Aleta Queenby Elvina, gadis cantik yang bekerja sebagai desainer interior di sebuah perusahaan yang tidak terlalu besar. Wanita yang akrab disapa Aleta tersebut mendapatkan pekerjaan tersebut karena kemampuannya dibidang desain interior yang cukup bagus.
Aleta sebenarnya adalah anak tunggal dari seorang pengusaha manufaktur dibidang komunikasi dan elektronik. Akan tetapi, Aleta sama sekali tidak tertarik bergabung dengan perusahaan papanya. Dia lebih memilih bekerja di perusahaan yang sesuai dengan keahliannya.
Meskipun dia bekerja di perusahaan kecil. Tapi Aleta yakin dengan kemampuan teman-teman kerjanya yang lain. Dia juga sangat yakin bisa membuat perusahaan kecil itu menjadi besar suatu saat nanti.
Keoptimisan dan keceriaan wanita berusia 25 tahun tersebut membuat dia mudah sekali mendapatkan teman di tempat kerjanya. Dan banyak disukai orang.
"Al, kamu nggak mau ikut kita clubbing?" tanya Indah rekan kerjanya.
"Enggak ah, aku capek banget, pengen istirahat. Besok kan masih harus meeting pagi-pagi juga. Kalian aja yang pergi, aku pulang aja." Aleta memang seorang gadis yang tidak terlalu suka dengan dunia malam.
Bukannya sama sekali tidak tertarik. Dia juga sesekali pergi ke club malam. Tapi itu hanya saat dia merasa suntuk aja, tidak untuk kebiasaan.
Selesai kerja dia langsung pulang ke rumah. Berkali-kali dia menguap saat sedang mengemudikan mobilnya. Juga sesekali meregangkan otot lehernya yang terasa kaku.
Beberapa hari terakhir dia harus sering sekali pulang lewat dari jam kerja karena pekerjaan yang menumpuk. Jarak rumah dengan tempat kerjanya tidak terlalu jauh. Aleta memerlukan waktu kurang lebih 30 menit untuk menempuh perjalanan.
Setibanya di rumah. Aleta melihat sebuah mobil mewah yang terparkir di depan rumahnya. Aleta dengan seksama mengamati mobil tersebut. "Mobil siapa sih?" pikir Aleta, karena dia baru pertama kali melihat mobil tersebut ada di rumahnya.
"Oh mungkin temen papa.." Aleta baru ingat jika papanya pernah bilang jika akan ada temannya yang akan berkunjung ke rumah mereka.
Aleta melangkahkan kakinya dengan riang memasuki rumahnya. Sembari bersenandung riang Aleta terus menerobos masuk ke dalam rumahnya seperti biasa.
Dia melihat 3 orang asing terdiri dari sepasang suami istri dan 1 pemuda. Mereka sedang mengobrol dengan kedua orang tuanya. Dari suara tawa yang sempat Aleta dengar, sepertinya obrolan tersebut sangatlah seru.
"Malam pa, ma.." sapa Aleta kepada kedua orang tuanya.
"Malam nak," jawab Siska, mamanya Aleta.
"Kok baru pulang, banyak pekerjaan ya?" tanya Tessa, satu diantara ketiga tamu tersebut.
"I..ya.. tan..te..." Aleta menjawab dengan terbata-bata. Dia merasa tidak mengenal sosok perempuan paruh baya tersebut. Jadi Aleta terlihat agak gugup.
"Kamu udah besar ya sekarang, mana cantik banget lagi.." ucap Tessa kembali.
"Makasih tante.."
Tak berselang lama, Darwis, papanya Aleta memperkenalkan tamunya kepada Aleta. "Al, ini tante Tessa sama om Hendra. Mereka teman papa waktu kecil. Dan ini, Sakha, anak tante Tessa dan om Hendra.."
"Aleta tante.."
"Aleta om..."
"Aleta kak.."
Aleta memperkenalkan dirinya kepada tamu papanya. Dan perkenalannya disambut baik oleh Tessa dan Hendra. Tapi, Aleta merasa kesal dengan anak mereka, Shaka.
Menurut Aleta, dia terkesan cuek dan acuh tak acuh. Dia juga hanya menjabat tangan Aleta tanpa berkata apapun. Entah itu namanya kek, atau apa kek.
Dan itu membuat Aleta sangatlah kesal.
"Ini anak tante, namanya Sakha.."
"Kenalin nama kamu ke Aleta!" Tessa menyenggol pelan tangan anaknya yang sedari tadi hanya diam saja. Sepertinya Sakha merasa tidak nyaman dengan situasi tersebut.
"Maaf, Sakha anaknya memang agak pemalu.." Tessa tersenyum kecil sembari menyenggol tangan Sakha kembali.
Setelah berkali-kali disenggol mamanya. Sakha akhirnya membuka suara juga. Dia tidak mau membuat papa dan mamanya malu.
"Sakha.." ucapnya singkat.
Acara ngobrol diganti dengan acara makan malam yang sudah disiapkan oleh Siska selaku tuan rumah. Dan acara makan malam itu cukup menyenangkan sampai tiba saatnya, Darwis menjelaskan maksud dari acara makan malam antara kedua keluarga tersebut.
"Disini papa mau jelasin maksud kedatangan om Hendra beserta keluarga. Maksud mereka datang bukan hanya untuk temu kangen, tapi untuk melamar kamu untuk anak mereka, Sakha.." tanpa basa basi Darwis mengatakan tujuan mereka bertemu dan makan malam.
"Lamar???" Aleta dan Sakha sama-sama kaget.
Tanpa angin tanpa hujan. Tiba-tiba ada seorang pemuda melamar Aleta. Sementara Aleta sendiri sudah memiliki kekasih.
Bukan hanya Aleta yang terkejut. Tapi juga Sakha yang dari awal tidak tahu semua itu. Awalnya mama dan papanya hanya mengajak untuk berkunjung ke rumah teman lama dan makan malam saja. Tidak ada pembicaraan mengenai lamaran sebelumnya.
"Maksudnya gimana sih pa? Jangan bercanda deh!" Aleta tentu saja menolak.
Melihat Aleta yang bingung dan terlihat agak marah. Juga melihat Sakha yang sepertinya juga terkejut. Hendra pun menyodorkan sebuah kotak berisi perhiasaan dan juga sepucuk surat yang sudah terlihat kusut.
"Kha, ini adalah surat wasiat dari kakek kamu, sebelum meninggal, kakek sempat menulis surat ini yang isinya kakek ingin menjodohkan kamu dengan anak dari om Darwis."
"Dulu, papanya om Darwis dan kakek kamu itu sahabatan, dan mereka membuat janji itu." Hendra menyerahkan surat tersebut kepada anaknya.
"Tapi kan cucu kakek bukan hanya aku, pa?" Sakha masih belum terima dengan penjelasan papanya.
"Tapi kamu cucu kesayangan kakek, apa kamu tega biarin kakek kamu sedih disana?"
Sakha menghela nafas dalam. Dia mulai membaca surat yang ditulis dengan tangan sendiri oleh kakeknya. Dan disitu dikatakan dengan jelas sesuai dengan apa yang papanya katakan tadi.
"Maaf om, pernikahan ini bukan hanya dari pihak om aja yang terlibat. Harusnya kalian juga tanya pendapat aku dan keluarga aku kan. Nggak bisa hanya terpacu dari surat wasiat saja." Aleta jelas sekali menolak perjodohan yang tidak masuk akal tersebut.
"Papa setuju dengan perjodohan ini." sahut Darwis yang membuat Aleta semakin melotot.
Darwis kemudian juga menyodorkan sebuah surat yang juga terlihat kusut. "Ini juga surat yang kakek kamu tulis sendiri, dan isinya sama dengan yang ditulis oleh kakeknya Sakha." imbuh Darwis.
Aleta seketika membuka surat tersebut dan membacanya. Dia melotot melihat isi surat dari kakeknya tersebut.
"Nggak, ini nggak masuk akal.. Aku nggak mau dijodohin pa.."
"Kamu tidak bisa menolaknya Aleta, kamu tahu kan kamu cucu satu-satunya kakek kamu.."
"Tapi kenapa papa baru kasih tahu ke Aleta sekarang? Padahal kakek kan sudah lama meninggal?"
"Karena waktu itu papa dan mama bingung mau cari kemana om Hendra. Kita sudah pisah sangat lama waktu kalian masih sama-sama kecil, dan kita tidak memiliki kontak satu sama lain, begitu juga dengan kakek kalian yang kehilangan kontak satu sama lain setelah om Hendra pergi."
"Bener Al, om Hendra juga baru tahu mengenai surat tersebut setelah kakeknya Sakha meninggal setahun yang lalu. Kita sempat cari kalian juga, segala upaya kita lakukan, dan akhirnya menemukan kalian sebulan yang lalu."
"Papa sama om Hendra sama-sama menjelaskan mengenai surat wasiat dari kakek kalian. Kemudian papa dan om Hendra menyiapkan semuanya untuk pernikahan kalian yang akan dilaksanakan dua minggu dari sekarang.."
Aleta dan Sakha kembali terkejut dengan perkataan yang diucapkan oleh Darwis. Dan ternyata, semua itu telah direncanakan dari awal tanpa menanyakan pendapat dari Aleta dan juga Sakha.
"Dua minggu? Kalian udah rencanain ini semua tapi tidak tanya dulu pendapat Sakha?" tanya Sakha yang sepertinya sangat kecewa dengan apa yang papanya lakukan.
"Kamu tidak bisa menolak, kecuali kamu ingin membuat kakek kamu sedih.." Sakha tidak bisa membantah lagi. Dia memang paling dekat dengan kakeknya dibanding saudaranya yang lain.
"Kamu juga tidak bisa menolak Aleta.." ucap Darwis.
"Tapi Aleta punya pacar pa, papa nggak bisa seenaknya seperti ini!" Aleta yang marah kemudian meninggalkan meja makan dan berlari menuju kamarnya.
"Aleta...." seru Darwis.
"Udah biarin aja, mungkin Aleta masih kaget dengan rencana kita ini." ucap Tessa.
"Kalian memang konyol!!" giliran Sakha yang marah dan meninggalkan perjamuan tersebut.
"Sakha!!!" seru Hendra.
"Mungkin Sakha juga kaget." ucap Siska.
Tessa dan Hendra kemudian berpamitan kepada Darwis dan Siska. Dan Hendra mengatakan jika rencana mereka harus terlaksana demi mendiang papa merrka masing-masing.
"Iya, aku akan bujuk anak aku.." jawab Darwis.
Aleta terus ngedumel di dalam kamarnya. Dia tidak habis pikir dengan kedua orang tuanya yang bisa-bisanya mengambil keputusan besar itu tanpa menanyakan pendapatnya. Karena merasa kesal dan gerah. Aleta memutuskan untuk mandi terlebih dahulu.
Selesai mandi, Aleta mengirim pesan untuk kekasihnya. Aleta meminta supaya kekasihnya menelepon karena Aleta ingin curhat. Sebelumnya Aleta sudah menghubungi kekasihnya terlebih dahulu. Akan tetapi kekasihnya tidak mengangkat telepon darinya.
Entah kenapa akhir-akhir ini kekasihnya sulit sekali dihubungi. Dia membalas chat dari Aleta dengan begitu lama. Tidak berinisiatif untuk mengirim pesan duluan. Atau bahkan seharian tidak mengirim pesan sama sekali.
Aleta tidak berpikiran negatif kepada kekasihnya tersebut. Karena setiap kali kekasihnya membalas pesannya. Dia akan mengatakan jika dia sedang sibuk. Dan Aleta percaya itu. Karena kekasih bekerja di sebuah perusahaan besar yang pastinya banyak sekali pekerjaan. Apalagi kekasihnya akan dipromosikan jabatannya.
"Hah..." Aleta melemparkan dirinya ke kasur.
Menatap langit-langit kamarnya. Aleta kembali teringat akan perjodohannya. Apa yang membuat Aleta kesal, karena papanya sama sekali tidak memberitahunya. Dan juga karena cowok yang dijodohkan dengannya cowok yang nggak banget menurut Aleta.
Cowok yang dingin yang terlihat begitu sombong.
Mengingat betapa menyebalkan cowok itu mrmbuat Aleta kembali merasa kesal. Meskipun baru pertama kali bertemu tapi Aleta yakin jika cowok itu sangatlah menyebalkan. Terlihat dari wajahnya yang dingin.
Tokkk!
Tokkk!
"Mama boleh masuk nggak nak?" seru Siska dari luar kamar Aleta.
"Masuk aja ma!" seru Aleta tanpa bergerak dari tempatnya. Dia terlalu malas untuk bangun.
Siska membuka pintu kamar Aleta yang tidak terkunci. Melihat anak perempuannya sedang rebahan diatas kasur empuknya. Siska mulai mendekati Aleta dan duduk dipinggiran ranjang.
"Nak, mama tahu kamu pasti sedih sekarang. Tapi, kita lakuin itu demi kebaikan kamu. Sakha anak yang baik meskipun dia terlihat dingin, dan dia dari keluarga baik juga. Papa dan mama kenal orang tua Sakha sudah sangat lama." ucap Siska tanpa basa basi.
"Tapi pernikahan itu hal yang besar ma, ini hidup Aleta, Aleta yang jalani, jadi please, biarin Aleta tentuin siapa yang akan menjadi pendamping hidup Aleta sendiri!"
Aleta menolak perjodohan tersebut karena beranggapan bahwa dia bisa memilih pendamping hidupnya sendiri. Lagipula dia juga sudah dewasa dan dia sendiri yang menjalani hidup ini.
"Nak, yakinlah bahwasanya apa yang dilakukan oleh papa dan mama itu demi kebaikan dan kebahagiaan kamu."
"Kamu juga pasti ingin kan kakek bahagia disana? Ini permintaan kakek nak.." Siska kembali menjelaskan kepada putri semata wayangnya.
"Tapi Aleta punya pacar ma, nggak mungkin Aleta tinggalin dia begitu saja. Aleta cinta sama Rey, ma.."
"Mama dan papa nggak yakin sama Rey. Buktinya kalian sudah lama pacaran tapi dia belum mau lamar kamu juga."
"Rey janji setelah dia naik jabatan, dia akan lamar Aleta kok ma." Aleta menentang pemikiran negatif mamanya untuk kekasihnya.
"Terus mama yakin sama cowok tadi, padahal kita sama sekali belum pernah kenal. Mama yakin nyerahin anak mama satu-satunya untuk lelaki yang tidak mencintai Aleta?" Aleta membalik perkataan dari mamanya.
Dengan Rey yang sudah menjadi pacar Aleta selama lebih dari 4 tahun semenjak mereka kuliah. Orang tuanya aja tidak yakin. Apalagi dengan lelaki yang baru mereka kenal selama sebulan belakangan.
"Aleta anak mama satu-satunya loh." imbuh Aleta menegaskan posisi pentingnya untuk papa dan mamanya.
"Mama dan papa yakin jika Sakha bisa lebih bertanggung jawab daripada Rey." tetap saja, Siska teguh pada pendiriannya.
"Ma, aku ini anak mama atau boneka mama sih? Heran deh.." tanya Aleta dengan sangat marah karena mamanya sama sekali tidak mengerti akan perasaannya.
"Percaya sama mama dan papa! Kami berdua orang tua kamu, kami tidak akan mencelakakan anak kami sendiri.." Siska meraih tangan Aleta untuk menenangkannya.
"Mama sadar nggak sih, dengan memaksa Aleta seperti ini, itu membuat Aleta sedih, ma.." Aleta menarik tangannya dari genggaman mamanya.
Siska hanya tersenyum kecil. Bukannya tidak mau mengerti perasaan anaknya. Tapi dia yakin dengan pilihan mertuanya bahwa Sakha adalah pilihan yang tepat untuk putrinya.
Apalagi Sakha dari keluarga yang sangat baik dan dia juga sudah mengenalnya lama. Dan juga karena Siska sendiri merasa tidak yakin dengan pacar Aleta. Siska merasa jika pacar Aleta tersebut bukanlah pemuda yang baik.
Siska kemudian menarik Aleta ke dalam pelukannya. Kasih sayang orang tua yang lebih besar dari kasih sayang siapapun. Orang tuamulah yang akan pertama bersedih saat kamu terluka. Dan pertama yang merasa bahagia saat kamu bahagia.
Darwis masuk juga ke kamar anaknya. Dia melihat istrinya yang sedang memeluk putri semata wayang mereka. Senyuman dibibirnya mengembang. Tidak ada yang lebih membahagiakan ketika melihat orang-orang yang kita sayangi akur.
"Pa, Aleta nggak mau dijodohin. Aleta cinta sama Rey.." rengek Aleta ketika melihat papanya melangkahkan kakinya memasuki kamarnya.
Aleta tahu papanya tidak akan tahan dengan rengekannya. Dia anak satu-satunya yang selalu dimanja oleh papanya. Apapun yang dia minta akan selalu dituruti oleh papanya.
Darwis mendekat dan duduk disamping istrinya. Sementara Aleta terus merengek dengan terus menggengam tangannya. Darwis hanya tersenyum kecil, kemudian mengecup kening anaknya.
Disaat papanya mulai memeluknya. Aleta merasakan angin segar berhembus. Dia yakin papanya masih tidak tahan dengan rengekannya.
"Nak, apa yang papa lakukan itu demi kebahagiaan kamu." ucap Darwis.
Seketika Aleta melepaskan pelukannya. Dia tidak menyangka jika rengekannya tidak berhasil kali ini. Akan tetapi, Aleta tidak mau menyerah begitu saja. "Pa, aku kan anak papa satu-satunya, papa pasti pengen dong alu bahagia. Iya kan pa?"
"Kalau papa ingin aku bahagia, tolong papa batalin perjodohan yang tidak masuk akal ini! Please pa! Kasihan Rey.." pinta Aleta kepada papanya.
Tapi, Darwis hanya kembali tersenyum kecil. Dengan gemas Darwis mencubit pipi Aleta yang tembem. "Nggak bisa sayank, ini adalah wasiat dari kakek kamu. Papa nggak berani batalinnya." ucap Darwis.
"Papa udah nggak sayank sama Aleta.." Aleta marah karena rengekannya kembali tidak efektif.
"Justru karena papa dan mama sayang kamu, kita ingin kamu mendapat suami yang baik dan bertanggung jawab." jawab Darwis masih dengan kesabaran yang ekstra. Dengan anaknya, Darwis akan bisa lebih sabar lagi.
"Tanggung jawab apanya, orang dia nyebelin gitu, mana cuek banget jadi orang." Aleta kembali tidak puas dengan perilaku Sakha tadi.
"Don't judge people from the cover! Tak kenal maka tak sayang.."
"Sakha itu anak yang baik dan sopan, dan dia juga orang yang sangat bertanggung jawab. Kamu tahu, diusianya yang masih muda, dia sudah mendapatkan posisi direktur utama."
"Dia bersaing dengan paman dan juga sepupunya." imbuh Darwis.
"Terserah apa kata papa. Yang jelas Aleta tidak mau menerima perjodohan ini!" Aleta kemudian berbaring dan menutupi dirinya dengan selimut tebalnya. Dia sama sekali tidak mau menghiraukan papa dan mamanya yang masih ada di dalam kamarnya.
"Ya udah kalau gitu, selamat malam sayank, met bobok ya!" ucap Siska sebelum keluar dari kamar anaknya bersama suaminya.
"Ingat, dua minggu lagi kamu akan menikah dengan Sakha.." ucap Darwis yang semakin membuat Aleta jengkel. Tapi Aleta sama sekali tidal bergeming. Dia terus menutup dirinya dengan selimut sampai ke bagian kepalanya.
Pagi harinya, Aleta sengaja tidak sarapan dirumah karena masih kesal dengan kedua orang tuanya. Aleta merasa jika kedua orang tuanya tidaklah mengerti mengenai perasaannya.
Aleta sudah kesal dengan kedua orangnya. Ditambah pacarnya sama sekali tidak menghubunginya. Padahal dia sudah mengirim pesan duluan. Sebalnya Aleta jadi double deh.
"Kenapa mukanya kusut gitu sih neng?" tanya Indah.
"Kamu belum sarapan?" tanyanya lagi.
"Belum. Aku lagi kesel banget sama papa dan mama aku.." jawab Aleta tidak bisa menyembunyikan wajah kesalnya.
"Emang kesel kenapa sih?"
"Mereka nggak setuju dengan hubungan aku sama pacar aku. Padahal kita udah pacaran cukup lama." Aleta menyembunyikan fakta jika dia sebenarnya dijodohkan dengan orang tidak dia kenal sebelumnya.
"Oh, yaudah sih, nggak usah terlalu dipikirkan! Terkadang insting orang tua tuh nggak salah loh.." seketika Aleta menatap Indah. Aleta penasaran dengan maksud perkataan Indah.
Belum juga Aleta bertanya maksud dari perkataan Indah. Tiba-tiba Lola, rekan kerja Aleta yang lain berlari sembari menunjukan ponselnya dengan heboh.
"Lihat nih, ini Direktur utama perusahan Global Jaya, Direktur muda yang berhasil membuat perusahaannya melejit.." Lola memang seorang yang sangat suka melihat berita dari media sosial. Menurut Lola, melalui media sosial tersebut berita yang sedang viral bisa dengan cepat booming.
"Serius, ini Sakha Raditya Affandra?" Indah juga sama seperti Lola. Dia sangat menyukai berita dari sosial media apalagi tentang seorang pengusaha yang sedang melejit namanya.
"Asli, ganteng banget..." baik Lola maupun Indah mereka sama-sama hebohnya. Biasanya mereka berdua hanya melihat Sakha mengunggah foto dengan caption saja. Tapi kali ini, Sakha mengungah video kesehariannya.
"Ini vlog pertama dia kan ya?"
"Suaranya uhhh laki banget."
Setiap hari yang mereka bicarakan pasti tentang para crazy rich yang sedang tenar. Setiap hari, selalu mereka berdua membahasnya.
Aleta pun menjadi penasaran. Bukan karena penasaran dengan Direktur utama yang kedua temannya bicarakan. Akan tetapi fokus Aleta ke nama perusahaan yang sangat dia kenal.
Ya, Rey, kekasihnya bekerja di perusahaan besar tersebut. Itu alasan kenapa Aleta penasaran. "Lihat dong!" pinta Aleta sembari merebut ponsel Lola.
"Yeah Aleta ah.."
"Bentar doang, aku cuma mau lihat bos-nya Rey." dan betapa terkejutnya Aleta ketika melihat Direktur utama dari perusahaan tempat pacarnya bekerja.
Aleta membulatkan matanya. Seakan tidak percaya dengan apa yang dia lihat. "Serius, ini Direktur utamannya?" tanya Aleta.
"Iyalah, kenapa? cakep banget kan?"
Aleta benar-benar speechless. Dia melihat pemuda itu semalam, dan makan malam bersama keluarga. Dan yang lebih mengagetkan, pemuda itu yang dijodohkan dengan dirinya.
"Seganteng itu ya, sampai kamu jadi linglung gitu?" tanya Lola saat menerima ponsel yang Aleta kembalikan kepadanya.
"Emang ganteng banget anj*m.." sahut Indah yang kembali heboh saat melihat Sakha dari layar ponsel milik Lola.
Aleta tidak tahu sebelumnya mengenai pengusaha-pengusaha muda yang sedang tenar. Dia sama sekali tidak tertarik akan itu semua. Padahal setiap hari Indah dan Lola selalu membahas para pengeusaha muda yang sedang viral.
Sudah setahun yang lalu sejak Sakha berhasil mendapatkan jabatan sebagai Direktur utama diusianya yang muda. Namanya semakin melejit dan banyak dikenal dalam dunia bisnis.
Kedinginannya dalam mengambil keputusan dan juga ketegasannya dalam berbisnis membuat Sakha menjadi salah satu pengusaha muda yang paling disegani. Dia banyak dibicarakan dimana-mana setelah akhirnya dia muncul di berbagai sosial media.
Aleta kembali menatap kedua rekannya yang sangat senang melihat vlog pemuda itu. Aleta jadi berpikir, bagaimana kalau mereka berdua tahu jika pemuda itu akan menikah dengan dia dua minggu lagi. Bukankah mereka akan lebih heboh.
Tapi Aleta tidak berminat sama sekali untuk menikahi pemuda tersebut. Aleta masih ingin memperjuangkan hubungannya dengan kekasihnya.
Mereka sudah kenal lama dan menjalin kisah cinta cukup lama pula. Tidak akan semudah itu Aleta merelakan kisah cintanya kandas begitu saja.
"Al, nanti kita ada meeting di perusahaan yang kemarin itu kan?" tanya Lola yang akan menemani Aleta meeting.
"Iya, sebelum makan siang. Kita siap-siap aja dulu." sebenarnya Aleta malas pergi ke perusahaan itu. Karena disana, dia akan bertemu dengan musuh bebuyutannya sedari kuliah. Aleta malas ribut. Tapi dia juga harus profesional.
"Ntar kalau si nenek lampir itu ngajak kamu ribut lagi, biarin aku aja yang hadepin dia!" ucap Lola yang membuat Aleta tersenyum.
"Jangan lupa ntar panggil aku juga, kita hajar dia sama-sama!" sahut Indah yang juga gemes dengan kelakuan rival Aleta tersebut.
"Kamu aja yang belum ketemu dia bisa gemes gitu, apalagi kalau ketemu, uh pasti udah kamu jambak tuh rambutnya mak lampir." timpal Lola yang merasa kesal saat teringat musuh bebuyutan Aleta.
"Udah, biarin aja dia! Paling dia juga sirik aja sama aku." Aleta masih bersikap kalem.
Sampai tiba saatnya Aleta dan Lola pergi meeting. Mereka sampai di tempat meeting sebelum meeting di mulai. Sekitar 20 menit sebelum meeting dimulai. Aleta lebih baik menunggu daripada ditunggu. Karena dia masih bisa menyiapkan bahan untuk meeting sekalian menunggu.
"Eh si ganjen udah datang.." ucap Jessica, musuh bebuyutan Aleta.
"Mak lampir baru dateng.." sahut Lola yang membuat Jessica kesal karena dijuluki mak lampir.
"Heh bawahan, bisa diem nggak!" bentak Jessica karena marah.
"Sesama bawahan jangan sok.." ucap Aleta yang sebenarnya malas meladeni Jessica.
Bukan hanya sekali dua kali Jessica memulai keributan. Tapi sudah dari jaman mereka kuliah dulu. Jessica selalu memancing keributan.
Kali ini sebagai tamu. Aleta tidak ingin meladeni keresean Jessica. Dia tidak mau kerja samanya dengan perusahaan tersebut gagal. Karena ini kesempatan untuk dia merangkak menuju kesuksesan.
"Meskipun kita sama-sama bawahan, tapi aku kan kerja di perusahaan besar, sedangkan kamu?" Jessica mengatakan sesuatu yang membuat hati Aleta berdenyut.
Aleta berkali-kali menghela nafas dalam-dalam. "Ya, perusahaan kita memang perusahaan kecil. Tapi kami yakin, suatu saat, perusahaan yang kecil ini akan menjafi besar. Dan kamu harus ingat, perusahaan besar, dulunya juga dari perusahaan yang kecil." ucap Aleta dengan emosional yang membara tapi dia berusaha untuk menahannya.
Prokkk!
Prokkk!
Prokkk!
"Saya sekali dengan statmen anda, nona.." tanpa di duga. Tiba-tiba direktur perusahaan tersebut memberikan applause untuk Aleta.
"Selain pintar dalam seni, anda ternyata juga pintar dalam menyikapi masalah.. Saya harus kasih standing applause untuk anda.." puji direktur perusahaan tersebut.
"Terima kasih pak Wira.."
"Mari kita mulai meeting kita! Silahkan jelaskan konsep anda!"
Aleta maju ke depan untuk presentase. Dia menjelaskan mengenai konsep yang dia ajukan.
"Pak Wira kemarin bilang jika konsep ini harus unik dan juga tidak membosankan. Saya merekomendasikan pernak-pernik ini, dan juga gambar ini untuk membuat suasana menjadi hidup.." Aleta menjelaskan panjang lebar mengenai hasil gambarnya.
Tapi sepertinya Wira tidak memperhatikan presentasi Aleta. Tapi dia malah terus saja menatap Aleta sembari senyum-senyum sendiri. Sepertinya dia tertarik dengan orangnya.
"Wah hebat sekali, saya suka dengan ide modern anda." Wira kembali memberikan pujiannya untuk Aleta.
"Jess, siapkan kontrak kerja sama kita dengan nona Aleta!"
"Baik pak.."
"Jadi??" Aleta agak terkejut dengan perkataan Wira.
"Selamat. Saya percayakan proyek ini kepada anda."
"Terima kasih pak. Kami tidak akan mengecewakan bapak." Aleta merasa sangat senang. Ini kesekian kalinya dia mendapat kontrak kerja sama dengan perusahaan besar.
Aleta pun berpelukan dengan Lola karena mereka berhasil mendapatkan kontrak tersebut. "Akhirnya bisa makan malam enak.." ucap Lola yang membuat Aleta tertawa.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!