Sejak sang ibu meninggalkan Nafisha.Nafhisa di asuh oleh sang Ayah bernama Malik.Malik bekerja sebagai Nelayan di salah satu perairan Pulau Bintan.
Nafhisa (21),seorang gadis berkulit hitam yang memiliki sifat ramah serta polos.
Nafhisa sedang bermain rumah pasir bersama anak-anak di pulau sana.Dia terlihat senang dan bahagia.
Ketika mereka sedang berlari-larian di pinggir pantai.Nafhisa berteriak pada Nelayan di sana.Para Nelayan berlarian menuju ke arahnya.
"Ada apa Nak?"Nafhisa menunjuk seorang pria yang tak sadarkan diri.Pakaiannya masih melekat.Dan kejadian itu sepertinya baru terjadi.
Malik merasa detak jantung pria tersebut, "Dia masih hidup.Sebaiknya bawa ke rumah saya saja." tegas Malik membopong pria tersebut bersama Nelayan lainnya.
Nafhisa yang begitu penasaran.Mengikuti para Nelayan yang menuju ke rumahnya.Nafhisa dengan segera masuk ke dalam rumah panggungnya.
"Isah,ambil kan pakaian,handuk,dan sarung ya?"
"Ini Ayah.Dia siapa?"
"Entahlah,sepertinya dia di buang seseorang.Ayah melihat tubuhnya banyak goresan luka." ucap Malik sambil menunjukkan beberapa goresan pada putrinya.
Malik mengambil minyak gamat dan mengolesi luka pada tubuh pemuda itu.Dia juga menumbuk kunyit untuk di ambil airnya.Kemudian memberikan pada pria tersebut.
Beberapa minggu kemudian.Pemuda tersebut sembuh.Pemuda ini bernama Devan (28).Nafhisa yang masih polos dan lugu hanya memandang kelakuan Devan.Selain tampan,dia juga pengusaha muda yang memiliki bisnis di mancanegara.Tak heran banyak sesama pembisnis menginginkan kematian dirinya.
Malik yang tak ingin menimbulkan fitnah.Dengan terpaksa menikahkan Devan dengan Nafhisa.Awalnya Devan menolak.Namun mengingat rasa rindu pada keluarga.Mau tak mau dia harus berpura menerima Nafisha.
"Isah,Mas itu kangen banget sama keluarga di Jakarta.Pasti saat ini Mamah sedih dan mengkhawatirkan Mas," lirihnya sedih.
Nafhisa menunduk lalu melirik Devan, "Sungguh?".
"Iya sayang.Kalo kamu izinin,Mas mau pulang."
Devan mengambil tangan Nafhisa mencium dalam.Devan bersikap lembut dan romantis.Untuk menggelambui Nafhisa yang polos ini.
"Sebenarnya Isah berat Mas.Mas kan tahu Isah sedang hamil.Hamil muda lagi.Yang pastinya Isah itu gak bisa jauh sama Mas," Isak tangisannya lalu mengenggam tangan kekar itu.
"Mas janji.Begitu Mas sampai di Jakarta.Mas akan jemput kamu.Dan membawa kamu ke Jakarta.Kita akan tinggal di sana." ucap rayu Devan meluluhkan hati Nafhisa.
Nafhisa terlihat ragu pada ucapan Devan.Dia tak yakin kalo Devan akan menjemputnya.Namun Devan terus saja merayunya.
"Baiklah.Tapi ingat!Jangan bohong." tegasnya lalu turun dari tempat tidur kayunya.
"Tapi Mas butuh uang untuk ke sana?"
Isah terlihat diam.Dia tak mungkin menyerahkan uang yang dia kumpulkan berbulan-bulan untuk membeli mukena dan Al-Qur'an.
"Ayolah sayang!Mas lihat celengan kamu sudah berat," rayu Devan berdiri memegang kedua tangan Nafisha dengan lembut, " Mas itu cinta sama kamu.Ini juga demi masa depan anak kita.Mas pengen nantinya anak ini memiliki masa depan yang cerah. "
"Tapi Mas?"
"Mas janji." ucap Devan meyakinkan istrinya.
Dengan berat Nafhisah memecahkan celengan yang bersusah payah dia kumpulkan.
"Ini Mas,cukup?"Nafhisah menyerahkan uang tersebut.
"Masih kurang sayang?Ongkos ke Jakarta membutuhkan uang yang banyak.Bagaimana kalo itu?"Devan menunjuk ke arah kalung milik Nafisha.
"Jangan.Ini harta satu-satunya peninggalan ibu.Isah gak mungkin memberikan ini." Nafhisa menutup kalung dengan tangannya.
Lagi-lagi Nafhisa terlihat bingung.Antara suami dan amanah Ibu.Diana menyuruh untuk menjaganya.Diana mengatakan itu kalung sangat beharga dan jangan sampai di tangan orang yang salah.
"Oh,jadi kamu lebih sayang Mas itu ketimbang Mas suami kamu.Baiklah,Mas tidak akan memaksa kamu untuk memberinya." Devan sedikit kecewa,ia pergi meninggalkan Nafhisa di kamar.Devan ingin istrinya merasa bersalah.Dengan begitu,pasti Nafhisah menyerahkan kalungnya secara sukarela.
'Maafin Isah gak bisa jaga amanah ibu.Ini demi masa depan cucu ibu.' batin Nafhisa
Nafhisa melepas kalung dan menyerahkan kepada Devan,"Mas,ini kalungnya.Semua ini Isah lakukan demi anak ini.Tolong!Jangan kecewain Isah.' lirihnya mengusap air mata yang sudah membasahi pipinya.
Devan mengucup pipi Nafhisah dengan lembut.Devan tersenyum semanis mungkin agar Nafhisa tak curiga padanya.
Nafhisa mengisi pakaian Devan dengan berat.Entah mengapa feelingnya tentang suaminya tiba-tiba muncul.Jika kepergian Devan ingin meninggalkannya untuk selamanya.
Nafhisa dan Malik melambai tangan.Dan meninggalkan pelabuhan saat kapal yang di tumpangi Devan mulai tak terlihat lagi.
Berbulan lamanya Nafhisa menanti.Suami yang ia cintai tak kunjung kembali.
"Ayah,mengapa Mas Devan tak kembali?"Nafhisa duduk di sebelah Malik.Dia memandang wajah Malik yang sedang merajut jaring yang putus.
"Ayah tak tahu Nak.Mungkin saja dia banyak urusan.Bukankah Devan sudah bilang dia orang kaya."Ucap Malik menggelambui putrinya.Dia tak ingin Nafhisa sedih berlarut.Serta menduga hal-hal yang buruk tentang suaminya itu.
Nafhisa duduk sembari memandang laut.Rasa kerinduan pada sang suami begitu berlarut.Tubuhnya semakin kurus dan tak berhenti menangis mengingat janji manis.
"Isah..."teriak Bibi Yanti sambil membawa sebuah koran bekas.
"Ada apa Bi?"Dengan cepat Nafhisa menepis air mata yang tumpah.
"Lihat ini!Bukankah ini Devan,suamimu?"tanya Bi Yanti menekan-nekan dengan jari pada foto Devan bersama wanita lain.
"Dia sudah punya istri,Nafhisah.Kau udah di tipu oleh dia.Dasar pria tak tahu berterima kasih.Dia hidup enak dan mewah.Sementara kau hanya meratapinya tanpa berusaha.Apa kau tak kasihan pada bayimu?Dia juga butuh seorang Ayah," ucap sindir Bi Yanti memancing.
Nafhisah berlari meninggalkan Bi Yanti seorang diri.Buliran air mata jatuh lagi tak henti.Kecewa,sedih,dan patah hati yang dia rasakan saat ini.
Nafhisa memeluk Ayahnya.Menumpahkan segala gemuruh menggetarkan hatinya.
"Kamu kenapa nak?"Malik mengusap puncak kepala Isah dengan lembut.
"Mas Devan?Mas Devan sudah menikah lagi."lirihnya melepas pelukan lalu menyerahkan koran itu.Hati Nafhisah begitu hancur.Segala pengorbanan yang dia lakukan menjadi butiran debu yang tak bearti.Karna terlalu lelah menangis.Nafhisah terjatuh lalu pingsan.
Malik membopong Nafhisa ke kamar.Kekhawatiran Malik ternyata terjadi.Rasa penyesalan membatin kecil di lubuk hati.Telah menikahkan putrinya dengan pemuda tak punya hati.
'Maafin Ayah.Semua ini gara-gara Ayah.' batin Malik sedih .
Nafhisa merenung pada teras rumahnya.Dia menunggu Malik pulang dari menjaring di laut.Sudah hampir dua jam dia menunggu.Namun sang Ayah tak kunjung pulang.
Karna begitu khawatir.Nafhisah menanyai pada Nelayan yang biasa pergi bersama Ayahnya.
"Pa__man,"teriaknya lalu memandang para Nelayan yang rautnya begitu sendu.
"Ada apa ini?Ayahku mana?"Nafhisah melihat salah satu Nelayan mendekat ke arahnya," Kamu yang sabar.Kami sudah mencoba mencari.Namun Malik tak kami temui.Hanya plastik ini yang kami temui."
Nafhisa mengambil plastik dengan tangan gemetar.Rasa takut menyelimuti hatinya saat ini.Bendungan mata yang dia tahan akhirnya tumpah tak berjeda.Nafhisa lagi-lagi harus kehilangan orang yang begitu dia cintai.
Nafhisa hanya bisa pasrah pada Takdir-Nya.Dia hanya bisa memeluk baju sang Ayah.
"Isah,sebaiknya kau menyusul saja ke Jakarta.Ini uang sumbangan dari kami semua.Kau harus menemukan Devan.Bagaimanapun bayi di perutmu itu darah dagingnya." Ucap Bi Yanti.
"Iya Isah.Kau dan anakmu itu berhak bahagia." sahut para warga lain memberi semangat padanya.
Nafhisa tersenyum berat memandangi warga di sana.Dia pun bertekad ke Jakarta.
Nafhisa mengenteng tasnya menuju Pelabuhan.Rasa takut dia tepiskan.
Nafhisa tersenyum saat memandang kota Jakarta metropolitan.Dia berjalan sambil menghelus perutnya yang mulai membucit.
'Sebentar lagi kita akan ketemu Ayah.Ibu tak peduli meskipun nanti Ayahmu pasti tak mengakuinya.Ibu akan berjuang demi kamu,sayang.' batin Nafisha menyemangati dirinya.
Nafhisa duduk sambil memakan nasi yang dia beli.Berhari-hari dia tidur di pinggiran jalan.Namun tak meluntur semangatnya untuk mencari suaminya.
Hingga takdir mempertemukannya dengan seorang gadis bernama Meisya.Meisya saat itu sedang di ganggu oleh pengemis.
"Mbak berikan kami sedekah.Seharian kami belum makan," pinta pengemis .
"Hush...pergi sana!"Meisya bukan memberi malah mengusir.Bahkan menghina si pengemis.Hingga si pengemis marah dan menarik paksa tasnya.
"Tolong," teriak Meisya dengan lantangnya.
Nafisha mendekati si pengemis yang di kerumuni orang banyak.
"Ini ada apa?Mengapa kalian malah memukulnya?"Nafhisa memandang orang-orang yang di sana.Mereka tak merasa kasihan pada pengemis yang sudah memegang perutnya yang kelaparan.
"Ini bu,ambillah."Nafhisah menyerahkan uang biru lalu menyuruh pengemis itu memberikan dompet Meisya.
Meisya memandang akhlak mulianya.Nafhisah yang terlihat hidup di kalangan bawah justru gemar berbagi.Sedangkan dirinya yang hidup mewah tapi enggan,bahkan berat.
"Tunggu!" panggil Meisya lembut .
"Apa mbak?"Nafhisa memutar tubuh lalu menuju ke arah Meisya.
"Kenapa kamu memberinya uang?Dia masih kuat bekerja." tegas Meisya merasa heran.
"Aku melakukan itu bukan meminta balasan manusia.Kalaupun dia kuat ataupun sehat itu urusannya.Aku hanya mengharap balasan dari Allah," tegas Nafisha lalu meninggalkan Meisya.
Nafhisa terus saja berjalan.Tujuannya ke Jakarta mencari suaminya.Dia juga mencoba mencari alamat Devan lewat koran yang dia baca kemarin.
Nafhisa tersenyum merekah.Mendapati pria yang dia cari memasuki sebuah gedung mewah untuk menghadiri meeting dengan klien.
"Mas Devan...!" teriak Nafhisa kuat , Nafhisa berlari memeluk Devan.Dia sangat merindukan suaminya.Dia tak peduli dengan orang yang memperhatikan ulahnya.
Devan terlihat tegang.Begitu juga asistennya Nathan.
"Lepaskan aku!" pinta Devan dengan suara lantang.Devan juga mengusap-usap pakaian bekas serangan Nafhisa.
"Kau merasa jijik?Aku ini istrimu.Dan anak yang ada dalam rahim aku saat ini adalah anak kamu." Nafhisa mengambil tangan Devan mendekapkan pada perutnya.
"Apa yang kau lakukan gadis gila?Kau pikir aku percaya.Bilang saja kau mintak sedekah.Nathan berikan uang itu padanya!" titah Devan menyuruh Nathan memberikan uang dari kopernya.
"Ini,Pak!" Devan melemparkan uang tepat di wajah Nafhisa hingga matanya terpejam.Saat tersadar uang itu bertaburan di lantai.
"O,begini cara membalas kebaikan orang.Pria sepertimu tak ubah seperti binatang.Setelah membuat gadis orang hamil lalu kau meninggalkannya begitu saja," sindir Nafisha sambil memunguti uang dan menyerah kembali uang ke Devan.
Devan tak menyangka Nafhisa yang polos ini bisa berani melawannya.
"Pergi kau dari sini!" Devan mengarah jari menyuruh Nafisha keluar.
Dengan santai Nafhisa berdiri di hadapannya.Dia merapikan pakaian Devan.
"Aku tak butuh uang.Aku hanya ingin kau mengakui bayi ini.Sepandai-pandai kau menyembunyikan bangkai nanti juga tercium baunya," cetus Nafhisa mengancam .
Nathan merasa heran pada Devan.Sejak kejadian tadi.Devan merasa gelisah.Dia juga tak fokus dalam meetingnya.
"Dev,kau mengapa?Dari tadi kau seperti ketakutan.Siapa gadis itu?Apa benar dia istrimu?Aku sangat mengenalmu." tanya Nathan penasaran .
Devan tak menjawab.Pikirannya sudah mulai tak tenang.Kehadiran Nafhisa akan mempengaruhi popularitasnya.
"Iya,dia memang istri aku.Aku terpaksa menikahi dirinya.Hanya untuk memanfaatkan dia." Devan menyandar kasar tubuhnya.Dia mengusap kasar wajahnya.
"Tapi dia hamil?Bagaimana kalo orang tua kamu tahu?Kau benar-benar dalam masalah besar."
"Arghhh," teriak Devan berdiri menghentak kasar meja kerja.
"Tenang Dev.Kau tak perlu gegabah.Kita harus cari cara untuk menyingkirkan dia."
"Ya,kau benar.Tapi,bagaimana caranya?"
"Kau ancam saja dia.Jika dia berani menceritakan hubungan kau dengan dia.Maka janin itu tak kan bisa melihat matahari.Perempuan itu selalu menggunakan perasaan.Percayalah!" ucap Nathan meyakinkan sahabatnya.
Sepulang kerja,Devan bergegas mencari Nafisha.Karna kelelahan,dia memutuskan kembali ke Mension miliknya.
Baru ingin membuka pintu kamar.Dia terdengar suara gadis sedang mengaji di sudut kamar sana.Devan pun mencari dan menuju ke arah kamar tersebut.
"Mas Devan,baru pulang ya?"Nafhisa mencium tangan suaminya.Dia beranjak menuju dapur.Menyiapkan makam malam untuk keluarga suaminya.
Devan terpelanga sambil mengusap-usap matanya.
'Apa aku mimpi?Bagaimana bisa dia di sini?' batin Devan berpikir .
"Devan,kamu ngapain di sini nak?"tanya Keyla,sang Mamah.
Devan menuju kamar tanpa berkata.Masalah tadi belum selesai.Sudah datang masalah baru.
Devan keluar lalu menuju ruang makan.Dia tak melihat Nafhisa lagi.
"Mah,ini siapa yang masak?Tumben-tumbenan ada lauk seperti ini?Biasanya masakan luar negeri," cetus Devan sambil mengunyah.
"Enak ya?"
"Enak Mah.Dulu waktu aku terdampar di pulau makannya lauk seperti ini.Apalagi gulai asam pedas ini,menjadi lauk favorite aku." kata Devan yang tak menyadari kalo Nafisha mendengarkan ceritanya.
"O,ya?"ucap tak percaya Keyla.
"Emang siapa yang masak?"
"Nafisha,nak!"
Devan menghentikan makannya.Matanya membulat saat Nafisha sudah ada di hadapannya.Demi menyembunyikan hubungan dia dan Nafisha.Devan berpura-pura tidak mengenalinya.
"Siapa dia,Mah?"
"Pembantu baru kita.Tadi itu Mamah hampir kecopetan.Untung saja,ada Nafhisa yang bantu.kalo gak ada dia,mungkin Mamah sudah di Rumah Sakit."
"Kenapa gitu?"tanya penasaran Devan.
"Demi membantu Mamah.Lengan tangannya berdarah.Mamah juga kasihan dengannya.Dalam hamil muda suaminya malah meninggalkan dia?"ucap Keyla merasa kasihan pada Nafisha.
"Sungguh?Lalu Nafishanya mana?"Devan memandang ke segala arah.
Setelah selesai makan.Devan mencari Nafisha di dapur.Dia juga memarahi Nafisha.Dan menuduh kalo ini terjadi karna rencana busuk Nafhisa yang sengaja dia buat.
Devan menarik tangan Nafisha.Nafhisa terlihat tenang dan santai.
"Nafisha,kamu sengaja kan?"bentak Devan menatap tajam Nafhisa.
"Maaf Mas,aku juga tidak tahu kalo wanita itu Ibumu.Aku menolongnya karna panggilan hati.Bukan kesengajaan,ataupun yang kau tuduhkan itu padaku," lirih Nafhisa tunduk.
"Awas saja!Kau menceritakan hubungan kita.Ingat itu!" gertak Devan menunjuk perutnya, "Kalau kau berani,maka aku jaminkan bayi ini tidak selamat!"
Devan meninggalkan Nafhisa dalam duka.Bahkan dia tak peduli pada pengorbanan Nafhisa yang rela membantu dia dan Mamahnya.
Nafisha terlihat senang sembari menyediakan sarapan untuk majikannya.Keyla memperkejakan dia menjadi asisten rumahnya.
Bi Asih tersenyum melihat tingkah Nafisha.
"Bi,kenapa senyum?" tanya Nafhisa .
"Bibi senang saja.Sejak ada kamu ada di sini.Pekerjaan di rumah ini terbantu."
"Bibi gak usah khawatir.Isah akan selalu membantu Bibi.Bibi itu seperti Ibu Isah sendiri." ucap lembutnya lalu meninggalkan Bibi Asih.
Devan turun menuju meja makan.Sejak Nafisha tinggal di rumahnya.Devan lebih sering sarapan di rumah ketimbang di kantor.
"Isah,ikut aku sebentar?"Devan mengajak Nafhisa ke taman belakang.
"Ada apa Mas?"
"Ini uang bulanan.Belilah untuk keperluan kamu.Aku gak mau jadi suami yang tak bertanggung jawab.Ingat!Jangan pernah cerita masalah kita dengan Mamah.Paham!"
Nafhisa mengangguk lalu memandang pundak Devan yang sudah menjauh.
Devan duduk termenung.Dia memijat pelipis dengan kasar.
"Dev,apa kau sudah ketemu dengan gadis kemarin?" tanya Nathan menaikkan alis dan duduk menghadapnya.
"Sudah.Dia tinggal di rumahku."
"What?Aku gak salah dengar?"Nathan bertanya lagi.
"Iya.Kemarin dia membantu Mamah yang hampir di copet orang.Dan parahnya lengannya tertusuk.Tapi,gadis itu terlihat tenang.Dia juga tak menceritakan hubungan kami." ucap Devan kasihan.
"Kasihan juga sih.Lalu apa langkahmu selanjutnya."
Devan mengangkat pundak lalu berdiri membelakangi Nathan, " aku merasa kasihan saja.Meski aku menghina dia bahkan menyakitinya.Dia justru tak membalasnya.Tapi aku juga tak mungkin mengakui kalo dia istri aku.Terlalu beresiko!" ucap lirih Devan.
Setelah bekerja seharian.Devan memutuskan pulang ke rumah.Seperti biasa saat dia pulang.Nafhisa sedang mengaji.Memberi kenyamanan bagi yang mendengarkannya.
"Mas,kamu sudah pulang?" tanya Nafhisa pelan.
"Kamu pasti lapar?" Nafhisa berjalan menuju dapur namun di cegah oleh Devan.
"Aku bisa sendiri." tegas Devan berlalu menuju ke kamarnya.
Nafhisa hanya bisa melihat kepergian suaminya.Dia merasa sedih.Sikap Devan barusan ingin menjauhi dirinya.
"Isah," panggil Keyla .
"Iya,Nyonya.Ada apa?"
"Lengan di tangan kamu udah sembuh gak?Saya takut infeksi pula.Ini uang untuk cek luka kamu itu.Ajak Bi Asih saja!" titah Keyla lalu keluar menuju mobilnya.
Keyla ingin menemui Meisya.Dia ingin membahas pernikahan Devan yang akan di laksanakan bulan depan.
Nafhisa tersenyum lalu berjalan menemui Bi Asih.
"Bibi,temenin Isah yuk!"
"Ke mana?" Bi Asih memandangi Nafhisah merangkul tas kecilnya.
"Isah pengen cek luka ini.Nyonya Keyla yang nyuruh.Dia juga bilang ajak Bi Asih saja.Mau ya?" rayu Nafhisa merangkul lengan Bi Asih.
Mereka pergi menggunakan taksi.Bi Asih membawa Nafhisa di sebuah klinik.
"Isah,tunggu sini.Bibi mau daftarin kamu dulu." kata Bi Asih .
Nafhisa mengangguk.Dia tak sengaja melihat ibu hamil di temani suaminya.Dia menyentuh perut yang tertutup dengan hijabnya.Rasa sedih menyentuh batinnya.
'Andai saja Mas Devan seperti itu.Menemani aku saat sakit.Begitu bahagianya aku.' batin Nafhisa
Nafhisa mengusap air mata dengan cepat.
"Isah,mari masuk.Dokter sudah menunggu."
Nafhisah masuk ke dalam ruangan.Terlihat dokter pria menyuruhnya suruh duduk.Saat dokter ingin menyingsing lengan gamisnya Nafhisa menolak.
"Jangan!" ucapnya membuat dokter memandang balik padanya.
"Gak sakit kog.Saya cuma pengen lihat lukanya saja," ucap pelan dokter merayu.
"Isah gak mau berobat sama dokter pria.Di sini gak ada dokter wanita ya?" tanya polos Nafhisa membuat dokter menggeleng lalu tersenyum.
"Emangnya kenapa?"
"Saya gak mau di sentuh sama dokter.Kita bukan mukhrimnya." ucap Nafhisa meninggalkan ruangan tersebut.
"Baiklah.Bi Asih tolong pegang tangannya.Saya menggunakan handglove."
Nafhisa akhirnya mengangguk tanda setuju.
"Lukamu ini sudah mulai mengering.Nanti di lanjutin saja sama obatnya." ucap senyum dokter sambil menyerahkan resep obat.
Nafhisah mengambil resep itu dan membayarnya.Dia tak menoleh lagi.
Tak sengaja Nafhisa melihat Devan dan Meisya.Hatinya begitu hancur.Ingin ke sana namun langkah ini berat mengingat ucapan Devan kemarin.Nafhisa berusaha menahan gemuruh yang menghempas dirinya.
Dia berlari lalu menangis.Bi Asih memandang itu merasa heran.
"Kamu mengapa Isah?Apa luka di lenganmu sakit?"
Nafhisa tak menjawab.Dia hanya mencoba menguatkan hatinya agar kuat.Dia tak berhenti menangis.Nafhisa memeluk erat Bi Asih.
"Bi,salah kah jika Isah merasa cemburu?"Bi Asih melepas pelukan itu.Bi Asih merasa ada yang di sembunyikan Nafhisa darinya.
"Tergantung,jika kita cemburu pada jalan yang benar itu tidak mengapa.Apalagi dengan suami kita.Emang Isah cemburu dengan siapa?"
Nafhisah hanya menunjuk Devan dan Meisya yang berpegang tangan.
"Tuan Devan?Jangan bilang kau suka padanya?Dia berbeda dengan kita.Tuan Devan juga tak mungkin menerima kamu.Bibi tahu betul sifat Tuan Devan.Apalagi Nyonya Keyla." Cegah Bi Asih yang tak ingin Nafhisa mendapat masalah yang besar .
"Tapi kami ada alasan untuk bersama," kata Nafhisa mengagetkan.
"Maksud kamu?"
Nafhisa mengambil tangan Bi Asih menyentuh perutnya yang mulai membuncit.
"Ini buah cinta aku dan Mas Devan." tegas Nafhisah.Tubuh Bi Asih gemetar.Dia menyangka Nafhisa gadis murahan.Dengan mudah memberikan kesuciannya untuk pria seperti Devan.
"Tak mungkin Isah.Bibi kira kamu gadis yang baik.Ternyata...?"
"Aku dan Mas Devan sudah menikah.Tujuan aku ke sini ingin meminta pertanggung jawabnya.Dia menikahi aku saat kalian menganggap dia sudah meninggal.Kalian lupa?"
Nafhisah menceritakan kisah hidupnya.Begitu menyedihkan.Menghadapi cobaan yang bertubi-tubi.Meski begitu,Nafhisa tak putus asa.Dia begitu semangat memperjuangkan cintanya demi buah hatinya.
Mereka keluar dari taksi.Nafhisa dan Bi Asih beranjak masuk ke Mension.
Nafhisa tak sengaja memandang Devan.Devan duduk menyandar di ruang tamu.
"Isah,kemari!" titah Devan menghentikan langkahnya.
"Apa?"
"Ini manisannya.Kemarin ku dengar kau pengen manisan ini." Devan menyerahkan kresek lalu melanjutkan pekerjaannya.
Nafhisah masuk tak mengucapkan terima kasih.Rasa cemburunya masih bermain di pikiran.
"Isah,Bibi punya kejutan untuk kamu." ucap antusias Bi Asih.Bi Asih menyerahkan beberapa produk kecantikan.Bi Asih mendapatkan dari temannya.
"Apa nih Bi?"
"Ini produk kecantikan.Meski harganya mahal.Tapi,sudah terbukti.Majikan teman Bibi pakainya produk ini.Cobalah!Barangkali dengan perubahan yang terjadi pada kamu.Tuan Devan akan menerima kamu." kata Bi Asih menyemangati.
"Bibi yakin?" tanya ragu Nafisha .
"Yakin banget.Masalahnya sudah terbukti.Kamu pake ya?"
Nafhisa mengangguk lalu mengambil produk itu, " Makasih ya Bi. "
Sejak itu,
Nafhisa berjuang mengikuti saran Bi Asih.Dan ternyata pemakaian dua bulan menampakkan hasil yang luar biasa.
Nafhisa tersenyum menyentuh kulit di wajah dan tubuhnya.Semakin hari menampakkan perubahan.
"Bibi," teriak Nafhisa menguncang telinga Bi Asih yang sedang di dapur.Nafhisa menarik tangan Bi Asih dengan kasar.
Nafhisah menunjukkan perubahan pada dirinya.
"Ini beneran kamu,Isah."
Nafhisa mengangguk lalu memutar tubuhnya.
"Masya Allah.Kamu benar-benar cantik nak.Jika Tuan Devan tahu,pasti dia terkesima saat melihatmu," puji Bi Asih .
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!