-hitaman.

Mendadak ia melempar lap yang ia pegang, Levia yang capek karena ini adalah apartemen ke sekian yang ia bersihkan, ia pun mencoba istirahat barang sebentar saja. Ia bersandar pada sofa yang bisa buat selojoran.

“Berapa harga sofa ini?” Ditepuknya sofa empuk tersebut. Andai Levia tahu, bahwa sofa tersebut seharga mobil, pasti ia tidak berani duduk di atasnya.

10 menit kemudian

Levia ternyata ketiduran beberapa menit, untung ibu tirinya menelpon. Kalau tidak ia bisa kena masalah. Dilihatlah ponsel yang menyala itu, buru-buru ia angkat. Kalau tidak, ibu tirinya akan murka.

“Iya, Ma.”

“Kamu di mana? Mengapa rumah sangat berantakan? Cepat pulang! Bereskan semua kekacauan ini!” teriak Mama Dona di telpon.

Levia memejamkan mata sejenak, ia menghela napas panjang. Kemudian mengatakan akan segera pulang. Diletakkannya ponsel Levia di atas meja di samping vas, dengan buru-buru ia membereskan peratalan bersih-bersih miliknya. Rasa lelah dan kantuknya meguap seketika saat mendengar suara ibu tirinya di telpon beberasa saat lalu.

Hufff ...

Akhirnya semua tugas sudah beres, dengan atasan kaos kedodoran bertuliskan Bali dipadukan dengan celana jean yang sepertinya sudah tak layak pakai karena warnanya yang memudar, Levia menatap pantulan dirinya di depan sebuah cermin sebelum meninggalkan apartemen tersebut.

Ia sempat tersenyum tipis, kemudian mengambil topi hitam dari tasnya. Lalu memakai masker. Sehingga yang terlihat hanya kedua bola mata Levia. Yakin sudah oke, padahal jauh dari harapan. Levi pun mengunci pintu apartemen, kemudian menyerahkannya pada petugas seperti biasanya. Ia serahkan acces card tersebut dan tidak lupa mengucap terima kasih sambil menundukkan kepala.

“Sudah, Neng?” tanya petugas yang menerima acces card dari Levia.

“Sudah, Pak.”

“Cepet bener, Neng?”

Levia hanya menganguk kepala sopan, lah mau lama-lama ngapain? Yang ada malah ketiduran lagi di dalam sana. Semua sudah beres, rapi, bersih dan wanggi.

“Semua sudah beres, Pak. Saya permisi.” Gadis itu pemisi mau pamit karena semua tugas sudah beres.

“Hati-hati, Neng!” pesan petugas yang sepertinya ramah tersebut.

Levi hanya mengangguk, kemudian berbalik dan pergi meninggalkan petugas tersebut yang masih menatapnya sampai ia masuk ke dalam lift untuk turun ke lantai dasar.

Di dalam lift, Levia hendak mencari ponselnya. Ingin melihat jam. Berkali-kali ia memeriksa saku dan juga melihat ke dalam tas buluk yang ia bawa. Hasilnya nihil, ponselnya malah tidak ketemu.

“Ke mana tadi aku menaruhnya?”

“Ya ampun ... ada di dalam sana!”

Buru-buru Levia menekan tombol lift kembali. Ia harus mengambil ponselnya yang tertinggal di dalam apartemen yang ia bersihan tadi. Meski harganya di bawah satu juta, tetap itu sangat berharga bagi orang seperti Levia.

“Aduh ... lama sekali pintunya terbuka!” Levia ketar-ketir menunggu pintu yang tidak mau terbuka. Dan begitu terbuka, ia bergegas keluar tanpa melihat sekeliling.

Bruakkkk ...

“KALAU JALAN PAKAI MATA!” teriak seorang wanita cantik. Namun, tidak dengan attitudenya. Wanita itu terlihat arrogant, sombong dan kecakepan. Tapi memang cantik, sih. Wajahnya glowing, baunya harum. Dan bajunya sangat fashionable. Sudah mirip super model Top Asia.

“Maaf, Mbak ... Maaf!” ucap Levia sambil menggengam ujung kaosnya. Teriakkan wanita cantik barusan cukup membuatnya merasa terintimidasi.

“Lagian kenapa pembantu berkeliaran di apartemen mewah seperti ini, ish ... lihat baju aku, jadi lusuh!” gerutu Misya dengan sombong, dia adalah sepupu tunangan Dirga yang sudah meninggal beberapa waktu silam. Ia sengaja ke apartemen Dirga untuk caper pada pria tersebut.

“Sekali lagi maaf, Mbak!”

“Kalau masalah selesai hanya dengan kata maaf, penjara penuh!” cibir Misya sambil mengambil ponsel dari dalam tas. Ia kemudian membuka aplikasi mirror, lalu menatap pantulan wajahnya.

“Aduh ... gara-gara merong-merong kerutan aku di bawah mata jadi kentara. Hufff ... sabar ... sabar Misya!” Misya bicara dengan ponsel di depannya. Dan Levia menatapnya dengan aneh.

“Ngapain Elo lihat-lihat? Sana!” usir Misya yang merasa diperhatikan Levia.

Levia lantas meninggal perempuan yang cantik tapi pemarah tersebut, ia berdiri di depan lift. Menunggu pintu terbuka untuk naik ke lantai atas.

“Ayo ... lama sekali kebukanya!” gumam Levia.

Jrettt ....

Akhirnya pintu itu terbuka, bukannya masuk, Levia malah terpana pada sosok pria tampan, berbadan tegap dengan kacamata hitamnya.

Glek

Gadis itu langsung menelan luda. Matanya tak berkedip, Levia seolah tersihir, ia terpesona pada sosok yang  berdiri di dalam lift tersebut. Sedangkan sang pria, ia sama sekali tidak peduli pada Levia. Bagi pria tersebut, gadis itu bagai butiran debu. Tidak nampak dan tidak bearti. Bersambung

Selamat datang di novel baru sept...

Jangan lupa tekan tombol love/favorite ya kesayangan ... Yuk halu bareng lagi sama Sept ... dengan judul baru. Dinikahi Milyader ... hehhehe... ngarep banget sih. Hihihih ...yang jomblooo .. aku doain dinikahi Milyader betulan. Hahahah ... kalau ketinggian .. jutawan deh. Xixixxiix ... aamiin

Jangan lupa tulis komentar ya, biar rame ... Hihihih ... mode malak.

FB : Sept September

IG : Sept_September2020

Baca juga novel Sept yang lain

Dinikahi Milyader

suami Satu Malam

Dipaksa Menikah

Wanita Pilihan CEO

Dea I love you

Kanina Yang Ternoda

Cinta yang terbelah

Menikahi pria dewasa

Pernikahan Tanpa rasa

The Lost Mafia Boy

Menikahi pria Cacat

suamiku Pria Tulen

dokter Asha and KOMPOL Bimasena

crazy Rich

selengkapnya kalian bisa klik profile Sept

Terima kasih

Terpesona

[Aku rasa, sosok pangeran tidak hanya ada di Arab atau di Dubai saja]

[Sadar Lev, astaga ... apa kepalamu terbentur sesuatu?]

[Dia tampan!]

[Sangat tampan, tapi wajahnya menggandung banyak kesedihan]

[Sok tahu!]

Levia menggeleng keras kepalanya. Dia seolah mendengar banyak bisikin di sebelah kanan dan kiri telinganya.

"Tunggu!" pekik Levia dengan mulut tertutup rapat, suaranya seakan tertahan di dalam kerongkongan. Ia spontan mengulurkan tangan, menghalangi pintu lift tertutup kembali saat tangan pria berkacamata itu memencet tombol lift. Sepertinya pria tersebut ingin menutup pintu lagi karena Levia enggan masuk.

Di balik kacamata hitam yang membuatnya terlihat keren, Dirga hanya melirik dengan dingin lewat ekor matanya. Pria itu kemudian mundur, memilih menjaga jarak dari sosok wanita aneh yang tiba-tiba masuk lift bersamanya. Tampilannya lusuh, sepertinya hanya seorang asisten atau petugas kebersihan di apartment mewah tersebut.

"Maaf!" ucap Levia sambil sedikit membungkuk. Ia menoleh untuk melihat pria tersebut. Namun, Dirga sama sekali bergeming. Pria itu malah seolah tidak menganggap keberadaan dirinya. Levia juga dapat merasakan aura keacuhan laki-laki satu lift dengannya itu.

Sadar kalau diacuhkan, Levia kembali berdiri tegap menghadap ke depan. Beberapa detik rasanya cukup lama, menit seolah berasa menjadi jam.

TIT ...

Pintu lift terbuka, mereka ternyata turun di lantai yang sama. Levia keluar duluan, ia langsung berlari kecil mencari petugas apartment yang semula ia berikan access card.

Tap tap tap

Levia berjalan cukup cepat, hingga derap langkah gadis tersebut mengusik perhatian Dirga. Pria itu sempat melirik sekilas. Namun, kembali melanjutkan langkah kakinya. Dirga berjalan dengan tatapan kosong menuju apartment miliknya.

KLIK ...

Dilihatnya ruangan sudah rapi, sama seperti saat ia tinggalkan beberapa jam yang lalu. Hanya saja, wangi lantai aroma cemara masih menguar keharuman yang menyejukkan.

Mata Dirga kemudian tanpa sengaja melihat vas, ada sesuatu yang mengusik pandangan mata Dirga. Ada sesuatu yang tidak semestinya ada di situ.

"Ponsel siapa ini?"

Dirga lalu meraih benda pipih yang terlihat jadul tersebut. Mungkin lebih mahal harga remote TV di apartment miliknya dari pada ponsel yang kini ia amati dengan saksama.

Entah mengapa, ia merasa terganggu dengan itu. Tiba-tiba saja ia raih ponsel yang menurutnya buluk tersebut. Ia bawa benda itu dan memasukkan ke dalam laci dengan kasar. Hingga menimbulkan sebuah bunyi.

Dirga seolah tidak peduli dengan handphone itu. Ia hanya tidak suka benda itu merusak pemandangan mejanya saja.

Sembari melepaskan jas, ia matikan semua lampu di ruangan itu. Dirga dengan malas berjalan menuju kamar mandi, ia mau membersihkan diri karena kepalanya terasa berat.

Mungkin karena belum makan dari kemarin, tubuhnya merasa sedikit melemah. Ditambah selesai dari makam. Dirga paling tidak bisa berpikir terlalu berat. Kecelakaan bersama Arunika beberapa tahun silam. Meninggalkan bekas cidera di kepala pria tersebut.

Sempat gegar otak, membuat Dirga tidak bisa tertekan. Dan saat kembali dari makam, tanpa sadar, pikirannya kembali ke masa-masa kelam tersebut. Bagaimana ia berjuang mati-matian keluar dari himpitan kursi mobil. Dan bagaimana ia mencoba mengeluarkan Arunika yang saat itu tubuhnya juga terhimpit dan bersimbah darah. Sebuah kenangan yang mengerikan, bahkan ia harus mengalami ribuan mimpi buruk pasca kecelakaan maut tersebut.

Lama-lama semua pikiran tentang kenangan buruk memenuhi kepalanya. Semakin deras air dari shower menguyur tubuh Dirga. Semakin cepat pula kejadian itu muncul, berputar dan berulang di pelupuk mata. Sampai Dirga merasakan sakit di kepalanya dan pria itu tiba-tiba jatuh pingsan. Dirga tumbang di kamar mandi, saat air terus menguyur deras tubuhya.

***

"Maaf, Pak. Saya jadi merepotkan Bapak."

Levia merasa canggung karena meminta bantuan petugas untuk meminjam access card lagi.

"Tidak apa-apa. Santai saja sama Bapak!" ucap petugas yang ramah tersebut sambil mengeluarkan access card.

Begitu mendapat kartu untuk membuka kunci kamar apartment Dirga. Levia bergegas menuju ke sana. Ia langsung membuka pintu tersebut dengan kartu access yang ia miliki sekarang. Buru-buru ia berlari ke meja.

"Aku tadi letakkan di sini, kan? Lalu ke mana benda itu?"

Levia melihat jam yang menempel di tembok. Ibu tirinya pasti sudah kesal menunggu. Tapi, dia tetap harus mencari ponselnya itu. Di sana banyak nomor penting. Nomor-nomor bosnya selama ini. Kerja part time di banyak tempat, membuat ia memiliki banyak atasan.

"Ish ... aku taruh si sini kok!"

Levia menatap sekeliling, matanya kemudian tertuju pada bawah meja.

"Apa jatuh?" gumamnya.

Dengan cepat ia berjongkok, mencari ponsel di kolong meja.

"Ya ... di mana dong?"

Levia sampai mengeser meja dan meraba-raba di bawah sofa. Mungkin jatuh dan terpental di bawah kolong sofa. Bukan handphone yang ia dapat, melainkan selembar foto. Foto gadis cantik yang dirangkul oleh seorang pria tampan.

Mendadak alis Levia terangkat sambil berguman. "Ini pria yang tadi, kan?"

Bibirnya menggembang, Levia tersenyum getir.

"Oh ... sudah punya kekasih. Apa jangan-jangan istrinya? ASTAGA ... sadar Levi. Itu suami orang!"

Levia menggeleng keras, kemudian menaruh foto itu di atas meja. Levi pun pergi ke dapur, mungkin ponselnya tertinggal di dapur saat ia cuci piring tadi. Atau mungkin tertinggal karena ia lupa.

"Di sini nggak, ya?" Ia menggambil tempat sampah yang kosong, mencari-cari ponselnya yang hilang.

"Keburu mama marah. Ya Allah ... ke mana ini ponselku?"

Sepuluh menit ia mencari, tapi tidak ada hasil, akhirnya Levi pun putus asa. Tapi, tiba-tiba ia jadi teringat sesuatu. Levia tadi sempat mengganti seprai kamar utama. Levi pun bergegas, ia langsung menuju kamar utama.

KLEK

"Di mana ya, duh?"

Ia mengangkat bantal dan guling, tapi tetap nihih. Benda pipih itu tidak ada di mana-mana.

"Mikir Lev .... mikir! Tadi kamu bersihin apa aja?" Levia memegangi kepalanya. Lama-lama pusing mencari ponsel yang tidak ketemu juga.

"Kamar mandi! Mungkin terjatuh di dalam sana," gumam Levia sambil bergegas melangkah ke kamar mandi.

Gadis itu tanpa pikir panjang langsung masuk begitu saja.

KLEK

Sempat terpaku sesaat, Levia langsung menarik handuk yang ada didekatnya. Ia balutkan kain handuk tersebut untuk menutupi tubuh pria yang terkapar di dalam kamar mandi itu.

Dengan tangan masih gemetar, ia seret tubuh pria yang belum ia ketahui namanya tersebut keluar dari kamar mandi. Levi yakin, pasti itu si pemilik apartment. Pria yang sempat satu lift dengan dirinya tadi.

Susah payah gadis itu menyeret tubuh sang pria hingga naik ke atas sofa yang paling dekat dengan pintu. Sebab, ranjang dirasa masih jauh. Levia saja kini sudah ngos-ngosan. Napasnya nyaris putus-putus. Ternyata berat juga memindahkan pria yang ia taksir memiliki tinggi 185 cm lebih tersebut.

"Ambulan ... almbulan ... aku harus panggil ambulan!" ucap Levia dengan jantung yang masih berdegup kencang. Namun, saat ia akan berbalik untuk mencari telpon. Tiba-tiba Dirga menarik ujung pakaian Levia. Bersambung

Halo mak-mak kesayangan, adek ..

kakak Sept terlopeeee ... habis baca jangan lupa jempolnya digoyang. Heheheh ... Makasih ya.

Pria Kasar

Dinikahi Milyader Bagian 3

Oleh Sept

Rate 18 +

Suasana di dalam apartment masih menegangkan, saat Levia kembali masuk ke dalam apartment tersebut karena ponselnya tertinggal. Namun, ketika sedang mencari benda yang harganya tidak begitu mahal tapi sangat penting bagi Levia, tiba-tiba ia harus menghadapi sosok pria yang tergeletak di dalam kamar mandi.

Terkejut, pasti. Siapa yang tidak kaget melihat seorang pria tergeletak pingsan di bawah lantai yang basah. Bahkan kran shower pun masih menyala dan membasahi tubuh pria tersebut. Untung, posisi si pria sedikit tengkurap. Sehingga mata suci Levia tidak ternoda. Namun, ia terlanjur melihat yang lain.

Karena dalam kondisi genting, seketika ia meraih handuk untuk menutupi tubuh pria tersebut. Rasanya tidak etis harus memindahkan tubuh tersebut saat tidak menggunakan apapun. Bagaimana pun juga Levi masih gadis. Dan seharusnya ia tidak menyaksikan hal tabuh seperti ini. Takut membawa sial.

Anggap ini aksi kemanusiaan, dengan mengumpulkan tenaga, Levia berusaha mengeluarkan tubuh Dirga dalam kamar mandi. Gadis itu menyeret tubuh pemilik apartment dengan sekuat tenaga. Besarnya tubuh Dirga, membuat Levia berkali-kali harus mengambil napas. Hingga akhirnya ia berhasil juga menyeret Dirga dan membawanya ke atas sofa.

"Astaga ... berat banget badannya!"

"Ambulan ... harus panggil ambulan!"

Mata gadis itu menyusuri seluruh ruangan, ia hendak mencari telpon. Dan ketika ia akan melangkah, sebuah tangan malah memegang bajunya. Pria pingsan itu sepertinya sudah siuman. Levi pun langsung berjongkok, ditatapnya wajah pria itu dalam-dalam.

Dahi Levia mengerut tak kala melihat bulir bening keluar dari sudut mata pria tersebut.

"Kenapa dia terlihat sangat sedih?"

Ternyata mata Dirga masih tertutup rapat, tapi tangannya malah mencengkram baju Levia. Seolah tidak mau gadis itu pergi meninggalkan dirinya.

Levia sempat diam terpaku cukup lama, kemudian meletakkan telapak tangannya di atas dahi pria yang masih pingsan itu.

"Ya ampun ... panas banget!"

Levia langsung melepaskan jari-jari Dirga secara perlahan. Kemudian mengambil sesuatu untuk menutupi tubuh Dirga yang hanya tertutup handuk seadanya tersebut.

Sebuah selimut tebal kini sudah mampu menghangatkan tubuh Dirga yang mulai menggigil. Badannya panas, tapi juga bergetar mungkin karena kedinginan.

Puas sudah melakukan apa yang ia bisa, Levia kini bingung. Siapa orang yang harus ia hubungi. Bertepatan dengan kebingugan yang melanda, mendadak terdengar suara bell pintu.

Levia begitu semangat, pasti itu keluarga si pemilik apartment. Setidaknya ia bisa langsung pulang. Karena pasti ibu tirinya sudah marah-marah sedari tadi menunggu dirinya pulang.

Diraihnya tas yang semula ia letakkan di atas meja. Kemudian berbalik sebentar saat akan berniat pergi meninggalkan pria tampan yang sepertinya kesepian tersebut.

KLEK

Begitu pintu terbuka, sebuah mata melotot tajam pada Levia.

"Kamu siapa?" tanya Misya judes.

Misya seketika langsung ingat siapa perempuan yang kini berdiri di depannya dan membuka pintu apartment Dirga. Marah, kesal dan penasaran jadi satu.

Sedangkan Levia, ia juga kaget. Karena wanita tadi adalah wanita galak yang ia tabrak tadi. Cantik sih tapi pemarah banget.

"Kamu asisten rumah tangga baru, ya?" Misya mendorong tubuh Levia dengan ujung jarinya, kemudian langsung menerobos masuk. Ia masuk layaknya boss.

[Pasti pembantu! Iya, pasti!]

Misya terus saja melangkah ke dalam tanpa permisi lagi.

[Apa tidak ada pembantu lebih udik lagi selain wanita itu? ASTAGA Dirga. Aku kira kamu masih alergi dekat-dekat wanita. Ternyata ... kamu penipu!]

Misya terus saja mengerutu sambil mencari keberadaan Dirga.

"Ga ... Dirga ... aku datang. Ke mana dia?"

[Tidak biasanya ia di dalam apartment, ini kan peringatan hari kecelakaan mereka. Biasanya ia menghabiskan waktu cukup lama di pemakaman. Harusnya tadi aku dateng cepet ke makam. Biar aku bisa temani dia, hibur dia ... hufff ...]

Mata Misya kemudian tertuju pada pintu kamar yang terbuka. Penasaran, wanita cantik itu pun mengintip masuk.

"Mbak ....!" panggil Levia yang mau pamit pergi.

"Sssttt!"

Misya membuat gerakan untuk menutup mulut. Agar Levia tidak berisik. Yang Misya tahu, Dirga sedang tidur di sofa. Ia mau menikmati pemandangan yang syahdu tersebut. Padahal Dirga lagi demam. Dasar Misya yang terlalu terobsesi dengan Dirga. Melihat pria tersebut tidur saja ia sudah senang bukan kepalang.

Hingga ia menggerakan tangan, tanda mengusir Levia agar segera menjauh.

"Udah sana!" titah Misya lirih.

"Itu ... emmm ... itu ... beliau sedang ..."

"Kamu gak denger saya? Cepet tinggalkan kamar ini!" sentak Misya yang tersulut amarah. Levia hanya menganggu saja. Ini adalah moment langka bagi Misya. Jadi, Levia jangan berani ganggu dirinya.

"Dasar gadis bulukan," maki Misya dalam hati. Sambil tangannya terulur hendak menyentuh pipi Dirga.

Levia pun menundukkan wajah, ia sepertinya harus pergi tanpa pamit. Karena wanita cantik itu sepertinya tidak menyukainya. Entah salah apa? Hingga ia ditatap dengan benci seperti itu.

KLEK

"KELUAR!"

Levia tersentak, ia kaget bukan main ketika sudah menyentuh knop pintu, mendadak terdengar teriakan dari dalam kamar. Reflect, ia bergegas balik dan melihat apa yang terjadi.

"ASTAGA!"

Buru-buru Levia menghampiri Misya yang tersungkur di lantai. Ia tidak tahu apa yang terjadi. Tapi sepertinya wanita itu terjatuh.

"Apa dia didorong?" Levia bertanya-tanya dalam hati.

"Jangan sentuh! Tangan kamu kotor!" teriak Misya marah.

Ia menahan kesal, melampiaskan kemarahannya kepada Levia. Misya marah karena Dirga yang ia kira tidur, malah mendorong tubuhnya karena berusaha menciumm pria tersebut.

Misya hendak mencuri kesempatan, tapi ternyata Dirga tidak tidur. Mungkin matanya terpejam, sepertinya ia bisa mendengar apa saja sejak tadi.

"Tinggalkan tempat ini!" ujar Dirga kemudian. Dan dua wanita yang ada di dalam kamar itu spontan menatapnya.

Dirga kembali memejamkan mata, kepalanya terasa pusing. Apalagi kejadian barusan. Bisa-bisanya ia diciium diam-diam. Kurang ajarr.

"Kamu tidak dengar? Tinggalkan tempat ini!" ucap Dirga dingin.

Dengan jengkel, Misya mengibaskan rambut. Merapikan baju dan langsung meninggalkan kamar itu.

"Awas kamu Dirga! Akan aku buat kamu bertekuk lutut di kakiku!" sumpah Misya sambil berjalan meninggalkan apartment Dirga.

Sedangkan Levia, ia juga hendak berbalik. Mau pergi juga dari sana.

"Kamu!"

DEG

Levia terpaku, diam di tempat untuk sesaat.

"Eh ... Pak ... eh Tuan."

"Tetap di sini!" ucap Dirga dengan mata masih tertutup rapat.

"Hah?"

"Kamu pasti petugas kebersihan."

Levia langsung menelan ludah. Apa wajahnya memang mengisyaratkan pekerjaan gadis tersebut? Mengapa pemilik apartment tahu dia cleaning service?

"Oh ... iya, Tuan."

"Bau karbolmu menyengat!"

JLEB

"Maaf, Tuan."

Kini Levia malah jadi bingung sendiri. Apa pria itu mengigau? Padahal baru saja marah-marah dan berteriak.

"Tuan ... Tuan ... saya mau pergi. Apa perlu saya panggil dokter sekarang?"

Blakkkkkk

Mata Dirga langsung terbuka lebar. Ditatapnya wajah Levia dengan tajam.

"Kamu yang membawa saya ke sini?" Dirga membetulkan posisi. Ia kini setengah bersandar di sofa. Masih diliputi rasa pusing yang terus menyerang.

Levia mengangguk dengan canggung.

"Kamu melihat saya ....?"

Dirga memutus kata-katanya, kemudian memegangi kepalanya.

"Siallll!" rutuknya dalam hati. Ia kesal karena pasti gadis itu sudah melihatnya dalam kondisi yang sangat tidak layak.

"Ambilkan tas hitam di sana!"

Buru-buru Levia melakukan perintah Dirga.

"Ini, Tuan!"

Dirga pun mengambil sesuatu dari dalam tas. Kemudian dengan acuh ia melempar segebok uang ke atas meja.

"Lupakan apa yang terjadi di sini. Dan jangan muncul di depanku!"

BERSAMBUNG

Anak terong belagu amat. Hehehe ....

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!