!!! **Di sarankan untuk membaca Transmigrasi mommy lebih dulu, karena ini adalah lanjutan dari Transmigrasi mommy yang menceritakan tentang anak-anak para tokoh yang ada di Transmigrasi Mommy.
...❤HAPPY READING❤**...
"Zanna tidak akan menangis. tolong bilang pada kak Leon kalau Zanna akan selalu menunggunya. Zanna sayang kak Leon,"
"Zanna sayang kak Leon,"
"Zanna sayang kak Leon,"
AKHH!!
"Hah ... Hah ... Hah ...,"
Seorang pria bertelanjang dada terbangun dengan deru nafas tidak teratur. Tangannya terulur untuk menyeka keringatnya yang membanjiri plipisnya.
Cklek.
Pria tersebut menoleh, dia melihat sorang pria paru baya yang masih terlihat muda berjalan masuk sambil menatap khawatir ke arahnya.
"Kau kenapa Ezra? Apa mimpi itu datang lagi?" tanyanya sambil mendekati pria bernama Ezra Louise Elvish seorang pria berumur 26 tahun yang kini sedang mengatur nafasnya.
"PAH! Ini bukan hanya sekedar mimpi, tapi kenyataan! Aku seperti merasa mimpi itu adalah ingatanku! kenapa kalian tidak ada yang percaya hah?!" sentak Ezra sambil menatap tajam papahnya.
"Ezra, itu hanya mimpi. Mungkin itu hanya ...,"
"Hanya apa? Hanya bunga tidur? tapi kenapa selama bertahun-tahun pah!" sentak Ezra.
Ezra bangkit dari duduknya, dia berjalan menuju lemarinya dan mengambil kaosnya. Setelah itu dia memakai kaosnya dan mendekat pada sang papah.
"Zanna itu siapa pah? Kali ini Ezra mau papah jawab jujur ... Zanna itu siapa?" tanya Ezra sambil menatap lemah ke arah papahnya.
Nampak papah Ezra terdiam, dia membuang pandangannya. Namun, sedetik kemudian dia kembali melihat Ezra yang tengah memperhatikannya.
"Papah tidak tau," bantah papah Ezra.
"Ck, pah! Ini bukan yang pertama kalinya aku mimpi seperti ini! 10 tahun! 10 tahun aku memimpikan wanita itu! wanita bermata hijau yang aku pun sama sekali tak pernah bertemu dengannya!" kesal Ezra.
Papah nya hanya diam yang mana membuat Ezra kesal, dia keluar dari kamarnya meninggalkan papahnya yang masih bungkam terhadap pertanyaannya.
"Maaf kan papah Leon, maaf ... Maaf ...,"
Pria paru baya itu yang tak lain dan tak bukan adalah Zidan Elvish. Zidan mengubah nama Leon menjadi Ezra karena suatu hal yang mana mengharuskan Zidan menghapus masa lalu Leon.
Sementara itu, Ezra tengah menuruni tangga. Netranya menatap seorang remaja perempuan dan juga wanita paru paya yang sedang asik sarapan.
"Morning," sapa Ezra.
"Morning abang!" seru remaja perempuan itu.
"Morning sayang, oh iya ... Papah kamu mana?" ujar wanita paruh baya itu sambil melirik belakang Ezra.
Ezra hanya memgangkat bahunya acuh, dia duduk tepat di samping remaja perempuan yang tengah asik sarapan.
Cup!
"IHH! ABANG! PASTI BELUM GOSOK GIGI KAN! JOROK IH! PIPI SUCI VIOLA AAAAA" seru remaja itu sambil menatap tajam Ezra.
Viola Nathania merupakan adik tiri dari Ezra yang kini berumur 19 tahun. Sementara wanita paruh baya itu adalah ibu dari Viola yang bernama Kirana Lawrensa perempuan berusia 42 tahun. Kirana yang dulu merupakan ibu yang memberi asi untuk Ezra kini menjadi ibu tirinya sejak 8 tahun lalu.
Ezra hanya terkekeh pelan, sementara wanita paru baya itu menggelengkan kepalanya melihat kelakuan Ezra dan putrinya.
"Kino mana bun?" tanya Ezra sambil memakan rotinya.
"Biasalah adikmu itu, pasti jam segini dia sudah ada di kandang kucingnya. Nanti juga dia bakal teriak minta susu, kita tunggu saja," ujar Kirana.
Ezra mengangguk, tetapi sedetik kemudian mereka semua tertawa akibat teriakan seorang bocah kecil.
"BUNDA! CUCU KINO MANA CIH! KOK NDA ADA?!"
"Nah kan, apa bunda bilang." ujar Kirana sambil bangkit dan menghampiri putra kecilnya.
Ezra tersenyum tipis, dia kembali memakan rotinya dan mulai memikirkan mimpinya yang selalu menghantuinya selama 10 tahun belakangan.
"Bang!" sentak Viona.
"Hm," dehem Ezra.
"Bang, abang kan bakal balik ke Akademi Militer buat penyeleksian murid baru ... Aku ikut yah!" pinta Viona.
Ezra menatap tajam adiknya. Apa-apaan ini, memangnya adiknya kira dia akan pergi berlibur.
"Gak! Gak ada! ngapain kamu ikut abang? Abang ke sana juga bakal pulang bulan depan, kamu juga kuliah kan?" tolak Ezra.
"Ya kan aku kuliahnya ikut abang," sengit Viola.
Ezra mendelik menatap adiknya, dia yakin bahwa ada sesuatu yang dia takutkan sekarang.
"Maksud kamu ... Kamu masuk militer gitu?! Jangan bilang kalau kamu masuk asrama Militer Marvelish?!" sentak Ezra.
Viola mengangguk antusias, dia tersenyum lebar menatap abangnya yang kini tengah menatapnya kesal.
"Gak usah aneh-aneh kamu! Abang gak mau yah nanti di ribetin sama kamu!" kesal Ezra.
"Ayolah bang, aku gak bakal ribetin abang kok yah ... Please," pinta Viola.
Ezra tetap menggeleng yang mana membuat Viola menatapnya kesal dan akan berteriak. Namun, Ezra malah menutup mulutnya.
"HMPP!"
"Kalian ini apa-apaan sih?" kesal Zidan sambil mendekati kursi meja makan dan menduduki dirinya.
Viola dan Ezra saling tatap, kemudian mereka membuang wajahnya yang mana membuat Zidan menghela nafasnya.
***
"LIO! POKONYA LIA GAK MAU IKUT KE AKADEMI MILITER TITIK!" sentak seorang remaja wanita yang bernama Zanna Liana Putri Wesley.
"Bukan hanya kau saja! Aku juga gak mau satu akademi denganmu bodoh!" sentak remaja laki-laki yang bernama Zyan Lionard Putra Wesley sambil berjalan mendahului Lia yang menatapnya kesal.
Lia berjalan menuruni tangga mengejar Lio yang sudah masuk lift lebih dulu. Dia berlari hingga tak sadar dirinya akan terjatuh.
Hap!
"E-eh huuuh untung gak jatoh," lirih Lia
Lia menatap pria yang menahannya ternyata itu adalah sang daddy yang kini menatapnya tajam.
"Ini alasan daddy menyatukan sekolahmu dengan Lio karena kamu orangnya itu ceroboh!" kesal daddy Lia yang bernama Alden Leon Wesley.
Lia menegakkan tubuhnya, dia menatap daddynya yang tengah berbalik menuju meja makan.
"Ish! Tapi kan Lia maunya jadi kurir!" sentak Lia.
"Daddy tuh heran yah! Dimana-mana perempuan banyak yang mau jadi artis, dokter, pramugari, dosen dan cita-cita lainnya. Tapi kamu ... Kamu mau jadi kurir? Nampaknya otak kamu bermasalah Lia!" kesal Alden.
Lia berjalan kecil mendekati sang daddy, dia tak terima dengan bantahan sang daddy.
"Lagian juga jadi kurir tu banyak pahalanya loh dad! Kurir juga pekerjaan yang baik!"
"Tapi bukan untuk kamu Lia! Sedari kecil kamu sudah hidup dengan enak, terlindungi bahkan daddy tak pernah sekalipun membiarkan kamu kehujanan kecuali kamu yang nakal!"
"Seorang ayah akan selalu membuat hidup putri nya nyaman. Seorang preman sekalipun tidak pernah mau menjadikan putrinya preman juga seperti dirinya!" lanjut Alden.
Lia terdiam, dia membenarkan apa yang daddynya katakan. Namun, dirinya ingin menjadi kurir karena seperti yang diketahui Lia adalah orang yang senang punya pengalaman baru.
"Daddy gak mau berdebat denganmu, ikut militer bersama Lio atau menikah dengan pria yang daddy siapkan untukmu." ancam Alden sambil menatap anaknya.
Lia hanya pasrah, sedangkan Lio yang sedari tadi memperhatikan percakapan mereka menahan tawa akibat Lia yang mati kutu.
Mengikuti pelatihan militer adalah impian Lio bersama abang pertamanya. Namun, sayang sekali abang pertamanya harus mengemban perusahaan sang daddy yang mana membuatnya harus membuang keinginannya.
"Sudahlah, apa kau tau ... Ku dengar disana banyak cowok tampan dan pastinya para idolamu itu akan kalah. Asrama Militer Marvelish, banyak murid dari berbagai negara. Apalagi ku dengar seorang jendralnya akan menyeleksi langsung para calon murid baru. Apa kau tahu? Dia adalah pangeran wanita. yah ... Julukan yang pantas untuknya di karenakan wajahnya yang sangat tampan," bujuk Lio.
Lia mulai tertarik, dia menghampiri Lia yang bersandar pada dinding.
"Benarkah? Seberapa tampan dia?" penasaran Lia.
"Tentu saja sangat tampan, tapi ... Tentu saja masih tampan aku hahaha." ujar Lio sambil berlari menjauhi Lia.
Lia kesal, dia mengejar Lio hingga tak menyadari ada makhluk kecil yang baru saja lewat sambil meminun susu botolnya.
BRUGH!
HIKS HUAAAAA!
"E-eh," kaget Lia.
Alden yang mendengar suara hantaman yang sangat keras segera menghampiri asal bunyi tersebut seketika matanya melebar sempurna ketika melihat putra bungsunya yang terjatuh.
"Astaga ... Ravin kenapa sayang?" ujar Alden sambil memggendong putra bungsunya yang berumur 3 tahun.
Empat tahun lalu, istrinya yang tak lain bernama Arianha Amora Wesley kembali mengandung. Di umur Amora yang saat itu masih 42 tahun kembali mengandung yang mana membuat Alden begitu khawatir terhadap istrinya. Ravindra Leonard Putra Wesley, nama putra bungsu Alden dan Amora. Mereka sengaja memberi nama panjang Ravin mirip seperti Lio karena permintaan Lio sendiri.
"Kak Lia nablak Lavin hiks ...," tangis bocah itu
Alden menatap tajam Lia, sementara orang yang di tatap hanya bersiul tanpa merasa bersalah.
"Lia! Cepat minta maaf! Kalau tangisan Ravin tidak berhenti, mommy pasti akan mengamuk," pinta Alden.
"Itu urusan daddy, Lia mau ke mall sama Lio buat beli barang untuk berangkat ke akademi Bye!" ujar Lia dan berlalu dari sana.
"LIA! sini kamu!" kesal Alden.
"MAKANYA DADDY UDAH TUA INGET UMUR, JANGAN BIKIN ANAK TERUS!" teriak Lia sambil berlari menarik Lio yang pasrah ketika kembarannya ini menariknya.
Alden membulatkan matanya, kemudian dia beralih menatap putra bungsunya yang masih sesenggukan menangis akibat ulah kakaknya.
"Orang udah rejeki ya mau gimana lagi, ya gak Vin?" ujar Alden.
"Rejeki sih rejeki, tapi aku yang capek!" sentak seorang wanita yang baru keluar dapur dengan celemek dan rambutnya yang di cepol.
Alden sontak terkejut, dia menoleh menatap wanita itu yang tak lain dan tak bukan adalah Amora sang istri.
"Lagian juga udah nunda yang dari Aurora lahir. Biar tua kita gak sepi yang," ngeles Alden.
Amora, istri Alden menatap tajam suaminya. Memang setelah kelahiran anak ke lima mereka, Selama 8 tahun Amora tidak kembali mengandung. tetapi 4 tahun lalu dirinya di kabarkan kembali mengandung yang mana membuat orang tua mereka kesal pada Alden.
"Ravin yang terakhir, pokoknya udah cukup! Kamu mau masuk peringkat memiliki anak terbanyak apa disini hah!" kesal Amora sambil menghampiri putra bungsunya yang masih sesenggukan.
Alden menyerahkan Ravin pada Amora, dia meringis pelan kala sang istri mendelik padanya.
"Kamu apain putraku?!"
"I-itu yang, tadi ... Tadi ... tadi Lia yang nabrak Ravin, coba kamu cek benjol gak kepalanya," gugup Alden.
Amora langsung mengecek kepala putranya, sementara Alden menghela nafas lega ketika Amora sudah tak lagi menatapnya tajam.
Ternyata tak jauh dari sana terdapat putra sulungnya yang bernama Elber Leon Wesley dan juga Laskar Bintang Wesley yang merupakan anak ke 4. Mereka menatap Alden sambil menggelengkan kepala mereka.
"Aku heran bang, kenapa daddy selalu memberikan adik lagi untuk kita. Padahal Aurora saja masih berumur 11 tahun."
Aurora Rania Wesley adalah anak ke lima Alden dan Amora. Kini, umur Aurora sudah 11 tahun hanya berbeda tiga tahun dengan Laskar.
****
Author come back!
Terima kasih atas penantian kalian. Kenalkan ini karya baru Author yang merupakan lanjutin dari Transmigrasi Mommy.
Suasana cerita ini tidak selalu serius, author akan buat juga tambahan komedi agar para pembaca sangat terhibur dengan adanya cerita ini.
Beri dukungan untuk karya Author berupa Like komen, Vote dan hadiah, dan sekecil apapun dukungan kalian ... akan sangat berharga bagi Author.
Lia dan Lio kini tengah bersiap untuk berangkat menuju asrama militer yang berada di kota Magelang.
"LIO! MANA PONSELKU!" teriak Lia.
Lio yang juga tengah membereskan barangnya berdecak kesal. Dia menghentikan kegiatannya dan keluar dati kamarnya menuju kamar Lia.
"Carilah yang benar! dasar ceroboh! Memangnya kau pikir aku ini cenayang hah?! Jika saja rambutmu itu lepas pasang, aku pastikan rambutmu juga akan hilang karena kecerobohanmu!" kesal Lio dan setelah itu kembali ke kamarnya.
Lia membulatkan mulutnya, tangannya terulur untuk menyentuh rambut panjangnya.
"Benar juga, untung saja manusia di ciptakan dengan rambut menempel tidak lepas pasang," gumam Lia.
Lia menoleh mendapati ponselnya yang ternyata ada di karpet bawah tempat tidurnya. Doa langsung menjongkokkan dirinya dan mengambil ponselnya. Namun, dirinya di buat terkejut oleh sebuah kotak yang sepertinya tidak asing baginya.
"Kotak apa ini?" gumam Lia.
Lia mengambil kotak itu, setelah itu dia mencari tempat membuka kotak tersebut.
"Yah ... Kok di gembok sih!" gerutu Lia.
"LIAAA CEPATLAH! PAK ABEN SUDAH MENUNGGU KITA!" teriak Lio yang mana membuat Lia segera mengambik kotak tersebut dan memasukkan ke dalam kopernya.
"IYA!" balas Lia.
Lia menutup kopernya, setelah itu dia membungkukkan tubuhnya untuk mengambil ponselnya yang masih tergeletak di bawah.
Netra Lia tak sengaja bertubrukan dengan Elbert yang masuk dengan adik perempuan mereka.
"Kau sudah siap?" tanya Elbert.
"Iya bang," jawab Lia.
Elbert mengangguk, dia memeluk adiknya itu dengan sayang. Baginya, Lia adalah wanita yang paling dia jaga setelah sang mommy dan sebelum Aurora.
"Ingat pesan abang. Jangan tunjukkan mata hijaumu pada seorang pun. Jika nanti kau ada kegiatan malam, pastikan kau sudah memakai soflen mu. Ingat Lia, matamu sangat berharga. Untuk itu jaga baik-baik dan jangan biarkan orang lain mengetahui tentang hal ini,"
"Satu lagi, abang minta sembunyikan kemampuanmu. Abang tidak mau kamu menjadi bahan bullyan orang-orang karena keunikanmu," ujar Elbert kembali.
"Tapi bang, pendengaran tajam ku hanya berfungsi di malam hari. Jika di siang hari, pendengaranku akan normal dan itu tidak akan membahayakan. Abang tenang saja," ujar Lia.
Lia mempunyai kelebihan, pendengarannya sangat tajam hingga suara yang terdengar jauh pun dia dapat dengar. Keluarga Wesley dan juga Miller tidak tau jika Lia akan mempunyai kelebihan ini.
"Walaupun begitu, kau tak boleh membuat orang lain curiga dengan kemampuanmu itu.
"Iya abang," pasrah Lia.
Elbert tersenyum, dia melepaskan pelukan mereka dan menyuruh Aurora untuk memeluk kakaknya. tapi adik perempuannya itu malah menangis dan tak mau di sentuh sedikitpun oleh Lia.
"Rora kenapa?" tanya Lia dengan lembut.
"Hiks ... Hiks ... Hiks .... Kakak kembar pada pergi hiks ... Terus Rora sepi disini," isak Aurora.
Lia memeluk adiknya walaupun Aurora memberontak tetapi Lia tak peduli. Dia tahu bahwa Aurora sangat tidak bisa ditinggal karena adik perempuannya itu hanya dekat dengannya dibanding saudaranya yang lain.
"Hust ... Rora gak sendiri, disini kan ada abang Elbert ada juga abang Laskar yang bakal temani Rora," bujuk Lia.
Aurora akhirnya luluh, dia menghentikan tangisnya dan melepas pelukannya pada sang kakak.
"Kakak pulangnya jangan lama, nanti Rora kangen," lirih anak itu.
Lia mengangguk, dia mengalihkan pandangannya kepada Laskar yang tengah menatapnya.
"Las ...,"
"Aku tidak suka kakak yang selalu memanggilku Laskar pelangi. Tapi aku pasti akan rindu dengan panggilan itu," ujar Laskar.
Lia tersenyum, dia mendekati adiknya itu dan memeluknya erat seakan-akan mereka akan terpisah.
***
"Abang! cepet ih! lelet banget!" kesal Viola sambil menghentakkan kakinya.
Ezra menoleh sebentar, lalu dia kembali berfokus kepada adik mungilnya yang masih menangis.
"Abang cuma sebentar kok perginya, bulan depan abang pasti pulang," bujuk Ezra pada Kino.
Bocah itu masih menangis, bahkan kini dia sesenggukan akibat menangis terlalu lama.
"Hiks ... Hiks ... Lama! Cebulan ada tiga puluh hali hiks ... Lama abang!" rengek Kino.
Ezra menghela nafasnya pelan, inilah yang ia khawatirkan jika dia pulang. Kino selalu menangis jika dia tinggal.
"Ok gini, kino hitung selama tiga puluh hari. Jika abang gak pulang juga, kino boleh minta apapun sama abang," bujuk Ezra.
"Benel? janji?" tanya Kino yang langsung di angguki oleh Ezra.
Kino menghapus air matanya menggunakan punggung telapak tangannya. Setelahnya dia mengecup pipi sang abang dan turun dari pangkuan sang abang ke papahnya.
"Kamu jaga Viola, walaupun kalian saudara tiri tapi kalian sepersusuan." ujar Zidan sambil menatap anaknya.
Ezra mengangguk, dia memakai jaket lorengnya dan tak sengaja dia menyadari kalung yang ia pakai.
Ezra hanya menatap kalung yang dengan bandulan kunci kecil di dadanya, setelah itu tangannya terulur dan memasukkan kalung tersebut pada kaos lorengnya.
Ezra berpamitan pada orang tuanya, setelah itu dia keluar dari mansion dan mendekati adiknya yang kini sidah mencak-mencak kesal.
"Abang lama banget sih! ubanan aku lama-lama disini!" gerutu Viola dan memasuki mobil.
Ezra masih terdiam, dia seperti menunggu sesuatu sambil memasukkan tas besarnya dalam bagasi mobil.
"Abang! nunggu apa lagi sih! Ayo masuk!" kesal Viola.
Ezra tak menjawab, dia masih menunggu sesuatu. Tak lama setelah itu, Ezra melihat beberapa motor yang memasuki gerbang mansionnya.
Brumm!
Ckkiiiit.
"Halo dral! Sorry nih kita telat, biasalah tebar pesona dulu kite," ujar seorang pria yang terdepan setelah membuka helm full face nya.
Viola yang menyadari ada yang aneh segera keluar, dia menatap tak percaya pada beberapa pria yang memakai baju sama dengan abangnya.
"Ngapain si rusuh kesini bang?" heran Viola sambil menunjuk pria yang tadi mengajak abangnya mengobrol.
"Mancing kuda," jawab Ezra singkat dan langsung memasuki mobil meninggalkan mereka yang melongo.
Viola menatap tajam pria itu, dia menoleh menatap satu persatu pria yang berada disana.
"Iiihh kesel gue! Apa lagi sama Reno!"
Plak!
Viola menurunkan kaca full face Pria yang tadi mengajak Ezra mengobrol bernama Reno Renhard anak dari pengusaha batu bara yang kini berpangkat Letnan.
Reno memang mengajak anak buahnya untuk mengawal Ezra yang akan langsung ke akademi militer atau biasa di sebut asrama militer.
"Eh! Upil badak! Kenapa kacanya lu sentuh dodol! Gue ikhlas dah kalau muka gue yang lu tabok! Tapi jangan kacanya!" kesal Reno.
Viola tak menggubrisnya, dia masuk mobil dengan membanting pintu tersebut yang mana membuat Ezra dan supir terkejut.
"Cantik-cantik gini di katain upil badak! Terus dia yang jeleknya melebih lumut apa? Upil dugong!" gerutu Viola yang mana membuat kedua pria di dalam mobil menggeleng akibat perkataan Viola.
Mobil mereka akhirnya melaju meninggalkan pekarangan mansion dengan di kawal oleh para bawahan Ezra.
Ezra menyandarkan tubuhnya dan memejamkan matanya. Berbeda dengan Viola yang kini Live instagramnya yang berkata jika dirinya akan pergi ke asrama militer.
"Holaaa gaeees! para pengikutku yang paling aku sayangi dan cintai ... Ketemu kembali bersama Viola si imut cantik, seksoy ini ...," celoteh Viola di Live instagramnya.
Sedangkan Ezra hanya menghela nafas berat ketika suara cempreng itu memasuki gendang telinganya.
CKIIITT!
Brugh!
"ADUH! JIDAT ADUHAI GUEE!" histeris Viola
Ezra membuka matanya, dia mengerutkan kening melihat sebuah mobil yang hampir saja menabraknya.
Tak lama, Netra Ezra melihat seorang wanita yang memakai topi mendekati mobilnya dan mengetuk kaca supir.
Tok!
Tok!
Tok!
"Bukan aja pak!" pinta Ezra.
Akhirnya sang supir membuka jendela mobil, dan menatap wanita yang tengah menumpu tangannya pada pintu mobil mereka.
"Bisa bawa mobil gak? untung aja nyawa kita selamat, coba kalo gak?!" ujar wanita itu.
"Ma-maaf mbak, saya kurang hati-hati tadi ...,"
Secara mengejutkan Ezra keluar dari mobil, dia menarik lengan wanita itu untuk menjauh dari mobilnya.
"Menjauh dari mobilku kerdil!" sengit Ezra.
"What! kerdil? apa matamu bermasalah? waw, Lia seorang anak bapak Alden sang pemilik penguasa bisnis di katakan kerdil? are you kidding me?" ujar wanita itu yang tak lain dan tak bukan adalah Lia.
Secara mengejutkan mobil mereka berpapasan dan bahkan hampir bertabrakan. Pengawalan mobil Ezra juga hanya bisa terdiam melihat perdebatan Ezra dengan Lia.
"Lia! jangan buat masalah, ayo masuk!" ujar Lio yang berbicara lewat jendela mobil.
Lia menatap Lio sekilas, setelahnya dia kembali menatap tajam Ezra. Jarinya berbentuk V dan mengarahkan ke matanya dan mata Ezra.
"Gue tandain muka lu! ingat ya! muka lu ada di list hitam gue!" ujar Lia sembari mengarahkan 2 jarinya pada Ezra yang hanya di tatap datar oleh Ezra.
Lia melangkah mendekati mobilnya, dia memasuki mobilnya tanpa peduli tatapan Ezra. Sedangkan Ezra hanya terdiam melihat mobil Lia dan Lio berjalan menjauhi mereka.
"Gadis yang unik," gumam Ezra.
Berbeda dengan Viola yang hanya menatap cengo pada perdebatan mereka. Tangannya langsung bergerak mencari ponselnya dan mengetik sesuatu.
JANGAN LUPA LIKE, KOMEN, VOTE, DAN HADIAHNYA YAH❤❤❤.
Lia kini tengah menggerutu, sementara Lio tengah menatap motor dan mobil yang berada di belakang mereka.
"Kamu gak seharusnya seperti itu Lia," ujar Lio.
Lia menoleh, dia merasa tak terima dengan kembarnya yang membela orang lain. Namun, ketika dirinya ingin protes Lio lebih dulu menyela ucapannya.
"Dia Jendral Ezra, dirinya paling di takuti oleh siapapun yang mengenalnya. Aku memang pertama kali baru melihatnya, tetapi rumor yang beredar mengatakan seperti itu," sela Lio.
"APA?! KENAPA KAU TIDAK BILANG! MAU TARO DI MANA MUKA GUE LIO!" teriak Lia.
Pletak!
"Mulutnya! Gak usah teriak gue juga denger!" kesal Lio.
Lia mendengus kesal, dia menoleh ke belakang dan mendapati pasukan bermotor itu melewatinya dan berjalan di hadapannya.
"Kok jadi mereka di depan kita?" heran Lia.
"Mampus! lu sih cari masalah sama Jendral! masuk lu dalam daftar orang yang patut di singkirkan dalam hidup jendral!" ancam Lio.
Lia semakin takut, dia menyuruh sang supir untuk mendahului para motor itu. Namun tampaknya sang supir tak mampu karena motor tersebut selalu menghalanginya.
"Gimana ini Lio! Lia gak mau mati deluan," takut Lia.
Lio hanya acuh, dia menatap mobil yang di belakangnya melalui spion. Netranya menajam sempurna ketika melihat mobik itu tak sedikitpun mendahuluinya.
"Apa yang Jendral itu mau? tidak biasanya dia berbuat seperti ini," gumam Lio.
***
"Abang! kenapa tadi abang gak tahan Lia nya! aku tuh mau foto bareng dia! abang gak tau yah kalau Lia itu ...," heboh Viola.
"Bisa diem tidak? pusing abang! dia akan ke akademi kita, apa kau tak liat baju yang mereka pakai hah?" sela Ezra dengan menatap tajam adiknya.
Viola mengerucutkan bibirnya, tetapi sedetik kemudian dia melebarkan matanya dan menatap mobil yang ada di depan mereka.
"Bang! serius dia bakal satu akademi sama kita?" seru Viola.
Ezra menghela nafasnya kemudian mengangguk, dia melipat tangannya dan mulai memejamkan mata karena sudah jengah dengan sikap adiknya itu.
Beberapa jam kemudian, mereka sudah memasuki kawasan militer yang mana mobik akan di periksa terlebih dahulu.
Ezra menurunkan spionnya, seketika kolonel yang berjaga mengangguk dan menyuruh temannya untuk membuka kan pagar.
Mobil mereka berjalan kembali dan terhenti di parkiran. Ezra keluar dari mobil diikuti oleh Viola, mereka mendekati mobil Lio dan Lia karena sedari tadi para penumpangnya beluk juga keluar.
Tuk!
Ezra mengetuk kaca, seketika Lio membukanya dan menatap Ezra dengan raut bertanya.
"Apa terjadi masalah?" singkat Ezra.
"Tidak, jendral deluan saja ... aku masih menunggu kembaranku, karena dia masih tertidur." terang Lio sambil mendongak menatap Ezra.
Ezra tak mengerti, mengapa harus menunggu Lia bangun. Memangnya wanita itu tak bisa di bangunkan? Dirinya juga baru sadar ternyata Lio mengetahui siapa dirinya.
"Bangunkan saja dia!" titah Ezra sambil menatap Lia yang menyender pada Lio tetapi wajah itu tidak terlihat karena Lio yang menutupnya.
"Maaf Jendral, aku bisa mengurus kembaranku. Lebih baik anda lakukan tugas anda, tidak baik jika anda terlalu memperhatikan kami," ujar Lio dengan nada datar.
Tanpa bicara lagi Ezra langsung masuk kedalam akademi, sementara Viola masih terdiam dan menatap sekitar yang juga banyak para calon murid baru.
Eunghh!
"Cepat bangunlah! kita sudah sampai!" titah Lio sembari membenarkan rambut Lia.
"Sudah sampai?" heran Lia.
"Ck, iya sudah sampai ayo!" ajak Lio.
Lia mengangguk, dia keluar dari mobil bersamaan dengan Lio yang menyuruh supirnya untuk kembali ke mansion.
Lia menatap sekelilingnya, netranya jatuh pada Viola yang kini menatapnya berbinar. Bahkan kini gadis itu sudah menghampiri Lia dan berdiri tepat di hadapannya.
"Aaaa Lia!" seru Viola.
Lia hanya mengerutkan keningnya bingung, dia menatap Viola seakan bertanya tentang kebingungannya.
"Eh, maaf ... aku belum kenalin diri. Namaku Viola, tidak usah memperkenalkan dirimu karena aku tau jika kau Lia seorang putri dari penguasa bisnis kan? fotomu ada dimana-mana kau tahu?" antusias Viola.
Lia menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, sementara Lio menghampiri mereka dengan tas Lia yang dia pegang.
"Cepat ambil tasmu dan bawa juga kopermu. Aku lelah membawa barangmu yang begitu banyak!" gerutu Lio.
Lia mendengus pelan, dia memakai tasnya dan mengambil kopernya. Sementara Viola masih menunggu Lia yang sedang di ceramahi oleh Lio.
"Jangan buat masalah! jangan buat onar! jangan cari masalah! jangan ...,"
"Berisik!" sela Lia dan kembali menghampiri Viola yang mana membuat Lio mendengus kesal.
Lio segera beranjak dari sana sementara Lia segera mengajak Viola untuk masuk ke dalam akademi. Mereka ingin satu kamar agar mempunyai teman bicara.
"Ini asrama satu, yang paling sedikit kapasitasnya. Lebih baik kita disini saja Lia, dari pada asrama lain," ujar Viola.
Viola hanya menatap pintu yang bertuliskan berapa orang yang terisi di setiap kamar. Pilihannya terjatuh pada kamar yang bertuliskan asrama satu.
Lia mengangguk, mereka memasuki asrama itu yang tampak kecil dan hanya ada empat kasur.
Brugh!
Lia dan Viola sama-sama membanting dirinya di kasur tersebut. Mereka mengatur nafasnya akibat lelah membawa koper yang begitu besar.
"Aku sangat lelah," gumam Lia.
"Bukan hanya kau ... tapi juga aku," sahut Viola.
Mereka berdua kembali menduduki diri mereka, mata mereka saling beradu ketika mendengar suara sirine.
"Apa ada kebakaran yah?" gumam Lia.
Viola yang baru saja tersadar suara itu segera menarik Lia dan berlari keluar kamar. Dia mengarahkan Lia ke lapangan dan melihat para murid baru yang sudah berbaris rapih.
"Kita terlambat Lia," lirih Viola.
keterlambatan mereka mengundang perhatian semua orang yang ada di lapangan termasuk Ezra yang kini tengah berdiri di samping pasukan putra.
"Kalian berdua, cepat masuk barisan!" titah Ezra.
Viola dan Lia kini memasuki barisan, mereka berdiri bersebelahan sambil menundukkan kepalanya.
Mereka hanya mendengarkan ceramahan dari Ezra yang mana membuat Lia dan juga Viola mengantuk.
"Mulutnya gak berbusa yah dari tadi ngomong terus?" heran Lia.
"Hm, aku juga heran. Padahal yang ku tau, abang Ezra orangnya minim bicara," sahut Viola.
"Ternyata dia abangmu ... ku kira bukan, kalian tidak mirip dari segi wajah dan juga perilaku." ujar Lia sambil menatap Viola.
Saat Viola akan menjawab, tiba-tiba saja mereka di kejutkan oleh suara yang menyebut mereka.
"Kalian berdua yang dibelakang! sudah puas ngobrolnya?"
***
Sementara itu di mansion Wesley tampak sangat sepi karena tak lagi ada yang buat kerusuhan. Kini di mansion hanya ada Alden, Amora dan Ravin karena yang lain sedang pergi untuk acara masing-masing.
"Daddy! meong Lavin mana?" ujar Ravin sambil menghampiri daddynya yang sibuk mengerjakan berkas kantor.
"Tadi Ravin taro di mana?" tanya balik Alden Tanpa melepas pandangannya dari Ravin.
Ravin mengetuk dagunya menggunakan jari telunjuknya, dia menatap sekitar setelahnya dua berteriak histeris.
"Actaga! Lavin lupa! ci meong Lavin tinggal di kandang cinga glandpa!" seru Ravin dan berlari keluar ruang kerja Alden.
Alden mengalihkan pandangannya pada Ravin yang berlari keluar ruang kerjanya. Dia mengerutkan keningnya ketika mendengar kandang singa.
"Loh, singa papi masih disini?" gumam Alden.
Beberapa hari lalu, Mertua Alden datang ke mansionnya. Bukan hanya membawa diri, tapi juga membawa singa untuk di titipkan pada Alden karena mertuanya berkata jika dia ingin melakukan perjalanan bisnis.
Alden segera menutup laptopnya dan berlari keluar untuk mengejar anaknya yang akan pergi ke kandang singa milik mertuanya.
"RAVIN!" seru Alden ketika melihat putranya yang ternyata masuk ke dalam kandang melalui celah-celah pagar. Ravin muat memasuki celah itu karena tubuhnya yang kecil.
Sementara Ravin hanya menatap kucingnya yang kini meringsut ketakutan akibat singa itu yang mendekatinya.
"Bugh!"
Ravin memukul badan singa itu yang mana membuat singa itu menatap Ravin.
"Gesel dulu, Lavin mau ambil ci meong," ujar anak itu.
Bagaikan sebuah perintah, singa tersebut menggeserkan tubuhnya. Dia hanya menatap Ravin yang membawa kucing tersebut ke gendongannya.
"Ravin! keluar sekarang!" panik Alden.
Ravin menatap daddynya kemudian mengangguk, dia mengeluarkan kucing itu. Saat dia akan mengeluarkan tubuhnya, singa tersebut menggigit bajunya yang mana membuat Ravin terjerembab.
"Aduh! iiiihhh dacal cinga pentolan!" kesal Ravin sambil berusaha bangkit dan melihat baju belakangnya yang sudah sobek.
"Hiks ... tu kan bajuna Lavin cobek! cinga nda ada otakna! hiks ... talo di omeli mommy gimana ini hiks ...," isak Ravin.
Alden yang panik seketika terhenti akibat gerutuan putranya yang malah takut di omeli oleh sang istri.
"Ravin, ayo cepat keluar." bujuk Alden sambil menarik baju anak itu.
"Bajuna cobek daddy hiks ...," isak Ravin.
"Nanti kita beli yang baru, sekarang keluar ya nak," bujuk Alden.
Akhirnya Ravin keluar dan segera Alden mengecek tubuh anaknya. Dirinya takut singa itu melukai sang putra.
"Hiks ... baju Lavin cobek hiks ... cingana nda ada otakna hiks ...,"
"Namanya juga hewan, sudah ayo! keburu mommy sadar kamu gak ada di dalam," ujar Alden.
Ravin mengangguk, dia memegang tangan daddynya dan berjalan memasuki mansion dengan diikuti okeh kucingnya yang berjalan tepat di belakang mereka.
JANGAN LUPA LIKE, KOMEN, VOTE, DAN HADIAHNYA YAH❤❤❤.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!