“Dasar Jal*ng, cewek munafik! Sadar diri dong mana mungkin Awang suka sama elu!”
"Elu itu gak tahu diri banget sih! udah udik pakai acara sok-sokan deketin gebetan gue!"
Seperti itulah suara-suara sumbang yang setiap hari didengar oleh Mayang Anjani. Umpatan dan makian kasar dari beberapa gadis seusianya sudah sering menjadi santapannya terlebih lagi dari gadis yang bernama Ema.
Tak banyak yang tahu seperti apa hidup Mayang Anjani. Gadis berkacamata itu tak pernah mengumbar seperti apa kehidupannya. Banyak yang mengira Mayang adalah anak hasil dari perselingkuhan ibunya dengan seorang pejabat kelas atas.
Bisa masuk ke universitas swasta ternama di kota ini juga melalui jalur beasiswa. Hanya Ema saja gadis yang sering mengumbar gosip-gosip buruk tentang Mayang.
Tak ada yang tahu bila Ema sebenarnya adalah saudara tiri Mayang. Ema yang iri dan tak suka bila Mayang mendapatkan kasih sayang dari banyak orang membuat Ema terus saja mengarang cerita yang buruk untuk Mayang.
“Kamu ini kenapa Ema, aku tak pernah mendekati Awang sekalipun, bahkan untuk bicara saja dengannya aku tak pernah!” Mayang terus saja menjelaskan pada Ema bila ia tak pernah mendekati pemuda yang Ema cintai.
“Bohong, dasar gadis tak tahu diri!” putus Ema dengan menarik rambut Mayang dengan kasar agar Mayang merasa kesakitan dan mengaduh karena ulah Ema.
Air mata Mayang menetes membasahi pipinya, hinaan serta cacian Ema dan juga teman-temannya terus saja ia dapatkan semenjak kepindahannya ke kota ini.
Plak ... Ema menampar pipi Mayang karena gadis itu terus saja menangis hingga menyebabkan banyak mahasiswa lain yang melihat Ema menganiaya Mayang di toilet kampus.
Sembari mencuci tangannya setelah menampar pipi Mayang, Ema lalu mengancam Mayang kembali agar gadis itu segera menjauhi Awang Kurniawan, pemuda yang Ema cintai.
Dengan langkah sombongnya, Ema keluar dari toilet seusai mem-bully Mayang dengan tangannya sendiri.
“Gadis tengik itu harus diberi pelajaran agar tak mendekati Bang Awang!”
“Sombong sekali, si Ema!” tutur mahasiswa lain yang melihat seperti apa liciknya Ema Santani, mahasiswi yang memiliki paras cantik jelita ini.
Tak banyak mahasiswa lain yang tahu seperti apa sifat buruk Ema, bahkan beberapa dari mereka tai suka dengan sikap sombong dan semena-mena Ema pada mahasiswa lainnya.
“Kau tak apa-apa, Mayang?” tanya Cika teman baik Mayang yang kini berusaha membantunya berdiri di depan toilet.
Hati Cika sakit seperti teriris melihat perlakuan Ema pada Mayang. Tapi Cika juga kesal pada Mayang karena merasa bila Mayang terlalu baik dengan Ema dengan tidak melaporkan hal ini pada dosen ataupun kepala fakultas. Karena Cika menilai ini termasuk tindakan penganiayaan.
“Terima kasih, Cika!” ucap Mayang dengan derai air mata.
Hanya Cika lah teman mengadu Mayang selama ini. Mayang tak tahu lagi harus mengadu pada siapa? Karena hanya Cika lah satu-satunya anak yang percaya padanya.
“Jangan seperti ini saja, Mayang! Kau harus membalasnya!” Cika menasehati Mayang untuk tidak diam saja melihat perbuatan Ema padanya.
Namun, lagi-lagi Mayang mengatakan untuk membiarkan hal itu seperti yang Ema mau. Karena selama ini Ema telah hidup dengan susah payah.
Mayang mengatakan bahwa ayahnya menikahi ibu Ema karena kesulitan ekonomi. Dan kini Ema menjelma menjadi sosok gadis modis karena materi yang bergelimang dari ayah Mayang.
“Kau tahu Cika? Ema sebenarnya anak yang baik!” Mayang masih terus membela Ema di depan Cika hingga membuat Cika kesal.
“Terserah kau saja, Mayang!” Dengan enggan Cika malas meladeni ucapan Mayang yang terus saja membela Ema di depannya.
**
Namaku Mayang Anjani, kalian tahu sendiri seperti apa kehidupanku ini. Sebagai anak satu-satunya, tentu saja hidupku sangat tercukupi oleh semua fasilitas yang ayahku berikan. Namun, semua itu hanya mimpi sesaat.
Kehidupanku kini berubah semenjak ayah menikahi janda muda dengan satu orang anak perempuan. Ayah berkata, “Kalian akan menjadi saudara yang dekat karena umur kalian tak jauh berbeda!”
Nama gadis itu adalah Ema Santani, gadis mungil dengan sifat periang itu masuk ke tengah-tengah keluarga kami bersama ibunya yang bernama Ayu.
Baik, kesan pertama yang kudapatkan adalah mereka baik padaku. Pada anak dari lelaki yang Tante Ayu nikahi beberapa hari yang lalu. Tapi, semua itu hanya kamuflase saja. Tante Ayu dan anaknya Ema tak pernah memperlakukan aku dengan baik seperti janjinya pada ayahku.
Sering kali aku mendapatkan perlakuan kasar dari Tante Ayu kala ayahku tak ada. Bahkan Ema juga mengambil kamarku dan ia gunakan sebagai kamarnya karena merasa kamarku lebih luas dan mewah dari kamarnya.
Lalu bagaimana denganku? Aku hanya bisa bersabar, karena ayah menyukai mereka berdua. Tak jarang ancaman kudapat agar tak mengadu pada ayahku tentang perbuatan Tante Ayu dan Ema.
Aku takut ayah akan marah padaku bila Tante Ayu sampai pergi dari rumah ini seperti ancamannya padaku. Dari situlah awal dari siksaan dan kecaman yang kudapatkan. Hidup seperti di neraka seperti ini tak pernah kubayangkan meski hanya sedetik saja.
Lambat laun aku mulai terbiasa dengan perlakuan mereka padaku, hanya bisa menerima dan bersabar seperti itulah yang kulakukan selama ini. Aku berharap mereka semua bisa berubah agar tak lagi jahat padaku.
Lalu bagaimana dengan sikap ayah? Ayah selalu menjadi tempat terbaik untukku. Oleh karena itu, aku tak bisa menghancurkan kebahagiaan ayah dengan Tante Ayu, ibu dari saudara tiriku Ema Santani.
Semua persiapan telah selesai. Pagi-pagi sekali Mayang dan Ema telah sibuk menyiapkan perbekalan untuk lintas alam mereka.
Pihak kampus mengadakan acara mapala guna melestarikan alam sekitar dan juga menjaga kelestarian alam. Kegiatan tersebut dimulai dari kampus dan para anggota pergi bersama-sama menaiki mobil yang telah disediakan pihak kampus.
Sebagai mahasiswa aktif, Mayang dan Ema ikut berpartisipasi. Terlebih lagi, Ema tentu tak ketinggalan karena pria pujaannya menjadi ketua Mapala hari ini. Hal yang telah ia idam-idamkan akan terwujud yakni bisa bermanja-manja dengan Awang di kegiatan Mapala tersebut.
“Mayang! Gue ingetin sekali lagi, jangan ganjen sama Awang!”
Mayang tak mendengarkan perintah Ema, Mayang terus saja memasukkan perbekalan ke dalam tasnya.
Tak ingin berseteru dengan Ema di rumah, membuat Mayang enggan menanggapi apa pun perkataan Ema padanya.
Keduanya lalu berangkat ke kampus diantar oleh sopir keluarga ayah Mayang. Dan seperti biasanya pula Ema akan menyuruh Mayang turun di jalan meski perjalanan mereka masih jauh dari area kampus. Ema sengaja membuat Mayang menderita lagipula Ema juga tak ingin dianggap sebagai saudara tiri dari Mayang. Poor Mayang!
Dan Mayang menurut saja karena ancaman dan makian Ema terus saja ia dapatkan baik di rumah maupun di kampus seperti ini.
Hingga tak sengaja ketika Mayang jalan kaki menuju kampus, Awang, pria yang digandrungi oleh Ema melihat Mayang sedang berjalan kaki menuju area kampus.
Sebagai sesama mahasiswa, tentunya Awang tak tega melihat temannya dalam kesulitan. Terlebih, Mayang juga merupakan salah satu anggota Mapala yang ia pimpin.
“Hei, bukankah kamu anak pariwisata yang mengikuti program Mapala?” tegur Awang turun dari atas motor kesayangannya pada Mayang yang saat ini sedang berjalan dengan tergesa-gesa ke arah kampus.
Mayang menoleh mendengar ada seseorang yang menyapanya. Ditatapnya Awang, pria yang menjadi incaran pada gadis di kampus termasuk Ema saudari tirinya.
‘Ini tak bisa dibiarkan! Ema akan marah bila melihatku bersama Awang di sini!’ Mayang bersuara dalam hatinya. ‘Lebih baik aku bergegas pergi meninggalkan Awang sebelum Ema melihatku!’
“Iya, maaf aku pergi dulu, takut telat!” Mayang menghindari Awang agar tak ada masalah yang tercipta bila Ema melihatnya bersama dengan Awang pagi ini.
Namun, Awang tak membiarkan Mayang pergi begitu saja. Dengan sikap heroiknya, Awang menawarkan tumpangan pada Mayang untuk mengantarnya ke kampus karena sebentar lagi rombongan mereka akan segera pergi.
“Kamu bisa pergi bersama dengan aku!” tawar Awang pada Mayang, gadis manis berlesung pipi dengan kaca mata tebal bertengger di telinganya.
“Terima kasih, Kak! Tapi saya bisa berjalan sendiri!” Mayang terus saja menolak penawaran dari Awang padanya. Lebih baik Mayang menghindari terjadinya masalah agar tak ada kesalahpahaman antara Mayang dan Awang.
Awang hanya bisa menatap kepergian Mayang begitu saja. Mayang dikenal sebagai mahasiswi yang tak banyak bergaul dengan teman-temannya. Bahkan Awang juga kesulitan memahami seperti apa gadis lugu itu.
Tak ingin berlama-lama di jalanan, Awang pun segera memacu motor kesayangannya ke kampus agar tak ketinggalan progamnya. Pemuda tampan itu sesekali menatap punggung Mayang dari belakang.
“Gadis aneh!” gumam Awang lalu menyalakan mesin motornya.
**
Sesampainya di lokasi berkumpul, panitia mengabsen kehadiran para peserta. Termasuk Mayang dan yang lainnya. Dengan sikap kepedean Ema curi-curi pandang ke arah Awang yang sedang memberikan sambutan sebagai ketua progam Mapala ini.
Bahkan dengan genit, Ema berani bermain mata dengan Awang. Dan pastinya Awang merasa ngeri bila ada gadis yang mendekati dirinya. Terlebih lagi Awang juga bukan pemuda yang mudah dekat dengan semua gadis terutama yang centil dan ganjen seperti Ema.
Tiba giliran jelas Mayang, panitia memanggil nama Mayang Anjani. Secepatnya Mayang mengangkat tangannya agar tak ketinggalan presensi pagi sebelum berangkat mapala.
Ketika semua anggota telah lengkap, panita memberinya aba-aba untuk memasuki bis yang telah disediakan sesuai nomor urut masing-masing. Dan beruntungnya, Mayang tergabung dalam satu bis yang sama dengan Awang.
Ema begitu kesal melihat keberuntungan yang Mayang dapatkan. Bahkan Ema sempat menawarkan pada salah satu anggota untuk bertukar tempat duduk dengannya, tapi sialnya tak ada satu pun yang bersedia menerimanya. Alhasil, Ema harus puas duduk di bis terpisah dari Awang.
“Hai, kita bertemu kembali!” Awang menyapa Mayang yang sibuk menata tas bawaanya di kabin bis.
Mayang terlonjak kaget mendengar suara Awang dan menoleh ke arah pemuda yang kini duduk santai di sampingnya.
“A-apa maksudmu? Kapan kita bertemu?” Mayang sengaja berbohong agar tak terjadi gosip aneh di antara ia dan Awang karena itu bisa menyakiti perasaan Ema padanya.
“Pagi tadi? Hei apa ingatanmu buruk sekali?” Awang mencibir Mayang yang begitu mudah melupakan pertemuan di antara keduanya tadi pagi di luar kampus.
**
Kabar kedekatan antara Mayang dan Awang sampai hingga di telinga Ema. Gadis muda yang cantik itu sampai harus meremas ponsel di tangannya karen diliputi rasa cemburu. Terlebih lagi Awang dan Mayang yang tergabung dalam satu bus, hal tersebut semakin membuat Ema panas.
Hingga ketika semua anggota sampai di lokasi acara, Ema langsung mengkonfrontir Mayang untuk tetap menjaga batasannya.
“Jal ang!” Ema menarik paksa rambut Mayang ketika melihat Mayang sedang sendirian tanpa ada seseorang yang mungkin bisa membantunya.
“Kamu kenapa sih, Ema?”
Ema masih belum bisa menerima kenyataan bahwa Awang lebih memilih untuk mendekati Mayang. Padahal semua orang juga tahu seperti apa kondisi Mayang saat ini.
Mayang yang terlahir memiliki tanda lahir berupa warna kehitaman di pipi kananya membuat gadis manis itu tak percaya diri dengan penampilannya. Dan kondisi menyakitkan itu Ema jadikan sebagai alat untuk terus menekan dan mengoloknya Mayang selama ini.
“Dasar pelacur buruk rupa!”
Mayang sadar akan penampilan saat ini. Sangat tak pantas untuknya untuk bersanding dengan pria yang diinginkan oleh Ema Sentani.
“Malah tanya kenapa, lu pikir lu siapa bisa dekat-dekat dengan Awang, Ha?”
“Kami tak menjalin hubungan seperti yang kamu takutkan! Aku dan dia tak ada apa-apa!” jelas Mayang agar Ema tak salah paham dengannya.
Ema telah bersiap untuk menampar pipi Mayang kembali, tetapi Mayang tak tinggal diam. Gadis muda itu menahan tangan Ema yang ingin memukulnya. Untuk kali ini, Mayang tak ingin menjadi anak cengeng yang hanya bisa menangis menerima semua perbuatan jahat dari Ema.
Bahkan Mayang telah bertekad untuk menjadi lebih kuat lagi menghadapi saudara tirinya tersebut. Ia tak bisa terus-menerus menjadi korban keganasan Ema dan ibu tirinya.
Tapi Ema yang saat ini tersalut emosi tak bisa menerima setiap penjelasan yang terlontar dari bibir mungil Mayang. Bahkan Ema tak segan menampar balik Mayang karena gadis itu sempat menahan serangannya tadi. Hatinya begitu panas mendengar gosip yang menyebutkan Mayang dan Awang bersama dalam satu bis. Dan keduanya duduk berdampingan satu sama lain.
“Kalau kau terus seperti ini, aku tak segan berlaku jahat padamu dasar cewek udik!” Ema mengancam Mayang agar tak berani mengambil calon lelakinya.
Untuk urusan Awang, Ema tak bisa berkompromi lagi. Tak ada satu pun gadis yang boleh dekat dengan pemuda rupawan tersebut. Termasuk Mayang si anak tiri dari ibunya Ema. Terlebih lagi bila menilik seperti apa penampilan Mayang, sangat berbanding terbalik dari Ema yang memiliki penampilan wajah yang rupawan.
“Hanya aku yang pantas bersanding dengan Awang!” gerutu Ema lalu beranjak meninggalkan Mayang begitu saja.
“hentikan Ema! Kau sudah keterlaluan, aku tak segan untuk melaporkan pada polisi atas perlakuan kamu padaku.”
Dengan perasaan dongkol, Ema hanya mampu menahan perasaannya setelah ia menjambak dan menampar wajah Mayang tadi. Meski begitu, tak menyurutkan langkah Ema untuk segera bermanja-manja dengan Awang.
Awang juga merasa risi dengan sikap Ema. Meski gadis itu cantik dan menarik, tapi tak membuat Awang diliputi perasaan gembira. Yang ada Awang hanya bergidik ngeri karena jelas-jelas Ema mengincar dirinya. Bagi Awang wanita seperti Ema bukanlah menjadi pilihannya.
Sesekali Awang mencuri pandang ke arah gadis muda yang menurutnya berbeda dari kebanyakan gadis muda lainnya. Pandangan mata keduanya pun beradu dan Mayang lalu membuang muka agar pria itu tak lagi menatapnya.
Lain Mayang, lain pula Ema. Dengan sikap manjanya ia selalu bergelanjut manja ke mana pun Awang berada. Bahkan ketika mendirikan tenda, Ema berpura-pura kesulitan hingga meminta bantuan Awang.
Banyak teman-teman Ema yang menggodanya karena melihat gelagat Ema yang berusaha mendekati Awang.
“Cie ... cie!” goda Elisa teman satu tim Ema menggoda gadis itu setelah Awang membantunya mendirikan tenda.
“Sudah, kalian siapkan saja selebihnya!” pinta Awang pada Ema dan Elisa yang telah ia bantu mendirikan tenda.
Sepeninggalan Awang, Ema menyuruh Elisa ke tenda Mayang untuk menyebutkan bahwa Ema membutuhkan bantuannya. Ema merencanakan hal buruk pada Mayang dan gadis itu membutuhkan bantuan Elisa untuk memuluskan rencananya.
Elisa lalu pergi meninggalkan Ema dan segera mendekati tenda Mayang untuk segera melancarkan aksinya sesuai perintah Ema.
Karena tak memikirkan hal buruk, Mayang dengan sopan menerima kedatangan Elisa yang ia tahu merupakan teman baik Ema.
“Hei, Mayang! Ema bantuan elu tuh!”
“Bantuan apa?”
“Dia kesulitan mengambil air di sungai sana!” Elisa menunjukkan arah sungai seperti yang diperintahkan oleh Ema padanya.
“Teman kalian ‘kan banyak? Kenapa tak ada yang membantunya?” tegur Mayang tak menyadari hal buruk yang telah direncanakan oleh Ema padanya.
“Lu ‘kan kakaknya, bantuin dikit napa sih?” Elisa terus saja memprovokasi Mayang agar gadis itu bersedia ke dekat sungai seperti perintah Ema.
Tanpa pikir panjang lagi, Mayang segera menuju sungai berarus deras seperti perintah Elisa padanya.
Sebagai seorang saudara, Mayang tak tega pada Ema bila gadis itu berada dalam kesulitan. Apalagi ayahnya juga berpesan pada keduanya untuk terus bersama dan saling membantu satu sama lain.
Mayang bergegas sembari berlari menuju ke arah sungai di mana yang ia tahu Ema membutuhkan bantuannya dalam mengambil air bersih untuk keperluan sehari-hari selama Mapala.
Meski bukan saudara kandung, Mayang sangat menyayangi Ema seperti saudaranya sendiri. Dan bahkan Mayang juga tak masalah bila Ema sering berlaku kasar padanya. Semua itu ia terima dengan lapang dada.
Di dekat sungai yang telah disebutkan oleh Elisa. Pandangan mata Mayang menyusuri keberadaan Ema di sekitar sana. Namun, usaha Mayang tak membuahkan hasil. Ia tak melihat kebenaran Ema. Sehingga Mayang mencoba memanggil Ema agar mendengar keberadaan dirinya.
“Ema ... Ema! Kamu di mana?’
Ema tak mendengar panggilan Mayang karena ia memang sengaja bersembunyi di balik semak-semak agar Mayang tak mengetahui keberadaan dirinya. Hanya Elisa lah yang berusaha menolak rencana jahat Ema untuk Mayang.
“Lu itu gimana sih? Dia udah mencoba meracuni Awang, jangan sampai ****** itu lepas!” Ema terus meyakinkan Elisa untuk mengikuti kemauannya.
“Tapi aku takut, Ema! Kalau kita dipenjara bagaimana?” Elisa ketakutan, seluruh tubuhnya gemetar mendengar rencana jahat Ema yang ingin melukai Mayang.
Dengan tipu daya dan kata-kata manis seperti memberikan Elisa koleksi tas terbaru membuat Ema sedikit mudah menipu gadis muda itu agar bersedia mengikuti kemauannya.
Pada saat Mayang lengah, Ema dan Elisa datang dari arah belakang tubuh Mayang. Kedua mahasiswa itu lalu mendorong tubuh Mayang hingga jatuh ke sungai yang memiliki arus deras.
Mayang tersentak dan tak menyangka bila Ema tega melakukan hal jahat seperti ini padanya. Hanya bisa menangisi nasibnya karena memiliki saudara dengan sifat jahat seperti Ema.
Tubuh Mayang jatuh ke sungai dan sempat menabrak bebatuan hingga tenggelam. Namun sebelum tenggelam, Mayang sempat berteriak meminta pertolongan dari Ema dan Elisa.
Namun, Ema mengajak Elisa segera meninggalkan sungai tersebut agar tak ada yang menyadari perbuatan jahat mereka. Ema menarik paksa Elisa pergi dari sungai karena takut ada saksi yang melihat perbuatan mereka berdua.
Mayang yang malang akhirnya tenggelam oleh perbuatan jahat sang saudara tirinya. Karena tak bisa berenang, tubuh itu lalu hanyut terbawa arus hingga ke hilir sungai dengan alur deras.
“Ema ... Ema! Kamu di mana?’
Ema tak mendengar panggilan Mayang karena ia memang sengaja bersembunyi di balik semak-semak agar Mayang tak mengetahui keberadaan dirinya. Hanya Elisa lah yang berusaha menolak rencana jahat Ema untuk Mayang.
“Lu itu gimana sih? Dia udah mencoba meracuni Awang, jangan sampai jal*ng itu lepas!” Ema terus meyakinkan Elisa untuk mengikuti kemauannya.
“Tapi aku takut, Ema! Kalau kita dipenjara bagaimana?” Elisa ketakutan, seluruh tubuhnya gemetar mendengar rencana jahat Ema yang ingin melukai Mayang.
Dengan tipu daya dan kata-kata manis seperti memberikan Elisa koleksi tas terbaru membuat Ema sedikit mudah menipu gadis muda itu agar bersedia mengikuti kemauannya.
Pada saat Mayang lengah, Ema dan Elisa datang dari arah belakang tubuh Mayang. Kedua mahasiswa itu lalu mendorong tubuh Mayang hingga jatuh ke sungai yang memiliki arus deras.
Mayang tersentak dan tak menyangka bila Ema tega melakukan hal jahat seperti ini padanya. Hanya bisa menangisi nasibnya karena memiliki saudara dengan sifat jahat seperti Ema.
Tubuh Mayang jatuh ke sungai dan sempat menabrak bebatuan hingga tenggelam. Namun sebelum tenggelam, Mayang sempat berteriak meminta pertolongan dari Ema dan Elisa.
Namun, Ema mengajak Elisa segera meninggalkan sungai tersebut agar tak ada yang menyadari perbuatan jahat mereka. Ema menarik paksa Elisa pergi dari sungai karena takut ada saksi yang melihat perbuatan mereka berdua.
Mayang yang malang akhirnya tenggelam oleh perbuatan jahat sang saudara tirinya. Karena tak bisa berenang, tubuh itu lalu hanyut terbawa arus hingga ke hilir sungai dengan alur deras.
Ketiadaan Mayang membuat teman satu tendanya, Cika kalang kabut. Pasalnya gadis mungil itu telah menunggu lebih dari satu jam lamanya. Namun, sahabat dekatnya itu tak kunjung menampakkan diri. Berulang kali Cika mencari Mayang hingga keluar dari area perkemahan, dan tak membuahkan hasil sama sekali.
Sempat pula Cika mendatangi tenda Ema untuk menanyakan keberadaan Mayang, lagi-lagi dengan angkuh Ema mengusir teman Mayang itu.
'Mayang ... kamu ke mana sih?' Sungguh Cika kalang kabut dibuatnya.
Tak ingin menunggu terlalu lama lagi, gadis manis itu segera menghubungi panitia acara guna melaporkan hilangnya Mayang.
Salah satu panitia acara adalah Awang Kurniawan, satu-satunya pria yang menjadi incaran Ema hingga gadis nakal itu berani menghilangkan keberadaan Mayang.
Awang yang mendapatkan laporan dari Cika tersebut sekonyong-konyongnya langsung bergegas mencari keberadaan Mayang. Tak memedulikan apapun, bahkan waktu kini telah bergeser dari siang menuju petang. Tetap saja, Awang mencari keberadaan Mayang tanpa diminta.
Melihat kepanikan di wajah pria pujaannya, Ema begitu tersulut emosi lantaran Awang begitu mengkhawatirkan keadaan Mayang. Bagaimanapun juga saingannya telah dihabisi, kini tak ada lagi halangan dan saingan Ema.
"Dasar per*k sialan! udah mati, mati aja sono!" gerutu Ema kala mengikuti ke manapun Awang pergi.
Baru kali ini Ema harus bersusah payah ikut mencari keberadaan orang yang paling dia benci seumur hidupnya. Hingga kakinya tanpa sadar terantuk batu dan Awang tak peduli padanya sama sekali.
"Ihhhh ... !" Ingin menjerit sekencangnya. Namun, Ema tak bisa. Gadis muda itu hanya mampu menggerutu sepanjang jalan dengan mulut dipenuhi sumpah serapah untuk Mayang agar gadis itu mati dan mayatnya segera ditemukan.
"Ba-bagiaimana kalau kita cari ke dekat sungai?" tanya Elisa pada para anggota yang kebetulan berjumpa dengan Awang dan Ema. Ema sempat melirik tajam ke arah Elisa yang ia nilai begitu ceroboh hingga tanpa sadar hampir membuka rahasia di antara keduanya.
"Maksudku, maksudku siapa tahu Mayang ke sungai?" jelas Elisa sesaat kemudian setelah ia mendapatkan kecaman berupa lirikan tajam dari Ema.
'Untung saja gue tak salah mengucapkan sesuatu, bisa diamuk Ema, gue!' batin Elisa sembari mengelus dada atas perilaku sang teman baiknya.
Dari awal memang Elisa keberatan atas permintaan Ema yang mengajak dirinya mencelakai Mayang. Bagaimanapun juga Mayang adalah saudara Ema juga. Terlebih lagi, keduanya juga tergabung dalam kelompok Mapala yang sama. Sehingga Elisa sempat menolak ajakan Ema untuk melenyapkan nyawa Mayang.
Atas anjuran tak terduga dari Elisa, kelompok pencari memutuskan untuk pergi ke arah sungai guna mencari keberadaan Mayang yang hilang. Dengan wajah tak suka, Ema mendekati Elisa dan memarahinya karena memberikan ide yang tak seharusnya ia lakukan.
"Lu itu begonya gak ketulungan ya, El? Kalau sampai mayat Mayang ditemukan gimana? Lu mau tanggung jawab dan masuk penjara?" Ema mengancam Elisa yang dinilai sungguh bodoh tanpa memikirkan perkataannya barusan.
Meski begitu, Ema tak serta merta terus memarahi Elisa. Ema tak ingin orang-orang curiga padanya. Bila harus curiga, seharusnya mereka mencurigai Elisa yang menawarkan usul ke sungai, bukan padanya.
"Maafkan aku, Ema! aku yang salah!" Elisa menyesal telah tanpa sadar mengatakan hal yang paling disembunyikan dan menjadi rahasia besar di antara dirinya dan Ema.
"Semoga saja, jal*ng itu tak ditemukan!" Ema masih berapi-api memikirkan apa yang harus ia jelaskan nantinya bila tubuh Mayang ditemukan.
Karena Ema yakin jika Mayang pasti telah tewas dan hanyut ke ujung sungai. Selain berarus deras, sungai itu juga dipenuhi bebatuan dan pastinya menyebabkan tubuh lemah Mayang terantuk batu yang jumlahnya banyak sekali.
Rombongan tersebut tiba di sungai dan mulai berteriak-teriak memanggil Mayang. Mulai dari hulu hingga hilir sungai demi mencari keberadaan Mayang.
Namun, semua usaha itu sia-sia. Karena hingga mendekati malam, tak ada satupun anggota yang berhasil menemukan Mayang dan jejaknya. Pencarian hari ini tepaksa dihentikan karena malam telah menjelang dan penerangan serta kelengkapan mereka tak sebanding dengan tim SAR ataupun regu penyelamat lainnya.
**
Seorang lelaki dewasa yang berprofesi sebagai dokter Bedah di salah satu rumah sakit paling bergengsi di kota yang bernama Rafael tengah melakukan pendakian di sekitar gunung tempat kelompok Mapala Mayang.
Pria yang mengenakan jaket kulit dengan dipadupadankan sepatu vans keluaran terbaru tengah duduk bersantai menikmati waktu istirahatnya di dekat aliran sungai.
Guna melepas dahaga, Rafael Subiantoro meneguk segenggam air sungai yang sangat jernih itu. Selain meminum langsung, Rafael juga membasuh mukanya agar lebih segar lagi. Setidaknya hal kecil seperti ini mampu menghalau rasa lelahnya setelah mendaki cukup lama.
Tak jauh dari tempat Rafael duduk bersantai, samar-samar dokter bedah itu melihat sebujur tubuh yang hanyut oleh aliran sungai tersebut. Seperti melihat keanehan, dr Rafael mendekati sosok yang ia yakini seorang wanita itu hingga ke tengah sungai.
Melawan arus yang deras, merupakan kesulitan Rafael. Namun, hobinya dalam mengikuti kegiatan survival membuatnya mampu menyelamatkan diri dan tubuh yang hanyut tersebut.
Rafael lalu membawa tubuh hanyut itu menepi dengan susah payah. Napasnya tak beraturan setelah Rafael dengan sekuat tenaga menerjang arus sungai. Dan usaha itu kian membuahkan hasil saat Rafael menyentuh sesosok tubuh lemas tersebut.
"Masih cukup hangat! dan masih bernapas."
Rafael memeriksa luka fatal dari sosok yang ia temukan. Dari hasil penyelidikan Rafael, dapat dipastikan bahwa wanita yang ia temukan jatuh ke sungai dan hanyut sampai ke tempatnya.
"Syukurlah, dari bentuk tubuhnya kurasa dia berusia tak lebih dari 20 tahun!" Rafael memperkirakan rentang usia Mayang dengan postur tubuhnya.
Segera saja Rafael melakukan pertolongan pertama pada Mayang. Dari profesinya yang merupakan tenaga ahli kesehatan, dengan mudah Rafael bersiap melakukan CPR sesuai prosedur yang selalu ia tetapkan dalam pekerjaannya.
CPR dilakukan terhadap orang yang tidak mampu bernapas atau mengalami henti jantung akibat suatu hal, misalnya tenggelam atau serangan jantung. Dengan mengembalikan fungsi napas dan jantung, CPR dapat menyelamatkan nyawa seseorang.
CPR (cardiopulmonary resuscitation) atau dikenal juga dengan sebutan RJP (resusitasi jantung paru) adalah upaya pertolongan medis untuk mengembalikan kemampuan bernapas dan sirkulasi darah dalam tubuh.
Setelah memeriksa nadi tubuh itu, Rafael memastikan Mayang masih bernapas secara normal dengan melihat apakah dadanya bergerak naik-turun. Selanjutnya, Rafael mendekatkan telinganya ke mulut dan hidung Mayang untuk mendengar suara napas dan merasakan embusan napasnya di pipi dr Rafael.
Kemudian, dokter senior dari rumah sakit tersebut meletakkan telapak tangannya di bagian tengah dada Mayang, tepatnya di antara payudara.
Lalu Rafael memposisikan telapak tangannya yang lain di atas tangan pertama. Dan memastikan posisi siku tenaga ahli itu lurus dan bahu berada tepat di atas tangannya.
Lalu dengan cekatan Rafael menekan dada Mayang setidaknya 100–120 kali per menit, dengan kecepatan 1–2 tekanan per detik.
Saat menekan, dokter lelaki itu mengunakan kekuatan tubuh bagian atas. Tidak hanya itu saja, ia juga mengandalkan kekuatan lengan agar tekanan yang dihasilkan lebih kuat.
Alhasil, dengan kepiawaiannya Mayang mampu menunjukkan tanda-tanda kehidupan dengan merespon tindakan CPR dari Rafael. Karena jalannya napas Mayang masih minim, Rafael lalu mencoba cara selanjutnya yakni membuka jalur napas Mayang melalui tindakan napas buatan.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!