NovelToon NovelToon

Cinta Belum Selesai

BAB 1 : Tamu

Siang yang panas.

~Uh..! Jerawat ini selalu muncul diwajahku. Gerutuku sambil memencet jerawat di hidung.~

Tiba-tiba Papaku muncul.

"Hei gadis, jangan di pencet-pencet jerawatnya, bisa bolong kulit wajahmu nanti!" ujar Papa sambil berlalu melewati pintu.

Papa pasti sudah hafal dengan kebiasaanku.

Aku terdiam sambil mengamati cermin. Disana kulihat sosok diriku yang mulai jerawatan, tomboy dan mengenakan kaos plus celana pendek.

Kupikir wajar diusia remaja ini, saat usia menginjak tujuh belas tahun, jerawat mulai bermunculan karena hormon. Belum lagi mens datang yang selalu membuatku gerah bolak balik ke toilet untuk ganti pembalut.

"Gadis.., turun sebentar, ada yang datang," Mamaku memanggil dari bawah tangga.

"Iya sebentar Ma," jawabku.

Aku turun ke bawah dengan santai dan menghampiri Mama di dapur.

"Ada apa Ma?" tanyaku sambil melihat kompor yang sedang menyala.

"Itu ada tamu, kamu ajak ngobrol sana. Mama mau goreng donat dulu," jawab Mama.

"Siapa sih Ma?"

"Itu lho, yang pernah mampir ke rumah kita. Anak perantauan yang lagi dinas di kota ini," jawab Mama sambil mengambil toping donat di rak piring.

"Ayo sana, nanti kelamaan dia menunggu," perintah Mama.

Aku menuruti perkataan Mama dan langsung berjalan ke ruang tamu.

~Siapakah dia ?~

Saat berjalan keruang tamu, tiba-tiba tamu itu melihat dan menatap mataku.

Deg! Entah mengapa, kurasakan seperti ada yang bergejolak didalam hati.

"Hai..," dia menyapaku terlebih dahulu.

Aku bergegas duduk di kursi yang berhadapan langsung dengannya.

"Hai juga," jawabku sambil tersenyum. Terasa kikuk saat ia terus memperhatikanku.

"Kamu kelas berapa?"

"Masih kelas tiga SMA," aku berusaha rileks menanggapi pertanyaannya.

"Oiya, namamu siapa?" tanyanya lagi.

"Zanu," jawabku singkat, sambil melihat ada satu benda yang tergeletak di atas meja.

Oiya, entah mengapa aku tidak berani menatap matanya. Berlahan kurasakan keringat mulai mengalir, ini menandakan ada rasa cemas di dalam diriku. Entah kecemasan seperti apa yang dirasakan, aku belum tau.

"Aku Angga," dia memperkenalkan diri.

Sejenak suasana hening. Aku mulai gelisah dan sedikit grogi, bingung mau menanyakan apa lagi kepadanya.

"Itu pistol ya?" tanyaku sambil menunjuk benda yang berada di atas meja sedari tadi. Aku berusaha mencairkan suasana walau tidak tertarik dengan benda tersebut. Semua orang juga tau kalau itu adalah sebuah pistol.

"Iya,"

"Ada pelurunya?" tanyaku.

"Kosong,"

Dia membuka katup pada sarung pistol dan mengambil peluru. Lalu ia menunjukkannya kepadaku.

"Pelurunya tidak aku pasang,"

"Boleh aku lihat?" tanyaku sambil mengambil salah satu peluru ditangannya. Ku amati peluru itu dan berpikir, sepertinya peluru ini bagus untuk dijadikan liontin.

"Boleh aku minta satu?" tanyaku.

"Waduh, tidak boleh. Ini harus lengkap, panjang urusannya kalau nanti sampai hilang atau kurang," Ia mengambil peluru yang ada ditanganku.

Aku mengelak. Kulihat raut wajahnya berubah berharap, supaya aku mau mengembalikan peluru tersebut.

Aku beranjak dari kursi, peluru masih ada di dalam genggamanku. Entah mengapa aku ingin sekali melihat reaksinya. Belum lagi aku menjauh dari kursi, tiba-tiba Mama datang membawa nampan berisikan donat.

"Ada apa nih, Zanu mau kemana?" tanya Mama.

Aku diam.

"Kalian berdua abis membicarakan tentang apa?" tanya Mama lagi.

"Ini Ma, pelurunya aku ambil satu,"

"Jangan diambil Zanu. Kembalikan ya..," Mama terlihat sedikit panik.

"Nih, aku kembalikan. Maaf," ujarku sambil menyodorkan peluru dihadapannya.

Dia mengambil peluru ditanganku dan tersenyum.

"Ma, Zanu ke atas dulu ya," aku mau beranjak hendak menaiki tangga.

"Eitss.., nanti dulu, tolong ambilkan minum dan kita makan donat bersama-sama," perintah Mama.

~Waduh, bagaimana ini? Aku lagi malas mengobrol dengannya. Tapi kasihan Mama, sudah membuat donat dan rasanya tidak mungkin aku membiarkan Mama mengobrol berdua dengan tamu ini. Papa sedang sibuk dengan alat pancing di lantai atas. Kalau bukan aku yang menemani, siapa lagi ? ~

Aku beranjak ke dapur, mengambil teko kaca dan gelas yang ada di dalam lemari. Setelah mengisi teko dengan air, aku langsung membawanya dengan nampan menuju ke ruang tamu.

Kudengar Mama asik mengobrol, bercerita tentang kampung halaman Mama yang kebetulan sama dengannya. Kuletakkan nampan di atas meja dan menyusun gelas. Sambil mendengar Mama bicara, aku makan donat. Sekali-sekali dia melihat kearahku.

*********

Tidak terasa waktu berjalan sudah satu jam. Aku tidak mengobrol dan lebih memilih diam.

"Angga pulang dulu Bibi," tiba-tiba dia pamit.

"Cepat sekali pulangnya. Kapan-kapan mampir lagi ke sini Angga. Anggap saja rumahmu sendiri," jawab Mama.

"InsyaAllah Bibi," dia menyalami Mama. Aku masih saja diam, tapi tetap mengamati gerak geriknya.

Dia keluar menuju pintu depan dan langsung memakai sepatu.

"Senang berkenalan denganmu Zanu. Kapan-kapan kita mengobrol lagi," dia tersenyum kepadaku.

"Iya Bang," jawabku singkat.

Kemudian dia masuk ke dalam mobil dan aku bersembunyi di balik pundak Mama. Setelah mesinnya hidup, ia langsung pergi diiringi suara mobil yang sedikit berisik itu.

"Zanu, kenapa dari tadi kamu diam saja?" tanya Mama.

"Kan baru kenal Ma, Zanu juga gak tau mau bicara tentang apa. Zanu ke atas dulu ya Ma," jawabku sambil berlari kecil menuju tangga.

"Eitss.., tolong Mama bereskan gelas-gelas ini dulu. Sekalian bawa donat ini ke atas, mana tau Papamu mau," perintah Mama sambil berlalu menuju ke kamarnya.

"Baik Ma,"

Aku membereskan gelas, teko beserta nampan, lalu membawanya ke dapur. Setelah itu aku mengambil donat dan membawanya ke lantai atas.

Kulihat Papa sibuk menarik tali pancing di teras atas yang kebetulan bersebelahan dengan kamarku.

"Pa, ini ada donat buat Papa," ujarku sambil menyodorkan piring.

"Terima kasih nak gadis,"

"Zanu ke kamar dulu ya Pa," aku hendak beranjak dari teras menuju pintu kamar.

"Bagaimana tadi tamunya?" tiba-tiba Papa nyeletuk sambil mengambil donat.

"Tidak banyak yang kita bicarakan Pa, orangnya terlalu cuek," jawabku sekenanya.

"Yaa.., mungkin karena kalian baru kenal, jaga image dong," ujar Papa tersenyum lebar.

"Mungkin. Zanu takut lihat matanya Pa," aku teringat tatapannya tadi.

"Takut kenapa? Nanti kamu malah jatuh cinta, ha ha ha..," Papa menggodaku sambil tertawa.

"Ah Papa..," aku berjalan menuju kamar.

Aku menutup pintu kamar dan duduk sejenak di depan cermin. Kutatap lagi jerawat yang masih nangkring di hidung. Lalu teringat ucapan Papa barusan, tentang jatuh cinta.

~Apa perasaan tadi dinamakan jatuh cinta ya? Tapi apa bisa secepat itu ?~

Aku belum pernah merasakan apa itu jatuh cinta dalam hidupku. Dan aku juga belum mengerti apa artinya jatuh cinta?

~Ah entahlah, biarkan waktu yang menjawabnya.~

Aku naik ke atas kasur dan mulai memejamkan mata untuk tidur.

...****************...

BAB 2 : Mantan Pacar

Kringgg.. Kringgg..

Suara alarm berdering nyaring ditelingaku. Dengan cepat tanganku meraih jam weker yang ada di atas meja kecil dekat tempat tidur. Kutekan tombol off untuk mematikan alarm.

~Aduh, udah jam lima subuh. Aku sholat dulu ah..~

Eh, baru ingat adikku Zuri masih terlelap di samping. Kutarik selimut dan menepuk tangannya.

"Zuri, bangun.., ini sudah jam lima lho, sholat yuk," ajakku sambil menarik-narik kakinya.

"Hmmm.., masih ngantuk nih Kak, Kakak duluan saja," rengek Zuri masih dengan mata tertutup.

"Ayo! Nanti kita terlambat ke Sekolah," ujarku sambil menarik lagi kakinya.

Zuri diam dan melanjutkan lagi tidurnya. Aku bergegas keluar menuju ke kamar mandi untuk mencuci muka, gosok gigi dan wudhu.

Sekembalinya ke kamar, terlihat Zuri masih tidur.

Aku mengambil mukena dan sholat. Setelah selesai sholat, aku mulai mengecek buku satu persatu buat belajar hari ini di Sekolah.

Hampir saja lupa memasukkan baju olah raga ke dalam tas. Dan baru ingat, hari ini adalah hari terakhir olah raga karena akan menghadapi ujian akhir Sekolah.

"Zuri! Bangun dong, nanti aku telat ke Sekolah gara-gara nungguin kamu," ujarku sedikit marah.

"Hhmm.., iya kak," jawab Zuri dengan gontai, ia duduk sebentar dan berdiri menuju kamar mandi dengan jalan agak terseok-seok sambil menguap.

Aku turun ke bawah dan mendapati Mama sedang menyiapkan sarapan.

"Nak, adikmu belum bangun?" tanya Mama sambil jalan bolak balik dari dapur ke meja makan.

"Sudah Ma, lagi sholat," jawabku sambil membawa roti dan selai dari lemari dapur.

Aku melangkah menuju meja makan, terlihat di atas meja sudah tersedia susu dan teh hangat.

"Kamu mandi dulu sana, Mama mau bersiap-siap," perintah Mama.

"Baik Ma,"

Sudah menjadi kebiasaan Mamaku menyiapkan sarapan terlebih dahulu sebelum mandi.

Oiya, Papa Mamaku bekerja di salah satu instansi Pemerintah kota, di tempat kita tinggal saat ini. Jadi, rumahku kosong di saat semuanya berangkat kerja dan Sekolah. Hanya hari minggu saja kita bisa berkumpul bersama dengan waktu seharian penuh.

Aku menuju ke kamar dan terlihat Zuri sudah memakai baju seragam Sekolahnya.

"Kak, aku pinjam gelangnya ya," ujar Zuri sambil bergegas menuruni anak tangga.

Aku hanya diam saja dan beranjak ke kamar mandi.

Setelah selesai mandi dan berpakaian rapi, aku menarik tas dan turun ke bawah bergabung bersama Papa, Mama, Zuri di meja makan untuk sarapan.

Selesai sarapan, Mama mengantarkan kita berdua ke Sekolah, kebetulan aku dan Zuri Sekolah di tempat yang sama. Zuri kelas satu SMA dan aku kelas tiga.

Sesampainya di Sekolah, kita salam tangan Mama terlebih dahulu, lalu turun dari mobil. Aku dan Zuri langsung berjalan menuju ke kelas masing-masing.

~Untung saja belum telat.~

Jam pertama adalah pelajaran olah raga. Aku dan teman-teman sekelas berada di lapangan basket yang terletak di tengah gedung Sekolah.

Dengan perawakan tubuhku yang sedang, tidak semua bola basket bisa kumasukan ke dalam ring. Atau mungkin memang aku bukan ahli dalam bermain basket. Aku hanya bisa bermain badminton.

"Bagi yang sudah ikut memasukkan bola, boleh istirahat dulu sambil menunggu jam pelajaran selanjutnya," ujar Guru olah ragaku.

Aku beranjak ke kelas dan sedikit gugup saat melihat seseorang yang pernah menjadi pacarku dulu alias mantan.

Dia adalah Vincent, ia sedang mengobrol dengan salah satu temanku.

Kulihat sekeliling, mengapa teman-teman kelas lain ngumpul di sini? Padahal ini kelasku.

Kulihat Vincent beranjak pergi keluar kelas dan teman yang tadi mengobrol dengannya menghampiriku.

"Lagi bicara apa?" tanyaku sedikit kepo.

"Tidak ada. Cuma membahas PR yang diberikan Guru kemaren," jawab temanku.

"Ooo...,"

Di dalam hatiku masih ada rasa penasaran. Ingin rasanya bertanya banyak hal tentang Vincent ketemanku ini, tapi ada perasaan malu dan takut.

"Eh, kamu tau tidak. Dulu setelah kamu putusin Vincent, hampir setiap hari aku diantar pulang sama dia," ujar temanku.

"Iya, aku tau. Pernah sekali-kali lihat, memangnya kenapa?" rasa penasaranku bertambah.

"Dia cerita kepadaku, kalau itu sengaja, supaya kamu cemburu. Biar teman-teman menganggap kita pacaran tapi sebenarnya tidak. Sepertinya dia benar-benar suka sama kamu," jawab temanku.

Aku kaget! Sudah dua tahun berlalu semenjak aku memutuskan hubungan dengannya, tidak ada lagi berita setelah itu. Ternyata dia masih menyimpan rasa. Aku merasa bersalah, tapi ya sudahlah..

Sebenarnya aku suka Vincent. Tapi karena aku merasa kuper dengan cara pacarannya yang modern, aku mundur.

Aku merasa malu dan takut jika berjalan berduaan saja dengannya saat pulang Sekolah. Atau hanya sekedar untuk mengobrol. Tidak seperti lainnya yang enjoy dan luwes dengan pasangan masing-masing.

Vincent adalah cowok pertamaku. Hubungan kita hanya berjalan satu bulan. Kita juga jarang bertemu dan ngobrol berdua. Walau hubunganku bersama Vincent singkat, tapi perasaan itu masih ada.

"Zanu, kenapa kamu bengong?" tanya temanku.

"Ah, tidak..," aku kaget dan berusaha menghilangkan kegugupanku.

"Aku ke kantin sebentar, lapar..,"

Temanku berlalu berjalan keluar kelas.

"Oke,"

********

#flashback

Aku kembali mengingat masa-masa itu saat pertama kali bertemu Vincent.

Di mulai saat hari akhir ujian kelas satu SMA, Sekolah kita dikejutkan adanya tumbuhan bunga Raflesia. Lokasinya tidak terlalu jauh dari Sekolah.

Siang itu aku di ajak teman-teman untuk melihat bunga Raflesia, jalan kaki setelah pulang Sekolah. Aku mengiyakan ajakan tersebut, karena selain penasaran, hari itu ujian telah berakhir dan besoknya kita libur.

Aku berjalan bersama teman-teman sekelas, kita mengobrol dan tertawa bersama. Karena merasa lelah, aku berjalan pelan dan ketinggalan di belakang bersama temanku Ratna.

"Duh.., bagaimana nih, kakiku pegal Ratna. teman-teman bilang jaraknya dekat, gak taunya naik turun begini jalannya, jauh pula," gerutuku sambil memijit betis.

"Gak tau nih Zanu. Tinggal kita saja di sini, apa kita balik saja ya?" tanya Ratna sambil melihat sekeliling yang terlihat sepi.

Belum aku jawab pertanyaan Ratna, terdengar bunyi deru mesin motor menuju perempatan jalan tempat kita berhenti.

Terlihat ada tiga motor melaju pelan dan dua orang lainnya sedang berjalan kaki. Salah satu dari mereka, ternyata teman kelasku.

"Zanu!!" teriak temanku dari jauh.

"Iya Dice,"

"Ngapain kamu sama Ratna di sini? Apa mau melihat Raflesia juga? Kenapa kalian tidak jalan?" tanya Dice.

"Kita pikir tadi dekat, ternyata jauh. Ya istirahat sebentar. Bingung, mau lanjut jalan atau balik pulang," jawabku, sambil melirik ke salah satu cowok, yang sedari tadi melihatku terus dari atas motornya.

"Sstt.., eh, Dice. Kenalin dong temannya," ujar cowok itu ke arah Dice tanpa basa basi.

"Lho, masa kamu tidak kenal? Ini kan teman-teman dikelasku," ujar Dice dengan expresi kagetnya.

Aku lihat cowok itu tersipu-sipu malu.

"Aku tidak tau Ce, rasanya belum pernah lihat temanmu ini di Sekolah kita," jawabnya dengan nada penasaran.

"Ya iyalah, kamu sama genknya gak pernah mau masuk ke kelas kita. Malah aku terus yang ke kelas kalian, ya mana tau,"

"Zanu! Kenalin nih teman-teman aku dari kelas satu satu," Dice memperkenalkan kita.

Aku dan Ratna gugup, kita melihat ke arah Dice. Kita berkenalan. Dia menjulurkan tangannya terlebih dahulu kepadaku.

"Vincent," ucapnya sambil melihatku.

Aku menunduk sebentar dan sedikit malu. Kurasakan sesuatu yang ajaib saat ia melihatku. Tanpa ia sadari, tangannya mengenggam cukup lama.

~Ada apa dengan Vincent ?~

"Hei Vincent! Lama kali tanganmu itu, yang lain juga mau kenalan," ujar Dice sambil tertawa.

"Eh.., eh maaf," jawab Vincent gugup sambil menarik tangannya.

Semuanya tertawa melihat tingkah Vincent. Setelah semuanya berkenalan, kulihat Vincent menghampiri temannya yang bernama Bambang.

"Bang, kamu pakai motor aku. Aku jalan kaki ke sana sama Dice dan temannya, nanti kalian tunggu saja di lokasi," ujar Vincent.

"Oke.. Ayo Oki, Ferdo kita duluan," ujar Bambang sambil mengajak kedua temannya untuk bergegas dari sana sambil mengendarai motor Vincent.

"Lho, kamu mau jalan kaki ke sana Vincent ?" tanya Dice.

"Iya, biar bisa lebih dekat mengobrol sama Zanu," jawab Vincent sambil melirikku.

********

Selama dalam perjalanan, aku lebih banyak diam. Vincent berjalan tepat di sampingku, dia lebih banyak mengobrol dengan Dice dan sekali-kali dengan Ratna.

Sesampainya di lokasi, terlihat teman-teman Vincent sudah menunggu di sana. Ada banyak orang selain teman-teman Sekolahku di tempat itu, mereka antusias melihat bunga yang langka bisa tumbuh di daerah tersebut yaitu Raflesia.

Setelah puas melihat-lihat, aku dan Ratna pulang duluan. Saat pamit ke Dice, terlihat raut wajah Vincent yang kecewa, dia terus melihatku sampai sosokku hilang di perepatan jalan.

*******

#waktu sekarang

"Zanu!!" teriak Ratna.

Aku kaget dan hampir oleng mendengar teriakan Ratna. Seketika lamunanku buyar.

"Ada apa Rat, bikin kaget saja! Tidak usah teriak gitu," ujarku sedikit kesal.

"Itu.., adik kamu Zuri lagi sakit gigi, dia menangis di ruang UKS. Kamu ke sana gih," jawab Ratna dengan nada tak bersalah.

"Ooo.., thanks ya, aku ke sana dulu," ujarku sambil bergegas keluar dan berjalan menghampiri ruang UKS.

"Okey,"

*********

Setibanya di ruang UKS, aku baca salam dan masuk. Di sana sudah ada Guru yang mendampingi Zuri sedang merintih kesakitan.

"Kak, gigiku sakit, gusiku mulai bengkak. Aku mau pulang saja Kak," rengek Zuri sambil memegang pipinya.

"Iya Zanu, bawa saja Adikmu pulang. Dia segera di beri obat penghilang nyeri atau langsung periksa ke dokter gigi saja," ujar Guru menimpali sebelum aku menjawab ucapan Zuri.

"Oke Bu. Tapi izin aku bagaimana Bu, ini masih jam pelajaran olah raga," jawabku.

"Biar Ibu yang urus nanti, kamu ambil saja tas Zuri dikelas dan kamu tetap di sini sampai Kakakmu datang. Ibu mau ke ruang Guru, kalian langsung saja pulang," ujar Bu Guru.

"Baik Bu, saya ke kelas dulu,"

"Oke. Lekas sembuh ya Zuri,"

Zuri mengangguk.

Bu Guru berjalan keluar dari ruang UKS. Sedangkan aku pergi menuju ke kelas Zuri.

Saat sudah berada di kelas Zuri, aku mencari tasnya kesana kemari, karena aku tidak tau Zuri duduk di mana.

Kulihat tas berwarna ungu muda bertengger di kursi bagian sudut belakang. Aku langsung mengambil tas Zuri dan sempat menoleh keluar jendela sebentar mencari ketua kelasnya, sosok itu tidak aku temukan.

Ternyata saat yang bersamaan, kelas Zuri juga ada jam olah raga. Semua teman-temannya berada di luar kelas.

Aku keluar dan mau menuju kekelasku dengan tergesa-gesa. Tanpa sengaja aku menabrak Vincent.

Aku kaget! Dengan reflek Vincent memegang dan menarik tanganku. Seketika aku diam dan termangu melihat wajahnya yang tepat berada di depanku.

Deg...! Entah mengapa terasa jantungku berdegup kencang.

"Hati-hati, untung kamu tidak jatuh," ujar Vincent pelan dan lirih. Terlihat di dalam manik matanya, ada bias kerinduan di sana. Ya, dia masih memiliki perasaan itu kepadaku.

Tiba-tiba Vincent melepaskan tanganku dan berjalan menjauh. Tanpa menunggu dulu reaksiku atau sekedar ucapan terima kasih.

Aku hanya terdiam melihatnya pergi menjauh. Kutepis segera kejadian barusan, teringat Zuri sedang menunggu di ruang UKS. Aku tidak mau dia menunggu lama menahan sakit di sana.

Aku bergegas menuju ke kelas dan mengambil tas.

"Kamu mau kemana Zanu?" ujar Ratna.

"Mau mengantarkan Zuri pulang, izinku di urus Bu Yossi. Aku duluan ya," jawabku sambil berjalan menuju pintu keluar.

"Sip.., cepat sembuh Adikmu Zuri," teriak Ratna.

"Ya,"

Aku dan Zuri akhirnya pulang. Sepanjang perjalanan, aku memikirkan Vincent.

...****************...

BAB 3 : Apa Ini Dinamakan Cemburu?

Hari sabtu ini terasa berat untukku.

Zuri sudah berobat ke dokter gigi. Dokter menyarankan, nanti giginya di cabut setelah gusi tidak bengkak dan tidak merasakan sakit lagi.

Gigi Zuri bagian bawah belakang sudah berlubang besar. Jikapun di tambal, itu hanya bertahan sebentar dan akan merasakan sakit kembali.

"Zanu," panggil Mama.

"Iya Ma.., ada apa?" jawabku dari ruang keluarga.

"Hari ini Mama ada undangan dari kantor, makan bersama di luar. Lauk makan siang ada dalam lemari dapur dan jangan lupa cek keadaan Adikmu. Papa bentar lagi pulang,"

"Baik Ma,"

Kulihat Mama sudah berpakaian rapi, mengenakan baju tunik berwarna hijau. Hari ini Mama kebetulan cepat pulang karena Mama ada acara kantor di luar dan bisa antar Zuri ke dokter gigi tadi sebelum pergi.

Mama menunggu jemputan teman-teman kantornya yang menggunakan mobil dinas di teras depan.

Tak berapa lama, jemputan Mama datang dan langsung berangkat menuju lokasi acara.

********

~Hari ini aku mau ngapain ya?~

Kulangkahkan kaki menuju tangga ke lantai dua. Di kamar, terlihat Zuri sedang tidur nyenyak.

Kasian tadi dia merintih kesakitan karena giginya yang berlubang. Aku membuka laci meja belajar dan menarik keluar sebuah buku diary berwarna biru.

Sudah begitu lama diaryku ini tidak ada coretan cerita terbaru.

Sekilas aku ingat kejadian tadi pagi yaitu bertemu dengan Vincent! Yup, aku mulai kembali memikirkannya.

Aku bergegas mengambil pulpen dalam kotak di atas meja dan mulai menuliskan cerita tadi di diary biru ini. Aku tidak ingin melewati moment tadi begitu saja. Walau sebenarnya dihati kecilku itu hal biasa.

~Entahlah, ada apa dengan rasaku saat ini. Apa sudah tergantikan dengan hal lain?~

Setelah menulis di diary, aku merasakan kantuk dan bergegas menuju tempat tidur.

Aku langsung tidur di samping Zuri.

********

"Zanu, turun sebentar," panggil Mama dari bawah tangga. Ternyata Mama sudah pulang.

Aku kaget dan langsung duduk. Ternyata aku sudah tidur dari tadi siang. Jam di dinding menunjukkan sudah pukul empat sore.

"Iya Ma, sebentar," jawabku sambil berjalan sedikit linglung menuruni tangga.

"Ada apa Ma?" tanyaku.

"Cuci mukamu dan ganti baju, ada tamu di bawah. Nanti kamu gantikan Mama buat ngobrol, Mama mau siapkan cemilan dan minuman dulu,"

"Baik Ma,"

~Siapa sih bertamu jam segini? Menganggu saja.~

Aku bergegas ke atas dan mencari baju yang pantas untuk dikenakan.

Aku mengambil celana pendek dan baju kaos. Lalu cuci muka, memoles bedak di wajah tipis-tipis dan menggenakan baju yang sudah kusiapkan tadi.

Aku berlari kecil menuruni tangga dan langsung menuju ruang tamu.

Aku terperangah sesaat melihat sosok yang baru kukenal kemaren. Dan terlihat disebelahnya ada cewek cantik.

Deg! Jantungku berdegup cepat dan terasa sedikit nyeri. Aku tidak tau mengapa bisa seperti itu.

"Bibi ke dapur dulu ya Angga, ngobrol sama Zanu sebentar," ucap Mama langsung berjalan menuju dapur.

Dia tersenyum. Dan dia menatap mataku lagi, refleks kualihkan pandangan ke lantai. Entah kenapa aku masih saja tidak sanggup menatap mata itu dan terasa ada ketakutan dalam hatiku.

"Zanu, kenalkan ini teman Abang," ujarnya tiba-tiba membuyarkan lamunanku.

"Kartika," ucap cewek yang disebelahnya langsung berdiri sambil menjulurkan tangan kehadapanku.

"Zanu," aku ulurkan tangan dan menyambut salamnya.

Aku langsung duduk di kursi dengan gaya sekenanya. Berusaha santai dan rileks, padahal sebenarnya bingung mau membicarakan apa di depan mereka.

"Bagaimana Sekolah Zanu hari ini?" tanyanya memulai percakapan.

"Hari ini cepat pulang, menemani Zuri ke dokter gigi. Giginya lagi sakit," jawabku.

"Sekarang sudah tidak sakit lagi?"

"Gak lagi,"

Tiba-tiba Mama datang membawa nampan berisi cemilan, gelas dan sirup dingin dalam teko bening.

~Untunglah Mama cepat ke sini.~

Sekali-sekali aku lihat dia menatapku. Aku tidak peduli, tapi entah mengapa aku merasakan nyeri itu lagi.

"Ayo di minum, cemilan ini Bibi pesan, katanya penjualnya enak, di coba saja. Jangan malu-malu," ujar Mama sambil duduk disebelahku.

Dia tersenyum ke Mama. Kulihat dia memberikan cemilan ke ceweknya dan mereka tersenyum. Melihat adegan itu, hatiku terasa panas.

"Zanu, kenapa kamu diam?" bisik Mama ditelingaku.

"Tidak ada Ma, Zanu mau ke atas dulu, mau sholat," jawabku.

"Sekalian bangunkan Zuri, suruh mandi dan sholat. Biar segar," perintah Mama.

"Baik Ma,"

Aku bergegas beranjak dari sana, sekilas kulihat expresi wajahnya, ada raut sedikit kecewa. Sesampai di kamar, aku tidak langsung membangunkan Zuri.

Aku duduk dan menatap ke cermin. Tiba-tiba teringat cewek tadi yang ada didekat Abang.

~Cewek itu terlihat cantik, anggun dan berambut hitam panjang. Kenapa ya aku tidak menyukai cewek itu berada didekatnya?~

~Apa aku cemburu? Tidak! Aku bukan siapa-siapanya dia dan baru saja kukenal. Tidak ada hak aku untuk cemburu. Oh Tuhan.. Rasa apa ini ?~

"Kak! Ada apa? Dari tadi aku perhatikan diam saja menatap cermin," ujar Zuri tiba-tiba.

"Ya Allah.. Kamu bikin kaget saja Zuri!" jawabku ketus.

"Lha, ditanyain gak di jawab, malah marah,"

"Sudah, lupakan saja. Kakak di suruh Mama buat bangunin kamu, segera mandi dan sholat,"

"Oke..,"

Aku masuk ke kamar mandi dan wudhu. Lalu sholat Ashar. Setelahnya, teringat diary di laci meja. Aku menuliskan kalimat cemburu kah aku ?" dalam diary biru.

"Kak, siapa sih di bawah? Sepertinya ada tamu," tanya Zuri.

"Itu yang kemaren, pernah ke rumah kita anak perantauan yang lagi dinas di sini,"

"Polisi itu ya?"

"Hooh..! Sudah, kamu cepetan sholat, nanti waktunya lewat"

Aku turun lagi ke bawah, tapi menuju ruang keluarga. Aku ambil remote tv dan menyalakannya.

Ada film favoritku lagi tayang yaitu Marimar. Yang diperankan oleh artis cantik Thalia dari Mexico. Telenovela ini sudah ditayangkan di Indonesia dari awal tahun 2000.

Terdengar dari ruang tamu, dia pamit ke Mama hendak pulang. Aku mengintip di balik dinding pembatas ruangan.

"Tidak sekalian malam minggu nih?" tanya Mama.

"He.he.he.. Bibi," jawabnya dengan senyum malu-malu.

Mereka berdua salaman dengan Mama dan pergi dengan mobilnya yang masih saja berbunyi berisik itu.

Aku menghampiri Mama, sambil mencomot cemilan di dalam toples.

"Tamunya sudah pulang Ma?" tanyaku pura-pura tidak tau.

"Sudah. Zanu kenapa lama benar di atas, jadinya Mama yang ngobrol sama mereka,"

"Tadi Zanu sekalian bikin PR Ma,"

Aku terpaksa berbohong ke Mama, maaf ya Ma.

"Lain kali, kalau ada tamu ke rumah kita, kamu gak boleh cuek atau diam begitu saja. Nanti dikirain orang, keluarga kita malas terima tamu. Ingat itu," ujar Mama tegas.

"Baik Ma,"

"Sekarang bantu Mama beresin gelas-gelas kotor di atas meja tamu,"

"Siap Bos..,"

Aku langsung membersihkan meja tamu dan membawa gelas kotor ke dapur.

Hari ini sabtu, malam minggu. Hari yang selalu sama dari waktu sebelumnya yaitu sendirian dan dipastikan tidak akan ada kencan. Hiks...

...****************...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!