Di sebuah apartemen mewah di pusat kota metropolitan.
Dua tubuh yang tak terbalut sehelai benangpun, masih bergerak seirama mengabaikan hingar bingar jalanan kota yang masih padat merayap di bawah gedung apartemen. Dua tubuh itu kini sudah dipenuhi oleh peluh. Racauan serta rintihan dari bibir kedua insan yang tengah memadu kasih tersebut terus saja menggema ke setiap sudut apartemen yang sepi.
"Aku hampir..." sang pria mengerang dan melesakkan miliknya semakin dalam ke dalam milik si wanita.
"Teriakkan namaku, Clau!" Titah sang pria lagi.
"Ooouuuh. Matthew!" Teriak sang wanita yang juga sama-sama mencapai pelepasannya. Dua tubuh itu kini sama-sama terengah dan saling memeluk.
"Permainanmu luar biasa, Clau!" Puji Matthew yang tubuhnya sudah berguling dan mendekap Claudia dari arah belakang. Sementara Claudia hanya tersenyum tipis dan raut wajahnya terlihat datar seolah pergelutannya bersama Matthew barusan tak meninggalkan kesan apapun di hatinya.
Claudia dan Matthew sama-sama punya kebutuhan, itulah alasan ia sering bercinta bersama pria ini. Dan satu hal lagi, Claudia dan Matthew memang sudah bertunangan dan akan menikah beberapa minggu lagi. Jadi itu alasan lain juga. Meskipun sebenarnya pernikahan ini di luar kemauan Claudia, dan hanya sebatas pernikahan bisnis saja. Claudia terpaksa menurutinya demi menyenangkan hati sang Papi yang kini sudah mulai sakit-sakitan, Harun Setyawan.
****
Di sebuah desa di pinggir jalan antar provinsi,
Melody mengayuh sepeda anginnya menyusuri jalan beton di tengah desanya.
"Maaf, Melody!"
Permintaan maaf dari Irwan kembali berkelebat di benak Melody.
"Ini apa, Ir?" Tanya Melody bingung. Gadis itu menatap pada kartu jndangan yang tiba-tiba disodorkan oleh Irwan.
"Undangan pernikahanku bersama anaknya Pak Kades," jawab Irwan seraya menundukkan wajahnya.
"Pernikahan? Tapi bukankah katamu kita akan menikah-" suara Melody tercekat di tenggorokan, dan hatinya mendadak terasa perih seperti diiris sembilu. Irwan, kekasih Melody akan menikah dengan anak Pak Kades.
"Maaf, Melody! Hubungan kita cukup sampai disini."
"Kita tak bisa menikah!"
Melody kembali menyeka airmata yang meluncur turun di kedua pipinya. Gadis itu masih terus mengayuh sepedanya, saat tiba-tiba sepeda angin tersebut mendadak oleng dan membuat Melody jatuh terjerembab ke atas jalan yang keras.
"Aduh!" Melody mengaduh dan merasakan nyeri di sekujur tubuhnya sama seperti hatinya yang kini terluka, karena pria yang sidah bertahun-tahun menjadi kekasihnya, malah menikah dengan gadis lain, entah apa alasannya.
Melody yang masih terduduk di jalanan yang sepi kini menangis tergugu. Sorot lampu sebuah mobil yang datang dari kejauhan segera membuat Melody bangkit berdiri, dan mengambil sepedanya yang sudah rusak. Melody terpaksa menuntun sepeda anginnya tersebut menuju ke rumahnya yang hanya tinggal berjarak empat ratus meter. Gadis itu masih sesenggukan menahan perih di hatinya yang kini terluka dalam.
****
Melody meletakkan sepedanya di teras rumahnya, sebelum kemudian gadis itu kembali meringis, menahan perih di sekujur tubuhnya karena tadi terjatuh di atas jalanan beton. Dalam keremangan lampu teras, Melody memeriksa luka di tangan dan lututnya yang ternyata cukup serius hingga berdarah.
Dengan langkah terpincang, Melody memilih untuk masuk ke dalam rumah dan segera mengobati lukanya.
"Aduh!" Ringis Melody saat tangannya mulai menyeka luka di lutut dan siku kirinya dengan air bersih. Melody harus membersihkannya sebelum mengoleskan obat agar tak terjadi infeksi.
Brak!
Suara pintu depan yang dibuka secara kasar, membuat Melody terlonjak dari tempatnya. Aroma alkohol langsung menguar memenuhi rumah sederhana Melody yang hanya berukuran 5x10 meter.
Melody tentu langsung tahu siapa yang pulang ke rumah malam ini.
Sial sekali!
Mana Bu Ayana yang merupakan ibu kandung Melody sedang tak berada di rumah. Dan sekarang, bapak tiri Melody itu malah pulang dalam keadaan mabuk.
"Aya! Kau dimana?" Teriak Pak Seno seraya membanting barang di dekatnya.
"Melody!" Gertak Pak Seno pada Melody yang sedang menyeret kakinya menuju ke kamar.
"Melody! Dimana ibu kamu?" Teriak Pak Seno lagi yang hanya diabaikan oleh Melody. Gadis itu hampir mencapai kamarnya, saat kemudian Pak Seno menarik lengan Melody dan membanting tubuh kurus itu ke atas lantai.
"Kalau Bapak tanya itu dijawab! Bukan malah kabur!" Bentak Pak Seno pada Melody.
"Melody tidak tahu ibu kemana. Mungkin masih di rumah tetangga mencuci baju," jawab Melody akhirnya tanpa berani menatap pada bapak tirinya yang doyan mabuk-mabukan dan biasanya jarang pulang ini.Kalau pulang juga hanya bikin onar!
Melody masih duduk di lantai rumah saat tiba-tiba Pak Seno mengarahkan pandangannya ke arah rok Melody yang sedikit tersingkap.
Sial!
Pria tua itu mengusap bibirnya sendiri dan menatap penuh nafsu ke arah Melody.
Dasar brengsek!
Melody membenarkan roknya dengan cepat dan segera bangkit berdiri. Gadis itu baru saja akan kabur, saat Pak Seno tiba-tiba sudah kembali mendorongnya hingga tersungkur.
"Mau kemana kamu?" Pak Seno menindih tubuh Melody dan gadis itu segera berontak sambil tak berhenti memukul-mukul sang bapak tiri dengan membabi buta.
"Lepas!"
"To-" Melody hanpir berteriak, namun bibirnya dengan cepat dibekap oleh bapak tirinya yang cab*l itu.
Melody tak berhenti berontak dan meronta. Gadis itu terus memukul-mukul sang bapak tiri yang berusaha untuk memperkosanya.
"Diam, kau!" Bentak Pak Seno galak. Namun Melody tak peduli dan terus melawan. Hingga kemudian Melody menendang tepat di pangkal paha Pak Seno.
"Dasar anak setan!" Umpat Pak Seno pada Melody yang bergegas bangkit berdiri.
Melody hampir mencapai pintu depan, saat kemudian kakinya kembali ditarik oleh Pak Seno dan gadis itu kembali jatuh terjerembab.
"Tolong!" Teriak Melody ketakutan.
"Tolong!"
Melody meraih benda apapun yang terjatih dari atas meja yang bisa ia raih untuk pertahanan diri. Sebuah pajangan yang lumayan keras berada di tangan Melody sekarang.
"Kau mau kema-"
Bugh!
Melody menghantamkan dengan keras benda di tangannya tadi ke kepala Pak Seno hingga mengucurkan darah segar.
"Dasar anak keparat!" Umpat Pak Seno yang masih tersungkur di lantai. Pria tua itu hendak bangkit berdiri, namun sedikit kepayahan karena pukulan Melody tadi ditambah ia yang memang masih dibawah pengaruh alkohol.
Melody tentu saja tak melewatkan kesempatan tersebut dan segera meraih gagang pintu depan dan membukanya,lali menyelinap keluar.
"Melody! Berhenti kamj anak sialan!" Pak Seno tak berhenti berteriak pada Melody dan mengumpati gadis itu.
"Melody!" Teriak Pak Seno lagi yang rupanya sudah berhasil bangun dan mengejar Melody yang terus berlari meskipun sedikit terpincang.
Rumah Melody yang berada di bawah jalan utama antar provinsi,membiat Melody melarikan diri ke jalan besar di atasnya. Kebetulan ada sebuah bus yang berhenti dan Melody tanpa pikir panjang langsung menyelinap ke dalam bus agar bisa kabur sekaligus bersembunyi dari bapak tirinya yang jahat.
Suasana di dalam bus yang gelap,membuat Melody dengan mudah menyelinap masuk dan bersembunyi di kursi nomor dua dari belakang. Melody meringkuk ketakutan seraya memeluk kedua lututnya, bersamaan dengan bis yang tiba-tiba sudah melaju pergi.
Apa?
Bus ini akan menuju kemana?
.
.
.
Halo!
Ketemu lagi di judul baru.
Disini adalah kisah tentang Melody, Claudia, Aaron, dan Matthew.
Rada ruwet, ya!
Konfliknya aku rewrite saja dari cerbung lama yang pernah aku tulis jaman SMK dulu (belum kelar waktu itu cerbungnya. Naskahnya hilang tak tahu rimbanya karena cuma ditulis manual modal pulpen sama kertas HVS 🤭) Tapi masih mengendap di kepala ceritanya, jadi aku re-write aja.
Kenapa cerita ini yang aku rilis duluan?
Karena aku mau beresin cerita yang nyambung ke keluarga Dean-Felichia sekalian. Ini beres, nanti lanjut ke cerita anak-anaknya Dean Felichia, terus baru ke cerita lain.
Terima kasih yang masih setia menyimak cerita sambung menyambung ini.
Jangan lupa like seperti biasa.
Bus masih terus melaju menembus gelapnya malam. Melody yang kelelahan tanpa sadar sudah terlelap masih dengan posisi meringkuk seraya memeluk lututnya. Gadis itu terlonjak kaget saat tiba-tiba kondektur bus membangunkannya untuk memeriksa tiket.
Ya ampun! Melody tak punya tiket. Bagaimana ini?
"Tiket!" Kondektur bus nengulurkan tangannya ke arah Melody.
"Hilang, Pak!" Jawab Melody tergagap. Dan berdusta tentu saja.
"Tapi tadi sudah bayar?" Tanya kondektur memastikan.
"Sudah!" Melody menjawab seyakin mungkin.
"Ya sudahlah! Mau turun dimana?" Tanya kondektur lagi.
"Bus kemana memangnya?" Melody balik bertanya dan terlihat bingung.
Kondektur bus mengernyit heran.
"Bukannya kamu sudah beli tiket? Masa tidak tahu busa menuju kemana?"
"Kau berbohong jangan-jangan!" Kondektur bus mulai curiga.
"Eee, tentu saja tidak, Pak! Maaf!"
"Saya turun di terminal terakhir," jawab Melody cepat berusaha menepis kecurigaan sang kondektur.
"Terminal terakhir? Mau merantau? Atau ada saudara?" Tanya supir kepo seraya memindai penampilan Melody.
"Ada saudara disana," jawab Melody berdusta. Melody bahkan tak tahu terminal terakhir yang akan dituju bus ini berada di kota mana. Melody juga tak punya saudara di kota lain. Jadi Melody benar-benar buta sekarang akan berbuat apa setelah sampai di terminal terakhir nanti? Tak ada sepeser uangpun di tangan Melody.
Apa Melody akan menjadi gelandangan?
Bus masih terus melaju dan Melody hanya menatap kosong pada jendela bus yang mulai menunjukkan generlap lampu dari kejauhan. Mungkinkah itu adalah kota yang akan menjadi tujuan Melody?
Bagaimana Melody akan melanjutkan hidup setelah ini?
Bagaimana juga dengan ibu Melody setelah minggatnya Melody dari rumah?
Semoga ibu bisa menjaga diri dan secepatnya berpisah dari laki-laki baj*ngan bernama Pak Seno itu!
****
"Mbak!"
Melody terlonjak kaget, saat kondektur bus membangunkannya. Hari sudah terang dan bus sudah berhenti di sebuah terminal.
"Sudah sampai, Mbak!" Ujar kondektur itu lagi.
"Hah?" Melody buru-buru melihat ke jendela bus, dan sudah terlihat orang-orang yang berlalulalang di dalam terminal.
"Buruan turun, Mbak! Kok malah melamun?" Usir kondektur bus yang langsung membuat Melody beranjak dari duduknya. Meskipun sedikit ragu, Melody akhirnya melangkah keluar dari bus, lalu mengedarkan pandangannya ke beberapa sudut terminal.
Ya ampun!
Melody dimana sekarang?
Melody berjalan tanpa tujuan, dan hanya mengikuti beberapa calon penumpang yang entah akan pergi kemana. Melody benar-benar tak punya tujuan sekarang, dan Melody juga merasa lapar serta haus. Tapi mustahil rasanya membeli makanan karena Melody tak punya uang sama sekali.
Langkah kaki Melody akhirnya membawa gadis itu untuk duduk di sebuah bangku panjang di dekat penjual makanan. Aroma harum masakan langsung menusuk-nusuk hidung Melody dan membuat gadis itu menelan saliva berulang kali. Rasa lapar Melody juga semakin tak terelakkan, namun sekali lagi, Melody hanya mampu menatap pada orang-orang yang sedang menikmati makanan mereka dengan lahap.
Melody tak mungkin mengemis. Tapi Melody juga lapar dan butuh makan. Melody bisa pingsan kalau tak kunjung mengisi perutnya.
Melody masih berkunanh dengan lamunannya, saat tiba-tiba seorang pria berjas rapi duduk di samping Melody tanpa menjaga jarak.
Hah!
Siapa pria ini?
"Nona Claudia, anda mau kemana?" Tanya orang berjas tadi.
Apa dia sedang bicara di telepon dengan seseorang?
Melody masih diam dan memilih untuk sedikit menggeser duduknya.
"Nona Claudia, Tuan besar mendadak sakit karena kabar penculikan yang menimpa anda," ucap pria itu yang ikut-ikutan menggeser duduknya dan mendekat pada Melody.
"Maaf, anda bicara dengan saya?" Tanya Melody karena pria di sebelahnya itu yang begitu cerewet.
"Tentu saja, Nona Claudia!" Jawab pria itu lagi.
"Maaf, saya bukan Nona Claudia. Saya Melody!" Ucap Melody tegas seraya bangkit dari duduknya dan hendak pergi.
Namun tiba-tiba segerombolan orang yang penampilannya mirip pria berjas tadi mendekat ke arah Melody dan sepertinya hendak mengepung Melody.
"Kalian mau apa?" Melody beringsut mundur.
"Mari kita pulang, Nona Claudia!" Ajak orang-orang itu yang terus saja memanggil Melody dengan sebutan Claudia, Claudia, Claudia.
Siapa Claudia?
"Sudah kubilang aku bukan Claudia! Aku Melody!" Melody hendak kabur, namun orang-orang berjas rapi tadi mencegah dengan cepat dan segera menggiring Melody, lalumemaksanya untuk masuk ke dalam sebuah mobil.
"Aku mau dibawa kemana?" Tanya Melody meronta-ronta dan hendak keluar. Namun mobil dikunci dan Melody tak bisa kabur sekarang.
"Aku bukan Nona Claudia!" Teriak Melody sambil tak berhenti memukul jendela mobil. Namun sepertinya tak ada yang peduli dengan teriakan Melody.
"Lepaskan aku!" Teriak Melody lagi bersamaan dengan mobil yang sudah melaju pergi dan entah akan membawa Melody kemana.
Flashback sehari sebelumnya....
"Bilang saja pada Papa kalau aku tiba-tiba menghilang atau apa saja! Terserah!" Pesan Claudia pada Abrisam, orang kepercayaan Papa Harun Setyawan sekaligus teman Claudia.
"Tapi, Nona! Tuan Harun akan khawatir dan berpikir macam-macam. Bagaimana kalau Tuan Harun mengira anda diculik, dan sebagainya?" terang Sam, panggilan akrab Abrisam.
"Biarkan saja! Aku hanya berlibur sebentar dan aku tidak mau para pengawal papa yang menyebalkan itu yang jumlahnya lusinan itu mengekoriku!
"Belum lagi pengawal Matthew yang akan ikut-ikutan mengekoriku. Aku ingin berlibur sendiri, dan aku akan lulang pekan depan!" Ucap Claudia tegas pada Sam.
Tapi itu semua demi keamanan anda, Nona!" Sam masih mencoba memberikan pengertian.
"Aku tahu bagaimana menjaga diri, dan aku tak butuh mereka semua sebagai pengawal! Aku hanya ingin berlibur dan bebas, mumpung Matthew masih berada di luar negeri."
"Ini!" Claudia memberikan ponselnya pada Sam.
"Harus saya apakan, Nona?" Tanya Sam bingung.
"Terserah!" Claudia sudah membuka pintu mobil dan memakai topi serta kacamata hitamnya.
"Anda mau kemana, Nona Claudia?" Tanya Sam yang sekali lagi pada Claudia yang sudah menyeret kopernya dan hendak masuk ke dalam bandara.
"Berlibur!"
"Bhay!" Claudia melambaikan tangan pada Sam, lalu masuk ke dalam bandara bersama calon penumpang pesawat lain .
.
.
.
.
Terima kasih yang sudah mampir.
Jangan lupa like biar othornya bahagia.
Mobil yang membawa Melody masuk ke sebuah rumah mewah berpilar besar bak istana. Rumah siapa ini?
"Tuan Sam! Kami menemukan Nona Claudia!"
Samar-samar, Melody mendengar salah satu pria yangvtadi membawanya melapor pada seorang pria yang baru keluar dari dalam rumah bak istana tersebut.
"Menemukannya dimana?" Tanya pria yang tadi dipanggil Tuan Sam.
"Di terminal bus." Salah seorang dari mereka membuka pintu mobil dan Melody langsung mendelik pada pria bernama Sam tersebut.
"Sudah selesai berlibur, Nona?" Sapa Sam pada Melody.
"Aku bukan nonamu! Kalian semua siapa?" Tanya Melody galak.
Sam sedikit mengernyit sebelum kemudian pria itu bertanya pada beberapa orang yang tadi membawa pulang Melody.
"Nona Claudia baru saja mengalami kecelakaan? Atau kepalanya baru terbentur sesuatu?"
"Tidak! Tuan!"
"Lalu kenapa dia tidak mengenaliku?" Tanya Sam bingung. Yang ditanya malah garuk-garuk kepala dan bingung.
"Tuan Sam!" Seorang maid tergopoh-gopoh menghampiri Sam.
"Ada apa?"
"Tuan besar sudah bangun dan mencari anda," ujar maid tadi memberikan laporan.
"Aduh!" Sam menepuk keningnya sendiri dan kembali menghampiri Melody yang masih berada di dalam mobil.
"Kau mau apa?" Melody beringsut mundur hingaga menabrak pintu mobil saat Sam memaksanya keluar.
"Ikut aku sebentar!" Perintah Sam tegas.
"Aku tidak mau! Sudah kubilang aku bukan Nona Claudia! Aku Melody!" Cecar Melody yang kembali melotot tajam pada Sam.
"Baiklah, Melody! Bisakah kau turun sebentar dan membantuku?" Sam sedikit melunakkan nada bicaranya.
"Membantu apa memangnya?" Melody masih menatap awas pada Sam.
"Membantuku untuk berpura-pura menjadi Nona Claudia agar Tuan Harun sembuh dari shock-nya dan tak banyak pikiran!" Terang Sam pada Melody.
"Tapi aku bukan Nona Claudia! Kenapa kalian semua memanggilku Nona Claudia? Aku bahkan tidak tahu siapa itu Nona Claudia!" Cerocos Melody panjang lebar.
"Nona Claudia adalah Nona Muda di keluarga Setyawan, putri tunggal dari Tuan Harun Setyawan dan kebetulan wajahnya mirip sekali denganmu," jelas Sam panjang lebar.
"Mustahil! Aku tak pernah punya saudara kembar!" Melody masih tak percaya pada ucapan dan cerita Sam.
"Silahkan turun dulu dan aku akan menunjukkan foto Nona Claudia padamu!" Sam mempersilahkan dengan sopan.
"Apa kalian orang jahat?" Melody masih merasa ragu.
"Jika maksudmu orang jahat yang suka menyiksa dan membunuh orang, maaf! Kami bukan orang seperti itu!" Jawab Sam penuh kesungguhan.
"Mari, Nona Melody!" Sam mempersilahkan sekali lagi dengan sangat sopan.
Meskipun masih diliputi keraguan, Melody akhirnya turun dari mobil dan mengikuti Sam masuk ke dalam rumah mewah di hadapan mereka. Ini benar-benar kali pertama bagi Melody menginjakkan kakinya di dalam rumah mewah bak istana seperti ini.
Melody mengedarkan pandangannya ke setiap sudut ruang tamu dari rumah megah nan mewah tempatnya berdiri saat ini. Ada foto dirinya disana dan seorang pria tua asing.
Tidak!
Itu bukan Melody!
Apa itu Nona Claudia?
Kenapa wajahnya mirip sekali dengan Melody?
"Itu Nona Claudia dan Tuan Harun Setyawan," terang Sam seraya menunjuk ke arah foto besar yang sedang dipandangi oleh Melody.
"Nona Claudia sedang kemana memangnya?" Tanya Melody tanpa mengalihkan pandangannya.
"Berlibur satu pekan. Tapi saya juga tak tahu berlibur kemana, karena ponselnya ditinggal di rumah," jelas Sam seraya tertawa kecil.
"Maid akan mengantar anda ke kamar, Nona Claudia-"
"Aku Melody!" Potong Melody cepat.
"Anda adalah Nona Claudia sampai Nona Claudia yang asli kembali," Sam tertawa renyah seolah ini adalah sebuah guyonan. Apa pria ini masih menganggap Melody sebagai Claudia dan dia hanya pura-pura percaya pada Melody.
"Aktingmu bagus sekali, Cla!" Gumam Sam lagi.
Sial!
Ternyata Sam memang masih tak percaya kalau ia Melody dan bukan Nona Claudia!
"Sekarang, masuk kamar, ganti baju lusuhmu itu, dan segera temui Papamu, sebelum tekanan darahnya naik lagi!"titah Sam panjang lebar pada Melody.
"Kamarku dimana?" Tanya Melody yang tak mau lagi membantah atau meyakinkan Sam kalau ia adalah Melody dan bukan Nona Claudia. Rasanya sia-sia saja karena Sam Sam ini pasti tak akan percaya.
"Kau masih mau melanjutkan dramamu? Baiklah!" Sam berucap sedikit sinis.
"Maid!" Seru Sam pada seorang maid di rumah besar tersebut.
"Ada apa,Tuan Abrisam?" Tanya maid yang langsung datang menghadap Sam yang ternyata nama panjangnya adalah Abrisam itu.
Terserah saja!
"Antarkan Nona Claudia amnesia ini ke kamarnya!" Perintah Sam pada Maid.
"Baik, Tuan!"
"Mari, Nona Claudia!" Maid mempersilahkan Melody untuk naik tangga dan mereka selanjutnya menuju ke salah satu kamar yang berada di lantai dua.
"Ini kamar anda, Nona Claudia! Silahkan masuk!" Ujar maid lagi seraya membuka pintu kamar.
Melody sontak ternganga saat melihat isi di dalam kamar Nona Claudia. Ada sebuah ranjang king size yang terbalut sprei warna putih beraksen batik. Lalu ada banyak lemari kaca berisi koleksi tas, dan sepatu. Semuanya terlihat mahal dan mewah.
Maid sudah pergi meninggalkan Melody yang masih ternganga tak percaya di dalam kamar. Entah Melody harus bersyukur atau Melody harus sedih mendapati kenyataan ini. Melody yang kemarin masih jadi gadis kampung miskin, hari ini mendadak jadi seorang Nona Muda kaya raya yang punya segalanya karena kebetulan wajahnya mirip Nona Claudia.
Tok tok tok!
"Nona Claudia!" Panggil Sam dari luar kamar.
Melody buru-buru membuka pintu.
"Astaga! Belum ganti baju?" Sam berdecak sambil menggeleng-geleng dengan lebay.
"Mau kemana memangnya?" Tanya Melody bingung.
"Menemui papa tersayang anda, Nona Claudia!" Jawab Sam lebay.
"Cepatlah membersihkan diri dan ganti baju!" Titah Sam selanjutnya.
"Baiklah! Silahkan pergi!" Usir Melody seraya membanting pintu kamar.
Setelah mengunci pintu kamar, Melody mengedarkan pandangannya ke setiap sudut kamar dan langsung bisa menemukan kamar mandi. Tanpa membuang waktu, Melody segera membersihkan diri karena gadis itu juga sudah risih dengan tubuhnya yang penuh keringat.
****
"Silahkan masuk!" Ucap Sam seraya membuka pintu kamar Papa Harun. Tadi selesai mandi, Melody memang langsung turun lagi dan menemui Sam yang langsung mengantarnya ke kamar Pak Harun Setyawan yang kata Sam adalah papa kandung Nona Claudia.
"Selamat siang, Tuan! Nona Claudia sudah pulang," lapor Sam pada seseorang yang sedang terbaring di atas tempat tidur.
"Cla!" Panggil pria paruh baya itu dengan suaranya yang lemah.
"I-iya, Pa!" Jawab Melody sedikit tergagap. Melody masih mematung dan tak langsung memeluk Papa Harun, karena Melody masih sedikit bingung.
"Anda sedang apa, Nona? Peluk Papa anda!" Bisik Sam geregetan.
Melody kembali tergagap dan melangkah dengan ragu ke arah tempat tidur.
"Kau akhirnya pulang, Cla!" Ucap Papa Harun seraya merentangkan kedua tangannya ke arah Melody yang masih ragu-ragu untuk menghambur ke dalam pelukan Papa Harun. Meskipun pada akhirnya Melody tetap memeluk pria paruh baya tersebut.
"Papa khawatir sekali padamu, Cla!" Ujar Papa Harun seraya memeluk erat Melody.
Sedikit aneh!
Tapi tak tahu kenapa, Melody merasakan hatinya menghangat hanya karena dipeluk oleh Papa Harun. Melody seolah rindu pada pelukan seperti ini.
Seperti inikah pelukan seorang papa?
.
.
.
Terima kasih yang sudah mampir.
Jangan lupa like biar othornya bahagia.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!