Tok tok tok
Suara ketukan pintu terdengar nyaring, seorang remaja dengan balutan seragam SMA berdiri malas di depan pintu kamar yang terdapat gantungan papan bertulisan "Gelya Rawangsa".
"Lya buruan. Udah di tungguin bunda," pekik remaja dengan nama Diki Pramudia itu. Tubuh tinggi dengan kulit putih dan wajah tampan yang selalu berhasil memikat banyak gadis membuat Diki sering menjadi pusat perhatian di sekolah.
Ceklek
Pintu terbuka menampilkan seorang gadis yang telah siap fengan seragamnya. Tubuh munhil, kulit putih bersih, bola mata coklat terang dan bibir warna Cherry alami menambah kesan cantik tak terbantahkan. Gelya Rawangsa nama gadis itu. "Ngapain lo nunggu disini, emang gak bisa di bawah sambil sarapan?" Tanya Lya.
Diki mendelik padanya. "Udah turun tadi. Tapi di suruh naik lahi buat manggil lo. Buruah ah, laper nih," ujarnya berjalan turun diikuti Lya.
"Selamat pagi bunda," sapa Lya pada wanita paruh baya yang tengah sibuk menyiapkan sarapan.
"Selamat pagi! Hari ini berangkat bareng bunda ya, ayah ada jadwal operasi pagi jadi sudah berangkat ke rumah sakit," ucap bunda Intan, Ibu dari Diki.
Lya mengangguk sembari mengangkat jempolnya sebagai jawaban, sedangkan Diki terlihat mengerucutkan bibirnya. "Beliin motor atuh bun biar bunda sama ayah ga usah repot-repot antar jemput kita," pinta Diki.
Bunda Intan melirik tajam anak laki-lakinya itu. "Belum punya SIM, ga boleh," tolaknya.
Diki menatap bundanya dengan memelas. "Bunda..," rengeknya. "Ayolah bun, Diki mau motor sport."
Bukannya luluh melihat tatapan anaknya, bunda Intan memukul kepala Diki dengan sendok. "Bunda bilang nggak ya nggak," kata bunda Intan mmebuat Diki menghentak-hentakkan kakinya kesal.
Lya yang melihat perdebatan ibu dan anak itu hanya terkekeh. "Diki mau ikutan geng motor bun, marahin," adu Lya membuat Diki melotot garang pada Lya, sedangkan Lya memeletkan lidahnya.
"Mana ada! Jangan percaya bun, Diki anak baik-baik," bela Diki yang melihat bundanya mengangkat sendok untuk memukulnya lagi. "Ampun."
Wanita paruh baya itu duduk di kursinya dengan helaan nafas kasar. "Kalian tau gak kenapa bunda mau ngantar kalian sekilah?" Tanyanya. Diki dan Lya menggeleng polos. "INI KARENA BUNDA DAPAT TELPON DARI SEKOLAH, LAGI," jawab bunda Intan menekankan kata lagi di ujung kalimatnya.
Lya maupun Diki yang mendengar itu meringis. Habis sudah riwayat mereka. "Ampun bun," cicitnya.
"Kalian bisa gak sih sekali aja gak mikin masalah di sekolah. Ini ketiga kalinya bunda dapat telpon peringatan dan hari ini bunda harus ke sekolah kalian. Kali ini apa yang kalian lakukan hah?" Tanya bunda Intan garang.
Diku menunduk sibuk dengan makanannya, dia tidak berniat menjawab karena takut di amuk. "Uhhmm, itu.. apa ya? Itu bun.. hm.. hehe kempesin ban mobilnya bu Aura hehe," jawab Lya cengengesan menunduk takut membuat bunda Intan memejamkan matanya menahan kesal.
"Bu Aura yang duluan bun, masa kita berdua di usir dari kelas gara-gara kita ngejawab padahal Lya kan jawabnya emang bener," ujar Diki ikut membela.
"Tapi apa harus berbuat seperti itu anak ganteng dan anak manis?" Tanya bunda Intan tersenyum manis namun di anggap menyeramkan oleh kedua anaknya.
"Kesel bun, bu Aura sok kecantikan ganjen lagi," jawab Lya.
Sudah, bunda Intan sudah sangat jengah dengan kelakuan kedua anaknya. Ia memutuskan untuk segera berangkat. "Sudah! Ayo berangkat sekarang," titah nya.
Selama di perjalanan baik Lya maupun Diku hanya diam. Mereka masih takut jika di amuk oleh wanita yang sedang menyetir mobil itu.
Memasuki kawasan sekolah, kedua anak itu segera keluar dari mobil. "Masuk kelas dan jangan buat ulah lagi. Kalau sampai buat ulah lagi bunda potong uang jajannya, paham?" Tanya bunda Intan.
Kedua anak itu hanya mengangguk patuh. Mereka berdua bergantian mencium tangan bundanya. "Kita ke kelas dulu bunda. Assalamualaikum," pamit Lya.
"Waalaikumsalam."
Mereka berjalan menuju kelas dengan langkah santai. Diki merangkul pundak Lua, banyak yang menatap mereka iri. Ada banyak yang terang-terangan menatap mereka kagum. Paras keduanya tidak di ragukan lagi, mereka penuh pesona. Namun mengingat kelakuan keduanya membuat banyak orang tidak ingin berurusan dengan mereka berdua.
Lya memang tinggal bersama keluarga Diki semenjak duduk di bangku SMP, orang tua Lya yang sibuk bekerja membuat Lya harus tinggal bersama satu-satunya kwlurga yang dia punya disini.
Bunyi bel pertanda jam pelajaran di mulai pun terdengar. Seorang guru yang berusia kira-kira kepala tiga memasuki kelas X IPA 2.
"Selamat pagi anak-anak. Bagaimana kabarnya? Baik dong pasti. Hari ini kita ulangan, sudah siap?" Tanya guru wanita yang bernama bu Lidia itu pada penghuni kelas. Semua murid di kelas tersebut bukannya menjawab iya, mereka semua malah membantah tak terima.
"Loh emang kita ulangan?" Tamya seorang gadia yang duduk di meja depan pada teman sebangkunya.
"IBU KOK GAK BILANG DULU SIH?" Teriak salah aatu murid laki-laki di pojokan.
"BUK MANA ADA KITA ULANGAN HARI INI. IBU JANGAN GITU DONG," teriak Diki tak terima.
Lya pun ikut membantah. "Ya elah bu, minggu kemarin gak masuk hari ini masuk langsung ulangan, sehat bu?"
"Diam semua! Sekarang simpan semua buku dan tas kalian. Ketua kelas tolong bagikan lembar soal ini."
Diki berdecak kesal. "Guru modelan begini nih yang pengen banget gue balikin ke Yang Maha Kuasa," ujar Diki kesal membanting tasnya ke lantai.
"Samtai aja kali jangan marah-marah terus. Cepet tua lo," ujar Lya. Gadis itu terlihat santai meski dia sesikit kesal.
"Ya lo enak pinter. Lah gue? Pelajaran hari ini apa aja gue gak tau," sewot Diki terlihat frustasi.
Lya menoleh. "Kapan sih gue ngebiarin lo sengsara sendirian?" Tanyaya menurinkan sedikit kerisauan Diki.
Kertas soal sudah berada di meja mereka. Diki yang mwnatap soal itu rasanya ingin muntah karena tiba-tiba perutnya terasa mual. "Anjing! Ini soal apaan sih, isinya angka semua?"
"Ya iyalah angka bego, ini kan matematika," kesal Lya memukul kepala Diki menggunakan pena.
"Kerjakan dengan tenang! Jangan ada yang kerja sama."
Lya dan Diki sadar bahwa ucapan itu tertuju pada mereka. Dengan kesal Diki menatap bu Lidia. "Awas lo," desisnya pelan.
"Hari ini kita jangan buat ulah dulu, ketahuan bunda bisa mati kita," peringat Lya yang tau niat busuk Diki kepada bu Lidia. Diki mendengus kesal kemudian menelusukkan wajahnya di atas meja.
Lya mengerjakan soal-soal itu dengan sangat mudah. Hanya butuh setengah jam untuknya menjawab semua pertanyaan yang diberikan. Diki juga sedang menyalin jawaban dari Lya selagi gadis itu berjalan ke depan untuk mengumpulkan kertas ulangannya. Bagaimana Diki bisa mendapat contekan? Hanya mereka berdua yang tau caranya.
...🌻...
Jangan lupa vote, like, komen dan favoritkan pren:)
Di sebuah rooftop terdapat empat orang remaja yang tengah bersantai. Entah kelasnya sedang jam kosong atau membolos, merekalah yang tahu.
"Gimana? Berapa orang yang sudah ngumpulin formulir?" Tanya sang ketua perkumpulan. Karta Angkasa namanya, lelaki tamoan bermata tajam dengan sifat dingin yang menjadi pangeran sekolah yang sangat di idamkan para kaum hawa. Jabatannya sebagai ketua gebg motor terkenal membuatnya di segani banyak orang. Terkenal kasar dan tak tanggung-tanggung menyakiti orang yang mencari masalah dengannya, namun sudah ada seseorang yang menjadi ratu di hati seorang Karta. Meski begitu, tak sedikit para cewek yang mencari perhatian padanya.
"Total 70 formulir. 47 cowok dan 23 cewek," jawab salah satu dari mereka. Noah Candra yang menjadi wakil ketua dari Karta, sifatnya lebih pendiam, tapi sekalinya bicara mampu mendiami lawan.
Karta melirik dua temannya yang sedang sibuk dengan cemilan yang mereka bawa. "Kevin sama Juna tolong bantu Noah milah formulir. Kaya biasa aja, yang masuk kategori langsung lolosin. Besok baru kita uji, yang cewek tolong di pilah benar-benar. Gue gak mau mereka gabung hanya untuk pamor menye-menye gak jelas."
Kedua temannya itu langsung mengangguk patuh. "BAIK BOS."
Geng motor yang dipimpin Karta memang tidak hanya berisi laki-laki saja. Ini karena dari pemimpin sebelumnya sudah merekrut anggota perempuan. Rakasa cukup terkenal dikalangan para pencinta motor apa lagi anak remaja. Berdiri sejak tahun 2015 dan bertahan sampai sekarang hingga berada di bawah kepemimpinan seorang Karta.
Geng motor ini bukanlah geng motor yang suka ugal-ugalan di jalan dan membahayakan keselamatan orang lain. Rakasa di bebtuk oleh orang-orang yang memiliki hobi dan solidaritas yabg sama, terkadang mereka juga melakukan kegiatan amal dengan mengunjungi panti asuhan atau panti jompo. Itulah salah satu alasan mereka juga merekrut anggota perempuan.
...🌱...
Berada di kediaman keluarga Pramudia, Gelya dan Diki sedang bermalas-malasan di kamar Diki.
"MAU MOTOR BARUUUU!' Diki berteriak sambil berguling-gulibg di kasurnya. Merasa frustasi karena tidak mendapatkan izin untuk membawa kendaraan sendiri dan tentu dia juga tidak bisa membeli kendaraan yang ia inginkan sendiri.
Gelya yang sedang bermain game online di ponselnya merasa terganggu. "Berisik," ketusnya.
Diki sudah seperti anak kecil yang tak diberi permen. "Beliin motor Ya," pintanya dengan mata berkaca-kaca. Namun tak dihiraukan. "Lya! Beliin motor."
Gelya tetap tidak menghiraukan Diki. Matanya tetap fokus ke layar ponselnya dengan jari jemari terus bermain menuntun hero yang dia pakai.
"Ck.. GELYAAA!"
"ANJING! Berisik banget sih lo. Tuh kan mati kan gue," rutuk Gelya saat hero dengan rambut kuning pirang yang diikat dua itu tergelak tak bernyawa di rerumputan. "Ya Allah neng Layla gue. Posisi lo jelek vanget itu tengkurep kaya kodok penyet," gumam Gelya menatap miris heronya. Apalagi melihat bahwa timnya kalah.
"Lyaaaa! Gue ngomong dari tadi gak lo dengerin. GUE MAU MOTORRRR." Diki tak henti-hentinya merengek membuat Lya kesal sendiri.
"Beli sendiri. Lo pikir gue anak Mark Z. banyak duitnya," sinis Lya kesal.
Diki kembali berguling-guling sampai kondisi kasurnya tak berbentuk lagi. "Huaaa haaaa huaa mau motorr."
Lya melempar bantal ke wajah Diki. "Diem monyet! Lo begini juga gak bakalan di kasih. Minta sama ayah sana," suruh Lya pada Diki.
"Hiks.. huaaaa haaa gak di kasih," jawab Diki.
"Dikii diem gak?"
Diki mengerucutkan bibirnya. "Kita kan udah daftar masuk Rakasa. Kalau gak punya motor bukan anak motor namanya."
Lya mendengus. Ingin sekali dia melempar manusia yang di hadapannya ini ke sungai Amazon. "Emang keterima?" Pertanyaan Lya mendiami Diki. "Emang di izinin sama bunda sama ayah ikut geng-gengan gitu?" Lelaki itu terlihat lebih frustasi lagi. "Gue laper. Cari makan yuk," ajak Lya.
"Emang bunda gak masak?" Tanya Diki.
"Pengen makan di luar," ujar Lya. "Sekalian jalan-jalan biar otak lo waras."
Diki mengikuti langkah Lya keluar. "Bundaa kita makan di luar gak papa kan? Lya pengen makan di warung komplek itu," ucap Lya meminta izin pada bunda Intan yang sedang menonton televisi.
Bunda Intan mengangguk. "Gak apa-apa, lagian ayah juga makan malam di rumah sakit, jadi bunda gak masak malam ini."
"Tapi bunda udah makan kan? Atau mau kita beliin juga?" Tanya Diki.
"Bunda sudah makan, tadi sore kan bunda masak," jawab bunda Intan.
Lya mengangguk lalu menyalami tangan kanan bunda Intan. "Ya udah kita keluar, assalamualaikum."
"Assalamualaikum," ucap Diki ikut menyalami bundanya.
"Waalaikumsalam, jangan pulang kemalaman."
Diki mengeluarkan sebuah sepeda dari garasi. "Coba lo bisa berubah jadi motor, pasti gue seneng. Suer deh! Ayo berubah dong," racau Diki pada sepadanya.
Lya menatap heran pada sepupunya itu. Bisa-bisanya dia berbicara pada benda mati dan berharap benda tersebut berubah jadi benda lain. "Sarap!"
Diki mengayuh sepedanya dengan kecepatan sedang sambil menikmati sejuknya angin malam. Lya mendongak ke langit, bintang bertaburan menambah keindahan malam ini.
"Berat banget sih lo," celetuk Diki yang langsung mendapat cubitan dari Lya.
"Gak sopan! Jangan sekali-kali menyinggung masalah berat badan sama perempuan," ujar Lya.
Diki menggerutu, pasalnya dia lelah harus mengayuh sepeda sedangkan gadis di belakangnya hanya duduk manis saja.
...🌱...
Setelah mengisi perut hingga merasa tak bisa bergerak dan berkeliling sebentar mencari angin. Lya dan Diki memutuskan untuk pulang. Namun, di pertengahan jalan mereka melihat seorang gadis tengah di kelilingi oleh beberapa lelaki. Lebih tepatnya sekelompok lelaki yang menggunakan jaket serupa.
Lya menepuk pundak Diki beberapa kali. "Dik liat tuh."
Diki yang sudah memberhentikan sepedanya menajamkan penglihatannya. "Wih.. itu kira-kira perlu di bantu gak?" Tanya Diki.
Lya memukul kepala sepupunya itu dengan kesal. "Ya iyalah di bantu bego! Liat tuh ceweknya ketakutan gitu," kesal Lya. Diki pun tampak berpikir.
"Tapi mereka ada banyak 1 5 7 10 11. 11 orang," ucap Diki pada angin, karena ternyata Lya sudah berjalan mendekati orang-orang tersebut. "Si anjing!" Umpat Diki lalu berlari menyusul.
"MBA RISAA NGAPAIN FISITU? MAMANYA UDAH NYARIIN DI RUMAH. AYO PULANG!" Teriak Lya membuat mereka semua menoleh.
Diki mengernyit heran. "Siapa mba Risa?" Bisik Diki bertanya.
"Mana gue tau," jawab Lya mengangkat bahunya acuh tak acuh.
"SIAPA LO? GAK USAH IKUT CAMPUR. MENDING LO BERDUA PERGI DARI SINI SELAGI GUE BAIK," ujar salah satu dari mereka. Lya menatap lelaki itu dengan pandangan aneh. Rambut pirang menyala, jaket yang berwarna merah dengan motor yang hijau menyala. Jamet batinnya.
...🌱...
Jangan lupa vote, like, komen dan favoritkan bestie.
"Gue tetangganya mba Risa, kenapa?" Jawab Lya santai. "Ngapain lo pegang-pegang tetangga gue? Sini mba," ucap Lya. Gadis yang terlihat pucat karena ketakutan itu berniat untuk menghampiri Lya namun di tahan salah satu dari mereka.
"Lo gak tau kita siapa, hah?" Tanya seseorang lagi lalu brrdiri di samping pria berambut pirang tadi.
"Gak tau dan gak mau tau! Banci lo? Beraninya sama cewek. Gak liat tuh mba Risa udah pucat gitu," ujar Diki ikut-ikutan bersuara. Membuat pria yang berambut pirang tadi mengepalkan tangannya.
"Hajar ajalah niel," cetus seseorang.
"Gue Lioniel. Pemimpin geng Daksa. Lo gak seharusnya nyari masalah sama gue," ujarnya membanggakan diri.
"Geng Daksa bukannya musuh si Rakasa ya Ya?" Bisik Diki pada Lya.
"Mana gue tahu," jawab Lya sewot ikut berbisik.
"Lo kebanyakan gak tahunya. Gak like," cetus Diki.
"Ngapain lo bisik-bisik. Pergi lo berdua selagi gue ngelepasin lo pada."
"Ya udah kalau hitu makasi bang. Ayo mba Risa kita pulang," ajak Lya santai menarik gadis itu berniat untuk pergi tapi kembali di hadang.
"LO BENAR-BENAR NANTANGIN GUE?" Teriak Lioniel menggenggam tangan gadis itu dengan kuat sampai gadis yang ada di sisi Lya ini meringis.
BUGH
Lya menendang Lioniel hingga lelaki itu terjatuh. "Mba Risa tunggu disitu aja ya. Jangan kemana-mana," titah Lya menunjuk sepeda yang di pakainya bersama Diki tadi dan mendorong tubuh gadis yang di panggil Risa itu menjauh.
"SIALAN! NGAPAIN PADA DIEM? HAJAR!" Teriak Lioniel terlihat murka.
Anak-anak buahnya mulai menyerang Lya dan Diki.
BUGH
BUGH
BRAKK
BUGH
Argghhhh
"****."
Lya dengan gesit menangkis semua serangan dan membalas mereka. Tak butuh waktublama, Lya bisa menumbangkan empat musuh begitu juga dengan Diki.
BUGH
"Anjing!" Umpat Lya mendapat pukulan keras dari Lioniel.
BUGH
"BANGSAT!"
KRAKK
"MATI LO!"
BUGH
Seperti sedang kesetanan, Lya membantai habis musuh hingga tergeletak di tanah. Hidung gadis itu mengeluarkan darah segar dan wajahnya juga mendapatkan beberapa luka lebam.
BUGH
Tendangan terakhir Lya berikan untuk Lioniel hingga laki-laki itu menabrak motor dan jatuh tak sadarkan diri.
Diki menghampiri Lya. "Anjing! Capek gue," adunya.
Lya menatap wajah Diki yang tak jauh beda dari wajahnya. "Muka lo jelek bhahaha," tawa Lya.
Diki kembali mengumpat namun terkekeh juga. "Sial!"
"Besok ganti aja jaketnya bang, warna pink sekalian. Biar kaya couple massal, hahahahaaa," ujar Lya tertawa.
Mereka berjalan mendekati gadis yang tengah berjongkok di samping sepeda.
"Mba Risa gak apa-apa?" Tanya Lya. Gadis itu menggeleng polos. Wajahnya masih menampilkan raut ketakutan. "Ya udah ayo kita pulang."
Diki mendorong sepeda berjalan di sisi kanan gadis itu, sedangkan Gelya berjalan di sisi kanannya. "Rumahnya dimana mba?" Tanya Diki.
"D-di komplek mawar," jawabnya.
Gelya menelisik wajah gadis di sampingnya ini. Wajah polos, manis, cantik dan imut. Jika Lya adalah seorang pria sudah helas dia akan menyukai gadis di sampingnya ini. "Mba gak papa kan? Tadi itu mba beneran di gangguin mereka kan? Takutnya kita asal mukul orang," tanya Lya. Bahkan dia baru sadar tidak tahu permasalahan dan langsung main pukul-pukul saja.
"Gak papa kok! Ehm mereka emang punya niat jahat sama aku. Makasi ya kalian udah bantuin aku," jawabnya tersenyum. Diki melihatnya cengo, jelas saja. Gadis ini hanya tersenyum simpul tapi sangat menarik hati.
"Hehe aman mba," jawab Gelya.
Gadis itu menatap ke arah gerbang komplek. "Uhm.. sampai sini aja gak papa, aku bisa pulang sendiri kok."
Diki mengedarkan pandangannya. "Serius mba? Kita bisa kok antar mba sampai depan rumahnya," ujarnya membuat Lya mendengus.
"Modus lo, monyet," ujar Lya pada Diki.
"Gak papa. Disini ada pos satpamnya kok, lagian rumah aku udah dekat. Sekali lagi makasi ya kalian udah mau nolongin aku," ucap gadis tersebut. Lya tersenyum manis menanggapi ucapan gadis itu. "Eh atau kalian mau aku obatin dulu? Kita ke rumah aku aja gimana? Luka kalian cukup parah," sambungnya sedikit khawatir.
Diki tersenyum lebar. "Eh, boleh mba?"
Belum lagi gadis itu menjawab. Gelya sudah memotong duluan. "Gak perlu mba, kita bisa obatin ini sendiri. Lagian udah malam takut ganggu."
Gadis itu menggeleng. "Gak ganggu kok. Kalian udah bantuin aku, aku hutang budi sama kalian. Kita kerumah aja ayo."
Diki menatap Lya memohon. Gelya tentu saja tau dengan niat sepupunya ini. "Bener kok mba gak papa. Ini juga sudah malam takutnya nanti bunda nyariin kita. Dan mba gak usah pikirin masalah utang budi, karena kita bantuinnya ikhlas kok," ucap Lya diakhiri dengan menatap Diki seakan menyadarkan lelaki itu.
"Kalau gitu makasi sekali lagi."
"Iya mba, kita pamit yah," ucap Lya berbalik.
"Dadahh mba cantik," pamit Diku menaiki sepedanya meninggalkan Gelya.
"KAMPRETT WOY TUNGGUIN GUE," pekik Gelya berlari mengejar Diki yang tertawa. "BYE BYE MBA SARAH," ucap Lya melambaikan tangannya disaat sudah naik ke sepeda.
Gadis cantik itu tertawa melihat tingkah keduanya.
...🌱...
"Dari mana?" Tanya seorang lelaki yang tengah berkacak pinggang di depan pintu. Gelya dan Diki menunduk takut, bahkan mereka tidak berani menunjukkan muka lebam mereka. "Kalau di tanya itu ya di jawab!"
"Dari nyari makan yah," jawab Diki masih menunduk.
"Sampai jam 10 lewat begini?" Tanya ayah David, ayah Diki. "Terus kenapa bisa babak belur?"
Keduanya semakin menundukkan kepalanya.
"Masuk!" Titah ayah David. Gelya dan Diki langsung masuk tanpa suara. Mereka melihat sudah ada kotak obat di atas meja. "Duduk!" Titah ayah David lagi. Kedua kembali menurut.
Ayah David duduk di depan Gelya, membuka kotak obat, mengambil beberapa kapas lalu menuangkan alkohol untuk membersihkan luka Gelya.
"Kenapa gak di patahin tangannya? Enak aja tuh bocah pirang berani-beraninya dia mukul anak ayah sampai begini," ucap ayah David.
Gelya mengerjapkan matanya beberapa kali. "Ayah gak marah?" Tanya Gelya dengan suara pelan.
"Ngapain marah?"
"Ayah tau?" Kini Diki mulai berani bersuara. Bukannya menjawab, ayah David malah balik bertanya.
"Siapa mba Risa?"
Gelya dan Diki saling tatap lalu menyengir. "Gak tau hehe," jawab mereka serempak.
"Dasar! Untung bunda udah tidur, kalau tau bakal ngamuk dia," ucap ayah David.
"Besok juga pasti bakal tau," cicit Diki.
"Besok ya urusan kalian lah."
"Ayah bantu bilang ke bunda dong, jangan sampai kita di omelin," pinta Gelya memohon. "Masa mukulin banyak orang berani, sama bunda sendiri gak berani," saut ayah David.
"Ayah," cicit keduanya membuat lelaki tua itu tertawa.
...🌱...
Jangan lupa vote, like, komen dan favoritkan pren:)
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!