Hai readers semua!! Othor Dee_K kembali hadir dengan novel yang ke 4 nih. Yang pastinya sedang kalian tunggu-tunggu bukan? #Pede 🤣🤣
Seperti janji othor sebelumnya, novel ini menceritakan tentang Iqbal, Jenny, dan Xavier. Yang sudah baca novel “Mencintai Kekasih Sahabatku” pasti sudah tahu semua kan ya?
Tapi jangan khawatir yang belum mampir membaca ke novel tersebut nggak apa-apa. Othor kan baik hati hehehe jadi, bagi reader baru cukup membaca dan menikmati isi ceritanya saja. Eh tapi kalau mau mampir ke novel “Mencintai Kekasih Sahabatku” juga nggak apa-apa loh.
Happy Reading!!
...****...
“Brengsekkk!!! Baji*** kamu!!”
Bugh
Bugh
Bugh
Bram menarik seorang pria yang sedang terlelap di atas ranjang hotel dengan Jenny, anak majikannya.
“Baji***!! Papa nggak pernah mengajari kamu bertidak asusila seperti ini.” teriak Bram sambil terus memukuli wajah Iqbal, anak kandungnya sendiri.
“Cukup Om!!” Carissa dengan cepat menghentikan tindakan Bram.
Setelah Bram melepaskan Iqbal, kini giliran Barra yang mencengkeram kuat kerah baju Iqbal dengan emosi yang meluap-luap.
“Kurang ajar kamu Bal!! tega kamu merusak Jenny, adik kandungku yang kamu anggap adik kamu juga.” teriak Barra dan hendak menambahkan bogeman lagi pada wajah Iqbal yang sudah lebam.
“Mas, cukup!! Hentikan!! Jangan main hakim sendiri.” Lagi-lagi suara istrinya yang lantang mencegah tindakan Barra yang akan mengahajar Iqbal.
Jenny yang tadi terlelap dalam tidurnya, kini perlahan membuka matanya setelah mendengar suara kegaduhan. Dia terkejut saat melihat beberapa orang sudah ada di dalam kamar. kemudian dia meneliti pakaiannya yang hampir terbuka. Jenny bingung apa yang telah terjadi pada dirinya. Dan kenapa ada banyak orang di dalam kamarnya.
Tatapan mata Jenny tertuju pada Iqbal, asisten kakaknya. Laki-laki itu sedang tertunduk lemah dengan wajah lebam penuh luka. Setelah itu Jenny juga melihat ada Xavier yang sedang berdiri tidak jauh dari tempatnya tidur.
Jenny melihat tatapan mata Xavier yang terlihat sangat kecewa saat melihatnya dengan penampilan seperti saat ini.
Jenny jadi merasa bersalah pada Xavier, lelaki yang selama ini singgah di hatinya. Namun mau menjelaskannya pun Jenny masih bingung, karena tidak tidak tahu apa yang telah menimpanya.
“Pa, dengarkan penjelasan Iqbal dulu. Ini semua tidak seperti yang Papa bayang-“
“Cukup! Papa nggak mau dengar apapun lagi. Kamu harus mempertanggung jawabkan perbuatan kamu. Kamu harus menikahi Nona Jenny, atau kamu bukan anak Papa lagi!” ancam Bram.
Duar
Jenny, Iqbal, dan Xavier sama-sama terkejut dengan ucapan Bram. Kemudian Xavier mencelos begitu saja melihat Jenny yang masih terduduk di ranjang terlebih melihat bercak darah di sprei itu. Xavier memilih untuk pergi meninggalkan kamar hotel itu dengan hati yang begitu hancur.
Sementara itu Barra dan Carissa segera mengajak adiknya, Jenny pulang ke rumah. Rencana mereka yang akan pergi ke kota B harus gagal saat tiba-tiba ada kejadian yang tak terduga seperti ini.
Kedua orang tua Barra dan Jenny saat ini sedang di kota B karena besok ada acara pesta ulang tahun keponakannya. Dan harusnya Jenny dan kakaknya malam ini pergi ke sana. Namun ternyata gagal.
Dalam mobil, Jenny masih mengingat-ingat tentang kejadian yang baru saja menimpanya. Sayangnya Jenny kesulitan mengingat semuanya, apa yang sebelumnya terjadi padanya. Dan kenapa dia bisa berada di dalam kamar hotel bersama dengan asisten kakaknya. Dan Jenny juga ingat kalau tadi penampilannya tidak baik-baik saja. Kancing bajunya terbuka, dan ada bercak darah pada sprei. Jenny menggelengkan kepalanya. Tidak mungkin dia melakukan hubungan itu dengan laki-laki lain. Bahkan laki-laki itu adalah asisten kakaknya. Mata Jenny berair. Dia merasa kalau dia tidak melakukan hubungan itu.
Carissa tiba-tiba memeluk adik iparnya untuk memberikan ketenangan. Dia sangat yakin kalau saat ini Jenny sangat bersedih dengan kejadian yang baru saja menimpanya.
“Kak, Aku nggak mau nikah sama Kak Iqbal. Aku dan Kak Iqbal nggak ngelakuin apa-apa.” Ucap Jenny saat sudah tiba di rumah. Jenny masih belum yakin dengan apa yang dia lakukan dengan Iqbal.
“Cukup, Jen!! Kamu harus tetap nikah dengan Iqbal. Apa kamu mau mempermalukan keluarga setelah apa yang kalian perbuat tadi?” ucap Barra.
“Tapi aku dan Kak Iqbal nggak melakukan ap-“
“Cukup!! Apa kamu nggak ingat dengan noda ber-“
“Mas hentikan! Jenny, kamu masuklah ke kamar.” Carissa segera menghentikan pertengkaran antara suami dan adik iparnya.
Sementara itu Iqbal kini sudah tiba di rumahnya. Desy sang Mama sangat terkejut saat melihat wajah anak sulungnya penuh dengan luka lebam. Sedangkan Bram sang Papa hanya diam saja tanpa berniat memberi penjelasan istrinya.
“Kenapa dengan wajah kamu, Bal?” tanya Desy.
“Nggak apa-apa, Ma. Maaf Ma Iqbal masuk ke kamar dulu.” Ucap Iqbal kemudian.
Iqbal masuk ke dalam kamarnya. Laki-laki berusia 25 tahun itu tampak duduk di lantai samping ranjangnya. Iqbal mengabaikan rasa sakit pada wajahnya setelah mendapat beberapa pukulan dari Papanya.
Iqbal merenungi nasibnya. Dia tidak percaya dengan ucapan Papanya tadi kalau dirinya diminta untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya pada Jenny. Adik dari atasannya.
Meski nama Jenny pernah ada dalam hati Iqbal. Namun dirinya sama sekali tidak pernah membayangkan untuk menikahi perempuan itu. Selain perbedaan status sosial yang sangat jauh. Iqbal juga tahu kalau Jenny tidak mencintainya. Karena Jenny sedang menjalin hubungan dengan Xavier. Laki-laki yang menjadi rekan bisnis sekaligus kakak ipar dari atasannya.
Iqbal meremat rambutnya kasar. Dia bingung apa yang harus dia lakukan. Apakah tetap menjalankan perintah Papanya untuk menikahi Jenny. Atau memilih kabur demi menghindari pernikahan itu. Tapi rasanya pilihan kedua itu bukan solusi yang tepat bagi Iqbal. Karena Iqbal adalah tipe pria yang suka lari dari masalah.
Iqbal bangun dari duduknya. Dia melihat jam dinding dalam kamarnya sudah menunjukkan pukul setengah 12 malam. Kemudian dia berganti pakaian.
Tanpa sadar bibirnya meringis kessakitan saat tanpa sengaja kaos yang ia kenakan mengenai wajahnya yang lebam. Iqbal berniat untuk membersihkan lukanya sendiri, namun tiba-tiba terdengar ketukan pintu dari luar.
Cklek
“Mama? Ada apa Mama ke kamar Iqbal malam-malam begini?” tanyanya.
“Masuklah!” ucap Desy sambil membawa baskom berisi air hangat.
Lalu Iqbal pun mempersilakan Mamanya masuk ke kamar. Iqbal duduk di ranjangnya dan Mamanya dengan telaten membersihkan luka lebam di wajanya. Iqbal hanya diam saja tanpa mengucapkan sepatah katapun. Demikian juga Desy.
Wanita paruh baya itu tidak tega melihat keadaan anaknya seperti itu. Terlebih suaminya sendiri yang melakukannya.
Setelah melihat Iqbal masuk ke dalam kamarnya tadi, Desy mengikuti langkah kaki suaminya ke dalam kamar. Desy tidak tahan untuk tidak bertanya pada suaminya tentang apa yang telah terjadi pada anaknya. setelah itu Bram menceritakan semuanya. Desy sangat terkejut dan tidak percaya kalau Iqbal melakukan itu semua.
“Tapi aku nggak yakin kalau Iqbal melakukan perbuatan hina itu, Mas.” Ucap Desy yang sudah tidak bisa menahan air matanya.
“Aku juga tidak yakin kalau Iqbal benar-benar melakukan itu. Tapi kejadian itu terlanjur diketahui beberapa orang. Aku hanya ingin menutup aib keluarga Tuan Vito dengan meminta Iqbal menikahi Jenny.” Ucap Bram.
“Tapi bagaimana nasib pernikahan mereka jika tidak ada rasa saling mencintai Mas?” tanya Desy.
“Sudahlah, jangan dipikirkan soal itu. Aku yakin suatu saat akan tumbuh cinta diantara keduanya.” Jawab Bram berusaha meyakinkan istrinya.
Selesai mengompres luka lebam pada wajah Iqbal, Desi memberikan obat Pereda nyeri untuk Iqbal. Iqbal pun menerimanya dengan diam lalu meminumnya.
“Mama minta, turuti saja kemauan Papa kamu.” Ucap Desy lirih sebelum keluar dari kamar Iqbal.
.
.
.
*TBC
Sementara itu pagi ini seorang perempuan berusia 23 tahun tampak sedang menangis dalam kamarnya. Bahkan sejak semalam, perempuan itu terus saja mengeluarkan air matanya hingga tidur pun masih terisak.
Jenny tidak menyangka dengan takdir yang menimpanya. Impian semua perempuan pasti ingin menikah dengan laki-laki yang sangat dicintainya. Namun dengan adanya kejadian semalam, membuatnya harus rela menikah dengan seorang laki-laki dingin dan kaku yang berstatus sebagai asisten kakaknya.
Meski kedua orang tuanya belum memutuskan menyetujui pernikahan itu atau tidak, Jenny sudah cukup yakin kalau pernikahan itu pasti terjadi. Selain dari ucapan kakaknya sendiri, ucapan Bram yang tak lain asisten Papanya sekaligus Papa dari Iqbal sudah cukup membuktikan kalau kedua orang tuanya pasti menyetujui pernikahan itu.
Bayangan Jenny teringat pada sosok laki-laki yang selama ini sangat dia cintai yaitu Xavier. Meski Jenny belum tahu pasti bagaimana perasaan Xavier padanya, Jenny sangat yakin kalau laki-laki itu juga memiliki perasaan yang sama.
Hati Jenny terasa nyeri saat melihat raut wajah pias Xavier yang juga menyaksikan dirinya digrebek dalam kamar hotel bersama Iqbal tadi malam. Bahkan Xavier langsung keluar begitu saja saat mendengar ucapan Bram yang meminta Iqbal menikahi dirinya.
“Maafkan aku, Kak. Andai saja tidak ada kejadian malam itu, pasti kita akan dengan mudah menjalani hubungan kita ini. aku sangat mencintai Kak Xavier.” Gumam Jenny sambil melihat foto Xavier dalam ponselnya.
Jenny meremat kuat ponselnya. Dia kembali mengingat kejadian semalam. Seingatnya semalam ada seseorang yang mengajaknya bertemu di sebuah restaurant yang berada satu lokasi dengan hotel milik Papanya. Orang itu mengatakan kalau ingin memesan baju pengantin dan ingin bertemu langsung dengannya. Tanpa menaruh curiga, Jenny mengiyakan ajakan wanita itu.
Saat Jenny sudah tiba di restaurant, dia menghubungi wanita itu yang katanya masih dalam perjalanan. Jadi Jenny memilih memesan minuman terlebih dulu. Setelah minuman yang dia pesan datang, Jenny langsung meminumnya. Setelah itu dia sudah tidak ingat apa-apa lagi.
“Arghhh!! Kenapa jadi seperti ini?” Jenny berteriak frustasi.
***
Sementara itu di luar kamar Jenny. Tampak kedua orang tuanya sedang duduk di sofa ruang tamu bersama dengan Bram. Vito dan Kay baru saja pulang dari kota B setelah mendapatkan kabar buruk dari anak sulungnya. Malam itu sebenarnya Kay ingin segera pulang, namun akhirnya Vito berhasil membujuknya dan pulang pagi ini.
“Tuan, Nyonya maafkan kesalahan yang sudah Iqbal lakukan pada Nona Jenny.” Ucap Bram dengan sungguh-sungguh.
Vito masih terdiam. Sedangkan Kay sejak tadi sudah menangis sesenggukan karena sudah tidak sabar ingin bertemu dengan Jenny.
“Saya berjanji kalau Iqbal akan mempertanggung jawabkan semua perbuatannya. Iqbal akan segera menikahi Nona Jenny. Saya juga tidak mau nama baik keluarga anda tercoreng gara-gara ulah anak saya.” Ucap Bram lagi.
“Baiklah. Aku menyetujuinya.” Jawab Vito mantap.
Bukan tanpa alasan Vito menyetujui Iqbal menikahi Jenny. Vito sangat yakin kalau Iqbal adalah laki-laki yang bertanggung jawab meski tanpa disuruh oleh Papanya.
“Terima kasih Tuan. Tuan dan Nyonya jangan khawatir. Kami akan memperlakukan Nona Jenny sama halnya seperti saya memperlakukan Tuan dan Nyonya.” Ucap Bram.
Seketika air mata Kay tumpah saat mendengar ucapan Bram. Dia juga menyetujui kalau Iqbal akan menikahi anaknya. namun Kay tidak terima jika keluarga Bram memperlakukan Jenny seperti majikannya.
“Bram, aku menyetujui Iqbal menikahi Jenny. Tapi tolong jangan perlakukan Jenny seperti majikan kamu. Setelah mereka berdua nanti menikah, anggaplah dia seperti anak kamu sendiri dan aku harap Iqbal juga bisa membimbing Jenny dengan baik.” Ucap Kay.
“Maafkan saya Nyonya. Baiklah saya akan melakukan itu semua. Sekali lagi saya minta maaf atas perbuatan Iqbal. Dan saran saya pernikahan mereka lebih baik segera dilaksanakan. Mengingat sudah banyak orang yang mengetahui itu semua.” Ucap Bram.
“Benar apa yang kamu katakan. Besok juga pernikahan mereka kita laksanakan.” Ucap Vito mantap.
Setelah itu Bram berpamitan pulang. Hatinya terasa lega saat mendengar persetujuan dari Vito tentang pernikahan anaknya.
Sementara itu hari ini Iqbal memutuskan untuk tidak bekerja. Lebam di wajahnya masih terlihat meski rasa nyerinya sudah menghilang. Setelah sarapan, dia kembali masuk ke dalam kamarnya. Bahkan ocehan dari adik perempuannya dia abaikan begitu saja. Sedangkan Desy hanya bisa menggelangkan kepala melihat sikap dingin Iqbal yang sama persis seperti Papanya.
Waktu sudah siang. Bram memutuskan makan siang di rumahnya sekalian ingin menyampaikan perihal perniakahan anaknya.
“Tumben Mas makan siang di rumah?” tanya Desy saat menyiapkan makanan di meja makan.
“Kenapa memangnya? Apa kamu nggak suka kalau suami kamu pulang dan makan siang di rumah?” tanya Bram balik.
Desy hanya mendengus kesal. Bukannya menjawab, suaminya justru bertanya balik dan pertanyaannya membuat siapa saja akan kesal.
“Dimana Iqbal?” tanya Bram.
“Ada di kamarnya. Apa perlu aku panggilkan jika Mas ingin bicara dengannya?” tanya Desy.
“Tidak. Nanti saja setelah makan siang. Dan tolong kamu siapkan untuk pernikahan Iqbal dan Jenny besok.” Ucap Bram dan seketika membuat Desy tidak percaya.
Akhirnya Bram dan Desy makan siang sambil menceritakan tentang rencana pernikahan Iqbal dan Jenny besok pagi. Bram juga bilang sudah meminta maaf pada kedua orang tua Jenny dan ingin mempertanggung jawabkan perbuataan Iqbal.
“Apa Tuan Vito menyetujuinya Mas?” tanya Desy dan Bram mengangguk.
Desy tersenyum lega saat mendengarnya. Namun dalam hati kecil terbesit rasa iba pada anaknya jika sudah menikah dengan anak majikannya nanti. Perbedaan status social antara keluarganya dan juga keluarga majikannya sangat jauh. Bagaimana nasib anaknya nanti.
“Kamu kenapa? Kamu jangan memikirkan yang tidak-tidak. Sebagai orang tua, lebih baik kita mendoakan saja yang terbaik buat mereka.” Ucap Bram seolah mengerti yang dipikirkan istrinya.
Selesai makan siang, Bram memanggil Iqbal dan memintanya datang ke ruang tengah. Bram meminta istrinya untuk tidak ikut campur dulu. Dia akan berbicara empat mata dengan anaknya.
“Ada apa Pa?” tanya Iqbal datar.
“Persiapkan diri kamu buat acara pernikahan kamu besok dengan Jenny.” Ucap Bram.
Iqbal tidak terkejut karena sebelumnya dia sudah menduga apa yang akan diucapkan oleh Papanya. Dia pun tidak bisa menolak lagi. Jadi mengangguk adalah jawaban atas perintah Papanya.
“Pa, bolehkah Iqbal bicara?” tanya Iqbal dan Bram mengangguk.
“Baiklah Iqbal akan menikahi Nona Jenny meski kami tidak saling mencintai. Tapi Papa tolong percaya pada Iqbal kalau Iqbal tidak pernah berbuat hina seperti itu. Iqbal hanya berusaha menyelamatkan Nona Jenny dari seseorang yang berniat akan memperkosanya. Dan maaf Pa, noda darah itu adalah darah dari bajingan yang sempat Iqbal hajar Pa. Dan setelah itu Iqbal tidak ingat apa-apa lagi.” Ucap Iqbal panjang lebar.
Bram sudah menduga kalau anaknya tidak pernah melakukan itu semua.
“Papa percaya sama kamu. Tapi demi menutup aib keluarga Tuan Vito dan untuk melindungi Nona Jenny, menurutlah sama Papa untuk menikahinya besok.” Ucap Bram.
.
.
.
*TBC
Iqbal sudah memakai setelan jas berwarna hitam. Meski wajah penuh lebamnya masih terlihat, tapi itu tidak melunturkan sosoknya yang tampan namun tertutup raut wajahnya yang datar dan dingin.
Siap tidak siap, Iqbal harus menikahi anak dari majikan Papanya sekaligus adik dari atasannya. Tidak ada pesta pernikahan mewah dan tidak ada acara kumpul keluarga besar meski pernikahan itu sederhana. Karena pernikahannya hanya dihadiri oleh pihak keluarganya dan pihak keluarga Jenny saja. Bahkan Iqbal hanya memberikan mas kawin berupa cincin saja. Setelahnya, untuk kebutuhan seserahan lainnya ia serahkan pada mamanya.
Iqbal menatap pantulan wajahnya pada cermin di kamarnya. Entah apa yang dibayangkan oleh laki-laki yang sebentar lagi melepas masa lajangnya itu. Namun yang pasti Iqbal sedang memikirkan calon istrinya.
Ketukan pintu membuatnya sadar dari lamunan. Iqbal membuka pintu ternyata Arsha, adiknya mengatakan kalau Mama dan Papanya sudah menunggu. Setelah itu Iqbal keluar.
Mereka berempat segera pergi ke rumah keluarga Vito dimana acara pernikahan itu akan dilaksanakan. Iqbal menaiki mobilnya sendiri bersama Arsha, sedangkan Bram bersama istrinya. Harusnya mereka berempat cukup menggunakan satu mobil saja, namun sesuai dengan permintaan Bram tadi pagi kalau setelah akad nikah, Jenny akan langsung diajak tinggal di rumahnya. Dan Iqbal pun tidak bisa menolaknya.
Perjalanan dari rumahnya ke rumah keluarga Jenny, Iqbal hanya membutuhkan waktu kurang lebih selama 25 menit. Sejak tadi dia hanya diam saja tanpa mempedulikan adiknya yang terus saja nyerocos tanpa henti.
“Kak, setahuku Kak Jenny itu orangnya sangat cantik ya?” tanya Arsha.
Iqbal hanya diam bahkan melirik Arsha saja tidak. Meskipun demikian, dalam hati Iqbal membenarkan kalau Jenny adalah perempuan yang cantik. Hanya saja Iqbal terlalu gengsi buat mengakui kecantikan calon istrinya.
“Ih, kakak sejak tadi diem terus nggak capek apa?” gerutu Arsha saat melihat Iqbal masih diam.
Iqbal masih juga malas menanggapai adiknya. Justru yang harusnya bertanya itu dirinya. Nggak capek apa sejak tadi bicara tapi tidak ada yang menjawabnya. Dan itu semakin membuat Arsha kesal.
Tak lama kemudian, mobil Iqbal sudah sampai di depan rumah Jenny. Lalu disusul dengan mobil Papanya yang juga baru saja sampai. Kemudian Iqbal keluar dari mobil itu bersama adiknya.
Pandangan mata Iqbal menerawang pada bangunan megah di hadapannya. Meski rumah itu sering ia datangi tapi kali ini tujuannya berbeda. Jika biasanya berurusan dengan pekerjaan, namun kali ini tujuannya adalah pernikahan.
Bram dan Desy masuk terlebih dulu mengetuk pintu rumah itu. Iqbal dan Arsha berada di belakang orang tuanya.
Setelah pintu terbuka, keluarga Bram dipersilakan masuk. Dan tak lama kemudian datanglah pemuka agama yang akan menikahkan Iqbal dan Jenny.
Vito dan Barra keluar menemui sekaligus menyambut kedatangan calon menantu dan calon besannya. Bram menjabat tangan atasannya dan bergantian dengan Barra.
“Silakan duduk kembali. Mohon tunggu sebentar calon pengantin perempuannya masih belum selesai dimake up.” Ucap Vito.
Tak lama kemudian Jenny turun dan berjalan dengan diapit oleh Mama dan kakak iparnya. Desy melihat sendu pada wajah calon menantunya. Mata Jenny terlihat masih bengkak. Desy yakin kalau Jenny terus menangis dan sangat bersedih dengan pernikahannya.
“Baiklah, calon pengantin perempuannya sudah datang. Lebih baik acaranya segera dimulai.” Ucap Vito dan disetujui oleh semua orang.
Kini Iqbal dan Jenny sudah duduk bersanding untuk segera melakukan prosesi pernikahan itu. Iqbal mengucapkan janji pernikahannnya di depan pemuka agama dan disaksikan kedua keluarga itu dengan suara lantang dalam satu tarikan nafas.
Semua orang yang berada dalam ruangan itu tampak lega setelah mendengar kata “Sah”. Tapi tidak bagi kedua mempelai pengantin itu. Entah apa yang ada salam pikiran mereka masing-masing, yang pasti keduanya menjalani pernikahan itu karena terpaksa terlebih lagi mendadak.
Setelah acara itu selesai, Iqbal memakaikan cincin pernikahan pada jari manis Jenny. Setelah itu Jenny mencium tangan suaminya dengan takzim. Kemudian bergantian, Jenny memakaikan cincin di jari manis Iqbal lalu Iqbal mencium kening istrinya sekilas.
Iqbal dan Jenny sama-sama menahan degupan jantungnya yang tidak normal saat bibir Iqbal mulai menyentuh kening istrinya. Begitupun Jenny. Dia merasa aneh saat baru pertama kali keningnya dikecup. Tapi entah kenapa rasa aneh itu cenderung membuatnya sedikit menghangat. Tapi setelah itu Jenny menepis segala pemikiran yang menurutnya sangat tidak masuk akal.
Setelah acara inti selesai, keluarga Vito mengajak keluarga Bram menuju ruang makan untuk ramah tamah. Kedua keluarga yang kini sudah berubah status menjadi besan itu tampak sangat akrab. Karena sebelumnya Vito sudah menganggap keluarga Bram seperti saudaranya sendiri.
Di saat keakraban kedua keluarga yang baru saja menyatu itu sedang menikmati hidangan di ruang makan, di ruang tamu itu masih ada dua insan yang sama-sama diam tanpa mengucapkan sesuatu setelah keduanya resmi menyandang status suami istri.
“Maafkan saya Nona. Saya yakin kalau anda sama sekali tidak mengharapkan pernikahan ini.” ucap Iqbal memecah keheningan.
“Aku rasa Kak Iqbal juga merasakan hal itu.” Jawab Jenny.
“Dan setelah ini, saya akan mengajak Nona untuk tinggal bersama saya.” Ucap Iqbal mengabaikan ucapan Jenny.
“Aku nggak mau. Aku tetap tinggal di rumah ini.” tolak Jenny.
“Baiklah jika anda menolak, silakan protes ke Tuan Vito atau Nyonya Kay saja.” Jawab Iqbal lalu pergi meninggalkan Jenny yang masih diam mematung.
Jenny benar-benar kesal. Niatnya setelah akad nikah akan menemui Xavier untuk menjelaskan semuanya tapi sepertinya gagal. Jenny sangat yakin kalau Papanya akan menyetujui Iqbal untuk mengajaknya tinggal di rumahnya.
Akhirnya Jenny memutuskan masuk ke dalam kamar untuk istirahat sejenak. Dan dia sangat terkejut saat masuk kamar ternyata Mama dan kakak iparnya sedang mengemasi baju-bajunya dan memasukkannya ke dalam koper.
“Eh, Sayang kamu ganti baju dulu sebentar lagi kamu akan tinggal bersama suami kamu.” Ucap Kay tanpa melihat raut wajah anaknya.
Sebenarnya Kay sangat berat ditinggal anak perempuannya. Tapi mau bagaimana lagi karena sudah menjadi kewajiban seorang istri untuk mengikuti kemana suaminya akan memnbawanya tinggal.
Jenny hanya diam saja dan berlalu menuju walk in closet untuk berganti pakaiannya. Perempuan 23 tahun yang baru saja menyandang status istri itu tampak mengusap sudut matanya yang berair. Dia sungguh sangat tidak percaya bisa menjalani pernikahannya ini dengan baik. Karena memang tidak ada rasa cinta diantara dirinya dan juga Iqbal.
Selesai berganti baju, Jenny segera turun. Mama dan kakak iparnya sudah turun lebih dulu dengan membawakan kopernya. Saat Jenny baru saja menuruni tangga, ternyata keluarga Iqbal sudah menunggunya. Batin Jenny terasa sakit. Dia merasa diusir dari rumahnya sendiri.
Vito dan Kay berjalan mendekati Jenny. Kemudian bergantian memeluk Jenny.
“Sering-seringlah ke rumah. Mama pasti akan sangat merindukan kamu Sayang.” Ucap Kay sambil menangis.
“Jadilah istri yang baik dan patuh terhadap suami kamu.” Ucap Vito sambil mencium pucuk kepala Jenny.
.
.
.
*TBC
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!