Bbledaaar......! Bledarr......! Bledarrr....!
Suara petir yang mengelegar berkali-kali memekakan telinga. Seberkas cahaya yang begitu besar meluncur cepat dari arah barat ke timur membelah langit malam Javadwipa. Cahaya besar itu menerobos gelapnya malam menyerupai lintang kemukus atau bintang jatuh.
Sekilas diujung cahaya yang menyilaukan mata, ada sesuatu benda yang berwarna kehijauan ikut melesat bersamanya. Kilatan petir datang silih berganti mengiringi lesatan cahaya itu.
Duuuum!
Suara ledakan yang memekakkan telinga menandai jatuhnya lintang kemukus yang baru saja membelah langit malam Javadwipa. Kilatan petir belum berhenti masih terlihat beberapa kali menghantam di tempat yang sama. Lintang kemukus itu jatuh di sebuah hutan bagian sisi utara gunung Mahameru.
Setelah suara ledakan keras barusan, suara riuh rendah para binatang buas penghuni hutan langsung terdengar. Mereka semua sepertinya telah terusik oleh kejadian yang baru saja terjadi.
Selain suara ledakan, sebenarnya ada sebuah aura kekuatan yang sangat besar ikut mengiringi kedatangan benda yang menghantam kawasan hutan itu. Entah karena aura kekuatan itu atau karena suara ledakan yang membuat para hewan liar itu merasa terganggu.
Mendadak sekelebat bayangan manusia terlihat terbang dengan kecepatan tinggi. Bayangan manusia itu menerobos diantara pepohonan. Sambil sesekali menginjakkan kakinya dipucuk pohon, tanpa peduli hujan begitu deras mengguyur.
Gelapnya malam dan pekatnya kabut tak mampu menghalangi laju kecepatan gerak langkah kakinya. Jika diperhatikan pakaiannya masih kering. Sebuah medan pelindung yang tak kasat mata telah menghentikan air hujan membasahi tubuhnya. Itu adalah sebentuk pancaran chakra yang telah melindungi tubuhnya dari terpaan air hujan.
Lelaki itu kemudian meluncur kebawah dan berhenti persis didepan sebuah kawah kecil akibat ledakan yang baru saja terjadi. Sebelum benda itu tenggelam dalam kawah kecil sempat menghantam sebuah pohon besar. Karena begitu kuatnya hantaman, membuat pohon itu tumbang dan hancur. Serpihan pohon itu menyebar ke segala arah bersama kobaran api.
Benda yang menerjang pohon itu terus melesat dan menghantam sebuah bebatuan. Karena kuatnya hantaman, membuat tempat itu amblas. Sehingga membentuk lekukan seperti sebuah kawah kecil. Posisi tempat jatuhnya benda itu agak miring sehingga air hujan yang turun tidak memenuhi lengkungan kawah itu.
Kobaran api yang menyebar ke segala arah akhirnya padam oleh siraman air hujan. Tetapi kepulan asapnya masih terlihat masih mengepul di pokok pohon yang hancur.
"Lesatan benda yang membelah langit barusan seperti ndaru(semacam bintang jatuh yang memiliki isyarat gaib tertentu)." Sesosok itu berbicara sendiri sambil memperhatikan sekeliling.
Setelah diperhatikan ternyata sesosok manusia itu adalah seorang lelaki paruh baya. Tatapan mata lelaki itu menyapu keseluruh area dimana dia berdiri. Terutama pada kawah tempat benda yang datang dari langit itu menghujam dengan keras.
"Benda apa sebenarnya yang baru saja melesat di langit tadi? Mengapa ada aura kekuatan sangat besar menyertainya? Sesuatu hal yang sangat tidak wajar!"
"Aura kekuatan itu membuat aku penasaran, bahkan tanpa sadar aku telah mengejar hingga masuk kedalam hutan ini. Tetapi sayang aura kekuatan itu telah menghilang, sebab kini aku sudah tidak mampu lagi merasakan kehadirannya."
Lelaki itu kemudian mendekati kawah yang berada dihadapannya. Kemudian dia mulai menyingkirkan bebatuan yang tersebar ditempat itu.
"Sepertinya aku merasakan aura lain di bekas ledakan ini, walaupun tak sebesar aura kekuatan sebelumnya yang telah membuat aku penasaran."
"Ketemu! Jadi ini benda yang tadi melesat membelah langit malam!"
Setelah menyingkirkan segala reruntuhan bebatuan, sebuah cahaya kehijauan menyeruak keluar dari sela-sela bebatuan. Benda itu sebelumnya telah menghantam sebuah pelataran bagian dari sebuah tebing batu yang besar.
Benda itu sebagian besar amblas masuk kedalam, seakan menyatu dengan batu yang dihantamnya. Mungkin karena saat menghantam suhu terluar dari benda itu sangat panas dengan kecepatan cukup tinggi, sehingga mampu membuat benda itu amblas seakan menyatu.
Sekilas bagian yang terlihat, bentuknya sedikit mirip dengan sebuah kuncup bunga teratai. Bagian itu berwarna hijau transparan dan mampu berpendar mirip sebuah kunang-kunang.
"Demi Sang Hyang Widhi....! Ternyata ada seorang bayi didalamnya? Apakah mataku tidak salah?" Lelaki itu mengusap-usap matanya beberapa kali.
"Bagaimana mungkin bayi didalam benda ini masih bisa hidup?" Lelaki itu menyadari bayi itu masih hidup saat terlihat anggota badannya bergerak-gerak.
"Tidak masuk diakal, Padahal ledakan barusan telah membuat pohon besar itu hancur dan juga terbakar. Apalagi hantamannya sampai membuat kawah sebesar ini. Tentu benda ini menghantam dengan sangat keras."
"Sebaiknya aku menyelamatkan bayi ini terlebih dahulu."
"Tetapi bagaimana caranya membuka benda ini? Mengapa tidak bisa aku buka? Semoga saja, bayi didalam benda ini baik-baik saja kondisinya." Setelah menyadari didalam benda itu terdapat seorang bayi lelaki itu berusaha membuka. Namun dia tidak menemukan sesuatu yang bisa membuat benda itu terbuka. Lelaki itu juga kesulitan mencabutnya, karena hanya permukaannya saja yang terlihat.
"Luar biasa....! Bukan hanya kondisinya baik-baik saja, bahkan dia sedang tertidur pulas!" Sosok lelaki itu berseru penuh takjub sambil menggeleng-gelengkan seakan tidak mempercayai apa yang dia lihat.
Lelaki itu sekilas terlihat seperti berumur lima puluhan atau justru kurang dari itu, sebab jengot dan kumisnya begitu lebat. Sehingga raut mukanya tidak terlalu jelas terlihat didalam gelapnya malam.
Lelaki itu kembali berusaha menyelamatkan bayi didalam benda didepannya, tetapi berkali-kali itu pula dia tidak dapat membukanya. Akhirnya dia berhenti melakukan hal itu dan kembali berdiri sambil memandang sekeliling.
"Kemana perginya aura kekuatan besar yang terasa begitu kuat? Apa mungkin pemilik kekuatan itu hanya mengiringi untuk memastikan keselamatan jabang bayi ini. Atau justru sengaja memancing manusia berilmu tinggi seperti diriku ini, untuk mengejar dan menemukan bayi ini?"
"Tetapi jika itu benar untuk alasan apa?"
Lelaki itu masih menatap ke arah benda yang didalam ada sesosok bayi. Berbagai pertanyaan menyelimuti seluruh pikirannya mencoba menemukan teka-teki atas kejadian yang ada didepan matanya. Tetapi semua pertanyaan-pertanyaan yang datang silih berganti itu tidak diketemukan jawabannya. Lelaki itu kemudian menghela nafas panjang beberapa kali.
"Ketetapan apa yang sebenarnya telah digariskan oleh para Dewata dibalik peristiwa ini?"
Matanya kembali nanar menatap sekitar hutan yang gelap gulita. Ditambah hujan dan kabut, membuat jarak padang tak lebih dari beberapa tombak saja. Lelaki itu kemudian menengadah menatap langit yang gelap dengan guyuran hujan semakin deras.
"Sangat kecil kemungkinannya jika bayi ini dibuang oleh manusia. Benda ini datang dari langit. Aku rasa tidak ada manusia manapun yang mampu melakukannya meskipun sudah ditingkat langit seperti diriku. Kecuali manusia itu telah mencapai kekuatan tahap Dewa, sehingga bisa melakukannya. Selain itu entah keturunan apa bayi ini sebenarnya? Bahkan tempatnya pun bukan benda biasa karena kekuatannya sekelas pusaka dewa."
"Entah rencana apa yang dimiliki Sang Hyang Wenang atas kejadian ini, yang pasti ada rahasia besar yang belum aku pahami."
"Sebentar sepertinya aku mengenali permukaan benda yang terus berpendar ini?" Lelaki itu kembali memeriksa benda yang amblas ke dalam batu dan hanya menyisakan permukaannya yang bercahaya kehijauan.
"Ah..! Benar! Ini batu yang menjadi tempat aku menyimpan banyak kitab ilmu tingkat tinggi!"
Lelaki itu kembali mencoba membuka untuk menyelamatkan bayi yang masih terkurung didalamnya.
"Aku baru paham sekarang! Kekuatan besar yang aku rasakan sejak benda ini melintas dilangit, ternyata tidak bersama pemiliknya langsung. Tetapi hanya esensi kekuatannya saja yang sengaja disegel untuk melindungi benda ini."
"Benar sekali itu yang sesungguhnya terjadi, mengapa sesaat benda ini menghantam bumi, maka aura kekuatan besar itu langsung lenyap."
"Aku harus segera membawa bayi ini pergi sejauh mungkin. Pancaran aura yang begitu kuat saat melintasi langit, kemungkinan telah memancing banyak orang dari golongan hitam maupun dari golongan putih. Karena pancaran kekuatannya mampu dideteksi dari ribuan tombak." (1 tombak setara dengan 3,75 meter)
"Aku tidak tau, apa tujuan orang yang telah mengirim benda beserta bayi ini. Tetapi aku yakin ada rencana besar dari para Dewata yang belum aku pahami. Apalagi aura kekuatan dari benda ini setara dengan senjata kelas dewa, tentu akan menjadi rebutan dunia persilatan. Aku harus mencegah pertumpahan darah itu terjadi."
"Tetapi bagaimana caranya aku membawanya. Apa perlu aku hancurkan saja bebatuan ini, agar aku bisa membawanya pergi? Tetapi aku takut akan dapat mencelakai bayi yang berada didalamnya."
"Semoga saja bayi ini baik-baik saja. Entah apa tujuan dibalik kejadian ini, namun aku rela merawatnya dan mendidiknya sebaik mungkin! Aku juga sangat yakin, jika bayi ini sangatlah istimewa."
"Apalagi selama ini aku juga tidak memiliki murid, jadi tidak ada salahnya jika dia nanti aku angkat menjadi murid!"
"Ahh... Mungkin ini jodoh takdir!"kata lelaki setengah baya itu seperti menggumam. Kembali dia mencoba membuka benda yang berada ditengah kawah.
"Benda ini sepertinya tidak bisa dibuka dari bagian luar? Selain itu, hampir semua bagian dari benda ini juga amblas masuk kedalam batu, membuatnya susah untuk dicabut."
"Jika seperti ini bagaimana aku menyelamatkan dan membawa jabang bayi ini pergi secepatnya dari sini?"
"Sang Hyang Wenang, ijinkan hamba merawat bayi ini jika memang Hyang pepulun menakdirkan diriku yang berhak merawatnya!"
Setelah lelaki itu selesai berbicara, bagian atas dari benda tersebut secara ajaib perlahan mulai terbuka.
"Demi Sang Hyang Wenang! Apakah benda ini tau apa yang barusan aku katakan? Apakah artinya memang diriku yang ditakdirkan untuk merawat jabang bayi ini?"
Lelaki itu terkejut melihat wadah yang bisa terbuka sendiri. Dia begitu tercengang melihat kejadian itu, sebab benda itu bergerak sendiri tanpa ada yang menggerakkannya.
Benda itu terbuka seperti sebuah kuncup bunga teratai. Secara serentak kelopaknya membuka, kemudian lelaki itu dengan sigap segera meraih si jabang bayi.
Lelaki itu cukup khawatir jika bayi yang begitu mungil basah terkena air hujan. Udara yang begitu dingin dihutan kaki gunung Mahameru ditambah hujan tentu sangat berbahaya terhadap keselamatan seorang bayi.
Kemudian terjadi sebuah keanehan. Tanpa sebab musabab mustika tempat wadah bayi itu, mendadak hancur ambyar menjadi serpihan kecil. Kemudian secara perlahan semua serpihan itu mulai melayang naik semakin tinggi. Dalam ketinggian hampir satu tombak serpihan-serpihan itu mulai berputar. Pusaran yang terbentuk semakin lama semakin cepat. Kemudian sebuah kekuatan dari pusaran mencoba menarik tubuh jabang bayi dari dalam pelukan lelaki tersebut.
"Eladalah..pusaran itu memiliki kekuatan penghisap yang luar biasa!"
Secara tidak sadar lelaki itu mencoba menahan dan memeluk tubuh mungil itu. Selanjutnya yang terjadi sangat sulit diterima akal. Lelaki itu merasa tubuh bayi ditarik dengan begitu keras. Lelaki itu tidak memahami dengan apa yang terjadi, tetapi demi menghindari cidera pada bayi, dia akhirnya melepaskan jabang bayi tersebut.
Setelah bayi itu terlepas dari pelukannya, langsung terhisap masuk dalam pusat pusaran. Mata lelaki itu terus menatap ke arah jabang bayi yang melayang diudara dengan harap-harap cemas. Dia tidak memahami dengan apa yang terjadi, tetapi dia bersiaga jika sesuatu terjadi.
Entah apa yang terjadi, kemudian pusaran serpihan itu lenyap semua. Dengan lenyapnya serpihan-serpihan itu, kini sebuah Zirah perang telah menutupi seluruh bagian tubuh jabang bayi.
Penampakan zirah perang hanya terlihat sebentar, sebelum kemudian sebuah cahaya hijau memancar dari sekujur tubuh bayi. Cahaya kehijauan menerangi sekitar tempat tersebut, dalam radius yang tidak terlalu jauh. Kemudian mulai meredup hilang bersama zirah yang sebelumnya terlihat. Cahaya tersebut hilang masuk dalam pusar si jabang bayi.
"Demi sang hyang tunggal!! "
Dengan sigab lelaki itu kemudian menangkap tubuh bayi yang jatuh dengan cara melayang kebawah. Itu terjadi, setelah penampakan cahaya itu menghilang.
"Aku tak menyangka ternyata wadah yang menjadi tempat bayi itu adalah sebuah perwujudan dari sebuah Zirah perang. Aku yakin pasti itu mustika Kavacha yang ada dalam dongeng. Menurut legenda Sang Hyang Batara Surya pernah memberikan zirah itu sebagai cara dirinya melindungi salah satu keturunanya yang ada dibumi. Zirah terkuat yang pernah ada. Aku begitu yakin sekali tak mungkin aku salah." Lelaki itu berdecak kagum dengan keajaiban yang terjadi didepan matanya.
"Mustika yang tak ada celanya! Pantas saja mampu memberikan perlindungan dari dahsyatnya benturan saat menghantam bumi."
"Pertanda apa ini sebenarnya. Bencana apa yang akan menimpa marcapada ini, sehingga para Dewa memberi bekal kepada seorang bayi dengan sebuah pusaka dewa."
"Dulu pusaka ini pernah turun ke bumi. Kini telah muncul kembali ke dunia!" Lelaki itu hanya mampu menghela nafas kemudian mengelengkan kepala. Sepertinya dia tidak mampu memahami segala kejadian yang barusan terjadi.
"Akankah ini bocah yang dulu telah diramalkan oleh orang tua itu!"
Ada rasa kekaguman dan rasa kekhawatiran dalam pikirannya yang berkecamuk membuat seluruh tubuhnya bergetar.
Tatapan matanya tak mampu menutupi keterkagumannya pada sesosok bayi yang ia peluk dibalik jubahnya. Keajaiban demi keajaiban yang barusan terjadi mengingatkan kembali pada sebuah ramalan yang sudah sangat lama.
"Ooweek!ooweeek!ooweeek!" Bayi itu mulai menangis kedinginan segera lelaki itu menyalurkan chakra ke tubuh bayi. Sensasi hangat membuat bayi itu kembali tenang dan mulai tertidur pulas.
Dilihat dari pembawaannya lelaki itu berumur kisaran limapuluhan. Tetapi ada satu rahasia yang membuatnya terlihat seperti berumur lima puluhan atau justru lebih muda dari itu. Karena sesungguhnya dia telah berumur sekitar lima ratus tahun. Dialah Eyang Sindurogo Maharesi yang sakti mandraguna. Tokoh dunia persilatan yang sangat disegani lawan maupun kawan.
Tetapi bagi penduduk sekitar kaki Gunung Mahameru mengenalnya sebagai seorang petapa sekaligus tabib sakti. Mereka tidak terlalu mengetahui latar belakangnya karena tabib itu dikenal sangat tertutup. Walaupun begitu dia dianggap petapa yang baik hati, karena banyak menolong mereka dengan keahlian pengobatannya. Meski memang dia dikenal sebagai penyendiri dan kehidupannya begitu tertutup. Mereka mengenal Maharesi itu, karena sesekali akan turun gunung untuk datang mengobati para penduduk yang sakit.
Eyang sindurogo kemudian melesat cepat terbang sambil menimang bayi. Hawa murni dia salurkan ke tubuh bayi untuk mengusirnya dari hawa dingin pegunungan yang mengigit.
Satu seruputan teh lelaki itu telah menghilang dari pandangan mata. Dia hendak kembali ke tempat pertapaannya di suatu goa dibelahan lain dari gunung Mahameru.
Nama dari goa itu adalah Raung harimau. Goa itu dinamakan seperti itu, karena memang goa itu sesungguhnya sarang dari seekor harimau besar yang memiliki taring menyerupai dua buah pedang. Wujud dari harimau itu sangat mengerikan, tetapi ditangan Maharesi eyang Sindurogo harimau itu tidak ubahnya seperti seekor kucing. Karena makhluk mengerikan itu menjadi begitu penurut dihadapan Sang Maharesi.
"Bayi ini adalah bayi yang sangat istimewa dengan struktur tulang yang sangat langka. Tidak salah keputusanku sebelumnya untuk mengangkatnya menjadi muridku. Sepertinya bayi ini akan menjadi hartaku yang paling berharga. Selain itu tidak akan ku biarkan bocah ini jatuh ditangan yang salah. Jika sampai hal itu terjadi maka akan terjadi bencana besar di seluruh muka bumi ini."
**
Chapter ini sudah mengalami perubahan berkali-kali jika ada kekurangan silahkan beri masukan.
Kejadian di lereng hutan gunung Mahameru seperti yang telah diperkirakan Eyang Sindurogo akan memancing tokoh dunia persilatan, akhirnya terbukti. Hal itu dibuktikan dengan datangnya segerombolan orang di hutan itu. Mereka datang tidak berselang lama, setelah Eyang Sindurogo meninggalkan tempat itu.
Mereka adalah sekelompok orang dari sebuah sekte beraliran hitam. Seperti yang dikatakan Eyang Sindurogo mereka bergerak mencari asal sumber aura berkekuatan besar yang sempat dia rasakan.
Hujan yang menyirami tempat itu sedari tadi belum juga reda. Tetapi kondisi itu tidak menyurutkan langkah kaki mereka semua.
Kemungkinan rombongan itu dipimpin oleh seorang wanita, jika dilihat dari paras dan postur tubuhnya. Wanita itu memimpin didepan dan berlari dengan lincah menerobos pepohonan. Melompat dari satu cabang pohon ke cabang pohon lain dengan cepat.
Dilihat dari kecepatan berlarinya pemimpin kelompok itu berilmu cukup tinggi. Orang-orang yang mengekor dibelakang terlihat mampu mengimbangi kecepatan pemimpinnya. Mereka sejak tadi terus menyusuri hutan dikaki gunung Mahameru.
Pemimpin kelompok itu memakai jubah berwarna hitam yang terkesan mewah. Saat tudung kepalanya terbuka akibat hempasan angin yang kuat, sesuatu penampakan segera terlihat. Seharusnya setelah tudung itu terbuka akan terlihat rambutnya yang berterbangan tertiup angin. Tetapi alih-alih rambut yang terlihat, justru sesuatu yang lain terlihat terus menggeliat.
Sesuatu yang menggeliat itu memang bukan rambut, tetapi ratusan ular kobra kecil yang menghiasi kepalanya. Penampakkan itu terlihat menakutkan dan cukup menjijikkan bagi yang pertama kali melihatnya.
Tetapi ciri khas yang tidak ada bandingnya itu telah membuat namanya di dunia persilatan melambung. Namanya cukup ditakuti baik lawan maupun lawannya.
Sebab tokoh satu ini dikenal sebagai tokoh golongan hitam yang sangat menakutkan. Karena kondisinya seperti itu sebagian orang menyebutnya sebagai keturunan siluman atau justru penjelmaan dari siluman itu sendiri. Apalagi dengan sifatnya yang terkenal sadis membuat dia dikenal sebagai seorang iblis betina yang menakutkan.
Walaupun dengan gaya pakaiannya yang mewah dan terlihat begitu anggun. Ditambah lekuk tubuhnya yang mengagumkan. Bahkan jika tanpa wujud rambutnya yang terlihat mengerikan pasti bisa membuat setiap lelaki menelan ludah. Penampilanya yang sangat anggun bagi kebanyakan orang terlihat begitu menakutkan. Bahkan konon kabarnya selama ini belum ada yang berani bertatapan langsung denganya. Hal itu dikarenakan sebuah kekuatan berasal dari kedua matanya yang sangat mengerikan. Kekuatan itu mampu dia keluarkan hanya dari sorot matanya saja dan membuat lawannya seketika menjadi sebongkah batu.
Meskipun paras dari wanita itu terbilang sangat cantik dengan lekuk tubuhnya yang sangat mengoda. Ditambah kulitnya yang putih mulus, paling putih dibandingkan wanita Javadwipa pada umumnya. Karena kulit yang dia miliki adalah kulit orang-orang ras kaukasia. Jubahnya yang mewah lumayan tebal tetap tak mampu menutupi lekuknya. Tetapi dengan namanya yang terkenal begitu menakutkan, bahkan bagi seorang lelaki cabul sekalipun lebih baik memejamkan mata jika melihat wanita ini.
Dialah pemimpin Perguruan aliran hitam yang paling ditakuti didunia persilatan Medusa Hitam si Ratu Ular. Perguruan aliran hitam yang berdiri disekitar gunung Retawu atau gunung Muria.
Namanya yang terdengar asing dan agak janggal dikuping, memang sesuatu hal yang wajar. Sebab sebenarnya wanita itu berasal dari suatu negeri yang sangat jauh. Disuatu negeri yang masuk wilayah Benua Barat. Entah bagaimana ceritanya dia bisa ada di tanah Javadwipa ini tidak ada yang mengetahuinya.
Kini wanita itu sudah ada di hutan lereng Gunung Mahameru yang terpaut jarak yang sangat jauh dari perguruan dimana dia tinggal. Sesuatu yang sama tidak seorangpun bisa mengetahuinya. Mereka terlihat begitu sibuk menyisir seluruh kawasan hutan.
"Aura kekuatan besar sudah menghilang sedari tadi. Sepertinya kesulitan kita semakin bertambah. Tetapi dengan mengikuti petunjuk tetua Ular Putih seharusnya kita sudah dekat dengan lokasi jatuhnya ndaru yang kita cari." Wanita itu menatap sekitar tempat berdirinya dengan tajam, begitu juga para pasukan yang mengiringinya.
"Kita sudah menyusuri hutan mengikuti arahan yang dititahkan tetua ular. Kalian menyebar disekitar sini. Kabarkan jika kalian menemukan sesuatu yang janggal!"
"Sendiko dawuh Ratu!"
Pasukan yang mendengar titah dari pimpinannya itu segera menundukkan kepalanya sampai menyentuh tanah. Segera setelah itu mereka menyebar berkelebat dengan cepat. Mereka adalah pasukan elit Sekte Ular Hitam yang terkenal.
Pasukan kecil yang sedang menyisir hutan itu adalah pasukan dari Sekte Ular Hitam yang dipimpin langsung oleh ketuanya, yaitu Ratu Ular Medusa Hitam. Pergerakan mereka sampai di hutan lereng Gunung Mahameru adalah karena mengikuti ramalan salah satu tetua sekte. Di sekte Ular Hitam ada seorang tetua yang memiliki keahlian yang luar biasa karena ketepatan meramalnya hampir dipastikan akan terjadi.
**
Satu purnama yang lalu tetua itu terlihat dalam pembicaraan dengan sang Ratu Medusa. Dia dipanggil sebagai Tetua Ular Putih. Kekuatan yang dimilikinya membuat dia menempati posisinya sebagai seorang Tetua. Dengan kekuatannya itu dia begitu disegani bahkan oleh ketua perguruan sendiri yaitu Ratu Medusa. Hal itu dikarenakan kemampuan cenayangnya begitu tepat meramal sesuatu kejadian. Dikemudian hari dia dikenal sebagai ahli nujum perguruan Ular Hitam.
Ratu Medusa terlihat duduk di singgasananya yang begitu mewah. Hampir keseluruhannya terbuat dari emas. Dengan ukiran motif kepala ular dipegangan tangannya menambah keindahan kursi singgasana itu. Dibelakangnya dua dayang mengipasi sang Ratu tanpa henti. Disampingnya tiga dayang membawakan nampan berisi makanan.
Walau dia hanya seorang tetua sebuah perguruan tetapi dia ingin selalu dianggab dan diperlakukan sebagai selayaknya seorang Ratu. Bahkan peraturan perguruan dibuat sedemikian rupa seperti sebuah peraturan kerajaan. Termasuk bentuk perguruan Ular Hitam yang tak seperti suatu perguruan perkumpulan bela diri lainnya. Bahkan lebih pantas disebuat sebagai komplek istana sebuah kerajaan. Komplek perguruan itu bahkan memiliki benteng yang menjulang tinggi mengelilingi seluruh kawasan inti perguruan yang begitu luas.
"Medusa aku telah mendapatkan sebuah penglihatan baru."
"Wahai tetua penglihatan apa yang tetua maksudkan?"
"Aku melihat pulung atau ndaru yang terlihat jelas melintasi tanah Javadwipa dengan cahayanya yang besar."
"Lalu apa kaitannya peristiwa tersebut dengan perguruan kita wahai Tetua Ular Putih?"
"Pulung atau ndaru itu terkandung sebuah pusaka deva. Jika kita bisa mendapatkannya kejayaan Sekte kita sudah pasti dengan mudah dapat kita raih."
"Sangat menarik! Aku harus mendapatkannya pusaka dewa ini! Dengan senjata dewa ditanganku akan kujadikan sebagai jalan bagiku untuk mendirikan kerajaan siluman yang akan menguasai tanah Javadwipa ini. Dan aku akan benar-benar menjadi seorang Ratu."
"Setelah itu akan kujadikan sebagai moment kebangkitan para Siluman mengusai bumi ini. Hahahahaha......!"
Diatas singgasananya yang terbuat dari emas Ratu Medusa tertawa terbahak-bahak.
"Hahahahaha....!
"Benar sekali Medusa! Ssssssshhh...!"
Lidah tetua itu menjulur berbentuk seperti lidah ular dan megeluarkan suara desisan.
"Nanti jika sebuah cahaya besar melesat diatas langit tanah Javadwipa dengan menebarkan kekuatan yang sangat kuat maka itu adalah pertanda datangnya sebuah senjata dewa."
"Ingat baik-baik perkataanku ini Medusa saat sang Kala menelan Matahari maka tak lama pulung itu akan hadir." (Sang Kala adalah sebuah mitos tentang seorang rhaksasa yang memakan matahari sehingga terjadi sebuah gerhana). Kemudian tetua itu memberikan rincian mengenai kemungkinan letak jatuhnya ndaru sesuai penerawangan yang dia dapat.
"Jika sudah terlihat tanda-tanda itu pasang mata dan telingamu baik-baik. Rasakan juga aura kekuatan besar yang akan menyertai kedatangan pulung itu!"
"Baiklah tetua! Akan aku ingat perkataan tetua!"
"Jika waktunya itu datang kau sendiri yang harus memimpin pencariannya."
"Tentu saja tetua! Pasti aku akan turun tangan langsung untuk memastikan kita akan mendapatkan senjata dewa itu."
**
Ramalan tetua tentang sebuah senjata sekelas pusaka dewa yang mengandung kekuatan yang luar biasa besar akan jatuh dari langit. Moment kedatangan itu mereka tunggu-tunggu hingga akhirnya saat siang hari tiba-tiba matahari secara pelan ditelan Sang Kala. Mereka menyadari bahwa sebentar lagi akan datang peristiwa susulan yang ditunggu.
Segera Ratu Ular Medusa menyiapkan pasukan inti Perguruan Ular Hitam. Mereka berangkat ke arah yang telah digambarkan Tetua Ular Putih.
Tiga hari setelah peristiwa gerhana Ratu Medusa sudah dalam perjalanan menuju ke tempat yang disebutkan tetua Ular Putih. Arah yang ditunjukan tetua adalah sebelah utara lereng Gunung Mahameru.
Setelah malam datang seberkas cahaya begitu besar melabrak ke arah timur dengan menebarkan Aura kekuatan dengan begitu besar melewati langit diatas Javadwipa. Ratu Medusa segera mempercepat memimpin rombongan mengejar jatuhnya berkas cahaya yang melesat diatas langit. Bahkan kuda-kuda rombongan itu mereka tinggal dipinggir hutan dikarenakan medannya tak mampu dilewati kecuali dengan berjalan kaki.
Ratu Medusa begitu bernafsu mendapatkan pusaka dewa tersebut. Sebab jika benda yang jatuh tersebut mampu dikuasai perguruan mereka, maka akan mampu membuat perguruan mereka menjadi perguruan terkuat.
Tetapi sayangnya tetua ular tidak mampu menjelaskan lebih rinci benda apa yang dimaksut . Pengelihatan mereka tak mampu mengambarkan begitu detail. Mereka hanya mengatakan seperti yang sudah didengar Sang Ratu Medusa.
Penglihatan mereka hanya mampu memprediksi kapan kemungkinan pusaka itu nanti akan jatuh dan kemungkinan dimana lokasi jatuhnya ndaru itu.
Setelah mereka sampai disalah satu lokasi lereng itu, aura dan kekuatan yang memandu mereka secara misterius menghilang tiba-tiba.
"Bagaimana apakah kalian menemukan petunjuk?"
Pasukan elit yang dia perintahkan untuk menyisir sekitar lereng itu akhirnya menemukan jejak yang mereka cari.
"Nuwun injjih Ratu. Disebelah utara dari tempat ini ada pohon besar yang hancur seperti terhantam sesuatu hingga hancur, hanya meninggalkan pokok pohon yang terbakar. Hamba yakin disekitar tempat itu benda yang ketua cari akhirnya jatuh ke bumi. Selain itu didekat pohon itu ada semacam kawah tempat jatuhnya sesuatu dengan cukup dahsyat."
"Baik, antarkan aku kesana!"
"Sendiko dawuh kanjeng Ratu!" Lelaki yang memakai jubah dan pakaian serba hitam itu menyembah ke arah Ratu Medusa. Kemudian bergerak ke arah tempat yang barusan dia ceritakan.
Kondisi pohon itu telah hancur lebur seperti terhantam sesuatu yang sangat kuat. Dari sela-sela kayu ada masih terlihat kepulan asap dari sisa bekas terbakar.
Mereka kemudian berjalan ke arah kawah kecil yang berada tidak jauh dari pohon yang terbakar.
"Ssssssshhhhh.....sssssssshhhhhh...sssssshhhh!" Suara ular-ular kecil yang mengiasi kepala Ratu ular seakan-akan membisiki sesuatu.
"Aku paham ini memang tempat jatuhnya benda yang kita cari. Aku juga masih merasakan sedikit aura yang masih tertinggal." Bergumam sendiri seakan menjawab apa yg diberitakan ular-ular kecil dikepalanya.
"Sial....! Seseorang telah mendahului mengambil sesuatu yang kita cari. Aku merasakan seseorang telah mengambil apa yang kita cari."
Tatapannya menyisir keseluruh penjuru. Dia kembali menatap dan memeriksa disekitar kawah yang berada didepannya. Sepertinya dia sedang mencari sesuatu petunjuk yang mungkin saja dapat. Ditengah kawah itu ada suatu lubang yang tidak dalam membentuk sesuatu benda.
Suasana hutan yang gelap gulita dan hujan yang masih membasahi hutan, tentu saja membuat mereka kesulitan mencari jejak atau petunjuk orang yang telah mengambil benda yang mereka cari.
"Periksa dengan teliti mungkin kita bisa mendapatkan sedikit petunjuk. Siapapun yang berani lancang mengambil apa yang aku cari akan kujadikan tubuhnya hancur."
"Sendiko dawuh kanjeng Ratu!"(sendiko dawuh\= siap laksanakan)
Perintah Ratu medusa kepada sepuluh orang yang berjubah hitam yang sedari tadi siaga menunggu perintah junjunganya.
Mereka pun bergidik dengan ucapan terakhir wanita itu karena mereka sudah hafal dengan tabiat Ratu mendusa yang sangat terkenal kejam dan cenderung sadis.
Setelah sang Ratu selesai memerintahkan mereka segera melesat menghilang mengikuti petunjuk jejak yang masih tertinggal.
Mereka semua adalah pembunuh dan pemburu elit yang mempunyai kemampuan berburu yang tak diragukan lagi. Mereka adalah sekelompok pasukan elit yang dimiliki Perguruan Ular Hitam.
Tak berselang lama mereka kembali satu persatu datang dan segera bersujud untuk memberikan laporan hasil pengamatan yang telah mereka dapatkan.
"Sebelumnya mohon maaf kanjeng Ratu!"
"Sesuai perintah Ratu kami telah menyisir pelosok hutan ini tetapi kami sudah tak lagi menemukan jejaknya lebih jauh. kemungkinan besar pelakunya hanya seorang ."
"Tetapi yang menjadi masalah sepertinya orang ini memiliki ilmu kanuragan yang sangat tinggi. Jejak yg ditinggalkan terakhir dia kemungkinan telah terbang dan hanya sedikit tokoh dunia persilatan yang mampu melakukannya." Ucapan terakhir lelaki yang bertopeng serigala terdengar bergetar ketakutan.
"Baiklah akan aku tunggu di perguruan berita kelanjutannya. Untuk kalian lanjutkan pencarian sampai kalian sebutkan satu nama untuk aku minta apa yang aku cari sebelum kuhancurkan badannya. Jika tidak! akan kupenggal kepala kalian sebagai gantinya".
"Sendiko dawuh kanjeng Ratu!" Mereka menjawab serentak sambil menundukan kepalanya ke tanah dalam-dalam.
Selesai berbicara, Ratu medusa segera melesat lenyap ditelan gelapnya malam.
Setelah Ratu ular medusa hitam menghilang kesepuluh orang itu masih belum beranjak dari posisi sujudnya itu menunjukan betapa menakutkannya junjungannya dihadapan para bawahannya.
Tetapi ketakutan mereka sangat beralasan sebab jangankan bawahannya yang begitu ketakutan. Bahkan bagi dunia persilatan pada umumnya, nama besarnya mampu membuat merinding dan mengigil ketakutan. Nama besar yang dibangun karena kekuatannya yang sangat begitu mengerikan.
Entah siapa yang telah menyebarkan berita tentang pusaka yang jatuh dihutan lereng Gunung Mahameru. Berbagai perguruan baik dari aliran putih maupun aliran hitam memerintahkan pasukannya menyelidiki kebenarannya.
Kemungkinan desas-desus itu memang sengaja disebar oleh pihak tertentu. Karena semakin keras berita itu berhembus dikalangan dunia persilatan.
Bahkan jagoan dari Gunung Ararat sampai ikut datang. Gunung Ararat ada di suatu daerah yang sangat jauh sekali yang masuk wilayah Kerajaan Turk di Benua Barat. Jagoan itu memiliki nama "Lembu Jahanam". Alasan penamaan itu Karena kepala dari makhluk itu memiliki bentuk seperti kepala seekor sapi.
Tetapi makhluk itu memiliki sebutan lain di negeri asalnya. Sebuah panggilan yang lebih masyur karena reputasinya yang mengerikan, yaitu "Rajanya para iblis". Jagoan golongan hitam yang terkenal dari Benua Barat sampai daratan Benua Tengah. Dia adalah salah satu dedengkot aliran hitam ketua Perguruan Pemuja Dewa Kegelapan.
Datang dengan tunggangannya, sebuah makhluk yang hanya ada dalam mitologi. Makhluk itu sejenis kadal raksasa bersayap, biasa disebut Naga. Makhluk itu memiliki sebutan Naga Berkepala Dua. Memiliki tubuh yang begitu mengagumkan dengan panjang hampir empat belas tombak(ukuran satu tombak setara 3,75 meter).
Dia datang bersama pasukannya yang juga menaiki para naga walau ukurannya lebih kecil. Armada tempur itu berjumlah sekitar dua ratus pasukan. Ukuran naga yang dinaiki para anak buahnya itu berkisar sekitar sembilan tombak.
Perguruan Sembilan Selaksa Racun yang berasal dari negeri champa. Mereka datang dari suatu tempat yang berada sangat jauh diutara Javadwipa. Sepertinya mereka tidak rela ketinggalan dengan perguruan lain. Bersama ratusan murid tingkat atas dan beberapa tetua sekte. Mereka ikut serta mencari kebenaran tentang senjata deva yang jatuh dari langit.
Perguruan Ular Hitam sebagai perguruan beraliran hitam terbesar di Javadwipa justru tidak ikut campur dalam perebutan pusaka dewa yang konon jatuh di hutan lereng Gunung Mahameru.
Suatu hal yang aneh tentunya. Karena itu tidak mencerminkan tabiat ketuanya, Sang Ratu Medusa. Seharusnya dengan tabiatnya yang terkenal rakus itu tentu tidak membiarkan pusaka dewa jatuh ke tangan orang lain.
Perguruan aliran putih yang datang ke gunuh Mahameru bergabung dengan Perguruan Pedang Surga. Mereka membentuk koalisi besar yang dipimpin seorang tokoh aliran putih yang sangat disegani dalam dunia persilatan, yaitu "Dewa Pedang".
Mereka membentuk koalisi besar itu, agar pusaka dewa tidak jatuh ke tangan aliran hitam. Tetapi akibat kejadian itu aliran hitam yang datang menjadi tersinggung. Mereka kemudian membentuk kekuatan tandingan.
Hal yang terjadi kemudian sudah dapat ditebak dengan mudah, pertempuran akhirnya pecah dengan sangat dahsyat. Entah berapa banyak korban di kedua belah pihak yang pasti hutan dilereng gunung Mahameru dibanjiri darah.
Pertempuran itu terjadi setelah empat purnama sejak penampakan cahaya besar yang melabrak hutan di lereng Gunung Mahameru.
Perang pecah terjadi begitu saja setelah dua pihak tidak ada yang mau mengalah. Memang sedari dulu dua pihak itu selalu bersebrangan. Dimanapun mereka bertemu kebanyakan akan berakhir dengan pertempuran. Kedua belah pihak merasa paling berhak mendapatkan pusaka dewa tersebut.
Lebih konyolnya lagi diantara kedua belah pihak yang berperang sama-sama belum menemukan sesuatu yang mereka cari. Jangankan menemukan, mengira-ngira bentuknya seperti apa saja mereka bahkan tidak tau. Setelah satu purnama mereka menyisir hampir seluruh bagian di sekitar gunung Mahameru, akhirnya satu persatu mereka meninggalkan tempat itu.
Sampai mereka semua meninggalkan kawasan hutan itu, mereka tidak menemukan jawaban. Entah siapa yang mengambil pusaka dewa itu? Bentuknya seperti apa? Bahkan mereka juga belum memastikan kebenaran berita yang sudah terlanjur mereka telan mentah-mentah itu.
Dengan berjalannya waktu berita tentang pusaka dewa itu akhirnya hanya dianggab sebagai berita bohong belaka.
Kejadian pertempuran para tokoh dunia persilatan di hutan gunung Mahameru tetap menjadi pembicaraan yang hangat bagi para masyarakat. Seperti saat ini para penduduk yang sedang berkumpul di sebuah warung desa yang berada di kaki gunung Arjuno. Mereka kembali membicarakan kejadian itu dengan penuh semangat.
"Kisanak apakah benar kabar yang barusan kisanak katakan?" Eyang Sindurogo bertanya kepada sekumpulan orang yang sedang berbincang-bincang diwarung.
Sehabis melakukan pengobatan masyarakat sekitar gunung Arjuna Eyang Sindurogo memutuskan beristirahat di warung. Biasanya di tempat itu para penduduk berkumpul dan juga bersenda gurau, setelah seharian lelah di sawah.
Eyang Sindurogo dikenal oleh masyarakat sebagai tabib. Sebenarnya para penduduk itu sedikit kaget dengan kedatangannya, sebab sudah lebih dari lima purnama mereka tidak melihatnya datang ke desa mereka untuk memberikan pengobatan.
"Tentu saja berita itu benar paman tabib. Banyak saksi mata yang melihat. Bekas pertempuran mereka juga masih bisa dilihat! Menyisahkan kehancuran di beberapa bagian hutan. Mayat-mayat juga banyak yang langsung dikubur disana."
Dia sejak kejadian di hutan lereng gunung Mahameru tidak pernah turun gunung. Sebab setelah kejadian itu dia meninggalkan tempat pertapaannya yang berada di sekitar gunung Mahameru. Kemudian dia kembali ke padepokannya di gunung Arjuna.
Setelah dia sibuk membesarkan dan mengurus bocah yang dia temukan didalam benda yang jatuh dari langit. Selama lima purnama dia terus mengurus anak itu tanpa pernah turun gunung.
Sehingga segala kejadian yang menjadi pergunjingan penduduk tidak dia ketahui sebelumnya. Setelah mendengar cerita dari penduduk, Eyang Sindurogo mulai tertawa sendiri.
"Hahahahaha...! Dasar gendheng! Orang gila mereka semua! Apa namanya kalau bukan tidak waras? Mereka merebutkan barang yang tidak ada, bahkan sampai bunuh-bunuhan!"
"Hahahahaha....wong edan kabeh(orang gila semua)!"
Kemudian dia keluar dari warung dan membatalkan niatnya untuk beristirahat. Dia memilih kembali melanjutkan perjalanan sambil tertawa sepanjang jalan. Seorang anak terlihat tertidur di dalam gendongannya.
Para penduduk memandang dengan perasaan aneh dengan perilaku Eyang Sindurogo.
"Sudah lama tidak terlihat Tabib itu sekarang tingkahnya bertambah aneh?"
'Lihat! Sedari tadi tertawa-tawa sendiri sehabis mendengar ceritaku! Apanya yang lucu coba dari peristiwa berdarah yang aku ceritakan tadi?' Bisik salah satu penduduk kepada teman yang berada disebelahnya.
"Iya kelakuannya semakin lama semakin bertambah aneh. Bayi siapa yang sedang dia gendong tadi?" Sahut lelaki brewok didepannya.
"Entahlah anak siapa? Memang agak janggal. Mungkin saja itu anak kerabatnya." Jawab pemilik warung sambil melayani pembelinya.
"Memang pernah kamu lihat dia punya kerabat. Teman saja tidak punya. Setahu saya kerabatnya hanya hewan-hewan buas. Hahahaha...!" Sahut teman lainnya yang badannya jangkung.
"Dia kan tinggal dihutan. Mana ada orang waras mau tinggal sendirian ditengah hutan yang begitu angker." Jawab orang yang pertama kali bercerita tentang peperangan di hutan Gunung Mahameru.
"Entahlah anak siapa? Tetapi lebih baik jangan mencari penyakit dengan petapa itu nanti jadi runyam urusannya." Kembali pemilik warung berusaha mengingatkan.
"Jika bukan karena dari awal kedatangannya untuk mengobati penduduk mungkin sudah dilarang masuk desa. Lihatlah bajunya begitu kumal! Apa tabib ini tidak pernah berganti baju?" Si Jangkung membalas dengan sedikit sewot.
"Eee... Jangan salah Sugino walaupun bajunya terlihat kumal tetapi bau badannya harum seperti bau aroma rempah-rempah kadang seperti bau aroma kayu cendana."
"Heleh! Kamu min..paimin...kamu memihak tabib itu karena anakmu sudah ditolong bukan?" Jawab si Jangkung yang dipanggil Sugino bertambah sewot.
"Tentu saja lah Sugino! Pasti aku memihak orang yang sudah menolong anakku. Selain itu tabib itu juga tidak meminta bayaran bahkan tidak mau dibayar sepersenpun. Memang kamu Sugino! Tiap ada orang minta tolong pinjam duit dua perak minta baliknya tiga perak. Dasar rentenir kampret!"
"Jaga mulutmu Paimin!" Si jangkung berteriak sambil berdiri. Kali ini dia naik darah dibilang rentenir.
"Huuusss! Sudah..sudah...! Hati-hati dengan mulut kalian semua! Apa kalian tidak mendengar tabib itu bukan orang biasa! Itu orang sakti mandraguna! Kabarnya setiap naik dan turun gunung dia menaiki Harimau sangat besar. Setiap keluar dari hutan Arjuno, Harimau sebesar sapi itu sudah menunggunya untuk mengantar dia kembali naik keatas gunung." Tegur temannya yang bertelanjang dada
Sepertinya dia sudah mulai jengah dengan pembicaraan orang-orang yang menyudutkan Eyang Sindurogo. Sebab sampai sekarang dia masih merasa berhutang budi pada tabib tersebut. Berkat pertolongan tabib itu istrinya yang habis melahirkan bisa terselamatkan.
"Iya itu benar makanya sudah aku bilang tidak usah campur tangan urusan orang lain. Nanti hidupmu yang sudah susah itu, menjadi bertambah susah. Jangan pernah macam-macam dengan orang seperti itu. Bisa runyam urusannya nanti!" Si pemilik warung khawatir juga mendengar penjelasan orang yang bertelanjang dada. Apalagi kadang Eyang Sindurogo sering mampir ke warungnya untuk beristirahat sambil mengobati orang-orang yang meminta tolong.
**
Eyang Sindurogo telah berjalan cukup jauh dari desa. Kini dia tidak lagi menyembunyikan kekuatannya, dia segera melesat cepat terbang melewati pepohonan. Bahkan terbang semakin tinggi.
"Sudah aku duga dari awal, jika aku tidak segera meninggalkan gunung Mahameru, pasti akan membahayakan thole ini." Sambil melesat terbang dia memandang wajah bocah yang terlelap dalam gendongannya.
Lelaki yang terlihat seperti berumuran separuh baya itu terus berbicara sendiri. Agaknya dia kepikiran dengan cerita yang didengar dari para penduduk sewaktu di warung barusan.
Sebelum peristiwa pergerakan besar-besaran dari berbagai sekte dunia persilatan terjadi. Sesungguhnya Eyang sindurogo telah memperkirakan, jika masalah seperti itu pasti akan terjadi.
Setelah beberapa saat dia sudah sampai di sebuah rumah batu di dekat lereng gunung, tepatnya didekat daerah di lereng gunung Arjuno yang berada tidak jauh dari tempat yang disebut cemoro sewu.
Anak yang digendong kemudian ditidurkan dalam ayunan yang dia buat dengan sederhana.
Dia memandangi wajah lucu bocah yang baru berumur sekitar lima purnama sejak dia temukan itu. Terlihat dia tersenyum memandang wajah lucu bocah yang masih pulas dalam tidurnya.
"Aku masih mengingat saat aku menemukanmu ngger." Kening bocah itu dia cium beberapa kali dengan penuh kasih sayang.
"Malam itu aku sedang bersemadhi saat merasakan aura kekuatan besar yang mengiringi kedatanganmu!"
"Malam itu hujan cukup deras dan diiringi petir yang menggelegar berkali-kali. Aku masih mengingat saat itu."
"Tidak terasa ternyata itu sudah terjadi lima purnama yang lalu. Aku tidak mengetahui siapa orang tuamu dan juga asalmu. Apalagi tanggal kelahiranmu."
"Untuk mengingat akan kehadiranmu yang penuh keajaiban dan juga kejadian yang membuat dunia persilatan bergejolak dengan begitu hebat, aku akhirnya mendapatkan calon nama yang tepat untukmu ngger!"
"Nama itu aku ambil ketika dirimu datang ke dunia ini yang melesat jatuh dari langit. Aku masih mengingat saat itu. Kamu datang diawal purnama pertama dalam candrasengkala atau penanggalan bulan, yaitu bulan Suro."
"Selain itu, petir terus menggelegar mengiringi kedatanganmu yang datang dengan tidak wajar itu. Karena itu, aku berpikir nama panggilan untukmu yang tepat adalah "SURO BLEDEK".
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!