Matahari yang masuk melalui celah jendela, membangunkan seorang gadis dari mimpi indahnya. Dia bergeliat bangun dan berulangkali mengerjpkan matanya "astagfirulloh...gue kesiangan!" pekiknya.
Dengan tergesa-gesa dia bangun dan berlari keluar kamar. "Mih, kenapa aku gak dibangunin sih?" omelnya pada sang Mamih yg sedang menyiapkan sarapan.
"Kan jadi, gak kebagian aku Subuhnya" sambungnya sambil berlenggang masuk ke kamar mandi yang bersebelahan dengan dapur.
"Kamu tu ya, Mamih udah bangunin kamu dari tahrim, kamunya aja yang kebo" sahut Mamih berteriak. "Punya anak gadis satu, kebonya MashaAlloh!" omelnya lagi.
"Ada apa sih Mih, pagi-pagi udah ngomel-ngomel?" tanya sang Papih yang baru duduk di meja makan.
"Itu loh Pih anak prawanmu, susah banget kalo dibangunin, giliran kesiangan Mamih yang diasalahin." terdengar helaan nafas frustasi sang Mamih.
"Udahlah Mih jangan ditanggapin, tiap hari kan emang gitu!" kata sang Papih si penenang, dan hanya dijawab dengan gedikan bahu dari sang Mamih.
Emang gitu setiap pagi slalu ada saja pertengkaran antara sang Mamih dan gadisnya. Lebih tepatnya bukan pertengkaran tapi pengungkapan kasih sayang.
"Hari ini kamu kerja Ay?" tanya Papih pada gadisnya, yang baru keluar dari kamar mandi.
"Iya, Pih. kenapa?" tanyanya.
"Gak, Papih cuma nanya". Ada guratan sedih dari raut wajah sang Papih yang dapat ditebak olehnya karna apa.
"Udahlah Pih, lagian kan aku kerja karena aku yang mau." selanya sebelum ayah mengeluarkan kata bersalalahnya.
"Maafin Papih ya Ay, harusnya kamu kuliah dan gak mikirin kerja. Gara-gara Papih gak ada biaya kamu gak bisa lanjut kuliah." lirihnya dengan wajah sendu.
"Gak Pih, Papih gak salah. Hanya waktu aja yang belum memungkinkan buat aku kuliah sekarang. Nanti kalo ada rejeki aku bisa lanjut kuliah kok. Lagian ya Pih, aku sekarang lebih nyaman dengan pekerjaanku. Bisa main sambil nyari duit..hehe" ucapnya panjang lebar untuk meyakinkan Papihnya agar tidak terus menerus menyalahkan dirinya.
Biarpun Ia menginginkan untuk lanjut kuliah, tapi dia cukup sadar diri dengan keadaannya.
"Makasih yaa sayang. Ternyata gadis Papih sudah dewasa ya sekarang." ucap Papih dengan senyumnya yang mengembang sambil membelai rambut gadisnya.
Mamih yang menyaksikan keakraban Anak dan Suaminya, hanya tersenyum tipis dengn rasa haru dihatinya.
" Ya udah Pih aku ganti baju dulu, udah dingin nih." ucapnya sambil berlalu pergi. Papih yang melihatnya hanya geleng-geleng kepala.
**
"Dah lah cakep" ucapnya seraya memakai liptint di bibir tebalnya.
Kulitnya yang memang sudah putih, hanya sedikit dipoles bedak tipis. Rambutnya yang agak bergelombang dikucir kuda. Dengan memakai celana jeans dan kaos panjang oversize, terlihat simple namun cantik.
Ia memang tidak suka dandan berlebihan, setiap harinya hanya dandan sederhana namun itu sangat nyaman untuknya.
Sambil memperhatikan dirinya didepan cermin dia menyemangati dirinya sendiri. "Oke, Ayra kita mulai hari ini!" dengan tangan yang merapihkan rambut dan bajunya, jangan lupakan senyum yang tak luntur dari bibirnya.
Ya, dia Ayra Queennissa, gadis cantik berusia 19th. Anak kedua dari dua bersaudara. Kakak laki-lakinya, bang Agung. Sudah menikah dan memiliki rumah sendiri, jadi hanya Ayra dan orangtuanya yang tinggal bertiga dirumah sederhana itu.
Sang Papih yang bekerja sebagai karyawan disalah satu perusahaan swasta, hanya mampu mencukupi kebutuhan sehari-hari.
"Pih, Mih. Aku berangkt dulu ya!" ucap Ayra sambil menyalimi takzim tangan Papih dan Mamih nya.
"Loh, kok buru-buru sarapan dulu, Ay!" titah Mamih pada Gadisnya.
"Gak, Mih. Nanti aja, buru-buru aku. Bye, Assalamualaikum!" sahutnya sambil berlalu pergi.
"Walaikumsalam!" balas keduanya sambil geleng-geleng kepala melihat semangat empatlima gadisnya.
**************
author: Maaf yaa, kalo masih banyak typo🙏
Ini karya pertamaku jangan di gudge yaa, aku masih belajar ini. Mohon dukungan nya!!🙏🙏
Ayra berjalan keluar pagar rumahnya sambil mengotak atik handphone nya. Ia berdiri didepan pagar rumahnya sambil berkacak pinggang.
"Ck. Katanya buruan, malah dia sendiri yang belum datang!" Ya Ayra sedang menunggu jemputannya.
Disaat Ayra sedang ngedumel sendiri datanglah sebuah motor matic didepannya.
"Ojek, Neng" Feby sahabat sekaligus kang Ojek Ayra, menyapa dengan cengiran kudanya.
Feby yg memiliki body mungil, jauh dengan Ayra yang memiliki body semapai, dengan wajah babyface, rambut pendek dengan penampilannya yang sedikit tomboy.
"Nyangkut dimana lu, gue nungguin ampe lumutan nih!" omelnya dengan wajah ditekuk.
"Yaelah bentar doang, gue liatin dulu tuh ayang bebeb mau pergi kerja!" timpal feby.
"Laga lu" Ayra menoyor kepala Feby. "Gini nih kalo cinta dirasa sendiri. Lo merhatian dia, dianya merhatiin siapa?" lanjutnya dengan geleng-geleng kepala.
Terkadang Ayra merasa kasihan dengan sahabatnya yang satu ini, bertahun-tahun jatuh cinta dengan tetangganya sendiri, tapi tidak mau ngungkapin. Lebih tepatnya selalu merasa insecure, takut ditolak katanya. Alhasil gini cuma merhatiin dari jauh, maju kagak mundur kagak.
"Ck. Dahlah gak usah dibahas, buruan naik! Tar kita gak dapat jatah buryam mang Ujang. Si Mba Nur kan dah janji, hari ini kita dapat traktiran."
Ya, hari ini seluruh karyawan dapat traktiran dari Mba Nur, menejer di tempat mereka kerja. Mereka berangkat menuju tempat kerja, sebuah pabrik kecil produksi minuman, yang terletak dipinggir kota.
Tidak membutuhkn waktu terlalu lama untuk mereka sampai, karena letaknya tak jauh dari rumah mereka.
"Woy! baru sampai lu pada?" sapa Agel yang mengahampiri mereka diarea parkir, disusul oleh Rila yg mengekorinya.
Agel yang memiliki body pas, tinggi kagak pendek kagak, wajahnya yang chinnes dengan mata sipit dan rambut lurusnya dibiarkan tergerai.
Rilla yang memiliki body goals sama seperti Ayra, kulitnya putih, rambut nya sebahu, dan jangan lupakan kacamata yang bertengger dihidungnya, karena memang matanya sudah minus.
"Biasa nih cebong satu, nunggu SUAMI nya berangkat dulu" jawab Ayra sambil turun dari motor.
"Yaelah lu Feb. Mau ampe kapan lu kek gini? diungkapin napa?" Feby hanya menghela nafas panjangnya mendengar ceramahan sahabat-sahabatnya itu.
"Mau ampe lebaran pindah ke bulan Puasa pun, dianya gak bakalan tau!" sambung Agel lagi.
"Lah, emang Lebaran bulan Puasa Gel?" tanya Rila keheranan.
"Ck. Lebaran ya bulan Syawal juleha." timpal Agel frustasi. Rila sahabatnya yang ini agak lola (loading lama) dalam berfikir.
"Hah. Yaudah yaelah, gak cape lu pada ceramahin gue mulu. Ya deh, ntar gue usahin buat ungkapin." Feby pun pasrah "kalo gak lupa" sambungnya lagi sambil ngibrit ninggalin ketiga sahabatnya.
Merekapun hanya geleng-geleng kepala melihatnya sambil terus berjalan masuk.
"Nih, jatah kalian udah dapat masing-masing tuh" Mbak Nina sang asisten menejer membagikan buryam yang dijanjikan pada mereka berempat.
"Makasii Mba Nina, yang cantik!" sahut Ayra "tapi masih cantikan aku" sambungnya lagi dengan cengiran kuda.
"Ya deh, yang cantik tapi jomblo." timpal Mba Nina diiringi tawanya, yang sialnya para sahabatnya pun ikut menertawakannya.
"Atulah Mbak, aku mh bukan jomblo." jawab Ayra dengn mengerucutkan bibirnya.
"Lah, terus apa?" tanyanya lagi.
"Cuma...Mandiri!" balas Ayra yang ikut ketawa.
Terkadang hanya ocehan receh unfaedah seperti itulah yang membuat mereka selalu bahagia.
**************
Jam istirahatpun tiba, keempat sahabat itu pergi ke kantin sebrang, kantin bi Eem. Lebih tepatnya sebuah warung tenda yang menjajahkan makanan Favorit mereka, seblak dan cimol. Waktu untuk mengisi perut dan bertukar ghibah tentunya.
"Eh, gue sama Rila toilet dulu ya. Lu bedua pesenin kita kaya biasa. Ntar kita nyusul!" Ucap Feby dan menarik tangan Rila, tanpa persetujuan yang punya.
Ayra memesan makanan dan Agel yang mencari tempat duduk untuk mereka. Tidak sulit untuk Ayra tau makanan kesukaan masing-masing.
Persahabatan yang terjalin 6 tahun lebih itu membuat mereka tau akan kebiasaan masing-masing. Tak pernah ada yang ditutupi diantara mereka. Mereka memang bukan sahabat dari kecil, persahabatan mereka terjalin sejak Ayra pindah ke kota kecil itu.
Awalnya Ayra dan keluarga tinggal dikota besar, namun karena perusahan kecil yang didirikan sang Papih harus gulung tikar, akhirnya mereka memutuskan untuk pindah ke kota kecil itu, kampung halaman kedua orang tua sang Papih.
Saat itu Ayra masih duduk di bangku SMP, dan satu sekolah dengan Agel, Rila, dan Feby. Jadilah persahabatan mereka sampai sekarang.
kembali ke kantin. "Eh, ntar sore ikut yuk kumpul ma anak-anak!" ajak Agel.
Ayra yang baru duduk mengerenyitkan dahinya "Anak-anak mana?" tanyanya heran, pasalnya dia tak pernah ikut kumpul sama siapapun, kecuali mereka bertiga.
"Itu, sama si Jun dan yang laennya." timpalnya lagi. Ya, Jun adalah pacarnya Agel, dia memang sering diajak nongkrong pacarnya bareng teman-temannya juga.
"Gak ah, ntar gue jadi obat nyamuk lagi!" tolaknya.
"Ya kagaklah kita kan kumpulnya rame-rame. Seru tau. Yah yah!" Rayunya lagi.
"Ck. Gaklah mening gue tidur" jawab Ayra memutar bola matanya malas.
"Yakin lu gak mau ikut? Ada bang Ar loh!" tanyanya dengan nada menggoda.
Bang Ar, dia adalah teman dari Juna juga, mereka bekerja di perusahaan yang sama. Perusahan yang berdiri di kota sebelah, perusahaan pusat dari pabrik mereka bekerja.
Mereka selalu pulang diakhir pekan.
Dan Bang Ar, adalah sosok yang diam-diam dikagumi oleh Ayra, yang sayangnya sudah memiliki kekasih.
"Beneran?" tanya Ayra kegirangan dan hanya dijawab anggukan kepala oleh Agel.
"Ck. Ntar bawa ceweknya lagi." jawabanya dengan wajah sendu.
Ayra memang mengaguminya, tapi untuk jadi pelakor dia belum mampu.
"Gak bakalan, kata Jun dia lagi murung, kek nya lagi ada masalah, lagi bertengkar mungkin." jawab Agel sambil menyeruput minuman yang sudah tersedia.
"Jahat gak sih, kalo gue berharap mereka putus?" tanyanya lagi.
"Jangan gitu dong! Tapi gue setuju!" jawab Agel dengan cengirannya.
"Lu napa sih gak mu buka hati lu buat yang laen? Padahal banyak loh cowok yang suka sama lu?" tanya Agel yang penasaran dengan temannya ini yang kekeuh pengen bejodoh dengan Bang Ar nya.
Padahal banyak yang ngedeketin, tapi dia selalu nolak. Dengan alasan gak mau ngehianatin Bang Ar, padahal mah pacar bukan suami bukan. Tapi yaa gitu, cintanya udah mentok di Bang Ar mungkin.
Disela mereka curhat, datang dua sahabat yang baru balik dari toilet. "Napa sii, serius banget?" tanya Rila mendudukn dirinya di atas bangku, disusul Feby.
"Gue juga gak tau, gue gak ngerti. Kenapa gue gak bisa buka hati gue buat cowok laen. Gue udah berusaha lupain perasaan gue sama Bang Ar, tapi tetep gak bisa." lirih Ayra.
Kedua sahabatnya yang baru datang hanya saling tatap dan saling senggol, mereka belum ngerti dengan obrolan keduanya. Mereka memutuskan hanya jadi pendengar saja.
"Setelah gue tau Bang Ar dah punya pacar, gue mencoba buat ikhlas, ngerelain dia, gue coba buat buka hati gue. Tapi mimpi itu slalu datang dan datang lagi, bikin hati gue sesek tau gak. Antara milih percaya mimpi atau kenyataan yang ada."
Ya mereka tau, Ayra selalu dihantui dengan mimpinya, mimpi dimana dia akan pergi dan dicegah oleh Bang Ar, dan berkata "kumohon jangan pergi, tetaplah disini!" Ayra tau itu hanya mimpi bahkan mungkin khayalannnya. Tapi berulang kali mimpi itu hadir, membuat dia tak bisa menentukan hatinya.
Semua teman-temannya hanya menghela nafas berat, merasa iba mendengar curhatan sahabatnya itu.
"Ya udah lu jangan sedih. Gue yakin kalo jodoh gakan kemana." ucap Agel meyakinkan sahabatnya itu dengan merangkul bahunya, begitupun dengan kedua sahabatnya yang ikut pindah duduk dan ikut merangkul mereka. Jadilah aksi peluk-pelukan ala teletabies.
"Pokoknya ntar sore kita musti ngumpul. Kita seneng-seneng. Gada acara sedih-sedih mewek-mewek lagi. Okeh!" Ajak Agel lagi.
"Lah kita mao kemana?" tanya Feby yang dari tadi dah gatal pen nyaut.
"Kita nongkrong di kafe depan, cuci mata bareng Jun dan temen-temennya." jawab Agel.
"Njirr... Gue diajak nih?" tanya Feby kegirangan.
"Iya, pokoknya kita semua kudu ngikut. Okeh!" sahut Agel sambil melerai pelukan mereka.
"Oke!" jawab mereka serempak. Dan segera memakan makanan mereka masing-masing karena waktu isrirahat hampir habis.
**************
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!