'' Ayo Pah, ngapain aja dikamar? lama sekali." panggil Lestari menahan sakit.
''Bentar Mah! belajar sabar ngapa?" jawab Rico dari dalam kamar.
''Pah, niat enggak sich mau ngantarin Mamah?" sahut Lestari kesal.
Rico masa bodoh. Tangan nya masih sibuk menyisir rambutnya. Bibirnya terus bersiul seakan istrinya mengeluh kesakitan itu hanya candaan.
''Ya sudah Mamah berangkat,'' seru Lestari.
Tangan Lestari menahan perutnya yang tinggal menunggu waktu akan melahirkan seorang bayi. Namun, sang calon Ayah sama sekali tidak prihatin dengan sakitnya Lestari. Bagi Rico asal dirinya rapi, wangi dan keren itu nomor satu. Masa bodoh dengan jeritan Lestari.
Karena tidak bisa menahan dengan mulasnya perut yang tidak karuan. Lestari berusaha berdiri dari sofa dengan dibantu oleh Tati.
''Hati-hati Buk. Kenapa, enggak tunggu Bapak saja.'' ujar Tati.
''A...lah... nunggu Bos mu itu, keburu anakku keluar disini.'' jawab Lestari menahan sakit.
''Aduh... sakit bangat.'' keluh Lestari lagi.
Saat melihat Lestari yang kesakitan berjalan menuju mobil. Kris segera keluar dari mobil untuk menolong Lestari.
''Buk... maaf saya bantu mapah ibu.'' ijin Kris dengan sopan.
''Duh... sakit bangat ini. Perutku sudah kram semuanya, rasanya bagian bawah uda kencang bangat.'' bukannya menjawab Kris. Lestari malah mengeluh kesakitan.
Mendengar keluhan Lestari, Kris langsung menggandeng tangan kanan , tanpa menunggu ijin dari Lestari. Bersama Tati mereka memapah Lestari masuk ke dalam mobil.
Setelah Lestari duduk dengan posisi yang nyaman, Kris menutup pintu mobil. Tati diajak oleh Lestari ikut menemani Lestari pergi ke rumah sakit.
Didalam mobil Lestari terus menjerit kesakitan. Kepalanya disenderkan dibahu Tati. Kris yang melihat Lestari kesakitan segera menginjak pedal gas mobil. Namun, baru saja mobil keluar dari halaman rumah, Rico berlari keluar dari dalam rumah.
''Kris!" panggil Rico dengan wajah tidak suka.
Kris yang melihat Rico dari pantulan spion depan mobil, segera menghentikan mobil. Untuk menunggu Rico masuk ke dalam mobil.
Rico berjalan dengan santai. hidungnya mencium lengannya bergantian, untuk memastikan kalau parfum dipakainya sudah benar wangi dan rata dibagian yang membutuhkan parfum.
Rico segera membuka pintu mobil. Matanya beradu dengan mata Lestari lalu beralih pada Tati yang sedang menahan kepala Lestari dibahunya.
''Tati... kamu tinggal saja.'' perintah Rico dengan wajah dingin.
''Baik Pak.'' jawab Tati dengan sopan, ''maaf, bu kepalanya diangkat dulu, Pak Rico sudah datang sebaiknya saya tinggal dirumah saja.'' ucap Tati sopan.
''Iya Tati. Terima kasih, ya. Lagian ini sudah larut malam juga, kamu istirahat dirumah saja, ya.'' jawab Lestari.
''Baik, Buk.'' jawab Tati tersenyum.
Tati segera membuka pintu dan keluar dari mobil. Lalu menutup kembali pintu mobil. Lestari terus melempar pandang, Karena masih kesal dengan Rico.
''Kris berangkat masih tunggu siapa lagi?" perintah Rico dengan kesal.
''Baik Pak, Maaf.'' sahut Kris dengan melirik Rico dan Lestari dari pantulan kaca spion.
''Hadeh... Papah enggak usah sok peduli. Bukannya sejak tadi Mamah kesakitan didalam rumah sampai jerit- jerit. Emang Papah peduli? malah sibuk sendiri didalam kamar enggak tahu keluar. Ngapain saja sich hampir sejam didalam kamar?" protes Lestari dengan menggigit bibir bawahnya.
Lestari benar benar tidak tahan dengan sakitnya lagi. Perutnya sudah sangat kencang di bagian bawah dekat jalan lahir.
Kris segera melaju kencang tanpa menunggu perintah dari majikkannya. Karena, Kris tau melihat wajah Lestari saja wanita itu pasti sedang kesakitan.
''Papah masih sisir rambut, semprot parfum. Kenapa, enggak boleh?" sahut Rico dengan santai.
''Ya ampun Pah, istri kesakitan karena mau melahirkan anak Papah. Kamu malah sempatin mikir wangi di tubuh mu? suami macam apa Papah ini? emang papah pikir kita mau ke kondanganan?" cerewet Lestari mulai keluar.
Rico hanya tersenyum kecut sembari menggelengkan kan kepala, ketika mendengar omelan Lestari.
"Rasain! diomeli ibu. Emang enak?" batin Kris kesenangan.
Kapan lagi mendengar Rico diomelin istrinya.
"Papah minta maaf.'' jawab Rico datar.
Tangannya membawa Lestari ke dalam pelukannya.
Lestari berderai air mata, bukan karena terharu dengan perhatian Rico. Namun, karena sudah tidak kuat menahan rasa sakit dipinggang hingga nekan diperut bagian bawah.
''Kris... cepatan sepertinya anakku sudah mau keluar.'' perintah Lestari pada Kris.
''Baik Buk.'' jawab Kris. Kakinya mulai menginjak gas dan menambah kecepatan mobil.
Rico terus mengelus ràmbut Lestari, untuk memberi rasa nyaman pada Lestari.
Tidak menunggu sepuluh menit, mobil Lestari tiba didepan Loby rumah sakit, Kris segera turun dari mobil, dan berlari masuk ke dalam UGD untuk meminta perawat membawa brankar ke depan lobby rumah sakit.
Dengan cepat perawat mendorong brankar ke depan lobby. Dengan bantuan perawat, Rico mengangkat tubuh Lestari ke atas brankar untuk dibaringkan.
Perawat segera mendorong Lestari menuju ruang UGD untuk melakukan pengecekan pada jalan lahir dan observasi.
Rico masih berdiri didepan ruang UGD, matanya mencari sesuatu di sekitar rumah sakit ibu dan anak itu.
Setelah menemukan yang dicarinya. Rico segera melangkah masuk untuk mendampingi Lestari. Perawat segera melakukan pengecekan jalan lahir.
Karena pembukaan Lestari sudah masuk pembukaan delapan. Lestari segera dibawa ke dalam ruang bersalin. Rico pun ikut masuk menemani Lestari. Namun, Rico berbeda dengan suami pada umumnya yang kwatir dengan istri.
Rico malah sibuk mencari seseorang didalam ruangan bersalin. Dan sesekali melirik ke depan pintu. Namun, yang di nanti tak kunjung datang.
''Beri semangat untuk ibu Lestari, pak.'' ucap Perawat pada Rico.Sembari menggelengkan kepala dan tersenyum.
'' Emang itu harus?" dengan bodohnya Rico balik bertanya.
''Iya pak, dukungan suami sangat berpengaruh besar untuk proses persalinan ibu.'' perawat memberi sedikit penjelasan kepada Rico.
''Dia mana tahu dok. Orang dia selalu absen setiap kali ada kelas hamil.'' sahut Lestari kesal. Matanya menatap Rico dengan tatapan tidak suka.
Kalau saja Lestari tidak hamil anak dari Rico, mungkin Lestari sudah menceraikan Rico sejak lama. Sayangnya perceraian dilarang oleh Agama.
Rico tersenyum ketika mendengar sanggahan Lestari. Dengan cepat Rico menggenggam tangan Lestari dan mengelusnya dengan lembut.
''Sabar Mamah, ini demi anak kita.'' Rico berusaha ramantis. Namun, garing dan gagal.
Akhirnya yang tunggu datang. Rico tersenyum melihat wajah cantik wanita itu.
''Ibu Lestari.'' panggil dokter Tifanni.
''Iya, dok, kapan keluarnya dok? Aku uda enggak kuat.'' keluh Lestari.
''Sabar, ya Bu. Kita tunggu sampai bukaan 10. Ibu terus atur napas ya, Ambil napas lalu keluarkan dengan perlahan ya bu.'' sambung dokter Tifanni lagi.
Benar saja tidak menunggu sepuluh menit. Lestari sudah bukaan sepuluh. Dengan bantun Bidan dan dua orang Perawat, Lestari berhasil melahirkan seorang bayi cantik dengan keadaan sehat dan sempurna.
"oek..oek..oek" tangisan pertama baby girls menyapa dunia.
Bayi berjenis perempuan itu, lahir ke dunia dengan berat badan 3,400gram, dengan keadaan normal dan sehat.
*****
Hai... semoga suka ya😘.
jangan lupa like dan komen ya🙏.
Setelah tali pusar dipotong. Perawat segera membawa bayi Lestari, dan diletakkan diatas dada Lestari. Untuk melakukan metode skin to skin. menempelkan bayi diatas tubuh Ibu atau inisiasi menyusui dini dapat membantu mempercepat proses keluarnya plasenta.
Saat bayi berada diatas dadanya, air mata Lestari jatuh tak tertahan lagi. ''Selamat datang sayangku.'' ucap Lestari berlinang air mata.
Rico yang melihat putri kecilnya, yang sedang mencari put*ing susu ibunya, hanya tersenyum. Bayi cantik itu sama sekali tidak menarik di mata Rico. Melihat respon Rico yang biasa saja, Lestari tersenyum penuh arti.
Namun, perjuangan Lestari belum selesai. Lestari diminta mengejan lagi untuk mengeluarkan plasenta. Proses IMD juga sudah selesai. bayi Lestari segera dibawa oleh perawat untuk pemeriksaan lebih lanjut.
Selesai plasenta keluar. Lestari menjalankan proses jahitan pada bekas lahiran. Karena Lestari mengalami robekan perineum tingkat 1. Jadi jahitannya hanya makan waktu 30 menit.
Selesai proses jahitan luka pasca melahirkan. Lestari pun akhirnya dipindahkan ke ruang rawat.
Lestari yang harusnya membutuhkan waktu untuk istirahat. Karena, tenaga nya yang terkuras untuk melahirkan tadi. Harus kesal dengan kelakuan Rico.
Rico tidak fokus ke depan jalan. Namun, matanya terus mencari seseorang yang berada di rumah sakit itu.
Saat melewati ruang dokter specialis anak. mata Rico membulat. Ketika, melihat ada seorang pria berbadan kekar sedang bermesraan dengan seorang wanita berambut pendek sebahu.
'' Siapa pria itu?" batin Rico dalam hati.
Lestari mengerutkan keningnya. Dia semakin curiga dengan tingkah Rico yang aneh. Karena, jalan yang tidak fokus Rico hampir saja menabrak tembok pembatas antara ruangan rawat melati dan mawar.
Lestari dipindahkan dari brankar ke bed pasien.
''Semoga cepat pulih, Buk.'' ucap perawat.
''Terima kasih, Sus.'' jawab Lestari tersenyum.
Perawat pun akhirnya meninggalkan ruangan Lestari. Melihat pintu ruangan ditutup oleh Perawat. Lestari segera menatap Rico dengan tatapan intimidasi.
''Papi...'' panggil Lestari kesal.
Lestari tidak peduli dengan sakit jahitan pasca melahirkan.
''Apa, Mi?" jawab Rico, mengerutkan keningnya.
''Papi itu sebenarnya cari siapa dirumah sakit ini? sedari awal kita datang dirumah sakit hingga Mami selesai melahirkan. Mami perhatikan Papi itu seperti orang bingung.'' ujar Lestari kesal.
''Apa yang aneh? perasaan Papi baik-baik saja. Mami saja yang selalu negatif thinking dengan Papi.'' sergah Rico.
Berhasil membuat Lestari menggertakkan giginya.
''Oh.. Tuhan. Papi pikir Mami ini wanita yang Papi bisa bohongi, semau Papi? Mami itu sampai saat ini belum percaya, kenapa Daddy bisa nikahkan Mami dengan Orang seperti Papi ini.'' sambung Lestari semakin kesal.
Rico, hanya menggeleng kepalanya. '' terus sekarang Mami nyesal?'' jawab Rico dengan menaikkan sudut bibirnya keatas.
''Ya, Mami nyesel nikah dengan lelaki yang suka bohongi wanita.'' sahut Lestari dengan emosi yang sudah sampai di ujung kepala.
Namun, Lestari harus menahan diri nya. Karena, di masih berada di rumah sakit.
'' Terserah Mami selalu saja, negatif thinking dengan Papi.'' jawab Rico dengan tenang, '' mau nya menang sendiri.'' gumam Rico lagi.
Lestari segera tidur membelakangi Rico. Melihat Lestari yang sudah tidur, Rico segera berjalan ke luar ruangan. Lestari yang mendengar pintu ruangan dibuka, tersenyum.
'' Tuhan , sabar'kan aku.'' gumam Lestari berlinang air mata.
******
Di ruang dokter anak ada seorang Pria bertubuh tinggi, badan kekar wajahnya juga sangat tampan. sedang tertawa bahagia dengan seorang wanita yang memakai baju dokter rambutnya sebahu.
''Sayang... tumben sudah seharin enggak pulang?" suara manja wanita itu terdengar jelas hingga di luar ruangan.
''Kenapa, hari ini suruh aku pulang? suka-suka aku dong mau pulang atau nginap disini?" sahut Bruce dengan memutar kunci mobil di tangannya.
''Bukan begitu sayang. Tetapi, biasanya kamu pulang mandi dulu baru ke sini lagi.'' Tifani memberi alasan. kwatir Bruce tersinggung dengan ucapan dirinya barusan.
Karena, Tifani sangat mengenal karakter Bruce, Dia bisa kalap kalau sudah marah.
"Hemmm..." Bruce hanya berdehem. sembari menatap jam mahal yang melingkar ditangannya.
"Sudah jam dua siang ya, sayang. Ya uda aku pulang dulu." pamit bruce sembari menyesap bibir tipis Tiffani dengan begitu lama dan dalam.
Tiffani pun menyambut sesapan bibir Bruce dengan memejamkan matanya, lidah mereka saling bertautan didalam sana, hingga menyebabkan bunyi perpaduan saliva mereka.
"Bye... sayang." pamit Bruce.
"Bye..." balas Tifani dengan tersenyum dan melambaikan tangannya ke arah Bruce. yang sudah berjalan sampai di depan pintu ruangan.
Tifani dan Bruce tidak menyadari. Kalau ada seorang pria yang sedang menahan napas di lorong ruangan Tifani.
Melihat Bruce yang sudah keluar dari rumah sakit, dan sudah sampai diarea parkiran Mobil Rumah Sakit. Rico segera masuk ke dalam ruangan Tifani.
"Siang dok." sapa Rico.
"Siang, silahkan duduk."jawab Tifani yang masih membelakangi Rico.
" Repot ya Dok?" sambung Rico tersenyum.
Tifani yang merasa mengenal suara yang mengajak dirinya ngobrol, segera membalikkan tubuhnya.
"Kamu?" ucap Tifani sembari menunjuk ke arah Rico. Lalu, segera menutup mulutnya dengan kedua tangannya.
"Apa kabar?"tanya Rico sembari menyodorkan tangannya untuk bersalaman dengan Tifani.
"Ya seperti yang kamu lihat aku baik dan bahagia." jawab Tifani tersenyum kecut.
"Maaf tadi saya tidak bisa menyapa kamu didalam ruangan bersalin tadi," Rico berusaha menjelaskan.
"Tidak apa-apa. Aku juga mengerti. ngomong- ngomong selamat ya atas kelahiran putrimu." sambungTifani memberi ucapan selamat kepada Rico.
" Terima kasih." jawab Rico datar, " Fan, kamu benaran baik baik saja?" tanya Rico menelisik bola mata Tifani.
"Emang menurut kamu aku bohong? Maaf aku tidak pandai berbohong seperti kamu." Sindir Tifani.
Deg...
Jantung Rico serasa berhenti berdetak sesaat. Matanya menatap wanita cantik yang sedang duduk berhadapan dengan dirinya sebagai keluarga pasien dan dokter.
"Fan! aku akan menjelaskan semua nya. Semua akan melakukan hal yang sama jika berada dalam posisi aku saat itu." Rico menjawab dengan mata berkaca kaca.
"Sudah lah Rico, lagian kamu sudah bahagia. Terus apalagi yang akan kamu harapkan? merubah takdir? atau?" balas Tifani tidak kalah menyayat hati.
"Atau aku bercerai? itu mau mu? oke aku akan lakukan!" seloroh Rico.
"Seyakin apa aku dengan kamu? Apa Rico yang aku kenal tujuh tahun lalu sudah berubah? Maaf Tifani yang sekarang tidak sebodoh Tifani yang dulu." lirih Tifani.
Tifani menatap dalam Rico. Hatinya berdebar dan tak menentu. Namun, Tifani bisa apa dengan posisi dia saat ini?.
"Fan... Siapa pria tadi?" Rico berusaha menyelidiki.
"Kamu, pasti sudah tau siapa dia'kan? terus ngapain kamu bertanya lagi?" sahut Tifani.
****
Bruce sudah melaju dengan kecepatan tinggi menuju Mansion miliknya. Setibanya di Mansion. Bruce langsung menuju ruang kerjanya.
"Pelayan, buat kan aku kopi." perintah Bruce.
"Baik, Tuan." jawab pelayan yang sudah 20 tahun menjadi pelayan Bruce.
Bruce segera duduk di kursi kebesarannya. jarinya mengetuk ngetuk kening.
''Biasanya dia tidak pernah menolak ajakan ku. Dia juga selalu tidak pernah protes dengan kehadiranku di rumah sakit. Ada apa dengan Tiffani?" gumam Bruce.
Karena, lagi memikiran perubahan sifat Tifanni Bruce tidak menyadari ada Pelayan yang sedang mengetuk pintu kerja.Untuk mengantarkan kopi pesanan Bruce.
Tok..tok..tok...
''Ya masuk!" jawab Bruce dari dalam ruangan.
Karena sudah mendapat ijin dari Tuan nya. Pelayan segera masuk ruang kerja Bruce dengan membawa kopi yang tersusun rapi di napan.
''Tuan," sapa pelayan.
''Hmmm... letakkan disitu.'' jawab Bruce.
Pelayan juga segera meletakkan kopi pesanan Bruce di atas meja. Lalu, segera meninggalkan ruang Bruce.
''Tunggu dulu.'' panggil Bruce dengan wajah dingin.
Pelayan segera menghentikan langkahnya. Lalu, membalikan tubuhnya menghadap Bruce denga sedikit menundukkan kepalanya.
''Tadi pagi Nona Tifani berangkat jam berapa?" tanya Bruce.
Pelayan mengangkat kepalanya menatap wajah Bruce.
''Nona berangkat masih pagi tidak seperti jadwal dia biasanya. Nona juga sarapan sembari menerima panggilan telpon.'' pelayan menjelaskan semua secara detail. Karena percuma kalau berbohong Bruce akan mengecek cctv dan mendengar penyada*p yang sengaja dipasang di mansionnya sendiri oleh Bruce.
''Hmmm... ya sudah silahkan keluar. katakan, pada koki malam ini masak menu kesukaan Nona.'' pesan Bruce.
''Baik, Tuan.'' jawab Bruce.
Di Mansion sebesar itu Bruce hanya tinggal bertujuh. dua orang pelayan, satu koki, Bruce, Tifanni dan dua orang security.
Bruce Mafia yang sedikit tertutup dengan siapa saja. tidak pernah memberi ampun jika terjadi pengkhianat. Karena itu anak buahnya tidak pernah ada yang berani membantah atau bolos hadir di markas.
Pelayan segera keluar dan menyampaikan pesan Bruce kepada Koki. Mendengar perintah Bruce, sang Koki segera mengecek bahan makanan di ruangan stock makanan.
Bruce segera menyesap kopi pesanan nya sembari menghisap rokoknya. didalam ruangan kerja hanya terlihat kepulan asap rokok. Ya itulah Bruce, ketika merasa curiga dengan Tifani dia selalu mengurung dirinya di ruang kerja, dengan menghabiskan rokok sebanyak mungkin. Jika, tidak bisa mengatasi dengan merokok Bruce biasanya melepaskan kemarahan di club malam.
Di Club Bruce selalu menjadi rebutan para wanita malam. Selain memiliki wajah yang tampan, Bruce juga selalu mengutamakan foreplay yang lama. cara dia bermainpun berbeda gaya dan tahan lama. Bruce juga selalu memberi Tips yang besar.
''Brengse*k'... siapa pria yang tadi berdiri dilorong ruangan, tadi?" gumam Bruce.
Tangannya meraih cangkir kopinya lagi dan menyesapnya lagi. Lalu meletakkan cangkir dengan sedikit kasar diatas meja.
''Tak...'' bunyi cangkir yang diletakan kasar oleh Bruce.
***
Dirumah sakit Lestari sedang kesal. Karena Rico menghilang entah ke mana. di telpon tidak dijawab. Apalagi chat hanya di read terus tidak dibalas.
Putrinya yang baru lahir sudah diantar ke ruang Lestari untuk di beri ASI.
Putri juga entah kenapa rewel terus di kasih ASI semakin menjerit. Karena kesal Lestaripun akhirnya menelpon Kris.
Drtthh...
Bunyi telpon Kris.
Kris segera mengambil ponselnya dari kantong celana miliknya.
''Hallo.. Buk.'' sapa Kris sopan melalui sambungan telpon.
''Kamu di mana, Kris?" tanya Lestari dengan sedikit kesal.
''Saya di tempat istirahat para sopir, Buk." jawab Kris.
''Kamu enggak lihat Rico?" sahut Lestari sedikit kesal.
''Bukannya pak Rico bersama Ibu?" Kris balik bertanya.
Kesal dengan jawaban yang tidak pasti dari Kris. Lestari langsung mengakhiri panggilan sepihak. Lalu, melempar ponselnya di atas bed pasien dengan kesal.
"Dasar laki, enggak ada peka nya dengan istri. menghilang seperti jelangkung, atau jangan jangan dia tetua nya jelangkung?" umpat Lestari kesal.
Perawat yang ingin masuk ke dalam ruangan Lestari mengurungkan niatnya.
"Kasihan dengan ibu Lestari, bisa bisa kena baby blues." gumam perawat. akhirnya memilih kembali ke ruang jaga, sembari menunggu bel panggilan dari Lestari.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!