NovelToon NovelToon

Noktah Merah

Part 1

Senja baru saja menyapa kemuning di ujung cakrawala saat gadis cantik nan anggun itu melepas gaun yang membungkus seharian. Rasanya begitu lelah, tapi teramat bahagia bisa bersanding dengan orang yang selama ini diimpikan. Setelah merajut asmara kurang lebih setengah tahun, akhirnya hari ini tepat di hari ulang tahunnya yang genap dua puluh tiga tahun. Gadis berparas ayu dengan nama lengkap Nabila Maharani itu sah dipersunting arjuna hatinya. Dia Gema Samudra, yang ternyata adalah kakak dari teman Bila semasa kuliah. 

Senyum bahagia jelas terpancar menghiasi wajahnya. Ia begitu sangat cantik, malam ini pun ia akan mempersembahkan malam spesial untuk suaminya. 

"Sayang, aku bersih-bersih dulu," pamit Bila sesaat setelah melepas gaun yang memenjara seharian. 

"Oke, Mas tunggu di bawah, sekalian ada yang pingin mas obrolin dengan Papa," ucap Gema lembut, meninggalkan kecupan mesra sebelum beranjak. 

Mereka merayakan pernikahan indahnya di sebuah Villa, hunian milik keluarga Gema yang memang disetting untuk acara sakral, sekaligus menjadi momen langka. Mengabadikan momen spesial di tempat yang istimewa. 

Keluarga Bila pun sudah pulang sore itu juga, mengingat banyaknya kesibukan ayahnya yang tak bisa dicegah. Termasuk tamu undangan yang hadir, semua berbondong pulang setelah acara selesai. Tinggallah keluarga mempelai pria terlihat masih di sana. Rencananya akan pulang besok pagi, untuk kedua mempelai sendiri ingin menghabiskan hari-hari indah mereka sedikit lama sebelum Gema sibuk dengan aktivitas kantornya. 

Bila cukup lama bermain dengan busa sabun, ia ingin terlihat wangi dan segar malam ini. Walau lelah, ia harus menunaikan kewajibannya bukan, tentu saja melayani suaminya. Hingga hampir satu jam Mas Gema belum kembali, Bila menunggu dengan hati gusar, ke mana suaminya pergi, ini adalah malam pertama mereka, rasanya sungguh deg degan.

Lelah hayati menggiring gadis itu beringsut menyambangi ranjang. Tangannya terulur mengganti lampu redup dengan cahaya meremang. Ia akan menunggu pria yang telah berikrar suci itu dengan rebahan di ranjang. Sebelumnya perempuan itu sudah bersolek cantik, lingeri marun melekat sempurna di tubuh moleknya. Menunggu terlalu lama dan rasa lelah membuat gadis itu mudah terlelap. 

Samar-samar ia melenguh saat rasa yang berbeda mulai bertandang di tubuhnya. Dengan mata terpejam, Bila begitu menikmati sentuhan-sentuhan itu dengan rasa melayang. Ah … inikah yang dimaksud malam pengantin, rasanya begitu menggelora, serasa melayang. 

"Mas, pelan-pelan, sakit …. " rintih Bila saat sesuatu yang paling berharga dalam dirinya mulai terkoyak. Ia sendiri yang tadinya terus terpejam karena malu, membuka matanya perlahan. 

Perasaanya mendadak aneh, wangi parfum yang melekat di tubuhnya tidak biasanya. Ia bahkan terlihat tergesa dan tidak mengindahkan rintihan yang menyerang sedari tadi, walaupun tidak bisa dipungkiri, rasa itu sejuta rasa antara nikmat dan sakit, tapi ia ingin sedikit lebih lembut. 

Bila terbelalak kaget, lebih tepatnya syok, dan segera mendorong kuat saat kesadarannya terkumpul dan menyadari yang bermain dengan dirinya bukanlah pria yang berstatus sebagai suaminya. 

"Bisma? Kamu! Bia*dab! Setan apa yang telah merasukimu, Bis? Kenapa kamu begitu tega melakukan ini padaku? Kamu dalam masalah besar, bang*sat!" Bila beringsut mundur, menarik selimut untuk menutupi tubuh polosnya. 

Bisma terdiam, tidak menanggapi apapun kata-kata kasar yang keluar dari mulut istri dari kakaknya. Ia memungut pakaiannya sendiri tanpa kata, menyorot perempuan yang tengah mengamuk di depannya. Saat itulah pintu kamar terbuka, sosok yang sedari tadi Bila tunggu muncul dengan amarah menyala. Memindai tubuh istrinya yang polos berbalut selimut, dengan adiknya sendiri baru saja menghabiskan malam panjang yang seharusnya menjadi haknya. 

"Breng*sek! Ba**sat! Ke*parat! Adik sialan, kamu merusak malam indah yang seharusnya aku lalui, kenapa kamu mengambil apa yang menjadi hak kakak!" murka Gema lantang, nyaris tak tersisa sabar di sana. Bila perlu ingin membunuh manusia keparat itu. 

Bila hanya bisa terdiam dengan derai kristal membanjiri pipi. Terlalu sulit kenyataan ini dicerna dalam hidupnya. Ia tidak pernah menyangka, sosok yang hangat dan care di kampus bisa menjadi penjahat paling keji dalam semalam, melakukan tindakan amoral yang tidak bertemu akal. 

Dengan langkah lebar, Mas Gema menarik tubuh Bisma yang bersimbah darah keluar kamar. Bila masih menangis dalam kamar, ia benar-benar tidak menyangka pernikahan impian dan malam pengantin yang telah direncana indah, berakhir nestapa kehancuran, dan itu adalah sahabat ia sendiri yang melakukan. Detik itu juga, rasa respeck terhadap lelaki itu hilang, berganti dengan benci yang menguasai seluruh relung jiwanya. 

Mas Gema kembali membanting pintu, matanya berkilat marah menyorot istrinya yang masih sesenggukan. 

"Kenapa kamu begitu ceroboh membiarkan seseorang masuk begitu saja, atau jangan-jangan kamu memang sengaja dan sudah mempunyai hubungan sejak lama!" bentak Mas Gema murka. 

"Enggak Mas, sumpah demi Allah, Bila tidak ada hubungan apapun dengan Bisma, kenapa Mas malah menuduhku? Aku minta maaf, sungguh aku menyiapkan semua ini untuk Mas," jawabnya tergugu. 

"Maafkan, aku Mas, tolong ampuni aku, aku tidak menyangka akan seperti ini." Bila bersimpuh di kaki pria yang belum genap dua puluh empat jam menjadi suaminya. 

"Maaf, Bil, Mas nggak bisa," ucapnya sendu. "Aku tidak bisa melanjutkan hubungan ini, ini terlalu sakit untuk aku terima," imbuhnya pelan, namun mampu membuat jiwa-jiwa tegar Bila lepas sudah. 

"Jadi, hanya karena aku sudah tidak perawan, kamu mau ninggalin aku? Apa cintamu padaku hanya sebatas diukur dari rasa perawan?" Hancur sudah malam yang di gadang- gadang paling indah, berakhir nestapa kebencian. 

"Beristirahatlah malam ini, aku akan memakai kamar yang lainnya," ucapnya pilu. 

"Jangan pergi Mas, tetaplah di sini, ini kamarmu, aku minta maaf, aku tahu aku salah, tolong jangan begini." Bila memeluk Gema dari belakang, ia mengunci tubuhnya tanpa mau melepas. 

Gema bergeming, tidak membalas, namun perlahan ia melepas tautan jemari Bila yang mengurung posesif. 

"Jangan begini, Bil, kamu sudah bukan istriku lagi," jawab pria itu sendu. 

Bila hanya bisa menggeleng kuat dengan terus menangis, melepas punggung pria itu yang beringsut menjauh. Dadanya begitu sesak, rasa marah dan benci begitu mendominasi. Bahkan rasa lelah dan nyeri tersamarkan dengan rasa emosi yang menyerbu hati. 

"Tuhan …, kenapa ini terjadi padaku, apa salah dan dosaku. Ya Tuhan …, aku tak sanggup, aku benci, aku benci!" Bila meraung dan histeris sendiri. Menyambar dengan kasar sprei putih bernoktah merah, seharusnya malam ini ia bahagia karena bisa menjaganya untuk suami tercinta, namun nyatanya tidak. Ia hancur dalam semalam. 

Malam ini juga, Bila akan pergi dari vila itu, tak sudi rasanya bermalam di sana dengan keadaan dirinya yang sudah tidak dianggap lagi. Bahkan, Mas Gema meninggalkan begitu saja tanpa mau mengerti betapa hancurkan dirinya dengan status yang menjadi korban. 

"Sayang, kamu mau ke mana? Kenapa berkemas malam begini?" 

Part 2

"Sayang, kamu mau ke mana? Kenapa berkemas malam begini, mana suamimu, kenapa pulang sendirian?" Mertua Bila bertanya-tanya. Perempuan setengah abad itu menyorot penuh selidik. 

"Maafkan Bila, Ma, tapi Mas Gema sudah menalak Bila, dan semua itu gara-gara Bisma," curhat Bila sendu. 

"Lho, memangnya ada apa, kenapa dengan Bisma?" Mama semakin tidak mengerti dengan apa yang dimaksud anak mantunya. 

"Gema, coba jelaskan! Apa yang terjadi? Itu kenapa muka Bisma penuh luka lebam, kalian ribut?"

"Semua gara-gara anak kesayangan Mama yang kurang ajar itu Ma, semua gara-gara Bisma!" tunjuk Gema murka, ia tak habis pikir dengan jalan adik tirinya itu. Bisa-bisanya meniduri kakak iparnya sendiri.

"Lantas, kenapa kamu membiarkan Bila pulang sendiri? Kalau ada masalah diselesaikan dengan kepala dingin, bukanya ribut begini."

"Aku sudah melepas Bila mulai malam ini juga, aku tidak sudi mempunyai istri bekas Bisma." Mama Mita semakin tidak mengerti dengan apa yang dibicarakan putra sulungnya. Keributan mereka pun sampai di telinga Pak Han. Sama dengan Mama Mita yang kebingungan. 

Sementara Bila hanya bisa menangis tanpa menyela, hatinya hancur, semuanya hancur, malam pengantin yang digadang-gadang paling romantis dalam hidupnya bersama orang tersayang berantakan sudah, rasa benci dan muak semakin menggerogoti hati melihat Bisma yang hanya diam, seakan tanpa penyesalan. 

Mereka satu kampus dan cukup akrab di bangku kuliah. Bisma juga dulunya merupakan seorang aktivis kampus yang terkenal anti kekeras. Apa waktu hampir tiga tahun secepat kilat merubah karakter pria itu? Mengapa semua harus berakhir tragis begini, ke mana Bisma yang supel dan hangat itu. Mereka memang jarang bertemu semenjak kelulusan dulu. Saat menjalin hubungan dengan Gema, Bila baru tahu ternyata Bisma adalah saudara tirinya pria itu. 

Setelah mendengar penuturan dari putra sulungnya, kedua orang tua itu hanya bisa menyesali perbuatan anaknya. Mereka syok lebih tepatnya, bahkan Papa mengamuk dengan Bisma. Anehnya, pelaku kebejatan itu hanya diam dan datar saja, tidak menunjukkan penyesalannya sedikit pun. Bila semakin muak dengan muka datarnya yang sok bijak. 

"Mama tahu kamu marah, tapi sebaiknya pulangnya besok saja." 

"Bila sudah memesan taksi Ma, lebih cepat lebih baik," pamitnya sendu, tak tahan rasanya berada di situasi di mana dirinya tak dianggap lagi. 

Gema berlalu begitu saja, sementara si Bisma kepa*at itu hanya menunduk tanpa mengucap sepatah kata pun. Bila melangkah lebar dengan hati hancur tak berbentuk, rasa sakit dan nyeri ia abaikan karena rasa marah yang melanda. Sepanjang perjalanan pulang, tak henti buliran bening itu terus menyambangi pipi. Sang supir yang mengantar hanya menyorot prihatin dengan penumpangnya itu. 

Cukup larut Bila sampai di kediaman Bunda. Gadis itu melangkah dengan sendu, terasa berat untuk mengetuk pintu. Baru kemarin ia pergi meninggalkan rumahnya, dan baru kemarin dirinya menjadi seorang istri, sekarang ia pulang dengan status janda ternoda. Miris sekali memang. 

"Bila!" Bunda terperangah mendapati putrinya termangu di depan pintu dengan mata sembab. 

"Ma." Tanpa berkata apapun, gadis itu langsung berhambur ke dalam pelukan begitu tubuh berisi Bunda menyembul dari balik pintu. 

"Apa yang terjadi sayang, kenapa pulang sendirian, mana suamimu?" tanya Bunda kebingungan. Netranya nyalang mencari sosok yang baru kemarin berikrar janji suci di hadapan Tuhan untuk putrinya. Bila menggeleng lemah, Bunda semakin gusar dengan seribu dugaan di kepalanya. 

"Bila sendirian, Bun, Mas Gema sudah menalakku," ucapnya sendu. 

Wanita paruh baya itu membimbing putrinya menuju sofa. Dipeluknya erat dengan sayang, membelai rambutnya lembut. Perlahan, tangis Bila mereda, gadis itu masih terlihat tidak baik-baik saja, hanya diam dengan tatapan kosong. 

Bunda memutuskan melanjutkan obrolannya besok saja, sepertinya Bila sangat beban untuk cerita sekarang. Bunda mengantar putrinya menuju kamar, walaupun sejuta tanda tanya ingin terlontar, Bunda sabar menunggu esok hari. 

Sampai di kamar Bila masih sesenggukan, ia kembali menangis dalam diam, seakan tidak ada semangat lagi untuk melanjutkan hidupnya. Diceraikan dalam pernikahan semalam, dan diperkosa oleh sahabatnya sendiri, sungguh kemalangan yang tidak bisa diterima dengan mudah. 

Keesokan paginya, Ayah begitu murka mendapati kabar putrinya semalam pulang dengan sangat kacau tanpa suaminya. Terlebih setelah mendengar penuturan istrinya, bahwa anaknya telah ditalak dalam semalam. Hatinya ikut berdenyut sakit mendengar putrinya dipermainkan. 

"Apa maksud kamu, Bila, coba ceritakan pada Ayah dan Bunda?" serbu Ayah tak sabar. 

"Maaf Ayah, tapi Mas Gema sudah menjatuhkan talak, karena .…" Bila nampak berat mengatakan apa yang menimpa dirinya. "Bila ternoda oleh adiknya," pasrah Bila akhirnya. 

Bunda dan Ayah terperangah bersama, syok pastinya dengan kejadian yang ada. Tak menyangka putrinya yang selalu dijaga mendapatkan kemalangan yang tak berarti. 

"Ini namanya penghinaan, seenak saja lepas dari pertanggung jawaban, bagaimana dengan kamu, tega sekali Gema membuangmu, Papa akan buat perhitungan. Bila perlu, Bisma harus menggantikan kakanya menikahimu, enak saja mereka berbuat seenak jidat!" murka Ayah menggebu. 

"Jangan Ayah, aku tidak mau ada keributan, Bila juga tidak mau menikah dengan Bisma, Bila hanya butuh waktu sendiri dulu," ucapnya sendu. 

"Kamu tenang aja sayang, Ayah hanya tidak suka cara keluarga itu bersikap, bagaimanapun ini tidak benar, seandainya melepasmu, seharusnya Gema mengembalikan ke Ayah dengan baik, apalagi ini jelas pencorengan nama baik keluarga dan tindakan amoral yang dilakukan anggota keluarganya, bagaimanapun Ayah tidak Terima putri Ayah diperlakukan secara tidak adil begini, kamu nelangsa sendirian, sedang mereka bahkan nyaris tidak peduli." 

Ayah dan Bunda mendatangi rumah besannya siang itu juga, mereka tidak terima anaknya pulang sendirian tanpa perasaan. Sampailah di hunian dengan cat berdominasi putih itu. Rumah yang lumayan megah dan besar. Namun, terlihat hampa tanpa kehangatan. 

"Silahkan duduk Pak, Bu." Mama Mita mempersilahkan, dengan Pak Han di sampingnya dan Gema yang nampak tenang di antara mereka. Sementara Bila sendiri tidak ikut, gadis itu masih syok dan sakit hati atas apa yang menimpa dirinya. Setelah belum genap satu hari menjadi istri harus berakhir dengan tragedi menyakitkan begini. 

"Kami keluarga sangat kecewa dengan tindakan nak Gema, mana tanggung jawabmu yang telah berikrar dihadapan Tuhan, ini sangat merugikan putri kami, terlebih dia sebagai korban dicampakan begitu saja." Tanpa basa-basi Ayah Bila langsung pada pokok masalahnya. 

"Mohon maaf atas kelancangan putra kami, Pak, semua diluar kendali kami, dan kami merasa gagal mendidiknya, saya pribadi merasa bingung dan sepakat menyerahkan keputusan ini pada anak-anak kami."

"Maaf, Ayah, Gema terlanjur kecewa dengan kenyataan yang ada, Gema tidak bisa melanjutkan pernikahan ini, takutnya malah akan menyakiti di antara kita," ucapnya sendu. 

"Kalau kak Gema tidak mau, biar aku yang bertanggung jawab." Bisma langsung menjawab dengan lugas dan jelas. 

"Ya, sebaiknya begitu, kamu telah membuat semuanya kacau, dan saatnya kamu mempertanggungjawabkan semuanya."

"Bila tidak mau menikah dengan Bisma!" suara melengking itu tiba-tiba hadir di tengah sidang keluarga. 

Part 3

Bila yang tadinya enggan datang, memutuskan untuk menyusul kedua orang tuanya. Walaupun sejatinya marah, namun Bila juga butuh ketegasan dari Gema dan ingin mendengar langsung penuturan dari mulutnya. Sakit, saat tetiba dengan lancar pria itu berucap kata yang sama, dengan tekad mengakhiri hubungan mereka. 

Rasa sakit dan benci itu bertambah nyata, tetiba Bisma dengan entengnya dengan suka rela menjadi gantinya. Dia pikir perasaan ini apa? Bisa dengan mudah berbelok setelah apa yang telah diperbuat padanya. Hanya kebencian yang tersisa untuk pria yang pernah menjadi sahabatnya itu. 

"Aku akan bertanggung jawab Bila, aku tahu kita tidak ada perasaan apapun, tapi kamu bisa belajar setelah kita menikah," jawab Bisma cukup tenang.

Cih! Bertanggung jawab katanya, dia pikir dengan kelakuannya yang kurang ajar, aku mau. Dasar brengsek!!

Bila mengumpat kesal, menyorot tajam ke arah netra pria yang menatapnya lembut penuh permohonan.

Sementara Gema sendiri memilih pergi dari ruangan itu, tak tahan melihat Bila yang terus menangis sama seperti dirinya yang hancur dan kecewa, tetapi memilih bersama begitu menyakitkan untuk diterima. Terlalu sakit, dan terlanjur kecewa dengan situasi yang ada.

Bila tidak peduli dengan musyawarah yang sedang berlangsung, perempuan itu malah mengejar Gema keluar, rasanya ingin menerjang tubuhnya dan membawa kepelukannya. 

"Mas, apa tidak ada ruang maaf di hatimu untukku, kamu perlakukan aku begini, itu sangat menyakitkan bagiku Mas, setelah semua yang kita lewati, kamu hanya mengukur dari segi selaput dara yang terenggut, kamu kejam dan tidak berperasaan," ucap Bila sendu, menumpahkan risalah hatinya yang menggebu. 

"Maafkan aku Bila, ini yang terbaik untuk kita, kalau diteruskan dan pada akhirnya aku tidak bisa melupakan apa yang menimpamu, bahkan merasa enggan menyentuh tubuhmu, bukankah itu malah akan menyakiti kita berdua. Ini terlalu sulit aku terima, di tubuhmu ada jejak adikku dan itu rasanya sakit."

"Tapi bukan aku yang menginginkan itu, aku ini hanya korban, kenapa kamu bersikap seolah-olah pernikahan kita hanya sebuah permainan. Aku korbannya, Mas!" Emosi Bila meledak, diiringi derai tangis yang begitu pilu. Ditatapnya pria tampan yang hampir seratus delapan puluh hari ini menemaninya, berusaha menemukan cinta di sudut matanya, namun, sepertinya memang telah memudar. Secepat itu, atau memang selama ini hanya bualan semua, sakit rasanya bagai pengemis status atas dirinya.

"Justru karena pernikahan ini bukan sebuah lelucon, aku lebih baik mengakhirinya, kalian itu 'kan pernah dekat semasa kuliah, tak pernah ada yang tahu hati seseorang, cuma aku sangat kecewa, kenapa ini harus terjadi pas di malam pernikahan kita, atau bahkan mungkin kalian sengaja, membuat aku bagai orang bodoh yang sengaja dicurangi."

"Kamu menuduhku?!"

"Bisa iya, atau bahkan tidak! Kalian pernah saling dekat, bukan hal yang sulit 'kan untuk kalian melakukan itu."

"Perkataanmu beropini menuduhku, seolah-olah aku melakukan dengan sengaja, kamu benar-benar bukan Gema yang aku kenal."

Kecewa, sakit, dan nestapa sendirian.

"Jalani hidupmu dengan tenang, kurasa cerita kita hanya sampai di sini," balas Gema sebelum melangkah menjauh, meninggalkan Bila dalam naungan pilu.

Takdir cinta kadang tak berperasaan, logika memang tak bertemu akal, ia akan memilih mana yang terbaik menurut versinya, entah itu menyakitkan atau bahkan ada kebaikan di dalamnya. Selalu ada khikmah di setiap ujian, entah itu apa, tapi yang Bila rasa saat ini, ia merasa begitu hancur. 

"Bila!" panggil Bisma lirih, pria itu mendekat. "Maafkan aku, Bil. Aku akan menebus dosaku," ucap pria itu sungguh-sungguh.

Bila malah terkekeh hambar mendengar ucapan Bisma, perempuan itu menatap nyalang dengan muka muak.

"Puas kamu! Atas dasar apa kamu meniduriku Bisma! Kamu menghancurkan semua mimpi indahku, jahat kamu! Sampai mati pun aku mengutuk perbuatanmu, aku benci, aku benci!" Bila meraung, seandainya membunuh seseorang tidak berdosa, ingin sekali Bila melakukannya pada pria itu. Bunda dan Ayah langsung menghampiri, mengamankan putrinya yang mengamuk.

"Maaf," ucapnya lirih, terdengar penyesalan yang begitu nyata, tapi tentu saja Bila tidak terima, maaf dari Bisma tidak akan merubah apapun.

Seminggu setelah kejadian naas itu, Bila hanya mengurung dirinya di kamar. Mungkin pandangan orang, Bila tengah menikmati bulan madu yang indah, nyatanya ia dihinggapi nestapa kehancuran. Trauma mendalam masih begitu dirasakan. Bunda menatap prihatin putrinya yang nampak murung. 

Ayah menyarankan Bila untuk mempunyai kesibukan, mungkin dengan beraktivitas di luar, kesedihan itu akan berkurang. 

"Bila butuh waktu sendiri Ayah, nanti setelah semua terasa membaik, aku yang akan menghampiri Ayah," ucap Bila disuatu pagi, saat mereka tengah sarapan bersama. 

Tidak baik memang meratapi nasib, hidup masih terus berjalan, biarlah cerita indah yang pernah terlewat bersama Gema menjadi kenangan. Walaupun masih tak rela melepaskan, tapi ia harus bisa bangkit dari keterpurukan yang menimpanya. 

Satu bulan Bila lewati dengan perasaan hancur. Hari-harinya ia lalui terasa lama. Namun, Bila cukup bersyukur ditemani keluarga yang begitu hangat memberi support. Bunda yang terus memberi dukungan semangat, serta Ayah yang selalu perhatian. 

Sudah semenjak dua hari yang lalu, Bila merasa begah, perut mual dan sedikit kliyengan. Ia juga hilang nafsu makan. Mendadak gadis itu menjadi gamang, mulai mengecek tanggal untuk masa periodenya. Stok pembalut yang tersimpan juga tidak berkurang, jelas ia mulai mencurigai tubuhnya. 

Siang itu, Bila pamit pada orang tuanya pergi dengan alasan bertemu dengan teman-temannya. Bunda tentu senang Bila mulai beraktivitas kembali, berharap bisa bangkit dan ceria lagi. 

Bila pergi dengan mobil sendiri, perempuan itu menepi di halaman mini market. Niatnya sih membeli testpeck tapi tak sengaja bertemu dengan Disya dan kedua anak kembar mereka. 

"Hai beb, sendirian?" tanya Disya menghampiri. 

"Eh, hai … iya, lo lagi ngapain di sini?" jawab Bila sedikit gugup. 

"Nih!" Disya menunjuk kedua anaknya dengan dagunya, "bocil minta es krim."

"Hallo sayang, makin embul aja nih pipi, mau dong es krimnya." Mendadak perempuan itu menyukai harum coklat yang biasanya tidak begitu ia sukai. Bila pun memutuskan untuk singgah dan duduk bersama sahabatnya di bangku depan.

"Lo nggak pa-pa? Lagi nggak enak badan kah, kelihatan pucet banget."

"Owh, nggak pa-pa kok, gue sehat, sedikit lelah karena kurang istirahat."

"Percaya sih, pengantin baru," ledek Disya yang entah kenapa terdengar pilu. Bila hanya menimpali dengan senyuman tipis.

Bila pikir, kisah Disya adalah yang paling erotis dalam hidupnya, menikah terpaksa dengan orang yang tidak ia cintai, walaupun berujung saling cinta. Tapi ternyata kisah hidupnya lebih miris, tanpa Bila sadari, mata perempuan itu mulai berkaca-kaca.

"Sayang, mainnya jangan jauh-jauh!" seru Disya mengamati putra dan putrinya. Sembari menikmati es krim, mereka memilih ngobrol sejenak untuk menumpahkan rindu. Kesibukan keluarga dan pribadi masing-masing, membuat tidak banyak waktu lagi mereka bersama.

"Sya, apa rasanya hidup dengan orang yang tidak kita cintai?" tanya Bila tiba-tiba. Disya menyorot bingung.

"Kok tanyanya gitu, yang pasti ... kesal lah, marah, kecewa, seraya ingin mati saja, emang siapa yang ngalamin hal kaya gitu?" Bila gugup sendiri mendapatkan lontaran balik.

"Nggak ada sih, tanya aja. Kamu hebat ya, bisa melewati itu semua dengan tegar."

"Berproses Bil, kamu tahu sendiri 'kan, kisah hidupku kaya apa, tapi alhamdulillah sejauh ini, Mas Sky selalu sabar dan setia."

"Kamu kok nanyanya gitu, bukankah kalian saling mencintai?" Sungguh Bila ingin sekali berkata jujur dengan apa yang menimpa dirinya, tapi terlalu aib untuk dibuka, memilih diam bukan berarti memaafkan, iya hanya ingin mencoba melupakan dan berdamai dengan keadaan.

"Anakmu main terlalu jauh Sya." suara yang mampir di telinga mereka, membuat kedua wanita seumuran itu mendongak bersama.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!