NovelToon NovelToon

King Haidar

Parasit

Ingat ya! untuk 18+

***

Di ruangan yang tidak luas, dengan pencahayaan temaram, seorang laki-laki yang baru saja beranjak dewasa sedang asik memainkan mercusuar kebanggaannya. Tangannya dengan lihai memberikan pijatan yang mengenakkan untuk mencapai sebuah kenikmatan yang hakiki.

"Uuhhh... yyaahhh..." suara pekikan seorang wanita terdengar nyaring, begitu sangat menggoda bagi siapapun yang mendengarnya, terutama kaum adam. Sudah pasti!

Desaahan yang saling bersautan membuat gairrah pria itu terus menerus memacu si mercusuar. Tangannya bergerak, sedangkan kedua matanya tertuju pada layar tipis di depannya. Menikmati bintang film yang tak biasa sedang memperagakan adegan tak senonoh.

"Arrggghhhh.." errangan panjang yang melegakan akhirnya terdengar juga, setelah sekian menit, pertanda sebuah kenikmatan telah tergapai.

"Shitt!" umpatnya kesal sembari meraih sekotak tisu, untuk membersihkan tangannya yang terkena lahar. "Bangsaattt lu Ali!" pria itu bernama King, yang tengah mengumpati temannya, Ali. Teman lama yang baru seminggu lalu ia temui kembali.

King tidak mungkin melakukan hal yang menggelikan kalau tidak ada sebabnya. Setengah jam yang lalu, Ali dengan tak beradab mengirimkan rekaman suara padanya. Suara yang mendengarkan kegiatan Ali dan istrinya, tentu kegiatan layaknya suami-istri lakukan jika di dalam kamar.

King yang tak memiliki otak suci, tentu saja terbakar oleh suara laknut itu. Hingga membangunkan sesuatu yang sudah lama tidak bereksperimen. Bukan otaknya saja yang tak suci, mercusuar nya pun sama, sudah sering di gunakan pada sang mantan kekasih. Mantan kekasih yang sudah membuat hidupnya kacau balau. Kehilangan segalanya, bahkan nama besarnya.

Suara pintu terbuka membuat King bergegas membereskan kekacauan yang ia buat. Membuang tisu yang berserakan di lantai, mematikan smart TV yang masih menayangkan dua insan bertelanjnang.

"Aman." pria itu sudah masuk ke dalam kamar mandi. Jika telat sedikit saja, sudah dipastikan gadis yang ia tumpangi akan melihat kegiatan absurd nya.

Dua bulan yang lalu, ketika ia di usir oleh ayah kandungnya, King tak sengaja bertemu dengan gadis bernama Cilya. Pertemuan yang sangat menguntungkan bagi King, hingga memanfaatkan kebaikan gadis polos itu.

King keluar dari kamar mandi dengan santai, seperti tak terjadi apapun di rungan itu. "Udah pulang lu?"

Gadis berpenampilan sederhana dan berkacamata itu hanya mengangguk. Lalu meletakkan dua nasi bungkus yang ia beli di restoran sederhana saat di jalan pulang.

"Ck, nasi padang lagi, nasi padang lagi!" dengan tak tau malunya ia mengeluh, padahal King hanya tinggal makan saja, tanpa harus mengeluarkan uang sedikit pun.

"Uang ku sisa sedikit. Harus berhemat." ucapnya. Meski King sangat menyebalkan, namun gadis itu masih saja membiarkan King bertingkah sesuka hati.

"Bukannya elu abis gajian ya? jangan boongin gue, Cilya!"

"Iya, tapi gaji seorang guru TK cuma sedikit. Aku harus berhemat, apalagi ada kamu--" Cilya tidak berani melanjutkan kalimatnya, takut jika King akan marah padanya.

"Udahlah gue laper!" King tak mau membahas lebih lanjut, perutnya sudah keroncongan meminta segera diisi. Tidak ada meja makan, King duduk di sofa yang tersedia. Sofa panjang dan single yang mempunyai banyak fungsi. Untuk bersantai, menerima tamu, dan juga makan.

Cilya ikut duduk di samping King. Memperhatikan King makan dengan lahap, sesekali ia membenarkan letak kacamata tebalnya.

"Apa lu liat liat! gue ganteng kan?" ucapnya jumawa. Seandainya saja ia memiliki uang, tidak mungkin akan bertahan hidup satu atap dengan gadis super culun seperti Cilya.

Cilya langsung menundukkan kepalanya, gadis itu di buat malu karena telah kepergok memandangi wajah tampan King. Dua bulan hidup bersama dengan pria tampan membuat hari-hari Cilya lebih berwarna. Sikap King yang menyebalkan tidak membuat Cilya kesal hati. Gadis itu sudah sering mendapatkan perlakuan buruk dari orang terdekatnya, lebih dari apa yang King lakukan padanya. Menurut Cilya, King termasuk pria yang baik hanya saja mulutnya yang tak berfilter. Terbukti jika selama tinggal bersama King, Cilya tidak mendapat pelecehan ataupun kekerasan dari King.

"Sudah ada kabar dari mas Ali?" Cilya memberanikan diri menanyakan pekerjaan udah King yang di janjikan oleh Ali.

King menghentikan kegiatan makannya. "Apa maksud lu nanya gitu? lu pengin gue cepet cabut dari sini? lu gak mau tanggungjawab lagi?" padahal waktu itu Cilya tidak benar-benar menabrak King. Pria itu terjatuh tepat di depan mobil yang Cilya kendarai. Tetapi King selalu mengungkit pertanggungjawaban pada Cilya.

"Salah lagi, padahal cuma tanya." Cilya serba salah kalau berbicara dengan King. "Bukan begitu, aku kan cuma tanya." Cilya.

"Besok gue baru dateng ketempat si Ali." satu minggu yang lalu, tak sengaja King bertemu dengan teman pesantrennya dulu. Ali memiliki usaha agen trevel bus pariwisata. Dan King akan melamar pekerjaan sebagai pemandu wisata.

"Semoga berhasil." ucap Cilya menyemangati.

"Gue butuh baju dan sepatu baru." ucap King. Pria itu meninggalkan rumah tanpa membawa apapun, termasuk pakaiannya. Hanya satu pakaian yang saat itu melekat di tubuhnya. Dengan baik hati Cilya memenuhi semua kebutuhan King selama tinggal di apartemennya, menguras sisa tabungannya.

"Nanti aku belikan, tapi bukan baju bermerk." ucap Cilya.

"Mau gimana lagi." King tidak protes seperti pertama kali Cilya membelikan pakaian distro dulu.

"Kalo beliin baju buat gue, sekalian elu beli baju baru sendiri yang kekinian. Jangan kedodoran gitu. Kayak orang orangan sawah aja!" dasar mulut King yang tidak tahu diri, menghina sesuka hati pada gadis yang tulus menolongnya.

Cilya membenarkan letak kacamatanya. "Baju ku masih bisa di pakai."

"Ck! susah kalo ngomong sama orang yang lahir di jaman sebelum Masehi!" King menggelengkan kepalanya tak percaya. Di jaman modern saat ini, masih ada gadis yang berpakaian seperti Cilya.

Tidak mau mendengar cemoohan King lebih lama, Cilya memutuskan untuk masuk ke kamarnya. "Ini apa?" tanya Cilya bingung, ketika tangan gadis itu menyentuh sesuatu yang kental di sofa tempatnya duduk.

King menelan salivanya, gugup harus menjawab apa. Tidak mungkin memberitahu bahwa yang Cilya aebruh adalah sisa kenikmatannya. "Emm.. itu, bukan apa-apa!"

"Tapi kok lengket." Cilya ingin mengendus tangannya. Dengan cepat King menampik tangan Cilya.

"Gak usah di cium! cuci tangan sana." Cilya menatap King, merasa ada yang aneh. "Gue bilang cuci tangan, ya cuci tangan Cilya!"

"Iya.. iya.. ini mau cuci tangan." Cilya menurut. Untung saja Cilya tidak mempunyai pengalaman dalam hal itu. Sehingga mudah King kelabui.

"Aku mau mandi." ucap Cilya. Tubuhnya sudah lengket, ingin segera membersihkan diri.

"Terus?" King. Biasanya Cilya akan memanfaatkan waktu untuk mandi ketika King berada di dalam kamar. Kamar mandi di apartemen itu hanya satu dan letaknya ada di luar, bukan di dalam kamar.

"Kamu ke kamar dulu." ucapnya malu.

"Ck! gue gak bakal on ama elu!" ucap King. Cilya tak mengindahkan ucapan King. Gadis itu tak pernah mengharapkan sesuatu yang lebih dari King. Cilya cukup tau diri. Dirinya yang buruk tidak mungkin bersanding dengan King yang tampan rupawan. Berdekatan dengan King saja, sudah membuat Cilya senang untuk menjalani hidup.

Bersambung...

Parman Suherman?

Cilya Intania, gadis malang yang memutuskan pergi dari rumah, memberanikan diri hidup mandiri meninggalkan ayahnya, keluarga satu-satunya yang tersisa. Ibunya sudah meninggal dunia sewaktu ia masih duduk di bangku sekolah dasar. Menjadi anak tunggal membuat Cilya dilimpahkan kasih sayang oleh ayahnya. Apapun yang Cilya inginkan, ayahnya akan menurutinya.

Hingga akhirnya ayahnya memutuskan menikah kembali enam tahun yang lalu. Membawa ibu tiri serta kakak tiri untuk nya. Kehidupannya mulai tidak berjalan semestinya. Kasih sayang dari ayahnya perlahan berkurang, Ayahnya lebih memperhatikan istri dan anak sambungnya.

Tanpa ayahnya ketahui, Cilya mendapatkan perlakuan buruk dari ibu dan kakak tirinya. Bukan ayahnya saja yang berusaha mereka rebut. Harta yang seharusnya Cilya miliki pun di kuasai mereka. Hinaan, makian dan perilaku kasar lainnya menjadi makanan Cilya setiap hari.

Ayahnya terlihat bahagia, selalu tersenyum jika bersama istrinya, Cilya tak sampai hati mengadu dan menghilangkan kebahagiaan ayahnya. Biarlah dia yang pergi menjauh. Asal ayahnya mendapatkan kebahagiaan.

Cilya melebarkan senyuman nya ketika ia keluarga dari toko baju yang tidaklah besar. Hari ini Cilya rela menguras isi kantongnya untuk membelikan pakaian untuk King. Sebentar lagi King akan mulai bekerja. Cilya memaklumi jika King memang butuh beberapa pakaian untuk bekerja, dan dengan senang hati Cilya memberikannya pada King.

Gaji sebagai guru Taman Kanak-kanak tidaklah seberapa, Cilya masih selalu menggunakan uang yang di berikan ayahnya setiap bulannya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Harusnya uang yang di berikan ayahnya sangatlah cukup, tapi karena Cilya harus menanggung biaya hidup King yang tidak mau sederhana membuat uangnya selalu habis.

Cilya tahu, jika King hanya memanfaatkannya saja. Tapi entah kenapa Cilya tidak mempermasalahkannya, justru senang King hadir dalam hidupnya.

Cilya menyerahkan kantung plastik berlogo toko baju tempat ia belanja pada King yang sedang memakai sepatunya. "Ini, tadi aku mampir ke toko membelikan baju untuk mu."

King menerimanya, lalu melihat pakaian yang Cilya beli. "Lumayan, gak norak." ucapnya. King memicingkan sebelah alisnya, merasa heran. Sudah dua kali Cilya membelikan pakaian untuk nya. Pakaian yang Cilya pilih lumayan, sesuai dengan fashion anak muda masa kini. Tapi kenapa ia tidak bisa memilih pakaian untuknya yang lebih kekinian? Baju kedodoran selalu melekat di tubuh Cilya. Tidak satu pun Cilya memiliki pakaian yang sedap di pandang oleh mata King.

"Bagus deh, berarti mbak nya tadi pinter pilihinya." ucap Cilya.

"Ohh.." bibir King membulat. Ternyata buka Cilya yang memilihnya, melainkan SPG yang bekerja di sana.

"Aku jalan, pinjem mobil!" kata King. Cilya memberikan kunci mobilnya pada King.

"Hati-hati. Kamu pulang jam berapa?" tanya Cilya.

King menghentikan langkahnya, lalu berbalik. "Pake nanya! gak usah tanya deh, kedengeran elu kayak bini gue jadinya." kesal King.

"Iya maaf." sebenarnya Cilya bertanya untuk memastikan King akan makan malam di rumah atau tidak. Cilya akan menyiapkan makanan jika King pulang sebelum jam makan malam.

"Gue pergi." pamitnya. Lalu berucap kembali ketika sadar dirinya tidak memegangi uang. "Bagi duit buat pegangan." Satu lembar uang berwarna merah Cilya berikan. "Kurang, satu lagi." ucap King.

"Tengkyuu!" senyum yang mengembang di bibir King terlihat, membuat hati Cilya merasa senang.

***

"Elu beneran udah melarat?" tanya Ali tak percaya. Setaunya, King adalah anak orang kaya, keturunan keluarga Haidar yang sangat tersohor di dunia kalangan bisnis. King hanya mengangguk.

"Kok bisa?" Ali masih penasaran.

"Panjang ceritanya." King malas untuk menceritakan kenangan paitnya.

"Gak cerita, gak gue kasih kerjaan nih." ancam pria yang mempunyai darah Arab itu.

"Eh.. bangsaat! belagu banget lu." kesal King. "Gue tau elu cuma modal ***** doang kan? yang kaya itu bini lu!" King tau sedikit tentang Ali, anak yang di hasilkan dari pernikahan kontrak ibunya dengan warga negara asing. Kemudian di campakkan begitu saja oleh ayahnya ketika kembali ke negara asalnya.

Kedua pria itu memang alumni pondok pesantren yang sama. Tapi perilaku mereka berdua tidak mencerminkan anak yang soleh. Dulu King dan Ali selalu kompak, kabur-kaburan dari pesantren karena tidak betah. Alhasil hanya satu setengah tahun saja mereka bertahan di pesantren.

"Bacott lu!" Ali meninju pundak King. "Tapi emang bener sih.." Ali pun tergelak, membenarkan ucapan King. "Untung aja muka gue ganteng, jadi bisa ngerubah nasib." berhasil menikahi janda kaya membuat Ali meninggalkan kehidupannya yang susah. Nyatanya harta peninggalan ayahnya tak seberapa. Habis untuk kebutuhan hidup sehari-hari. Apalagi ibunya hanya mengandalkan harta tersebut, tidak berniat untuk bekerja. Menikah lagi pun tak ada yang mau, maklum bekas orang Arab susah cari penggantinya.

"Terus gimana nih, kapan gue bisa langsung kerja?" tanya King serius. Tak memegang uang membuatnya jengah juga. Dia harus cepat-cepat mendapatkan uang.

"Mulai besok. Elu dateng ke kantor, terus di training dulu. Abis itu lu bisa langsung ke TKP."

"TKP apaan? elu nyuruh gue jadi detektif?" King.

"Begok lu. Maksud ngue elu bisa langsung kerja di lapangan!"

"Oh.."

"Lusa, lu siap-siap ke Jakarta. Jadi pemandu buat anak SMA yang mau study tour." ujar Ali memberitahu pekerjaan pertama King sebagai pemandu wisata anak sekolahan.

"Ngoceh doang mah gampang! Tapi gak ada tempat yang lain apa? selain Jakarta?" King malas kembali ke kota itu. Pergi ke sana mengingatkan kembali keluarga nya yang sudah tega membuangnya, terutama ayahnya.

"Ck! elu gak bakal ketemu siapa pun. Jakarta itu luas bro." ucap Ali seakan tau apa yang di pikiran King.

"Iya deh.."

"Mana identitas lu? KTP dan lain-lain." Ali meminta kartu Identitas King sebagai syarat bekerja di perusahaan milik istrinya.

"Parman Suherman? bwahh hahhaha..." tawa Ali meledak ketika membaca nama di kartu Identitas King. Fotonya memang memakai wajah King tapi identitas lainnya bukanlah milik pria itu. "Gokilll!" Ali tertawa terbahak-bahak sampai memegangi perutnya.

"Sial lu!" King tak bisa mengelak, memang itu lah yang harus ia lakukan jika di pertanyakan tentang identitasnya. Tidak boleh memberitahu nama aslinya.

Dua minggu setelah kepergian nya. Orang suruhan Arsen (daddynya) tiba-tiba datang. King pikir para pengawal di perintahkan untuk menjemputnya, karena Arsen berubah pikiran, tak sampai hati mengusir putranya. Sialnya mereka datang bukan untuk menjemputnya, melainkan memberikan identitas baru. Entah bagaimana caranya Arsen bisa memanipulasi semuanya. Yang King tahu, nama Parman Suherman itu adalah nama supir pribadi keluarga nya.

"Suherman apa Superman nih?" Ali tak hentinya mengejek King. "Gila gila gila! bokap lu niat banget ngusir lu!"

"Bangssatt lu!"

Bersambung...

Karena Camelia

Camelia, nama wanita yang menyebabkan King terusir dari keluarganya. Wanita itu berhasil mengelabui King, memanfaatkan cinta tulus dari pria itu. Mengambil alih kepemilikan tiga cafe milik Arsen yang susah payah daddy nya kembangkan dari nol, serta apartemen mewah, dan sudah berapa banyak uang yang King keluarkan untuk menghidupi Camelia, cinta pertamanya.

Perusahaan warisan grandpa nya nyaris disikat habis oleh Camelia, untungnya masih bisa di selamatkan. Cinta memang membuat King buta dan hilang akal. Jauh-jauh menyusul cinta pertamanya ke Jerman, malah tertipu habis-habisan oleh wanita itu. Sungguh menyedihkan!

Keputusan Arsen mengusir King dari keluarga nya, semata-mata untuk memberi pelajaran pada putranya agar lebih menghargai arti hidup serta menjadi lebih mandiri.

"Sayang, sampe kapan kamu mau ngambekin aku terus?" kepergian putranya membuat Lisa menjadi pendiam. Kesal dengan keputusan Arsen yang menurutnya keterlaluan. Apalagi King pergi dari rumah tidak membawa apapun. Sebagai seorang ibu, pasti mengkhawatirkan anaknya, sudah makan apa belum? tidur di mana? apakah keadaannya baik-baik saja?

"Kamu tega mas, ngusir anak kita!" ucap Lisa. Menghubungi putranya untuk menanyakan kabar pun tak bisa.

Arsen menghembuskan nafasnya kasar. "Anak itu memang harus di hukum. Biar tau susah senang menjalani kehidupan!" selama ini King di berikan fasilitas yang mewah darinya, tidak tahu apa itu arti kesusahan. Mungkin karena itu, King dengan mudah menghamburkan hartanya tanpa berpikir dua kali.

Sebejad-bejadnya Arsen dulu, pria itu pandai dalam mengelola bisnis. Otaknya encer untuk menambah pundi-pundi uang. Pekerja keras! tidak hanya tau caranya untuk menghamburkan uang, tapi pintar juga dalam mencari uang. Sangat berbeda dengan putranya itu.

"Tapi gak perlu di usir juga! aku kesel mas sama kamu!" seru Lisa.

"Ck! iya deh gak papa kesel sama aku." ucap Arsen dengan santai. "Ntar malem juga bakal luluh lagi kalo aku garap!" begitulah Lisa. Siang akan memarahi suaminya karena teringat dengan putranya, tapi kalau malam akan luluh dengan jurus andalan Arsen.

***

Cilya menyiapkan sarapan untuk dirinya dan King yang hari ini mulai bekerja. Gadis itu dengan telaten menata sandwich buatannya dan memberikannya pada King. "Ini, makanlah." perlakuan Cilya sudah mirip layaknya seorang istri yang melayani sang suami.

"Ambilin gue susu." King menerima sandwich itu dan memakannya, lalu seenaknya menyuruh Cilya mengambilkan segelas susu untuk nya.

"Gak minum orange juice?" biasanya King akan meminta orange juice sebagai pelengkap sarapannya. Meski tak punya uang, King masih dalam kebiasaannya. Tak bisa merubah sedikit pola makan mewahnya ke yang sederhana. Disini Cilya yang mempunyai uang, tapi gadis itu yang harus berhemat pula. Sarapannya pun hanya telur ceplok biasa, terkadang nasi goreng.

"Gak!" jawabnya singkat. Cilya menurut saja, mengambilkan susu di dalam kulkas.

"Mau aku antar?" tanya Cilya yang berniat baik untuk mengantar King lebih dulu ke tempat kerja, sebelum ia berangkat ke sekolahan.

"Gue yang bawa mobil." ucap King sembari mengunyah sarapan dengan menikmatinya.

"Yasudah, antar aku dulu, nanti mobilnya kamu bawa." ujar Cilya.

"Ck! mana bisa gue nganterin elu! bisa telat gue. Lu naik angkot aja, kalo gak ojeg deh.." dengan tak berperasaan King menyuruh si pemilik mobil berangkat dengan kendaraan umum.

Cilya menghela. "Tapi.." ingin menolak, tapi lidahnya selalu saja kelu untuk mengucapkan kalimat tidak pada King.

"Yaelah.. mobil butut juga. Pelit amat!" sudah menghina, memaksa, sungguh tak tau diri!

"Iya." lagi-lagi si gadis polos menyetujuinya.

Mengendarai mobil sejuta umat bukanlah seorang King Haidar. Biasanya pria itu akan mengendarai mobil mewah keluaran limited edition. Tetapi kini ia bukan seorang Haidar, melainkan pria bernama Parman Suherman.

Berkendara menuju kantor milik Ali butuh waktu dua puluh lima menit. King memarkirkan mobilnya di pelataran kantor yang hanya memiliki tiga lantai itu. King masuk dengan angkuhnya, wajah tampannya membuat pria itu percaya diri penuh kesombongan.

"Dimana si Ali?" tanya King pada resepsionis. Wanita berprofesi sebagai resepsionis itu sempat terpana karena kedatangan pria tampan.

"Pak Ali belum datang mas, eh.. pak."

"Jangan panggil pak deh, mas aja lebih enak di denger. Saya masih muda." ucap King sembari mengeringkan sebelah matanya, serayaenghoda. Sontak saja membuat wanita itu berbinar bahagia.

Tertunduk malu-malu. "Adanya bu Novita. Pak Ali belum dateng mas."

"Oke. Saya mau ketemu. Bilang aja temennya si Ali." ucap King. Pria itu tahu jika orang yang bernama Novita itu adalah istri temannya. Yang berarti pemilik perusahaan ini, si janda kaya.

"Baik mas." segera menghubungi sekertaris Novita, memberitahu jika ada tamu. "Mas namanya siapa?" tanyanya.

King menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Bingung harus menjawab apa. Terlalu malu untuk mengucapkan nama barunya, yang tak sesuai dengan wajahnya yang kebule-bulean. Sebenarnya tidak ada masalah dengan nama yang sekarang ia emban. Tapi rasanya tidak cocok saja.

"Mas?"

"Emm.. nama ya?" King berpikir sejenak. "Arman! ya.. bilang aja Arman." setidaknya itu lebih sesuai.

Novita bertemu dengan King. Sama halnya wanita lain, Novita pun sempat terpana dengan ketampanan King. "Kamu yakin? mau ngambil kerjaan ini?" dengan wajah yang lumayan tampan, Novita ragu King pantas bekerja sebagai pemandu wisata.

"Iya!" jawabnya singkat. King tidak suka dengan cara Novita menatapnya. Seperti wanita yang tak memiliki suami. Tatapan penuh dammba, bukannya King terlalu kepedean, tapi itulah kenyataannya. Novita mengagumi King.

Novita mengangguk. "Hari ini kamu bisa mulai training."

"Oke."

Novita mengerutkan keningnya. King sama sekali tidak mengucapkan terimakasih ketika di beri kesempatan untuk bekerja di perusahaannya terlalu cuek dan tidak sopan pada atasan. "Sebenernya siapa dia?" Novita penasaran. Ali tidak pernah memberitahu siapa King sebenarnya. Ali hanya memberitahu jika teman lamanya sedang membutuhkan kerja.

"Woi!" Ali menyapa King. "Gimana training nya? gampang kan?"

"Gampang cuma gitu mah.."

"Berarti besok udah bisa mulai kerja nih."

"Siap dong tapi lu juga siapin gaji buat gue ya." ujar King. Belum juga bekerja sudah membicarakan soal gaji.

"Tunggu.. tunggu.." Ali menyela, ingin mengklarifikasi, takut King salah kira. "Elu udah ngomong kan sama pihak HRD?" tanya Ali.

King menggeleng. "Tadi cuma ngomong ama bini elu."

"Jadi elu belum tau gaji disini perbulan berapa?" King menggeleng kembali.

"Terus lu kira bakal dapet gaji berapa?"

"Emm... kalo di perusahaan bokap gue karyawan biasa biasanya yaa ampe dua digit."

"Kan! gue bisa tebak. Pasti lu ngarep gaji segitu." Ali menghela nafas. "Ini perusahaan kecil, gak kaya punya bokap lu. Jadi gaji juga yaaa lumayan anjlokk.."

"Berapa?" tanya King.

"Buat beli kaos lu juga gak dapet!" jawab Ali "Gaji paling gede di sini ya manager. Cuma enem juta!"

"Whattt!!!!" apa kabar dirinya? jika gaji seorang manager hanya enam juta?

Bersambung...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!