NovelToon NovelToon

AKU MADU IBUKU

Musuh

"Zahra....!"

Suara barithon yang tidak asing di telinga wanita berparas cantik itu terdengar keras. sehingga siswa/i yang ada di taman itu, ikut menoleh ke asal suara.

Zahra tidak menggubris teriakan pria itu. Dia malah mempercepat langkahnya menuju kelas. Karena sebentar lagi waktu istirahat akan selesai.

Halwatuzahra, gadis cantik, pinter, serta berani itu. Tidak mau berurusan lagi, dengan pria yang memanggil-manggilnya. Sudah terlalu kompleks masalah hidupnya saat ini. Sehingga dia tidak mau menambah beban pikirannya lagi.

Biar saja pria yang mengaku cinta padanya itu, dijauhinya. Agar dia tidak diganggu, oleh Rara.

Rara adalah teman sekelas mereka yang cintanya ditolak oleh Ferdyansyah.

"Lepas...! apaansih? kamu mau aku diteror dan diganggu si Rara itu lagi? please.... menjauhlah dariku.!" ketus Zahra, setelah menghentakkan tangan pria yang menggenggam tangannya.

Zahra menatap kesal Ferdy yang tidak bisa dibilangin itu. Saat ini, bukan masalah hati atau asmara yang jadi prioritas Zahra. Tapi, fokus belajar, agar bisa nantinya lulus dengan nilai baik dan masuk ke perguruan tinggi negeri.

Gadis cantik yang duduk di kelas XII itu punya cita-cita tinggi. Agar kelak bisa jadi orang sukses dan kaya. Karena, jadi orang miskin itu tidak enak. Selalu dihina, direndahkan dan tidak dianggap keberadaannya.

"Ini terimalah, aku dengar kamu belum lunasi uang sekolahmu sudah dua bulan." Ferdy menempelkan amplop putih ke tangannya Zahra. Pria itu tersenyum penuh dengan ketulusan.

Zahra menatap sendu Ferdy, pria itu begitu baik padanya. Sebelum Negera api menyerang, dia dan Ferdy sangat akrab. Bahkan, tersebar isu kalau mereka pacaran. Tapi, sebenarnya Zahra tidak pernah menjalin hubungan dengan pria yang baik hati itu.

Setelah kedatangan siswi baru yang bernama Rara Putri Assegaf tiga bulan lalu ke sekolah mereka. Hidup Zahra berubah jadi mencekam, karena selalu diusul oleh Rara. Yang sangat menyukai Ferdy.

Zahra merasa jadi tidak enak kepada Ferdy, tapi sungguh dia sangat membutuhkan uang itu. Hutang peninggalan Ayahnya begitu banyak. Penghasilan keluarganya tidak bisa menutupi hutang Ayahnya setiap bulan.

"Terimalah, aku ikhlas koq." Ferdy tersenyum dan langsung meninggalkan Zahra, dalam keadaan terbengong.

Wanita itu pun masuk ke dalam kelas, mempersiapkan segala sesuatunya, karena mereka akan melaksanakan praktikum.

Setelah setangah jam berlalu di ruang praktikum.

DUARRRRR….

“TOLONG….. TOLONG……!” Suara ledakan serta teriakan siswa/i terdengar jelas dan keras dari Laboratorium. Siswa/i berhamburan keluar dari gedung itu dengan saling dorong. Berusaha menyelamatkan diri masing-masing. Tampak beberapa guru piket dan pak sekolah menghampiri tempat kejadian.

Guru Mata Pelajaran kimia, Bu Rosita Sirait, langsung tanggap mengatasi masalah yang timbul saat praktikum berlangsung. Dia beserta Guru lainnnya, mengevakuasi siswa/i yang mengalami cidera.

Huuffttt....

“Syukurlah, hanya tiga orang yang terluka.” Ucapnya ngos-ngosan, mendudukkan tubuhnya di teras Laboratorium. Dia berusaha menenangkan dirinya, yang dari tadi tertekan, karena insiden ini.

“Iya Bu Ros, kenapa bisa terjadi ledakan di dalam Laboratorium?” Bu Ros menatap datar, teman satu profesinya itu, kemudian membuang napas kasar.

“Entahlah, kelompok Zahra yang bertanggung jawab atas kejadian ini.” Jawabnya lemas, mereka pun meninggalkan tempat itu, berjalan cepat menuju ruang UKS. Melihat kondisi siswa yang terluka.

Sementara di ruang BK, Zahra dan teman satu kelompoknya sedang di interogasi oleh Guru BK dan Wali kelas mereka, terkait insiden ledakan yang baru terjadi. Dan beruntungnya, kelompok itu tidak ada yang cidera, aneh memang.

“Zahra, kenapa kamu dan anggotamu tidak hati-hati?” Pak Anhar Sinaga selaku guru BK, mulai mengintrogasi Zahra dan kawan-kawannya.

Raut wajah takut jelas terlihat dari wajah-wajah satu kelompok Zahra. Jelas saja mereka takut, guru BK mereka terkenal kejam. Mereka berdiri dengan sesekali menyikut kawannya. Sangat takut kepada Pak Anhar Sinaga. Murid yang Diinterogasi Pak Anhar Sinaga terdiri dari lima orang dalam satu kelompok itu. Yaitu Zahra, Yuni, Ardhi, Tommy dan Dinda.

“Maaf Pak, kami sudah hati-hati, melakukan praktek sesuai prosedur.” Jawab Zahra menunduk, karena takut. Bahkan telapak tangannya sudah berkeringat. Sebenarnya Zahra bukan penakut, dia siswa pemberani. Tapi, dalam kasus ini. Mereka benar-benar dinyatakan bersalah.

“Kalau sesuai prosedur, kenapa bisa menyebabkan ledakan?” Pak Anhar mulai tidak sabar menunggu jawaban valid dari siswanya ini. Dari tadi tidak ada yang mengaku salah. Semuanya berbelit-belit dan membela diri.

“Kelakuan kalian ini sudah merugikan sekolah dan kawan-kawanmu. Kalian harus mempertanggung jawabkannya.” Pak anhar sinaga mulai menunjukkan kekuasaannya sebagai guru BK, Dia juga berkoordinasi dengan wali kelas saat itu juga. Setelah pria itu selesai bicara dengan wali kelas. Tommy teman sekelompok Zahra pun angkat bicara.

“Pak, ini bukan salah kami sepenuhnya. Hal yang wajar, apabila saat praktek ada insiden. Kami juga tidak ingin kejadian ini terjadi. Lagian, kesalahan bukan pada kelompok kami.” Tommy menarik napas dalam, sebenarnya dia takut untuk berkomentar. Pak Anhar Sinaga menatap intens kelima siswanya. Masih berani mencari pembenaran.

“Ini ada ikut campur tangannya Rara, Dia yang tiba-tiba melintas di depan kami. Memasukkan sesuatu ke tabung reaksi saat dipanaskan. Dia pun berlari. Melihat gelagatnya mencurigakan. Kami pun menjauh dari meja praktek, dan benar saja ledakan pun terjadi.” Zahra pun memberanikan diri menceritakan semuanya. Pak Anhar Sinaga tidak langsung percaya. Dan Rara pun di panggil ke ruang BK.

Setelah melakukan interogasi selama tiga puluh menit, akhirnya Rarapun dinyatakan bersalah. Untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Dia pun dapat surat panggilan orang tua/ Wali. Begitu juga dengan Zahra. Orang tuanya harus datang. Karena akhir-akhir ini Zahra sering membuat onar di sekolah. Tentu saja Rara lah yang selalu memancing keributan dengan Zahra.

Sore harinya.

Kini Zahra sudah berada di Pasar, Dia sepulang sekolah selalu membantu neneknya berjualan di pasar. Mereka menjual Mie sop, Lontong, gorengan dan es dawet. Pasar tempat mereka berjualan buka setiap harinya.

“Nek, besok sekiar jam 10, Nenek datang ke sekolah ya?!” Zahra berbicara dengan lemah. Raut wajah sedih langsung terlihat di wajah tua itu.

“Kamu melakukan kesalahan apa lagi zahra?” Nenek menghela napas dalam. Dia mendudukkan bokongnya di kursi plastik. Zahra menatap Neneknya itu dan tersenyum tipis. Mulai mengemasi barang-barang. Karena, mereka akan pulang.

“Entahlah Nek, Rara selalu buat masalah denganku, dan aku pasti kena sialnya. Nenek datang ya?” Zahra mendekati Neneknya, menggenggam tangan keriput itu. Zahra merasa bersalah, selalu merepotkan neneknya.

“Rara, siswa pindahan yang sering kamu ceritakan itu?” Nenek kasihan juga melihat cucunya itu, Si Rara memang sering usil di sekolah. Nenek tahu dari cerita Zahra setiap harinya.

Zahra mengangguk. “Coba Ayahmu meninggal tidak meninggalkan banyak hutang. Mungkin kita tidak perlu kerja keras begini. Ibumu pun di kota hanya bekerja sebagai pembantu. Gajinya pun setiap bulan saja masih kurang untuk bayar hutang ayahmu.

Sang Nenek menitikkan air mata, teringat putranya yang kena tipu. Karena kepikiran, Putranya itu meninggal saat berkendera. Ayah Zahra melamun memikirkan banyaknya hutang saat itu.

“Maaf Nek, Zahra jadi membuat Nenek sedih. Masalah di sekolah tidak berat Nek. Wali kelas hanya ingin jumpa dengan orang tua/ wali saja koq Nek.” Zahra langsung memeluk Neneknya yang sudah sedikit bungkuk itu. Zahra pun akhirnya ikut menitikkan air mata. Kehidupan mereka sungguh sangat keras dan pahit.

Keesokan harinya, setelah habis waktu istirahat pertama. Semua siswa/i kembali masuk ke ruang kelas. Saat proses belajar mengajar dimulai. Guru piket memanggil Zahra untuk masuk ke ruang BK. Begitu juga dengan Rara. Keduanya pun keluar bersamaan, bahkan Rara menyempatkan menyikut Zahra saat hendak keluar. Zahra geram dan dengan cepat menendang bokong teman usilnya itu. Lagi-lagi mereka ditegur oleh guru piket.

Sesampainya di ruang BK, Pak Anhar Sinaga, yang sering diberi gelar jadi ular Naga oleh para siswa, kembali marah-marah. Karena Wali siswa keduanya tidak ada yang datang.

“Rara, kalau orang tuamu tidak datang hari ini. Maka kamu akan kami keluarkan dari sekolah ini. Kamu itu sudah sering dapat surat panggilan, tapi orang tuamu tak pernah datang.” Pak Anhar mulai naik pitam. Kesabarannya sudah habis menghadapi Rara yang tidak pernah kooperatif itu.

“Sabar atu pak Naga, ayah saya itu tinggalnya di Kota Medan. Jarak dari kota Medan ke sini kan jauh 350km. Kalau naik pesawatpun, dari bandara kesinikan lama juga satu jam perjalanan naik mobil. Dan tidak perlu bapak repot-repot akan keluarkan saya dari sekolah ini. Karena, saya sendiri yang akan mengajukan pindah. Sebel gua sekolah di pedesaan. Mana guru-gurunya katrok lagi.” Rara tersenyum sinis, meremehkan semua orang di ruangan itu.

Pak Anhar Sinaga sudah naik pitam, Tapi, dia mencoba untuk sabar. Dia pun menoleh kepada Zahra.

“Zahra, orang tuamu kenapa belum datang juga?” Pak Anhar bertanya dengan penuh ketegasan.

“Orang tua saya tidak disini Pak. Nenek saya yang akan menjadi wali. Saya sudah katakan, agar Nenek saya datang.” Zahra berbicara mulai tidak tenang, dia ingin masalah ini cepat selesai.

“Rara, hubungi orang tuamu sekarang.!” Titah Pak Anhar.

“Mana ponselnya, kan tidak boleh bawa ponsel ke sekolah.” Jawabnya enteng.

“Berapa No nya biar bapak telpon.”

“Gak tahu.” Jawab Rara Ketus. Pak Naga berdecak kesal. Ingin rasanya dia memasukkan Rara ke dalam botol dan melemparnya kelautan. Anak satu itu memang gak ada akhlak.

“Tunggu saja, sebentar lagi pasti datang koq.” Rara menjawab sembari memperhatikan kukunya yang lentik. kukunya itu baru diwarnai. Memang anak ini tidak punya sopan santun, semuanya dianggap remeh.

“Kalau kamu Zahra?” tanya Pak Naga.

“Aku akan jemput Nenekku ke pasar sebentar ya pak. Bolehkan Pak!” Zahra nampak memelas, Pak Naga pun memberi izin.

Di parkiran, Zahra menghela napas dalam. Setelah membaca doa berkendaraan. Dia pun memacu motor bututnya, motor peninggalan ayahnya.

Sepanjang perjalanan menuju ke pasar, perasaan Zahra tidak tenang. Begitu banyaknya masalah yang datang di sekolah, belum lagi masalah ekonomi keluarga mereka, yang semakin minus. Bulan ini, hutang ayahnya belum dibayar.

Dug..... Jantungnya berdetak kencang, karena tiba-tiba saja kucing melintas. Zahra yang terkejut itupun menghentikan motornya di badan jalan dengan tiba-tiba.

Brakkkk Bruuuggkkk....

TBC

Hai...hai Terimakasih saya ucapkan kepada readers yang mau singgah di novel ini.

Mohon dukungannya dengan like coment positif dan Vote ya say.

Aku akan up setiap hari minimal dua bab. Jika dapat like, coment dan vote yang banyak loh.😊❤️👍

Pertemuan pertama

Brakkkk......

Motor yang dikendarai Zahra tersenggol bagian belakang, sehingga motornya jatuh, begitu juga dengan dirinya. Syukurlah mobil yang menabraknya tidak melaju kencang. Sempat melaju kencang. Mungkin Zahra sudah menghadap yang Maha Kuasa.

Zahra meringis kesakitan. Karena jidatnya terbentur ke trotoar jalan. Jidatnya memar tapi masih bisa ditahannya. Lutut dan sikunya juga lecet.

"Sakit....!" ucapnya, sembari memperhatikan bagian tubuh lainnya yang luka. Saat itu juga seorang pria turun dari mobil, mendekati Zahra yang meringis kesakitan.

"Sekolah yang benar, jangan main dijalanan. Lihat ulah cerobohmu. Hampir saja kita semua celaka." Ucap pria itu ketus, menampilkan ekspresi wajah bringas. Dia menilai Zahra adalah siswa yang suka cabut dari sekolah dan main tawuran.

Zahra menatap kesal pria arogan dihadapannya. Pria itu bukannya membantu malah memarahinya. Dasar orang kaya sombong.

"Kalau mau marah-marah, gak usah anda turun. Sana tabrak lari saja. Bapak tidak lihat saya terluka." Zahra meringis kesakitan, berusaha untuk bangkit. Si pria malah bengong, bukannya membantu.

Saat itu juga perhatian Zahra teralihkan. Karena seorang pria tampan keluar dari mobil yang menabraknya tadi.

Syurrrr....

Angin sepoi-sepoi berhembus. Membuat hati Zahra sejenak jadi sejuk. Rasa sakit di sekujur tubuhnya hilang sudah. Rambut panjangnya melambai-lambai, mengikuti arah angin, sedangkan kedua bola matanya melotot kagum tanpa berkedip, sehingga mata indahnya itu mengeluarkan air. Karena kena angin.

Sosok pria tampan itu kini berjalan ke arahnya. Setiap langkahnya, tak lepas dari tatapannya Zahra. Dia menahan matanya agar tidak berkedip, padahal matanya sudah memerah, karena terpaan angin.

"Tampan sekali!" gumam Zahra, matanya masih saja menatap lekat pria yang kini sudah berdiri di hadapannya. Pria itu hanya memakai kemeja lengan panjang warna Soft blue polos. Dipadu celana jeans hitam, dengan sepatu pentofel hitam mengkilap. Penampilan tergolong biasa. Tapi, sangat memikat hati Zahra. Dia pun langsung jatuh cinta pada pandangan pertama. Tapi, rasa kagum itu ditepisnya cepat dari otak mesumnya. Karena dia yakin pria matang dihadapannya, pasti sudah berkeluarga.

"Pak Ujang, ayo kita bawa dia berobat." Ujar lelaki matang itu sembari membenarkan posisi motor bututnya Zahra. Wanita itu pun tersadar dari angan-angannya.

Zahra menoleh secara bergantian kepada pria beda level di depannya. Jelas pria yang terakhir menghampirinya adalah majikannya dan pria yang kasar kepadanya adalah seorang supir sombong.

Pria dewasa dihadapannya ini sangat wangi, hingga membuat Zahra terhipnotis.

"Gak usah Pak, saya hanya lecet sedikit. Tidak perlu ke rumah sakit. Saya juga terburu-buru." Ucap Zahra dengan lemah, sembari menahan sakit di lututnya yang lecet. Dia tidak mungkin ke rumah sakit. Dia harus cepat membawa neneknya ke sekolah. Entah kenapa Zahra nampak tidak berdaya, biasanya juga dia galak. Apa karena insiden ini. karena, dirinya juga yang berhenti di tengah jalan. Sehingga dia tidak ngotot untuk mendebat. Atau , terpana melihat sosok pria matang dihadapannya.

Zahra sedikit canggung karena ditatap lekat oleh pria tampan dihadapannya.

"Kenapa dia menatapku seperti itu? apa dia naksir juga padaku? seperti aku yang langsung jatuh pada pandangan pertama." Zahra membathin.

"Pak Ujang, periksa kondisi motornya." Titah si majikan tegas. Pak Ujang langsung menjalankan perintah. Mengengkol motor bututnya Zahra, karena starternya sudah tidak bagus lagi.

"Masih bagus tuan." Jawabnya sopan. Dan seperti hewan peliharaan yang tidak ada nyali. Beda sekali sikapnya barusan kepada Zahra.

"Maaf ya dek, kami sedang terburu-buru. Ini terimalah sedikit uang untuk kamu berobat." Si pria tampan dewasa itu, memberikan satu ikat uang kepada Zahara.

Zahra enggan menerimanya.

"Terimalah!" masih menyodorkan uang itu. Dengan ragu Zahrapun akhirnya menerima uang itu. Dia merasa uang yang diberikan lumayan banyak. Tapi, dia hanya diam sembari bersyukur dalam hati. Gak apa-apa lecet-lecet, yang penting ada uang Bayar hutang.

"Lain kali lebih berhati-hati, jangan tiba-tiba berhenti di tengah jalan. Oke Adek manis." Si pria tersenyum dan mengacak rambut Zahra. Dia pun refleks menghindar dari perlakuan sok akrab si pria yang sempat dikaguminya itu.

Si pria matang tampan itu tersenyum, kemudian bergegas berjalan menuju mobilnya. Zahra pun meninggalkan Tempat Kejadian Perkara, setelah mobil mewah itu membelok di persimpangan dan hilang dari jangkauan matanya.

"Koq ada ya pria setampan itu? pasti orang kaya." Zahra berbicara sendiri sambil tersenyum manis, memacu motornya menuju pasar.

"Pesona jauh lebih memikat dari Ferdy." Zahra berbicara sendiri, saat menyetir. Kemudian dia tertawa teringat ocehan tetangganya yang sering marah, suaminya digaet istri orang.

"Zaman edan, sekarang lebih laku suami orang dan istri orang. Aku saja sempat terpesona tadi sama Bapak tampan itu. Padahal sudah jelas dia itu, pasti suami orang." Zahra masih berbicara sendiri, dan tersenyum kecut. Merasa dirinya sama saja dengan orang lain, yang matanya melotot melihat yang bening.

#Istri orang lagi naik Daun. Janda dan perawan Gulung tikar. Awas-banyak-pelakor." Zahra teringat ucapan tetangganya, yang mengomel, saat ketahuan suaminya selingkuh. Ternyata sekarang yang lagi trend. Perselingkuhan yang sudah punya pasangan masing-masing.

"Aku koq mikirnya kesitu sih?" Zahra pun menyesal kan dirinya yang buang-buang waktu memikirkan pelakor dan pebinor.

Gak banget deh jadi pelakor. Zahra membathin.

❤️❤️❤️

Sementara di dalam mobil yang menabrak Zahra. Si majikan dan pak supir berbincang.

"Pak Ujang, aku koq merasa sangat familiar dengan wajah anak tadi. Seperti pernah lihat sebelumnya." Ucap sang majikan, yang duduk santai di jok belakang supir.

"Iya tuan, aku juga tadi sempat berfikir seperti itu. Mirip Koki baru kita, Bu Anindya, koki baru yang masakannya begitu tuan suka." Jawab Pak supir ramah dan sopan. Mengingat ungkapan sang majikan, yang memuji masakan koki baru mereka.

"Iya ya. Koq wajah mereka mirip gitu. Tapi, wajah anak tadi lebih garang. Kalau koki baru kita, wajahnya ayu." Kedua bibir majikan melengkung, saat membicarakan wanita yang mulai mengusik hati dan pikirannya itu.

"Apa tuan menyukai Koki baru itu?" pak Supir membatin, memperhatikan wajah sang majikan yang begitu bahagia dengan senyam-senyum dari kaca spion. Pak supir pun tidak banyak berkomentar, dia menambah kecepatan mobil, agar cepat sampai ke tujuan.

Sesampainya ditujuan, sang supir memarkir mobilnya di tempat parkir. Dan si Bos sudah turun, tanpa menunggu sang supir membuka pintu mobil.

"Pak Ujang tunggu di sini saja. Biar saya yang masuk ke dalam." Sang majikan melangkah lebar. Melapor ke Pak Satpam. Pak Satpam pun mengantarnya ke petugas piket.

"Dek, ada tamu ini." Ucap Pak Satpam kepada petugas piket dengan tersenyum.

"Oh iya, silahkan duduk pak. Kita isi buku tamu dulu." Wanita yang masih muda itu, terpesona melihat tamu yang datang.

"Bapak ini dari dinas mana ya? kalau bapak wartawan, maaf kepala sekolah kami sedang tidak ada di sekolah." Ucap pegawai yang masih gadis yang bertugas piket hari ini. Ya, kebanyakan kepala sekolah selalu menghindari wartawan. Apalagi wartawan yang bersifat memeras. Bukan wartawan yang amanah.

"Saya Ezra, orang tua dari Rara Putri Assegaf, saya kesini memenuhi surat panggilan orangtua untuk Putri saya." Pria tampan itu, menampilkan ekspresi wajah biasa saja, hanya senyum tipis yang menghiasi wajah tampannya. Dia bukan pria yang suka tebar pesona.

"Aaa--pa? Bapak ini Ayahnya Rara?" tanyanya tidak percaya. Kedua bola mata jengkol ibu guru itu, hampir copot dari tempatnya. Baru kali ini dia melihat seorang pria, sudah bapak-bapak. Tapi, masih good looking. Ibu guru itu memperhatikan lagi dengan lekat, pria tampan dihadapannya. Si Ibu jadi salah tingkah. Maklumlah Ibu guru juga manusia. Yang gampang tergoda dengan dengan produk baru dan menggiurkan.

Si Ezra tersenyum, matanya melihat bed nama si ibu guru piket. Nur Azizah.

Rara adalah murid baru, pindahan dari kota. Dia baru dua bulan di sekolah ini. Tapi, kasusnya di buku hitam sudah banyak.

Terpesona

Mari pak, kita ke ruangan sekarang!" Ucapnya ramah sambil tebar pesona. Maklum ibu gurunya masih gadis. Wajar, khilaf saat lihat pria tampan, macho lagi. Secara di kampung jarang liat yang berkelas begini.

Syukur-syukur pria ini Duka (Duda kaya). Si ibu guru piket membathin sembari melirik Ezra yang berjalan di sebelahnya.

Sesampainya di ruangan BK. Ezra masuk dengan penuh wibawa. Para guru sempat tercengang melihat kharisma pria itu.

"Ayah, koq lama sekali datangnya. Aku sudah diomeli-omeli sama mereka." Ucap Rara sedih, wajah nya penuh kekesalan.

"Maaf Bapak, Ibu. Saya telat, karena ada insiden kecil tadi." Ezra tidak menggubris hasutan putri nakalnya itu. Ezra malah merasa sungkan kepada Guru-guru yang ada di ruangan itu. Kebetulan jumlahnya ada tiga. Yaitu, Guru BK, wali kelas dan Guru bagian kesiswaan.

"Iya Pak, silahkan duduk." Wali kelas Rara mempersilahkan Ezra duduk di sofa sederhana di ruangan itu.

"Begini Pak, mungkin Bapak sudah tahu tujuan kami mengundang bapak." Ujar Wali kelas penuh wibawa. Wanita paruh baya itu, memang berkharisma.

"Iya Bu. Maaf anak saya memang selalu berbuat kekacauan." Ucapan Ezra membuat para guru kembali tercengang. Biasanya, orang tua akan getol membela anaknya. Lah ini mana ikut-ikutan menyalahkan anaknya.

"Saya tahu kenapa putri saya berbuat seperti itu. Dia ingin dikeluarkan dari sekolah ini. Iya kan Rara?" Ezra menatap kesal putrinya. Kelakuan putrinya sama persis dengan istrinya. Gak ada akhlak, tahunya buat rusuh.

"Itu ayah tahu, lagian siapa juga yang mau sekolah di pedesaan." Jawab Rara enteng.

Para guru saling pandang. Ternyata sebelum mereka mengancam ingin mengeluarkan Rara. Malah anak itu ingin keluar dai sekolah itu.

"Saya sebagai orang tua Rara benar-benar minta maaf kepada semua pihak yang ada di sekolah ini. Saya harap, anak saya diberi surat pindah. Bukan surat pemecatan, kasihan anak saya jika dipecat. Karena dia akan sulit diterima di sekolah lainnya. Apalagi dia sudah kelas XII. Saya mohon kebijakan dari para guru-guru." Ezra benar-benar sudah membuang urat malunya. Harus merendah, karena putrinya memang salah.

Dia yang memberi hukuman kepada putrinya dengan menyekolahkan di kampung. Tepatnya di kampung Ibunya ternyata tidak membuahkan hasil. Nyatanya anaknya itu tidak berubah. Malah semakin brutal, karena jauh dari pengawasannya. Ezra salah ambil keputusan.

"Assalamualaikum... !" semua orang menoleh ke asal suara. Tampak Zahra sedang menggandeng Neneknya di ambang pintu.

Zahra terdiam di ambang pintu, karena terkejut melihat pria kaya yang menabraknya ada di ruangan itu. Begitu juga dengan pria itu.

"Ayo masuk Zahra." Ucap wlai kelasnya. Zahra dengan sungkan menggandeng Neneknya. Duduk di kursi yang kosong. Tepatnya di sebelah Rara.

"Lama kali sih loe, jemput nenek kempotmu itu." Ujar Rara penuh kebencian.

"Rara--- jaga mulutmu!" Hardik Ezra, Ayahnya. Rara pun menatap kesal Ayahnya yang duduk di sebelahnya.

"Baik semuanya sudah ada disini. Tidak perlu panjang lebar lagi mukoddimahnya. Tentu Bapak dan Nenek tahu, kenapa kami panggil kesini. Yang tak lain adalah, membahas masalah anak-anak kita yang melanggar peraturan.

"Pak Ezra, Rara selaku putri Bapak, selalu buat masalah di sekolah. Dan dia juga selalu mengusik Zahra."

Zahra terkejut mendengar wali kelasnya mengatakan bahwa pria yang disukainya saat pandangan pertama adalah ayahnya Rara. Zahra pun curi-curi pandang ke arah Ezra. Tahu Zahra menatapnya, Ezra pun tersenyum manis.

Dug..,

Jantung Zahra berdetak cepat, dia terkejut mengetahui fakta. Bahwa dia menyukai ayah dari musuh bebuyutannya.

Aachhhh... ini tidak benar, aku hanya kagum dan terkesima saja kepadanya. Karena dia baik. Zahra membathin, dia masih saja mencuri-curi pandang kepada Ezra.

"Terimakasih kami ucapkan kepada Nenek, yang sudah meluangkan waktunya, hadir ke sekolah ini. Sebenarnya Zahra tidak punya kasus. Kami hanya ingin memberikan penghargaan untuknya. Semua biaya sekolah Zahra untuk semester ini akan ditanggung sekolah." Ucapan Wali kelasnya Zahra, tentu saja membuatnya terkejut. Tadi pihak sekolah ngotot memanggil walinya, agar masalahnya saat praktikum di laboratorium selesai. Tenyata bukan masalah itu yang dibahas. Ehhmmmm..... Zahra telah di prank.

Sang Nenek, menatap semua orang di ruangan itu dengan perasaan haru.

"Terimakasih Nenek ucapkan kepada Bapak sekolah dan semua guru-guru di sini. Semoga Bapak/ibu diberi kesehatan dan rezeki berlimpah." Jawab Nenek Zahra dengan mata berkaca-kaca. Dia sangat bersyukur punya cucu yang pintar dan berakhlak mulia.

Ezra yang mendengar semua percakapan Zahra dengan guru-guru nya menjadi simpatik kepada gadis itu. Sungguh karakternya sangat berbeda dengan putrinya.

Sedangkan Rara dibuat kesal, karena Zahra mendapatkan penghargaan. Dia menatap Zahra penuh dengan dendam dan kelicikan.

"Lihat saja, aku akan buat hidupmu hancur." Rara membatin, menatap Zahra dengan senyum devilnya.

Setelah pulang sekolah, Di parkiran, Rara menyamperin Zahra.

"Malam ini, aku akan adakan pesta perpisahan dengan teman-teman satu kelas kita di Hotel X X. Kamu datang ya! kamu tahu kan dimana letak Hotel itu?" tanya Rara dengan raut wajah penuh bersahabat. Tapi, sebenarnya dia sedang merencanakan sesuatu hal buruk pada Zahra.

Zahra menatap malas sekaligus heran pada Rara, kenapa wajah penuh bersahabat yang ditunjukkannya seolah kamuflase. Lagian tumben sekali Rara mengajaknya Party, biasanya juga dia tidak pernah diajak kumpul-kumpul di rumah Rara, atau di Hotel tempat satu gengnya nongkrong dan koro-koro.

Maklumlah Rara yang kaya raya, walau baru beberapa bulan sekolah di tempat itu. Dia sudah mempunyai banyak teman yang bisa disuapnya satu-satu. Hanya Zahra yang selalu bertolak belakang dengannya.

"Apa tujuanmu, mengundangku. Kamu kan tidak suka padaku?" jawab Zahra ketus, melanjutkan langkahnya ke arah motor bututnya.

Rara berdecak kesal, mempercepat langkahnya, agar bisa menyusul Zahra. Sebelum dia meninggalkan negara ini. Dia harus membuat wanita itu hancur.

Kamu negatif mulu menilaiku. Aku hanya ingin berbaikan denganmu. Maaf ya, aku selalu usil padamu. Aku hanya main-main saja. Tapi, kamu menanggapinya selalu serius." Ucap Rara dengan wajah penuh bersalah. Tapi, hatinya jangan tanya lagi, ketawa-ketawi karena Zahra sudah mulai terpengaruh dengan ucapannya.

"Ayah juga ingin berjumpa denganmu. Katanya ingin membantumu soal keuangan. Terus tadi Ayah juga cerita, bahwa kamu yang ditabrak mobil Ayah. Jadi, Ayah ingin memastikan keadaanmu." Ucap Rara tersenyum sinis. Karena, Zahra sudah masuk dalam jebakannya. Padahal, Ezra tidak ada mengatakan itu. Ezra hanya cerita, bahwa mobil ayahnya itu menyerempet motornya Zahra.

Zahra hanya diam sambil berpikir, benarkah Ayahnya Rara, Pak Ezra itu akan membantunya membayar hutang peninggalan Ayahnya yang banyak itu?

"Jangan bengong begitu. Jam delapan malam acaranya di Hotel XX. Ok, aku cabut dulu." Rara menepuk pelan pundak Zahra dan tersenyum lebar. Dia yakin, Zahra akan datang. Karena, dirinya sudah mengiming-imingi Zahra dengan uang. Rara tahu, bahwa Zahra selalu butuh uang banyak untuk bayar hutang ayahnya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!