NovelToon NovelToon

Dendam Dan Hasrat Sang Mafia

01. Kecelakaan Tragis

Suara lagu selamat ulang tahun memenuhi ruangan di sebuah rumah megah milik seorang pengusaha kaya bernama Edward Albana.

"Selamat ulang tahun, Ayah." Seorang gadis cantik berdarah campuran Korea-Amerika memberikan sebuah kecupan di pipi sang ayah.

"Selamat ulang tahun, Paman."

Dilanjutkan dengan ucapan dari seorang pria muda yang tampan, sahabat dari sang putri.

"Terima kasih, Eric. Dan kau putriku." Edward memeluk putrinya yang bernama Eryn.

"Aku sangat senang karena kalian masih ingat hari kelahiran pria tua ini. Tidak seperti anak kurang ajar yang selalu datang terlambat di hari ulang tahun ayahnya sendiri."

Eric dan Eryn saling pandang.

"Ayah, jangan memarahi El jika dia datang nanti. Ayah tahu bukan, dia sangat sibuk karena harus bekerja," ucap Eryn.

"Dasar anak tidak tahu diuntung! Awas saja jika dia datang nanti!" Sungut Edward.

"Umm, Paman. Sebaiknya Paman potong dulu kuenya. Kue ini Eryn sendiri yang membuatnya khusus untuk Paman."

"Benarkah, Nak? Kau yang membuatnya sendiri? Sejak kapan kau pandai memasak?"

"Aku masih amatir, Ayah."

"Meski masih amatir, Ayah akan tetap menghabiskan kue buatan putriku."

Edward mulai memotong kue dan menyendok sedikit demi sedikit lalu memberikanya bergantian pada Eryn dan Eric.

"Kuenya enak, Nak. Terima kasih ya." Edward kembali mengecup kening putrinya.

"Iya, Ayah. Ini semua untuk Ayah. Terima kasih sudah mengasuhku selama ini."

"Jangan bicara begitu. Kau adalah putriku yang berharga."

Saat sedang bersenda gurau, tiba-tiba suara menggelegar seorang pria menginterupsi mereka bertiga.

"Selamat ulang tahun, Ayah!" seru pria yang tak lain adalah Eldric, putra Edward.

Saat Eldric berusia 8 tahun, Edward mengadopsi seorang gadis kecil berusia lima tahun yang bernama Eryana Kim. Edward sangat ingin memiliki seorang putri, namun takdir berkata lain ketika istrinya harus meninggal saat melahirkan anak kedua mereka. Ibu dan bayi nya tak bisa diselamatkan.

Hingga akhirnya Edward bertemu dengan Eryn saat pria itu datang ke sebuah panti asuhan untuk berdonasi. Ia langsung jatuh hati pada Eryn yang memiliki senyum manis dan indah di wajah mungilnya. Selama hidupnya Eryn tak pernah merasakan kasih sayang sebuah keluarga hingga Edward membawanya masuk ke dalam rumah besarnya.

Eldric berjalan menghampiri Edward lalu memeluknya.

"Selamat, Ayah! Maaf aku datang terlambat," ucap Eldric dengan mengedipkan matanya.

"Dasar anak nakal! Kau sengaja melakukan ini pada ayahmu, huh!" Edward memukuli Eldric.

"Ampun, Ayah! Jangan memukulku!"

Eryn menatap Edward seakan meminta untuk jangan menghukum Eldric.

"Ayah, aku punya kado istimewa untukmu." Eldric menyerahkan sebuah map kepada Edward.

"Apa ini?" Edward membuka map yang berisikan sebuah berkas perjanjian kerja sama.

"Aku berhasil mendapatkan kontrak kerja sama dengan JK Grup, Ayah!" seru Eldric.

Mata Edward membola dan berbinar bahagia.

"Benarkah, Nak? Kau benar-benar anak yang bisa diandalkan!" Edward menepuk bahu Eldric.

"Tentu saja!" Eldric mengedipkan matanya kearah Eryn. Sebuah kode cinta yang membuat Eryn tersipu malu.

"Bagaimana kau bisa mendapatkan ini, Nak? Bukankah JK Grup sangat sulit didekati?" tanya Edward penasaran.

"Jika ini untuk Ayah, tak ada yang sulit bagiku!" Eldric menepuk dadanya bangga kemudian ia tertawa.

Kemudian di susul gelak tawa dari ke tiga orang lainnya.

......***......

Setelah acara makan malam selesai, Eryn kembali ke kamarnya untuk beristirahat. Rasanya seharian ini ia merasa lelah setelah merancang pesta kecil-kecilan untuk ayahnya.

Tubuh lelah Eryn direbahkan di atas ranjang empuk miliknya. Sejak masuk ke keluarga Albana, Eryn si anak panti asuhan menjelma menjadi putri keluarga kaya yang di manja oleh Edward. Meski Eryn tak begitu suka kemewahan, namun Edward selalu memberikan yang terbaik untuk gadis itu.

"Lelah sekali rasanya. Besok aku ada kuliah pagi, aku harus segera tidur," gumam Eryn kemudian memejamkan mata.

Baru sebentar ia terlelap, tiba-tiba ia merasakan sebuah pelukan hangat yang melilit tubuhnya.

"Sayang..." Suara berat itu adalah milik Eldric.

"Hmm, ada apa? Aku sangat mengantuk. Tidurlah!" gumam Eryn.

"Aku merindukanmu!" bisik Eldric.

Eryn melepas tangan Eldric yang melilit di pinggangnya. Ia membalikkan badan dan menatap pria yang ada di depannya.

"Aku juga merindukanmu. Bagaimana harimu? Kau pasti lelah mengejar kontrak dari JK Grup."

"Iya. Tapi lelahku hilang ketika melihatmu."

"Ish, kau!" Eryn memukul pelan lengan Eldric.

Tanpa berbasa-basi Eldric segera meraih bibir tipis milik Eryn. Kakak beradik tiri ini menjalin kasih secara diam-diam dibelakang Edward. Namun Eldric sendiri sudah yakin dengan perasaannya terhadap Eryn dan akan mencari waktu yang tepat untuk bicara dengan ayahnya.

.

.

.

Pagi menjelang, Eryn membuka matanya perlahan. Ia melihat pria tampannya masih setia menutup mata.

"Bangun, El." Eryn mengusap rahang kokoh itu lembut.

Si empunya akhirnya terbangun dan menatap wajah kekasihnya.

"Morning, Senorita..." Suara Eldric terdengar serak.

"Hmm, bangunlah! Jangan sampai ayah tahu kau ada disini!" ucap Eryn.

Eldric menatap Eryn dalam. "Aku akan mencari waktu untuk bicara dengan ayah. Aku ingin segera menikahimu."

"Ish, kau! Aku masih 19 tahun. Aku juga masih kuliah," tolak Eryn.

"Hmm, baiklah. Paling tidak kita beri tahu ayah dulu saja." Eldric segera bangkit dan memakai celana pendeknya. Ia bertelanjang dada dan berpamitan pada Eryn.

"Aku ada rapat pagi ini. Aku akan menjemputmu pulang kuliah nanti."

Eryn mengangguk dan merapatkan selimut yang menutupi tubuh polosnya. Semalam ia melakukan pergumulan panas bersama Eldric. Meski tubuhnya lelah karena digempur Eldric, namun ia bahagia merasakan cinta yang begitu dalam dan tulus dari kakak tirinya itu.

Sore harinya, Eldric menjemput Eryn yang telah menyelesaikan kuliahnya. Eryn berpamitan pada teman-temannya dengan alasan kakaknya sudah datang menjemput.

"Mereka tidak terlihat seperti kakak adik. Lebih tepat pada sepasang kekasih," celetuk Esther.

"Sudahlah! Jangan mengurusi urusan orang lain. Ayo kita juga pulang!" sahut Lolita, sahabat dekat Eryn. Sebenarnya, Lolita tahu seperti apa hubungan Eryn dan kakak tirinya itu. Namun ia menjaga rapat-rapat rahasia sahabatnya itu.

Eryn menyenderkan tubuhnya ke sandaran mobil.

"Lelah sekali!" ucapnya.

"Lebih lelah mana saat bercinta denganku?" tanya Eldric menggoda.

"Ish, kau!" Wajah Eryn memerah.

"Aku serius, Ryn. Aku sangat mencintaimu."

Eryn tersenyum. "Aku tahu, El..."

"Aku punya sesuatu untukmu. Bukalah dashboard dan ambil sebuah kotak," perintah Eldric.

Eryn mengernyitkan dahinya namun ia tetap membukanya. Sebuah kotak cincin berada disana.

"Apa ini?" Eryn bertanya sambil membuka kotak kecil itu.

"Itu untukmu! Anggap saja aku sedang melamarmu!"

"Yang benar saja?" Eryn tak bisa menyembunyikan rasa bahagianya, kemudian ia memeluk Eldric yang masih menyetir mobil. Ia memakai cincin berlian pemberian Eldric di jari manisnya.

"Aku juga punya sesuatu untukmu!" ucap Eryn. Ia mengambil sebuah kotak dari dalam tasnya.

"Aku sudah agak lama membelinya. Aku ingin memberikan ini untukmu setelah kau berhasil memenangkan proyek dengan JK Grup." Eryn membuka kotak dan memakaikan sebuah jam tangan ke pergelangan tangan Eldric.

"Ini sangat indah, sayang. Terima kasih," ucap Eldric sambil berusaha menginjak pedal rem. Ia berencana ingin menepikan mobil karena ingin memberikan sebuah kecupan untuk kekasihnya.

Wajahnya mengernyit bingung ketika tidak berhasil menghentikan laju kendaraannya.

"Ada apa, El?" tanya Eryn.

"Entahlah! Remnya tidak berfungsi," ucap Eldric mulai panik.

"A-apa?!" Eryn memekik terkejut.

Eldric berusaha untuk menstabilkan laju kendaraannya. Sementara Eryn terus berpegangan berharap semua akan baik-baik saja.

"Ryn, kau harus melompat dari mobil," ucap Eldric.

"Apa? Tidak! Kita akan menghadapi ini bersama!" tegas Eryn.

"Jangan membantah! Kau harus keluar dari dalam mobil," perintah Eldric.

Karena terus mendapat penolakan dari Eryn, dengan terpaksa Eldric melepas sabuk pengaman milik Eryn dan mendorong tubuh gadis itu keluar dari dalam mobil. Eryn berguling di tengah jalan. Beruntung tidak ada mobil yang melintas.

Eldric yang sudah menyelamatkan kekasihnya, kini giliran dirinya yang akan melompat keluar dari mobil. Namun nahas, sabuk pengamannya tersangkut dan tak bisa ia buka.

Hingga akhirnya Eldric memutuskan untuk membelokkan kemudi ke arah kiri menuju ke sebuah jurang. Eryn hanya membeku melihat mobil Eldric masuk ke dalam jurang.

"Tidak!" teriak Eryn setelah mendengar sebuah ledakan yang cukup keras dari dasar jurang.

...B e r s a m b u n g ...

*Halo genks, bertemu lagi dengan Makthor dalam sebuah karya yg baru 💋💋

Cerita ini sedikit bergaya telenovela, ha ha.

Semoga kalian sukak

Jangan lupa dukungannya ya genks 💋💋

02. Sebuah Prasangka

Di sebuah jalanan kota Bogota, Eryn mematung dan menatap kosong kearah depan. Ia tak mempedulikan semua orang yang sibuk berlalu lalang di sekitarnya. Suara sirine ambulans dan beberapa mobil patroli polisi bersahutan dan memekakkan telinganya. Beberapa saat kemudian, tubuhnya ambruk tak sadarkan diri.

Seorang petugas ambulans segera membawa tubuh lemah Eryn dan melaju menuju ke rumah sakit terdekat. Salah seorang petugas menghubungi keluarga gadis yang tak sadarkan diri itu.

Beberapa jam kemudian, Eryn mulai membuka mata dan memperhatikan sekelilingnya. Ruangan yang ditempatinya bernuansa serba putih. Ia tahu jika dirinya berada di dalam kamar rumah sakit.

"Sejak kapan aku disini? El?" Pikirannya tiba-tiba tertuju pada sang kekasih, Eldric.

Eryn segera bangun dan berjalan tertatih. Ketika akan membuka handel pintu, sayup-sayup ia mendengar suara seseorang yang ia kenali. Itu adalah suara Edward, ayahnya.

"Maaf, Tuan Albana. Kami tidak menemukan tubuh putra Anda di dalam mobil yang jatuh ke jurang itu. Melihat kondisi mobil yang terbakar, dipastikan putra Anda tidak akan selamat," ucap seorang petugas polisi.

Tubuh Eryn membeku seketika. Kemudian tubuhnya luruh ke lantai. Air matanya kembali mengalir.

Edward yang mendengar suara tangis dari dalam kamar, segera masuk dan melihat Eryn terduduk di lantai sambil menangis.

"Sayang! Kau sudah sadar?" Edward memapah tubuh Eryn untuk duduk di sofa.

"Ayah... Apa benar El sudah tiada?" tanya Eryn dengan wajah penuh air mata.

"Sayang, kita masih belum bisa memastikan." Edward berusaha setenang mungkin agar tidak membuat putrinya bertambah sedih. Meski dalam hatinya juga bergemuruh dan sesak.

Eryn memeluk Edward dan menangis disana. Pria paruh baya itu mengusap punggung putrinya yang bergetar.

......***......

Pagi itu, Eryn terbangun dan tak mendapati sosok Eldric di sampingnya. Hatinya merasa sunyi dan hampa.

"Dimana kau, El? Kau tidak mungkin meninggalkanku, bukan?"

Eryn segera membersihkan diri lalu keluar kamar untuk menemui Edward. Ia berharap ada kabar baik mengenai pencarian Eldric.

Eryn terkejut karena ayahnya sedang bicara dengan seseorang. Sepertinya itu adalah petugas polisi yang kemarin bicara dengan Edward di rumah sakit.

"Kami menemukan ini, Tuan Albana," ucap petugas polisi memberikan sebuah jam tangan.

Seketika Eryn berlari dan merebut jam tangan itu. Dilihatnya lekat-lekat jam tangan yang masih bisa ia kenali meski sudah terbakar.

"Ini ... Adalah milik El, dari mana kau mendapatkan ini Pak Polisi?" tanya Eryn.

"Di dalam mobil milik tuan Eldric. Mobilnya sudah berhasil kami evakuasi dan kami menemukan ini," jawab si polisi.

"Lalu dimana El? Kau juga menemukannya?" tanya Eryn sedikit berteriak.

Edward segera menenangkan Eryn.

"Maaf, Nona. Kami tidak menemukannya. Tidak ada siapapun di dalam mobil. Dugaan sementara, tuan Eldric telah tewas."

"Tidak! Itu tidak mungkin!" teriak Eryn histeris. Ia meronta dan meminta petugas polisi untuk menemukan Eldric.

Edward yang tak tega melihat kondisi Eryn segera memeluk tubuh rapuh gadis itu.

"Ayah! Ini tidak mungkin terjadi, bukan?" tanya Eryn pada Edward.

"Ayah!" bentak Eryn.

"Tenangkan dirimu, Nak! Kita pasti bisa melewati ini semua." Edward berusaha membuat Eryn mengerti.

Hari itu juga, Edward melakukan prosesi pemakaman tanpa adanya jasad yang berada didalam peti. Pria tua itu mulai menerima kenyataan jika putranya telah tiada. Lalu bagaimana dengan Eryn?

Gadis itu terdiam dan tak mengatakan sepatah kata apa pun setelah kejadian pagi tadi. Tatapan mata gadis itu kosong seolah tubuhnya tak bernyawa. Tentu saja begitu. Ia kehilangan pria yang amat dicintainya.

Eric, sahabat Eldric juga tak menyangka jika sahabatnya akan pergi secepat ini. Ia terus menatap Eryn yang terlihat sedih dan rapuh. Eric juga menemani Edward hingga mereka kembali ke rumah.

"Terima kasih, Eric. Kau adalah sahabat yang baik," ucap Edward.

"Paman jangan khawatir. Aku akan terus mencari bukti-bukti tentang kasus kecelakaan ini. Bukankah Eryn bilang jika Eldric tidak bisa menghentikan mobilnya? Itu berarti ada seseorang yang dengan sengaja memotong kabel rem mobil Eldric."

Edward menatap menerawang. "Kau benar juga, Nak. Tapi siapa yang tega melakukan ini? Eldric tidak memiliki musuh."

"Dalam dunia bisnis, semua kawan bisa menjadi musuh, Paman. Albana Grup adalah perusahaan besar di Kolombia. Apalagi Eldric sangat cakap dalam berbisnis. Pasti banyak orang yang ingin menghancurkannya."

"Astaga! Kenapa semua jadi begini?" Edward memijat pelipisnya pelan.

......***......

Beberapa hari kemudian,

Hari-hari berkabung masih dirasakan Eryn. Hatinya amat hampa tanpa adanya kehadiran Eldric dalam hidupnya. Namun ia berusaha untuk tetap tersenyum di hadapan Edward.

Edward memikul tanggung jawab yang berat untuk mengurus perusahaan setelah kepergian Eldric. Seperti hari ini, lagi-lagi Edward dikejutkan dengan kedatangan pihak berwenang yang ingin bicara dengannya.

"Ada dugaan jika putra Anda sengaja dilenyapkan, Tuan Albana," ucap si petugas.

"Apa maksud Anda?" tanya Edward.

"Apa Anda tidak mencurigai seseorang?"

"Siapa maksudmu?" Edward makin tidak mengerti.

"Putri Anda, Tuan. Dia ... Bukanlah putri kandung Anda, bukan?"

"Apa katamu? Jadi kau menuduh Eryn? Dia adalah gadis baik dan santun. Jangan pernah membahas hal ini lagi denganku! Sekarang pergilah dari sini dan anggap kau tidak pernah bicara apa pun padaku!" tegas Edward.

"Maaf, Tuan. Tapi tolong dengarkan kami dulu..." Pihak berwenang menjelaskan kepada Edward alasan mengenai Eryn dituduh menjadi penyebab kecelakaan itu terjadi.

Tanpa diketahui oleh Edward dan para petugas polisi, Eryn tengah berdiri tak jauh dari mereka dan mendengar semua pembicaraan itu. Dadanya sesak mendengar tuduhan dari para polisi itu.

Eryn menggeleng pelan kemudian kembali ke kamarnya. Ia kembali menangis disana.

......***......

Sudah seharian ini Eryn mengurung diri di kamar. Ia tak ingin bertemu dengan siapapun. Rumor mengenai dirinya mulai menyebar. Semua orang menyalahkan dirinya atas kecelakaan yang terjadi.

Dan malam ini, Eryn menatap gelapnya malam dari balkon kamarnya. Angin malam yang mulai menusuk kulitnya, membuat gadis itu memutuskan untuk masuk dan menutup pintu balkon. Ia menuju meja belajarnya dan terdiam disana.

Kemudian ia mengambil sebuah bolpoin lalu menuliskan kisahnya di buku harian miliknya.

Aku tidak pernah lupa denganmu, El. Meski kau telah jauh meninggalkan aku. Aku masih ingat tatapanmu berubah ketika aku mulai beranjak remaja. Dan kau tahu, aku juga merasakan hal yang sama.

Aku merasa berdebar saat berada di dekatmu. Kau adalah cinta pertamaku. Dan selamanya akan selalu begitu.

Aku ingat saat itu kau menjemputku sepulang sekolah. Kau terlihat marah ketika aku bicara dengan teman priaku.

Astaga, El! Mereka hanya teman sekelasku dan kau marah! Kau tahu, kau sangat lucu saat itu.

Lalu setelahnya aku bertanya kenapa kau marah. Dan kau menjawab jika kau mencintaiku. Aku terkejut, El. Aku sangat terkejut.

Ternyata kau juga merasakan hal yang sama denganku. Aku juga mencintaimu, El. Sama sepertimu.

Eryn menjeda tulisannya. Matanya menghangat mengingat kenangan bersama Eldric. Lalu ia melanjutkan tulisannya.

Setelah kau mengungkapkan perasaanmu dan aku menerimanya, kau memberikan sebuah ciuman padaku. Itu adalah ciuman pertamaku, El. Dan aku senang karena aku memberikannya padamu.

Tak terasa sudah dua tahun berlalu, El. Aku sudah menyerahkan semuanya padamu. Kenapa kau malah pergi? Apa aku sanggup menjalani kehidupan ini tanpamu, El?

"Eryn..."

Sebuah suara membuat Eryn membulatkan mata. Ia segera menoleh ke sumber suara.

"Eric?" lirih Eryn.

"Bibi Matilda bilang kau belum makan sejak pagi tadi. Kau harus makan sesuatu, Eryn."

Eryn beranjak dari meja belajarnya dan menuju ke tempat tidur.

"Aku tidak lapar," jawab Eryn.

"Makanlah! Aku membawa makanan kesukaanmu." Eric duduk di sofa kamar Eryn dan membuka sebuah bungkus makanan.

"Apa kau juga berpikiran sama dengan mereka?" tanya Eryn.

Eric menghela napasnya. Pastinya sulit berada di posisi Eryn saat ini. Statusnya yang hanya anak angkat, membuatnya harus mendapat sangkaan dari banyak orang.

Eric tersenyum kemudian menjawab. "Tidak! Aku tidak percaya dengan apa yang mereka katakan. Aku percaya padamu..."

Mendengar kata-kata Eric, Eryn pun kembali meneteskan air matanya.

"Terima kasih, Eric. Terima kasih..."

...B e r s a m b u n g...

03. Kesedihan Eryn

Hari telah kembali pagi, Eryn kembali membuka matanya. Ia ingat semalam Eric datang dan menghiburnya. Eric memintanya untuk tidak mendengarkan apa yang dikatakan oleh orang-orang di luar sana.

Eryn keluar dari kamarnya dan menuju dapur. Ia bertemu dengan Matilda, pengasuh Eryn saat kecil sekaligus asisten rumah tangga keluarga Albana.

"Bibi Matilda," panggil Eryn.

"Eh? Nona sudah bangun? Mari sarapan dulu, Nona. Bibi sudah memasak untuk Nona."

"Dimana ayahku?" tanya Eryn yang tidak melihat keberadaan ayahnya.

Matilda bingung harus menjawab apa.

"Bibi, dimana ayahku?" Eryn mendesak Matilda.

"Tuan Edward semalam tidak pulang ke rumah, Nona."

Eryn terbelalak. "Jadi, ayah masih di kantor?"

Eryn merasa bersalah pada Edward. Ia masuk ke dalam dapur dan memasak makanan kesukaan Edward.

Setelah selesai memasak, Eryn kembali ke kamar dan membersihkan diri. Kemudian ia keluar kamar dan kembali bertemu dengan Matilda.

"Nona mau pergi kemana?" tanya Matilda.

"Aku bosan di rumah terus. Aku ingin ke kampus, Bibi," jawab Eryn.

Matilda menghela napasnya. "Nona, sebaiknya Nona tetap di dalam rumah. Nona tahu bukan jika rumor tentang Nona..."

Sebelum Matilda menyelesaikan kalimatnya, seseorang sudah lebih dulu memotongnya.

"Aku akan mengantarnya!"

Eryn dan Matilda langsung menoleh kearah sumber suara. Itu adalah Eric. Pria itu menghampiri Eryn dan Matilda.

"Bibi jangan khawatir. Aku akan menjaga Eryn," ucap Eric.

Matilda tidak bisa menolak permintaan Eric. Dengan terpaksa ia mengizinkan Eryn keluar, meski sebelumnya ia sudah diwanti-wanti untuk tidak membiarkan Eryn keluar rumah.

Eric membukakan pintu mobil untuk Eryn. Gadis cantik itu masih terus terdiam dan tak mengatakan apa pun.

Eric melirik ke arah Eryn. Akhirnya ia membuka penbicaraan.

"Kau tidak berniat untuk pergi ke kampus, bukan?" ucap Eric.

Gadis itu memejamkan matanya sejenak.

"Iya, aku tidak berniat pergi ke kampus. Tolong antarkan aku ke kantor ayah. Sejak semalam ayah tidak pulang. Aku khawatir dengannya," balas Eryn dengan wajah sendu.

Eric menganggukkan kepala kemudian melajukan mobilnya menuju Albana Grup.

......***......

Eryn tiba di Albana Grup dan berjalan cepat menuju ruangan ayahnya. Beberapa pasang mata terlihat bergunjing tentangnya. Sudah ia prediksi jika orang-orang akan membicarakan hal buruk tentangnya.

"Apa yang dia lakukan disini? Apa dia masih berani menginjakkan kakinya disini?"

"Mungkin dia berpikir dengan melenyapkan Tuan Eldric dia bisa mendapatkan seluruh harta keluarga Albana."

"Dasar perempuan tidak tahu malu! Sudah untung Tuan Edward mengadopsinya, sekarang dia malah membuat ulah!"

Begitulah segelintir kalimat yang Eryn sempat dengar ketika dirinya melangkah masuk menuju ruangan ayahnya.

"Permisi, Martina, apa ayahku ada di ruang kerjanya?" tanya Eryn pada sekretaris Eldric yang kini berubah menjadi sekretaris Edward.

"Maaf, Nona. Tuan Edward sedang rapat bersama kliennya. Beliau tidak bisa diganggu," jawab Martina.

"Kalau begitu biarkan aku menunggu di ruang kerja ayah saja," ucap Eryn.

"Tapi, Nona..." Martina tidak jadi melanjutkan kalimatnya ketika melihat Eric yang memintanya untuk mengizinkan Eryn masuk. Meski hanya lewat sebuah tatapan, Martina tahu jika sahabat bosnya meminta hal itu.

"Silakan masuk, Nona." Martina mempersilakan Eryn menunggu di ruangan ayahnya.

Eric senantiasa menemani Eryn. Pria itu tahu jika hati gadis ini sedang tidak baik-baik saja.

Setelah menunggu selama 30 menit, Edward masuk ke dalam ruang kerjanya dan melihat Eryn ada disana.

"Ayah!" seru Eryn menghampiri Edward.

"Eryn? Kau ada disini, Nak?" Edward nampak terkejut melihat kehadiran Eryn.

"Aku khawatir dengan Ayah. Ini aku bawakan makanan untuk Ayah. Aku yang memasaknya sendiri." Eryn mengeluarkan kotak makan yang ia simpan di dalam tasnya.

"Makanlah, Ayah!" pinta Eryn.

Edward menatap sendu kearah putrinya.

"Terima kasih, Nak." Sungguh Edward tidak tega melihat raut sedih di wajah Eryn.

......***......

Rumor mengenai Eryn mulai mereda, karena Edward sendiri tidak pernah berpikir jika putri angkatnya telah melenyapkan putranya. Ia juga meminta orang-orangnya untuk menghentikan rumor yang menyebar tentang Eryn.

Gadis itu masih beraktifitas seperti biasa. Meski senyumnya tak lagi mengembang seperti dulu, namun sebisa mungkin ia menyembunyikan kesedihannya.

Seperti saat ini, Eryn tengah berjalan cepat menyusuri lorong-lorong rumah sakit dimana ayahnya dirawat. Sudah satu bulan sejak kematian Eldric, Edward yang mengambil alih semua pekerjaan Eldric hingga membuat tubuh rentanya kelelahan dan jatuh pingsan saat sedang memimpin rapat penting.

Air mata yang sedari tadi Eryn tahan, akhirnya luruh juga ketika melihat ayahnya yang terbujur kaku diatas brankar rumah sakit.

"Ayah!" panggil Eryn lirih.

Terlihat seorang dokter sedang memeriksa kondisi Edward.

"Tuan Edward mengalami serangan jantung. Beliau juga kelelahan dan terlalu banyak pikiran. Bersabarlah, Nona. Dan tolong jaga ayah Nona," ucap seorang dokter usai memeriksa kondisi Edward.

Eryn menghapus air matanya kemudian mengangguk. Setelahnya dokter itu berpamitan kepada Eryn.

"Ayah..." Lirih Eryn disamping ayahnya.

"Kumohon jangan tinggalkan aku. Apa yang harus kulakukan tanpamu dan juga El..." Eryn yang kelelahan menangis, akhirnya tertidur disamping Edward dengan posisi duduk.

Satu jam kemudian, Eryn terbangun karena merasakan pegal di area tangannya yang ia jadikan sebagai bantal. Ia melirik Edward yang masih terpejam.

"Ayah, bangunlah! Aku mohon..."

Terdengar bunyi perut Eryn yang meminta untui di isi. Ia lupa jika sedari pagi dirinya belum memakan apa pun. Ia memutuskan untuk keluar kamar dan menuju kantin rumah sakit.

Di saat seperti ini ia tak boleh lemah. Ia harus kuat untuk bisa menjaga ayahnya. Begitulah pikiran Eryn saat ini.

Setelah menyantap makanan di kantin, Eryn segera kembali ke kamar rawat Edward. Ia tak ingin terlalu lama meninggalkan Edward.

Namun Eryn tertegun ketika melihat beberapa orang perawat berlarian menuju kamar ayahnya. Eryn segera mempercepat langkahnya.

"Ada apa ini?" tanya Eryn.

"Maaf, Nona. Kami belum bisa memastikannya. Kami akan membawa pasien ke ruang periksa terlebih dahulu."

"Hah?!" Eryn syok mendengar jawaban si perawat. Pasti terjadi sesuatu dengan ayahnya.

Perawat mendorong brankar ayahnya keluar dari kamar. Eryn melihat napas ayahnya yang tersengal.

"Tidak! Itu tidak mungkin!" Pikiran buruk mulai menggelayutinya.

"Tuhan, tolong jangan ambil ayahku! Aku tidak memiliki siapapun lagi di dunia ini!" batin Eryn dengan tubuh yang mulai limbung.

Beruntung seseorang segera menangkap tubuh lemah Eryn.

"Eric?" Eryn bergumam.

"Kau baik-baik saja?" tanya Eric.

Eryn menggeleng. Tangisnya kembali pecah. Eric segera membawa tubuh Eryn dalam dekapannya. Ia begitu iba melihat kesedihan Eryn yang bertubi-tubi.

......***......

Dan disinilah Eryn berdiri sekarang. Di depan dua buah makam orang-orang terkasihnya. Edward tidak bisa diselamatkan. Kini tinggalah Eryn sendiri dengan mendapat tatapan dan cibiran dari orang-orang yang mengenal keluarga Albana.

Eryn Albana, ia juga menyandang nama besar keluarga Albana sejak Edward memutuskan untuk mengadopsi dirinya. Namun kini kebahagiaan itu telah sirna. Berganti dengan kesedihan yang berturut-turut.

Eryn yang masih berusia 19 tahun, terpaksa menggantikan posisi ayahnya menjadi pemimpin perusahaan. Namun apa yang bisa Eryn lakukan? Ia bahkan tak mengerti sama sekali tentang bisnis.

Hari itu, perwakilan dari JK Grup datang untuk menemui Eryn. Kontrak kerjasama yang dengan susah payah didapatkan oleh Eldric, kini terpaksa harus batal karena Eryn tak memiliki kapasitas untuk memimpin proyek.

"Saya Lee Hyun Woo, saya perwakilan JK Grup dengan sangat berat hati menyampaikan kepada Nona jika kerjasama antara Albana Grup dan JK Grup tidak bisa dilanjutkan."

Eryn hanya bisa diam. Ia mengerti pastinya satu persatu klien milik mendiang ayah dan kakaknya akan pergi karena tak ada yang bisa menggantikan mereka.

"Baik, Tuan. Terima kasih. Mohon maaf karena harus membatalkan kontrak dengan cara seperti ini," ucap Eryn.

Setelah kepergian perwakilan JK Grup, Rodrigo yang tak lain adalah pengacara Edward datang menemui Eryn.

"Maaf, jika saya harus menemui Nona saat Nona masih berkabung. Tapi, ada hal penting yang harus saya sampaikan mengenai perusahaan dan juga surat wasiat dari tuan Edward."

"Tidak apa, Paman. Katakan saja. Aku baik-baik saja."

"Dengan sangat terpaksa kita harus menjual semua aset dan saham perusahaan. Terjadi banyak masalah setelah kepergian tuan Eldric dan tuan Edward. Saya harap Nona mengerti."

Dengan berat hati Eryn menjawab. "Aku mengerti, Paman. Lakukan saja apa yang perlu dilakukan. Aku sudah tidak memiliki siapapun di dunia ini. Tak masalah jika aku juga harus kehilangan semuanya." Buliran bening itu meluncur di pipi mulus Eryn bersamaan dengan ia menandatangani semua berkas persetujuan penjualan saham dan aset.

...B e r s a m b u n g...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!