"Saya ingin menikahi putri Anda, Aura. Itu, sebagai jaminan investasi yang akan saya berikan pada Anda." Sebuah pernyataan yang keluar begitu saja dari mulut seorang pria tampan.
Pria paruh baya dihadapannya itu, jelas terkejut dengan pernyataan mendadak itu. Sebagai seorang ayah, ia tidak akan pernah menjerumuskan putrinya pada pria bertangan dingin dan kejam seperti pria ini.
Ia akan mencari cara lain untuk mendapatkan investasi. Mungkin, ia bisa mencari investor lainnya. Atau, ia bisa menjual beberapa aset yang masih tersisa.
Pria itu terus menatap pada pria paruh baya di depannya. Tidak tersirat emosi apapun dari tatapannya. Ia terlihat tenang dan tidak terburu-buru.
"Bagaimana pak Leo?" tanya pria itu lagi.
"Maaf, tuan Dimitri. Saya tidak menjual putri saya demi mendapatkan dana investasi itu. Jika Anda tidak jadi menanamkan modal di perusahaan saya, itu tidak masalah. Kalau begitu, saya permisi dulu."
Pria paruh baya bernama Leo itupun bangkit berdiri. Menundukkan sedikit kepalanya dan berlalu dari sana.
"Bagaimana, tuan?" Seorang pria muda lainnya, menghampiri pria yang ia panggil 'tuan'.
"Tidak usah terburu-buru, Frans. Kita biarkan saja dulu. Awasi Aura terus. Ingat! Jangan biarkan seorang pria pun mendekatinya! Dia milikku!" Ucapan pria itu terdengar tenang. Namun, ada penekanan dari setiap kata yang diucapkannya. Ada nada kekejaman dalam suara bariton pria itu.
Dimitri, bangkit berdiri dan keluar dari tempat pertemuan itu. Ia melangkahkan kaki panjangnya meninggalkan ruangan.
*****
Darren Brahmana, seorang pria tampan yang menjadi idola kaum hawa di rumah sakit tempatnya bekerja. Sebagai dokter residen, ia memiliki jadwal yang cukup padat.
Banyak para co-*** dan dokter muda yang menyukai dirinya. Termasuk Chelsea. Gadis ini adalah seorang dokter muda yang masuk ke rumah sakit yang sama dengan Darren.
Sejak awal perkenalan, Chelsea sudah tertarik pada Darren. Ditambah dengan pembawaan Darren yang ramah dan supel, membuat ia cepat akrab dengan banyak orang.
Darren yang sudah tinggal di kota Jakarta selama satu tahun, begitu merindukan ibunya. Mendekati jam makan siang, ia memilih menghubungi ibu tercintanya.
"Hai cantik," sapa Darren pada mommy nya melalui video call.
Darren tersenyum saat mendengar tawa ibunya. Ia begitu merindukan tawa dan pelukan dari ibunya.
"Mommy makin cantik kalau tertawa."
"Kamu mulai jago gombal seperti Daddy ya."
"Iya dong. Aku kan anak Daddy," ucapnya bangga.
"Oh, ya? Kalau begitu, sekarang kakak sudah punya pacar dong ya?"
"Mommy, aku gak niat pacaran. Aku belum menemukan wanita yang memiliki sikap lembut, tulus mencintai, baik, pokoknya, tidak ada wanita yang sama seperti Mommy."
"Darren, dengarkan mommy, Nak! Jika kamu mencari wanita seperti itu, kamu tidak akan pernah menemukannya. Jadilah orang yang tulus, lembut, baik, dan semua yang kamu inginkan ada pada wanita itu lebih dulu. Saat itu, kamu akan menemukannya. Karena ketulusan itu, akan hadir dengan sendirinya. Saat kalian berkomitmen, maka ketulusan akan terlahir. Meskipun, tidak semua orang memilikinya."
"Darren jadi kangen peluk, Mommy." Darren mencebikan bibirnya.
"Mommy, juga, Nak."
Terdengar suara ketukan pintu. Darren memintanya masuk. Tak lama, terlihat gadis cantik jelita yang tersenyum pada Darren.
"Nanti aku telepon lagi. Bye kesayangan aku..." Darren memberikan kecupan jauh dan memutus sambungan telepon.
"Duduk. Ada apa Chel?" tanyanya setelah gadis itu duduk.
"Ingin mengajakmu makan siang. Apa, tadi itu pacar mu?" tanya gadis itu
Darren tak menjawab pertanyaan itu. Ia mengalihkan pertanyaan gadis itu dan hanya tersenyum.
"Mau makan dimana?"
Gadis itu terlihat menatap tak percaya pada ucapan Darren. Aku gak salah dengarkan? Darren yang selama ini nolak kalau pergi denganku, tiba-tiba mau?
"Hei, jadi tidak?"
"Ah, i-iya," jawabnya gugup.
Keduanya keluar dari ruangan Darren dan menuju kantin rumah sakit. Pada akhirnya, mereka memilih kantin rumah sakit daripada makan di tempat yang jauh.
Darren merasa sedikit risih dengan tatapan Chelsea yang tak putus dari dirinya. Saat ini, keduanya tengah menunggu makanan yang telah mereka pesan.
"Ada apa di wajah saya?" tanyanya.
"Tidak ada," jawabnya.
Tak lama, pesanan keduanya pun tiba. Mereka pun mulai menyantap makanan di depannya dalam diam. Sesekali Chelsea mencuri pandang pada pria di depannya itu. Mengagumi ketampanan dan wajah rupawan yang dimiliki pria itu.
Gak akan malu gue kalau punya cowok begini. bawa ke kondangan saja, gue akan jadi sorotan. Pasti banyak yang bilang gue beruntung.
Darren merasa semakin risih diperhatikan terus menerus oleh Chelsea. "Kamu kenapa melihat saya seperti itu?"
Chelsea tersedak makanannya, tepat saat Darren mengeluarkan suaranya. Darren menarik beberapa lembar tisu dan memberikannya pada Chelsea setelah gadis itu menenggak cepat air minum di depannya.
"Ma-maaf," ucap Chelsea.
"Ya, sudah saya kembali duluan ya." Darren berdiri dan berlalu menuju kasir.
Chelsea hanya memandang punggung Darren hingga menghilang dari pandangannya. Setelah itu, ia berjalan gontai menuju kasir.
Chelsea mengeluarkan dompet miliknya dan akan membayar makanannya. "Punya saya berapa, mba?"
"Sudah dibayar Dokter Darren, dok," jawab kasir itu.
"Ha! Oh, oke!" Chelsea pun berlalu dari kantin.
*****
Hari demi hari terus berlalu. Chelsea tak kenal putus asa untuk mendekati Darren. Ada saja alasan yang ia berikan untuk mendekati Darren.
Mulai dari mobilnya yang mogok, kakinya yang keseleo, dompetnya yang tertinggal, hingga waktu yang terlalu malam. Darren yang memang selalu bersikap baik pada siapa pun, tentu menolong Chelsea.
Setelah mengantar Chelsea pulang, Darren kembali ke rumah milik orang tuanya. Tepatnya, mama dan papanya.
Darren memarkirkan mobil miliknya di halaman rumah mewah papanya. Terlihat, mobil adiknya yang sudah berada di sana juga.
"Darren." Suara wanita menghentikan langkah Darren.
Darren pun menoleh pada sumber suara yang memanggilnya. Ia melihat keberadaan papa dan mamanya di ruang tamu.
"Loh, papa dan mama belum tidur?" tanyanya.
Ia mendekati keduanya dan mengecup punggung tangan mereka. Dengan isyarat, Al—papanya—memintanya duduk di depannya.
Darren pun duduk dihadapan keduanya. Tak lama, terdengar suara langkah kaki yang turun dari lantai atas.
"Kak Darren baru pulang?" tanya gadis muda yang berusia lebih muda darinya empat tahun.
"Hem," jawab Darren sekenanya.
Gadis itu mengambil air minum dan kembali ke kamarnya tanpa mempedulikan papa dan mama serta kakaknya. Citra tersenyum pada Darren setelah anak gadisnya tak lagi terlihat.
"Darren, mama ingin bertanya." Darren mengangguk.
"Siapa gadis yang kemarin merangkul lenganmu?"
Dahi Darren mengerut. Ia mencoba mengingat kejadian yang terjadi kemarin.
"Oh, itu teman ku. Dia terpeleset dan kebetulan saat dia akan terjatuh, ada aku di sampingnya. Jadi, dia berpegangan padaku." Darren menjabarkan kejadian kemarin.
"Apa kamu yakin?" tanya Citra lagi.
"Iya ma. Apa ada yang salah?" tanya Darren lagi.
"Ah, tidak. Mama hanya ingin tahu. Mana pikir, kamu sudah punya kekasih." Darren tersenyum.
"Mama kan tahu, Darren sedang mengambil jurusan spesialis bedah. Darren belum berpikiran untuk menikah. Lagi pula, usia Darren baru dua puluh tujuh. Jadi, mama santai saja."
Terlihat, Citra menghembuskan napas lega setelah mendengar ucapan putranya itu. Al mengusap punggung istrinya.
"Kembalilah ke kamar mu," ucap Al pada Darren.
"Iya, pa."
Darren segera berlalu meninggalkan kedua orang tuanya di sana. Ia berjalan mendekati kamarnya sendiri.
*****
halo genks.... kita bertemu dengan kisah Darren dan Bening. story' ini akan di up 1 bab per hari sampai love after marriage and divorce tamat ya. Jadi, tolong bersabar semuanya....
Sampai jumpa di bab selanjutnya kesayangan...🤗🤗🤗💖💖💖😘😘😘
Leo kembali dengan wajah kusut. Inggrid, istrinya, yang tengah membaca majalah melihat suaminya yang terlihat lelah. Leo duduk di samping Inggrid dan memijit dahinya. Inggrid memiringkan posisi duduknya menghadap suaminya.
"Gagal ya, Pi?" Leo menggeleng.
"Terus, kok papi lesu begini?" tanyanya lagi.
Leo belum menjawabnya. Ia menarik napas dalam dan membuangnya perlahan. Namun, kata-katanya tersumbat saat mendengar suara kedua putrinya yang akan memasuki rumah.
Ia menoleh dan berusaha mengubah ekspresi wajahnya dengan senyuman secerah mentari. Terlihat, dua gadis kembar yang tersenyum padanya dan memeluknya
"Kalian darimana?" tanya Leo.
"Dari toko buku, Pi," jawab putrinya yang ada di sisi kirinya. Dia adalah Aura Bening.
"Papi, dua tahun lagi kan kami lulus kuliah, bolehkan kami minta belikan mobil?" Kali ini, suara putrinya yang lain, Aira Bening. Leo tersenyum pada kedua putrinya.
Ia merangkul keduanya. "Aura Bening dan Aira Bening. Kalian sepertinya sudah merasa dewasa ya, sampai menginginkan mobil sendiri?" Leo menaikkan kedua alisnya.
"Tidak apa, Pi. Jika memang bisa, belikan saja," usul Inggrid.
"Wah, papi kalah suara." Leo mengubah raut wajahnya sedih.
Ketiga wanita yang ia cintai, tertawa melihat ekspresi satu-satunya pria di rumah mereka. Pria yang menjadi cinta pertama sepasang anak kembar itu.
Leo pun ikut tertawa melihat kebahagiaan keluarganya. Kebahagiaan yang tak mungkin ia tukar dengan dana investasi.
"Sudah, sana mandi. Twins Bening masih bau acem," ejek Leo.
Di rumah, kedua anak kembar ini memang lebih suka dipanggil dengan panggilan twins Bening. Sementara di sekolah atau di luar, mereka akan dipanggil dengan nama depan mereka, Aura dan Aira.
"Papi...." Leo segera berlalu menuju kamarnya.
*****
Di kamar utama.
Sepasang suami istri paruh baya itu kini telah berganti piyama. Keduanya tengah duduk bersandar di kepala ranjang. Leo menarik napas dalam sebelum bicara pada istrinya
"Mi, kita jual rumah ini saja ya," ucapnya lirih.
Inggrid menoleh. Keningnya berkerut memikirkan ucapan suaminya.
"Gagal ya, Pi?" pertanyaan yang sama seperti beberapa jam yang lalu.
"Bukan."
"Lalu?"
Leo pun menceritakan pada Inggrid perihal permintaan Dimitri padanya. Bukan permintaan, tetapi pernyataan. Pria kejam itu, seolah menganggap putrinya hanyalah barang tukar dengan mengatasnamakan pernikahan.
Bukan Leo tidak mengetahui, bagaimana Dimitri memperlakukan wanita yang dijadikan pria itu untuk berinvestasi. Awalnya, memang ia mengatakan ingin menikahi para wanita itu. Namun, pada akhirnya ia tidak akan menikahi mereka. Leo bahkan menyelidiki kasus ini setelah permintaan Dimitri tadi. Ternyata, hal itu bukanlah gosip semata.
Jika sampai waktu yang pria itu tentukan uang investasinya tak kembali, maka wanita yang ia minta untuk dijadikan istri tadi akan ia jadikan wanita penghibur di club miliknya.
Inggrid mengangakan mulut tak percaya. Ia tak bisa membayangkan, bagaimana hancurnya hati dan perasaan putrinya nanti. Air mata mulai membasahi pipinya.
"Tidak, Pi. Mami tidak ingin membuat twins Bening hancur." Leo memeluk istrinya.
"Mami setuju. Kita jual saja aset yang masih tersisa." Inggrid menghapus air mata yang membasahi pipinya.
Leo menganggukkan kepalanya setuju. Sama seperti yang istrinya rasakan, ia pun tidak sanggup melihat kehancuran putrinya sendiri.
Bagi wanita, kehormatan tertingginya akan membuat mereka bangga. Jika mereka tak bisa menjaga kehormatan itu, maka tidak akan ada lagi yang menghargai mereka. Nilai mereka bahkan tak lebih dari wanita penghibur di luar sana.
*****
Seperti kesepakatan antara dirinya dan Inggrid sang istri, Leo pun mulai menjual sisa aset mereka. Paling tidak utang pada pihak bank terselesaikan. Biarlah mereka hidup sederhana untuk saat ini.
Penjualan pun berhasil. Tidak hanya rumah dan mobil mewahnya yang ia jual, Leo pun menjual saham serta usahanya pada pihak lain.
Butuh waktu cukup lama, untuk penjualan usaha serta saham dari perusahaan yang hampir pailit tersebut. Beruntung, ada seseorang yang ingin membeli perusahaan itu.
"Ah, terimakasih, Pak. Bapak sudah mu membantu saya." Leo menjabat tangan pria itu.
"Tidak masalah, pak Leo. Kalau boleh, saya ingin merombak semua jajaran petinggi di perusahaan bapak, serta cara kerjanya."
"Silahkan saja pak. Perusahaan ini sekarang milik bapak. Saya sudah tidak ada hak untuk menolak hal apapun yang pak Al lakukan pada perusahaan ini."
Pria yang membeli perusahaan Naratama adalah Alvino Brahmana. Ia sudah menyelidiki latar belakang perusahan eksport import itu.
Namun, karena adanya korupsi yang tidak diketahui oleh si pemilik, membuat perusahaan tersebut diambang kebangkrutan. Suryo sahabat sekaligus asisten Al sudah memastikan hal itu.
"Apa bapak, masih ingin bekerja di tempat ini?" tanya Al.
Leo tertegun. Tadinya, Leo berpikir akan membuka jasa ekspedisi saja. Berhubung sisa dana yang ia miliki tidaklah besar. Di luar dugaannya, Al justru menawarinya pekerjaan di tempat itu.
"A-apa boleh, Pak?" Wajah Leo terlihat bersinar penuh harap.
"Tentu saja. Hanya saja, posisi yang akan pak Leo tempati hanya sebagai kepala divisi import. Bagaimana?"
"Ah, saya sangat berterima kasih pak Al. Saya tidak pernah berpikir sejauh ini. Saya ...." Leo tak bisa melanjutkan ucapannya karena rasa bahagia yang tak bisa ia gambarkan.
Al terkekeh dan menepuk lembut punggung Leo. Kemudian, ia meminta Suryo untuk segera merubah jajaran petinggi serta sistem kerja di perusahaan itu.
Bahkan, Al meminta Suryo untuk merubah nama perusahaan pada pengacara. Perusahaan Naratama, akan berada dalam naungan Brahmana corp..
*****
Seperti biasa, Chelsea akan selalu menempeli Darren, hingga banyak mata yang memperhatikan keduanya.
"Dok, dokter Darren dan dokter Chelsea pacaran ya?" salah seorang perawat menanyakannya pada Chelsea.
"Iya." Perawat itu mengangakan mulutnya tak percaya.
"Tapi kok dokter Darren terlihat cuek ya, dok?" Chelsea tersenyum hambar.
"Suster kan tahu, dokter Darren seperti itu. Tapi, kalau lagi berdua itu, ya ampun, perhatian banget. Romantis lagi."
Perawat lain di sekitar mereka pun antusias mendengarkan berita itu. Chelsea pun mulai menyebarkan berita yang jelas-jelas tidak benar. Para perawat yang hanya melihat tanpa mengkonfirmasi kenyataan pada Darren itupun, menelan berita itu mentah-mentah.
Lambat laun, gosip itu semakin menyebar. Darren yang tidak suka membicarakan hal tak penting, tidak pernah peduli dengan sebuah gosip. Selama hal itu tidak menjatuhkan nama keluarga dan dirinya, Darren akan diam.
Saat akan pulang, Chelsea mendekati Darren. Ia berniat mengenal keluarga Darren. Nantinya, ia akan mendekati keluarga Darren untuk bisa membuat Darren jatuh cinta padanya.
"Darren." Chelsea memang sudah meminta ijin pada Darren untuk bicara informal. Darren pun tak mempermasalahkannya.
"Ada apa?" tanyanya.
"Aku boleh ikut ke rumah kamu?" Darren mengerutkan dahinya.
Untuk apa dia ke rumah ku?
"Ke rumahku?" Chelsea mengangguk.
"Untuk apa?"
"Main saja. Kita kan sekarang berteman. Masa aku tidak boleh main ke rumah temanku?"
Darren mengangguk. "Boleh saja. Ayo."
Mereka pun menuju mobil milik Darren. Mobil yang tidak mewah, tetapi terlihat lebih mahal dari mobil milik Chelsea.
Paling tidak, dia lebih kaya dari aku. Kalau aku bisa mendekati keluarganya, itu adalah hal yang bagus.
*****
Sampai jumpa besok semuanya🤗🤗🤗💖💖💖😘😘😘
Matahari hampir tenggelam saat mobil yang Darren kendarai memasuki halaman rumah. Darren dan Chelsea keluar bersamaan.
Chelsea memandang takjub rumah mewah dihadapannya. Dari matanya, ada senyum yang tersimpan. Tak lama mereka turun, sebuah mobil mewah lainnya masuk.
Darren memasukkan sebelah tangannya ke dalam saku celana bahannya. Sementara sebelah tangannya, memegang snelli kebanggaannya.
Terlihat wanita muda yang cantik, keluar dari sana. Wanita itu tersenyum pada Darren. Ia berjalan mendekati Darren dan chelsea.
"Wah, kakak sudah punya pacar ya?" goda Aluna.
Terlihat semburat merah di wajah Chelsea. Ia menunduk malu mendengar ucapan gadis itu. Maunya sih, gitu, kekeh Chelsea dalam hati.
"Sembarangan." Darren mencubit hidung Aluna gemas.
"Soalnya, ini kali pertama kakak bawa wanita ke sini." Aluna terkekeh.
"Ayo, kak, kita masuk!" Aluna menggandeng lengan Chelsea.
Chelsea merasa di atas angin. Mendapat perlakuan lembut dari keluarga Darren, membuatnya yakin, jika rencananya akan berhasil seratus persen.
Kalau begini sih, aku pasti gampang dapetin Darren, batinnya.
Mereka menuju ruang keluarga. Di sana, sudah ada Citra dan Al. Darren dan Aluna mendekati orang tua mereka dan mencium punggung tangan mereka. Begitupun dengan Chelsea.
Citra memperhatikan Chelsea dengan seksama. Ada firasat buruk yang mengatakan, jika gadis dihadapannya ini bukanlah gadis 'baik-baik'.
Namun, Citra menepis perasaan buruk itu jauh-jauh. Ia akan melihatnya lebih dulu. Jika memang gadis itu tidak baik, ia sendiri yang akan membuat gadis itu menjauh.
"Halo, kamu temannya Darren, ya?" Citra menyapanya lebih dulu.
"Ma, pa, Darren naik sebentar," pamit Darren seraya mengedipkan sebelah matanya.
Citra tersenyum dan menganggukkan kepalanya. Darren pun berpamitan pada Chelsea. Aluna pun mengikuti langkah kakaknya meninggalkan ruang keluarga.
"Duduk!" Citra tersenyum dan menunjuk pada sofa dihadapan mereka.
Chelsea merasa sedikit canggung. Tak lama, seorang ART datang membawa minuman. Chelsea mengucapkan terima kasih.
*****
Chelsea tetap tinggal di sana sampai makan malam. Sikap ramah kedua orang tua Darren serta adiknya, membuat Chelsea nyaman. Belum lagi rumah mewah dengan perabotan mahal yang ada di dalamnya. Semakin memanjakan mata Chelsea.
Bahkan taman di depan kediaman itu pun terlihat indah dengan tatanan bunga yang cantik. Sepertinya, Citra—ibu Darren— menyukai keindahan.
Wah, aku jadi semangat mengejar Darren kalau begini.
"Chelsea, ayo!" Chelsea menoleh dan mendekati Darren.
Ia bergelayut manja di lengan Darren. Sebagai pria, Darren jelas merasa risih. Beberapa kali ia menyingkirkan tangan Chelsea dari lengannya. Sepertinya, Chelsea tak mempedulikan penolakannya.
Usai mengantarkan Chelsea ke rumahnya, Darren memilih pulang. Ia merasa sangat lelah. Namun, tak seperti bayangannya di jalan tadi, Al justru memanggilnya ke ruang kerja.
"Darren, papa baru saja membeli sebuah perusahaan yang hampir bangkrut. Papa ingin kau mempelajari ini." Al menyodorkan berkas yang harus Darren pelajari.
Darren mengulurkan tangannya dan membaca berkas-berkas yang Al sodorkan. Ia mengerutkan keningnya membaca barisan angka dan huruf yang berjajar di sana. Telunjuknya menggaruk keningnya yang tak gatal.
"Papa gak salah, kasih berkas ini padaku?" Al menggeleng.
"Kamu pasti bisa." Al bersedekap dan menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi kerjanya.
"Seharusnya papa berikan ini pada Luna. Aku ini bukan alumnus ekonomi atau bisnis. Jadi, aku gak paham. Istilah di sini pun aku tidak mengerti." Darren merasa semakin lelah.
"Kamu pasti bisa. Papa akan kasih kamu waktu dua minggu untuk memecahkan kesalahan dalam laporan keuangan ini." Darren berdiri dan akan meninggalkan ruang kerja ayahnya itu.
"Tanpa bantuan Luna!" Darren berhenti melangkah selama beberapa detik.
Setelah itu, ia melangkahkan kakinya keluar tanpa menoleh lagi. Citra melihat dan mendengar semua ucapan suaminya pada putranya itu.
"Sabar ya, Nak." Citra mengusap lembut punggung Darren.
Darren menarik napas dalam dan menghembuskannya perlahan. Kemudian menganggukkan kepala dan melangkah menaiki tangga menuju kamarnya.
"Apa itu?" Luna baru saja keluar saat Darren tiba di lantai atas.
"Ah, bukan apa-apa." Darren menyembunyikan berkas itu dan masuk ke kamarnya.
Luna menatap punggung kakaknya hingga menghilang. Luna pun kembali ke kamarnya. Awalnya, ia ingin turun mengambil air hangat. Namun, ia urungkan.
*****
Pagi yang cerah kini mewarnai hidup Leo. Meski kini statusnya hanya sebagai kepala divisi import, ia merasa bangga. Tak masalah dengan status itu.
Istrinya pun, kini mulai mengurangi gaya hidup sosialitanya. Ia tak ingin semakin memberatkan suaminya. Begitupun Inggrid menasihati twins. Twins pun mengerti dan menuruti ucapan kedua orang tuanya.
Al sendiri merasa puas dengan kinerja Leo. Melihat Leo mampu melakukan pekerjaannya selama satu minggu, membuat Al yakin ada yang tidak beres dengan perusahaan.
"Gimana, Sur?" Al mendekati teman sekaligus asistennya yang tengah menyelidiki kasus ini.
"Ya, bagian keuangan langsung mengundurkan diri, saat mengetahui pergantian jabatan dari Leo padamu." Al menganggukkan kepalanya.
"Sudah ku duga. Kau tahu apa yang harus kau lakukan kan?"
Suryo menganggukkan kepala mengerti. "Tenang saja. Semua sedang diproses." Al tersenyum puas.
Siang hari, Al sengaja memanggil Leo dan ingin membicarakan masalah perusahaan. Tidak Al sangka, jika Leo cukup kompeten dalam hal ini. Al semakin tidak mengerti, apa yang salah di sini.
"Saya suka dengan ide pak Leo. Secepatnya, akan saya realisasikan." Al menjabat tangan Leo.
******
Sementara itu, di puncak tertinggi gedung Big group, Frans memasuki ruangan CEO. Ia akan melaporkan hasil pemantauannya selama kurang lebih sebulan ini.
"Bagaimana, Frans?" Dimitri masih menatap berkas di atas mejanya. Membalik halaman demi halaman dengan malas.
Frans menundukkan kepalanya. "Naratama corp., telah diambil oleh Brahmana group, tuan."
Dimitri mengangkat pandanganya. Matanya menatap tajam pada Frans. Yang ditatap hanya bisa gemetar ketakutan. Ia merasa tungkainya lemas. Bahkan, dengan tatapan yang diarahkan Dimitri padanya, serasa ada pedang yang siap menebasnya.
Dimitri terlihat menarik napas dalam. Tak ada yang bisa membaca kedalaman hatinya saat ini. Frans merasa jiwanya kembali ditarik dari jurang kematian.
"Baiklah. Awasi saja terus. Aku hanya menginginkan Aura. Kau tahukan, bagaimana caranya?"
"Saya mengerti, tuan." Dimitri mengibaskan tangannya, menyuruh Frans keluar.
Twins Bening baru saja menyelesaikan kelas mereka. Rasa lelah setelah mengikuti ujian semester, membuat keduanya ingin pulang dan beristirahat.
"Aku lelah kak." Aira menempelkan kepalanya pada Aura.
"Sama." Aura merangkul bahu adiknya.
Suara klakson mobil mengejutkan keduanya. Senyum terbit di wajah mereka saat melihat ibunya di sana. Keduanya berlari mendekati mobil itu.
"Mami," pekik keduanya.
"Hai, twins! Mami mau ajak kalian makan di restoran biasa." Inggrid tersenyum pada kedua putrinya.
"Mau, mi." Keduanya segera masuk ke mobil.
"Kalau begini, rasa lelahku hilang kak." Aira menoleh ke belakang melihat kakaknya.
"Iya, aku juga. Makasih ya, mi." Aura memeluk ibunya dari belakang.
"Sama-sama, Sayang." Inggrid mengusap lengan putrinya.
*****
Sampai sini dulu ya genks.... sampai jumpa besok🤗🤗🤗😘😘😘💖💖💖
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!