Seorang gadis dengan tampilan glamor sedang mencampurkan obat ke dalam sebuah minuman lalu mengaduknya secara perlahan sebelum mengambil gelas itu dan menghampiri kakaknya yang sedang duduk bersama teman-temannya.
"Selamat Kakak, aku harap bisnis keluarga kita tetap berkembang pesat dengan dukungan dari Kakak Iparku." Ucap Elsa menyerahkan segelas cocktail pada kakaknya, Patricia.
"Terima kasih Adikku sayang," Patricia menerima minuman itu dan memeluk Elsa sebelum meneguk habis cocktail di tangannya.
"Kalian memang saudara yang sangat luar biasa, saling memperhatikan satu sama lain." Puji salah seorang gadis yang duduk tak jauh dari kedua bersaudara.
"Tentu saja! Aku ingin membahagiakan kakakku selama aku masih bisa melakukannya. Oya, biarku bocorkan 1 rahasia pada kalian, malam ini kakakku akan menghabiskan waktu di hotel ini bersama suaminya. Bulan madu roman,, Ah!!!" Ucapan Elsa tergantung ketika Patricia mencubit pinggangnya yang langsing.
"Haruskah kau memberitahukan hal seperti itu pada orang lain? Memalukan!" Patricia berkata dengan pelan meski suaranya juga tetap didengar oleh gadis-gadis yang berada di sekitar mereka.
Dalam sekejap, gadis-gadis itu menertawakan kelakuan kedua kakak beradik itu.
"Elsa, katakan pada kami, apakah kau akan segera mendapatkan seorang keponakan?" Tanya sala satu gadis.
"Ya,, ya ya,, hari ini adalah hari kepulangan kakak iparku dari luar negeri, jadi setelah 2 bulan pernikahannya, mereka akan bermalam pertama." Elsa berkata dengan penuh antusias membuat Patricia hanya memutarkan bola matanya.
Adiknya memang tidak bisa diatur, Gadis itu akan mengatakan apapun yang terjadi dan tidak akan pernah membiarkan Patricia menghalangi mulut embernya.
Para gadis dengan antusias kembali menanyai Elsa dan Gadis itu terus mengatakan segala sesuatu tentang Patricia dan suaminya.
Patricia hanya berada di sana dan sesekali menjawab pertanyaan mereka dengan beberapa kalimat pendek.
"Oh,, sudah pukul 10 malam, aku dan kakak aku harus pamit sekarang karena aku harus mengantar Kakakku bertemu dengan kakak ipar." Ucap Elsa setengah berbisik pada gadis gadis itu lalu turun dari kursinya menarik kakaknya.
"Semangat. Patrisya...!" Para gadis masih terus berbicara ketika keduanya sudah memasuki lift dan Elsa dengan cepat menekan lantai 31.
"Aku merasa pusing," ucap Patrisya.
"Oh,, apakah kakak pusing karena kebingungan cara menghadapi kakak ipar? Tenang saja, meski aku belum berpengalaman, tapi,,," Elsa terus berbicara, tapi Patricia hanya mendengarnya secara samar-samar.
Setelah beberapa saat terus berbicara Elsa menyadari bahwa obat yang diberikan pada Patricia telah bekerja dan dia pun tersenyum puas melihat keadaan kakaknya.
"Kakak, maafkan aku, tapi aku tidak merelakan kekasihku menjadi milik kakak. Dan hari ini, aku harus memulai semua rencanaku!" Ucap Elsa tanpa takut lagi bahwa Patricia akan mendengar ucapannya dan menjadi marah padanya.
Dia tahu, kakaknya tidak akan menyadari apapun yang ia katakan karena Gadis itu kini sibuk berangan-angan dibawah pengaruh obat yang ia berikan.
Sebelum mereka tiba di lantai 31, Elsa sudah mengacak-ngacak rambut dan pakaian Patricia.
Ting!
Mereka akhirnya tiba di lantai 31, Elsa membawa Patricia ke dalam sebuah kamar yang penuh dengan kemewahan dan telah didekorasi layaknya kamar pengantin baru.
Perempuan itu kemudian melemparkan Patricia ke sebuah sofa lalu menggerak-gerakkan tangannya yang kesemutan karena harus menopang tubuh Patricia.
"Ada apa dengannya?" Suara seorang pria yang dingin terdengar dari belakang Elsa.
"Sayang,," Elsa langsung memperlihatkan wajah sedihnya lalu melompat ke pelukan pria itu.
"Kak Patricia mabuk lagi, padahal aku pikir setelah kau kembali dari luar negeri dia akan merubah sikapnya, tapi ternyata di malam pertemuan kalian Patricia masih berani bermain api dengan lelaki lain." Dengan wajah penuh kesedihan Elsa menatap Cahya seolah Gadis itu benar-benar kasihan pada Chaya karena sudah berkali-kali dikhianati oleh Patricia.
Sementara Chaya, pria itu memperhatikan penampilan Patricia, gaun gadis itu tela kusut di sana sini, rambutnya berantakan dan lipstik di bibirnya telah pudar dan mengotori area sekitar bibirnya.
Siapa pun yang melihat bisa menebak apa yang telah terjadi sebelumnya.
Dalam sekejap, tatapan pria itu menjadi dingin dan memandang Patricia dengan jijik "Aku tidak butuh wanita seperti dia." Katanya.
"Tapi, kita sudah berjanji bahwa setelah kembali ke dalam negeri, kita akan mengakhiri hubungan kita dan kau akan bersama dengan Kak Patricia. Hari ini aku datang mengantarkan Patricia padamu lalu mengucapkan salam perpisahan. Aku hanya butuh sebuah perpisahan dengan pelukan hangat darimu sebentar." Elsa mengeratkan pelukannya pada Cahya.
"Hubungan kita tidak akan berakhir, hubunganku dengannya lah yang berakhir malam ini." Tiba tiba kata Cahya membuat Patricia tersenyum samar sebelum menatap cahaya dengan kebingungan.
"Maksudmu?" Tanyanya.
"Aku sebenarnya kembali untuk menceraikannya dan memilihmu menjadi istriku," Cahya menatap Elsa dengan dalam membuat Gadis itu terharu menitikkan air matanya.
"Cahya, aku tidak pernah menyangka kau akan memilihku ketimbang kakakku yang lebih cantik dan lebih pintar, dia bah-"
"Sstt,, Kau adalah wanita ku, dan selamanya Kau adalah wanitaku. Tidak ada yang lain!" Chaya mengakhiri ucapannya dengan sebuah ciuman panas di bibir Elsa.
Keduanya berpagutan cukup lama sebelum Chaya menggendong Elsa ke atas tempat tidur dan membaringkan Gadis itu dengan lembut di atas kelopak bunga mawar yang bertaburan memenuhi tempat tidur berwarna putih itu.
'Kakak, inilah yang ku tunggu-tunggu, kamar pengantin mu menjadi milikku, suamimu menjadi milikku dan segala milikmu akan menjadi milikku. Besok pagi kau akan bangun tanpa memiliki apa pun!' gumam Elsa mulai membalas ciuman dari Chaya dan keduanya larut dalam lautan kasamaran mengabaikan Patricia yang masih berada di ruangan itu.
Sementara Patricia, dari waktu ke waktu dia menjadi semakin terganggu dengan suara-suara aneh yang berada disekitarnya, perlahan gadis itu membuka matanya dan melihat tempat asing di depannya.
Kepalanya terasa sangat berat dan dia masih sangat pusing, tapi suara peraduan yang terdengar begitu dekat membuatnya sedikit demi sedikit mengumpulkan kesadarannya dan menoleh ke arah rajang.
Seorang gadis dan seorang pria tanpa sehelai benang menutupi tubuh mereka sedang berada di atas ranjang.
"Ah,, ajh,, Cahya,, oh, sayang,, ah...." Jeritan Elsa kala Gadis itu terombang-ambing dibawah pelakuan Cahya.
Sementara Patricia yang melihat kejadian itu, nafas Gadis itu menjadi tersengal dan airmata dalam sekejap jatuh membasahi pipi mulusnya.
Tak menyangka, malam pertama yang seharusnya menjadi malam pertamanya bersama suaminya malah berakhir menjadi malam paling mengerikan sepanjang hidupnya selama 24 tahun.
Suaminya dan adiknya,,,
'Bagaimana,, bagaimana mungkin?' Patricia merasa pahit di dalam mulutnya dan seluruh tubuhnya bergetar hebat menyaksikan adegan perselingkuhan yang terang-terangan itu.
Suami dan adik kandungnya..!
Patricia mengepalkan tangannya dan memejamkan matanya berusaha mengendalikan dirinya sendiri terlepas dari pengaruh obat yang masih tersisa padanya.
'Tidak, aku tidak boleh merendahkan diriku sendiri dengan memarahi mereka!' Patricia berkata dalam hati lalu gadis itu berpura-pura seolah tidak mendengar apapun dan terus tertidur disana seperti orang bodoh.
Itu adalah kamar pengantinnya, kamar pengantin di mana dia dan suaminya akan melakukan malam pertama setelah 2 bulan pernikahan mereka.
Tapi ternyata,,, kamar pengantinnya malah menjadi saksi perselingkuhan suaminya dengan adik kandungnya sendiri!
Cukup lama Patricia menahan diri terus berada pada posisi yang sama sampai dia merasakan dua orang itu saling merayu meninggalkan ranjang dan masuk ke dalam kamar mandi.
Suara peraduan yang panas dan erotis masih terdengar dari kamar mandi saat Patricia segera bangun dan menghapus air matanya.
Ia melihat ke meja dan menemukan sebuah kontrak perceraian diletakkan di atas meja begitu saja.
Patricia mengulurkan tangannya dan meraih kontrak perceraian itu sembari membacanya dengan tangan gemetaran.
"Bagaimana,, bagaimana bisa?" Bibir Patricia gemetaran selagi nafasnya tersengal membaca satu persatu kata yang tertulis disana.
'Jadi mereka sudah memutuskannya sejak lama?' Patricia berusaha meraih seluruh kesadarannya lalu mengambil hp dan memasukkannya ke tas yang tergeletak di atas meja.
Gadis itu akhirnya meninggalkan kamar pengantin barunya dengan suasana hati yang kacau.
Selain adegan perselingkuhan yang terjadi, Patricia juga harus menerima kenyataan bahwa dirinya sudah diceraikan oleh Cahya!
Patricia turun ke lobby hotel dan berjalan meninggalkan hotel dengan linglung tanpa arah.
Dia bahkan lupa menggunakan sepatunya, dengan bertelanjang kaki Patricia menyusuri jalan yang sudah sepi karena saat itu sudah pukul 12 malam lewat.
'Bagaimana mungkin? Bagaimana mungkin?' dua kata itu terus terngiang-ngiang dalam pikirannya sembari kakinya terus menyeret tubuhnya yang kecil dan lemah sampai ia berjalan jauh meninggalkan hotel dan tiba-tiba saja hujan deras datang mengguyur bumi.
Berjalan dalam hujan yang lebat dan dingin, tubuhnya yang terbungkus oleh pakaian tipis hanya bisa menggigil sembari terus memaksakan kakinya untuk melangkah.
Beberapa lama, wajahnya sudah mulai kehilangan darah sangat pucat hingga bibirnya pun terlihat tidak berwarna lagi Gadis itu kedinginan dan juga merasakan sakit hati yang luar biasa.
Patricia ambruk di tengah jalan, tapi dia masih berusaha terduduk sembari memeluk kedua kakinya dan menyembunyikan wajahnya pada kedua tangannya.
"Mengapa? Mengapa? Mengapa?" Patricia menangis dengan keras, tapi seberapapun kerasnya dia menangis suara hujan masih jauh lebih kuat menyembunyikan tangisannya.
Ia terus melamun membayangkan kejadian yang baru saja dialami hingga tak sadar sebuah mobil melaju dengan kecepatan yang tinggi kearahnya.
Si pengemudi tidak memperhatikan Patricia karena hujan itu sangat lebat dan jarak pandang menjadi sangat rendah namun ketika dia hampir menabrak Patricia, pria di dalam mobil masih memiliki sedikit kesadarannya dan membanting setirnya untuk menghindari Patricia.
Ciiiiit......!!!!!
Suara rem memenuhi tempat itu membuat Patricia langsung mengangkat wajahnya dan melihat sebuah mobil sudah menabrak tiang pembatas jalan.
Barulah ketika itu dia sadar dengan apa yang sudah ia lakukan.
Menangis di tengah jalan membuat orang lain kecelakaan.
Dengan rasa bersalahnya, Patricia menghampiri mobil dan membuka pintu kemudi untuk melihat pengemudinya.
Semerbak bau alkohol yang sangat kuat langsung memenuhi hidung Patricia saat ia mencondongkan tubuhnya ke dalam mobil dan melihat pengendara mobilnya seperti tak sadarkan diri.
"Tuan? Tuan??" Patricia meletakkan 2 tangan kecilnya yang pucat di kedua bahu pengemudi itu dan mengguncangkan tubuh sang pengemudi.
Grrrr!
Pria yang dipenuhi bau alkohol itu langsung membuka matanya dan menyadari seorang gadis dengan wajah yang pucat dan rambut yang basah.
Karena basah, kulit gadis itu berkilau ketika petir menyambar memberi sedikit cahaya singkat, dalam sekejap pria itu menyipitkan matanya dan melontarkan tatapan dinginnya.
"Cari mati!" Teriak pria itu segera menarik Patricia dan membantingnya ke kursi di sebelahnya.
"Tu,, tuan..! Apa yang kau lakukan?!" Patricia sangat terkejut ketika pria itu dengan cepat menindihnya dan merobek pakaian tipisnya yang basah.
"Kau hampir membuatku mati dan sekarang datang melemparkan dirimu sendiri ke dalam wilayahku! Jangan sesali perbuatan bodohmu!" Pria dengan tubuh yang kekar itu segera membungkam Patricia dan menahan tubuh kecil Patricia supaya tidak meronta kesana-kemari.
"Mmm....mmmm!!!" Patricia berusaha memberontak tapi tenaganya masih kalah kuat dengan pria didepannya, dalam sekejap suara tangisan lah yang memenuhi mobil itu sebelum diganti dengan suara erotis yang membuat mobil bergoyang.
Setelah lama tersiksa dan menangis, Patricia menyadari bahwa pria yang sudah berada di bawahnya kini bernafas dengan teratur, intinya pria itu telah tertidur setelah terus menyiksanya dengan menahan tubuh Patricia terus berada dalam penyatuan mereka.
Patricia berusaha melepaskan lengan kekar pria asing yang melingkar di pinggangnya lalu Patricia meraba-raba mencari pakaiannya untuk digunakan kembali.
"Di mana pakaianku?" Ucapnya sembari terisak dengan tangan terus meraba-raba karena sangat gelap di dalam mobil, ia tidak bisa melihat apapun, termasuk wajah pria itu dan bagaimana keadaan mobil.
Setelah lama mencari Patricia akhirnya menemukan pakaiannya namun ketika ia akan menemukannya, tangannya meraba bahwa pakaian itu telah robek sana-sini dan tidak mungkin digunakan kembali.
Patricia lalu mengambil kemeja pria yang tergeletak di lantai dan juga jas pria itu lalu menggunakannya.
"Aku harus pergi..!" Ucapnya dengan tubuh gemetaran sembari keluar dari mobil menenteng pakaiannya yang telah robek di sana-sini lalu mengambil tas yang tergeletak di tengah jalan dan kembali menembus hujan untuk meninggalkan tempat itu.
Patricia segera tiba di apartemennya dan mengguyur tubuhnya di bawah shower untuk menenangkan diri, tapi semua usahanya sia-sia karena tubuhnya terus gemetaran dan bayang-bayang segala hal yang terjadi hari itu terus berputar di otaknya.
"Hiks,, hiks,,, bagaimana bisa aku memiliki nasib yang tragis seperti ini? Huhuhu,, hiks,,," suara frustasi dan kesedihan bercampur dengan suara air yang mengalir.
Malam yang menyedihkan!
...
Keesokan harinya...
Patricia ternyata tertidur di kamar mandi, perempuan itu lupa mematikan shower sehingga semalaman tubuhnya telah diguyur air hangat yang membuat kulit menjadi keriput dan sangat pucat.
Perlahan, Patricia membuka kelopak matanya dan melihat kamar mandi yang familiar baginya.
Ia masih tertegun beberapa waktu sebelum mengumpulkan tenaga dan meninggalkan kamar mandi lalu memakai pakaiannya.
Drrrrtttt....
Patricia menoleh ke arah tas yang tergeletak di atas meja, tas Itu adalah tas yang ia gunakan kemarin malam dan di dalamnya ada ponsel dan surat cerai.
Patricia mengambil ponselnya. Untung saja tas itu tidak tembus air jadi barang-barang di dalamnya tetap aman meski sudah diguyur hujan selama semalaman.
Elisabeth calling.
"Halo?" Pastricia mengangkat telpon.
"Dimana kamu?" Tanya perempuan paruh baya dari seberang telepon nada bicaranya tidak bersahabat.
"Aku di apartemen. Ada apa?" Patricia berbicara seperti orang yang tidak punya kekuatan, suaranya pelan dan tidak bergairah.
"Astaga, kau masih punya waktu untuk sakit saat keadaan seperti ini? Cepatlah datang ke kantor, rapat pemegang saham akan dimulai dalam 15 menit lagi!" Kata perempuan dari seberang telepon sebelum terdengar nada sambung yang diputus.
'Rapat pemegang saham?' Patricia mengerutkan keningnya dan kembali membongkar tas yang ia bawa, di dalam tas itu ternyata selain surat cerai yang ia masukkan ada sebuah surat lain.
Surat pemindahan Saham dan properti.
"Apa ini?!" Tangan kecil Patricia kembali gemetaran memegang surat didepannya, dikatakan dalam surat itu bahwa segala saham dan properti atas namanya telah dipindahtangankan atas nama adiknya, Elsa.
Surat yang ditangan Patricia hanya fotokopian dan yang aslinya entah berada di tangan siapa.
"Bagaimana bisa??" Patricia merasa gila membaca surat-surat itu, dia teringat akan perkataan tantenya bahwa rapat pemegang saham akan dimulai dalam 15 menit.
Dengan segera Patricia memasukkan kembali semua surat-surat itu ke dalam tas lalu membawanya meninggalkan apartemennya.
@Info.
Update setiap pukul 00:30 WIB
Menahan taksi dan duduk di kursi penumpang, Patricia kembali membaca surat yang ada ditangannya dan mempelajarinya, tidak ada satupun kesalahan dalam surat itu dan tanda tangannya benar-benar tertera di surat itu.
"Kapan aku menandatangani surat ini?" Patricia berbicara dengan bibir gemetar dan tangan gemetar memegang suratnya..
Dia tidak ingat sedikitpun momen ketika dia menandatangani surat itu.
"Pak tolong lebih cepat. Saya buru-buru." Patricia akhirnya berbicara pada supir yang mengemudi, dia tahu waktu 15 menit tidak akan cukup baginya untuk tiba di perusahaan.
Dan bagaimanapun, di perusahaan keluarganya sudah diatur bahwa siapapun yang terlambat untuk mengikuti rapat maka tidak akan dibiarkan memasuki ruang rapat.
Itu adalah aturan yang Patricia buat sendiri demi ketertiban karyawan yang ada di perusahaan.
"Saya akan berusaha, tapi jalanan sedang ramai jadi sedikit sulit untuk tiba lebih cepat." Sang supir berbicara sembari memandang Patricia pada kaca spion.
Supir itu bisa melihat ketakutan Patricia dan kegelisahan yang disimpan Patricia dalam hatinya.
Perempuan itu terlihat sangat berwibawah namun di saat seperti ini tidak bisa menyembunyikan kegelisahannya, pastilah sesuatu yang besar telah terjadi.
"Tolong Pak, saya akan membayar lebih." Patricia kembali berkata dijawab supir itu dengan anggukan.
'Mereka semua pasti sudah merencanakan ini, kejadian semalam dan kejadian hari ini, semuanya tersusun dengan sangat rapi.' gumam Patricia dalam kegelisahannya.
Kalau dia terlambat datang ke rapat pemegang saham itu, maka sudah dipastikan seluruh sahamnya telah berpindah tangan dan posisi CEO di perusahaan keluarganya akan diambil alih oleh adiknya.
Lalu dia,, risiko terbesar yang bisa ia tanggung adalah dibuang dari keluarganya sendiri!
Memikirkan itu, hati Patricia menjadi semakin gelisah, ia menggenggam erat surat di tangannya dan dengan cemas melihat ke depan.
"Pak tolong sekali, saya sangat buru-buru, ini menyangkut hidup dan mati saya." Patricia berbicara meyakinkan sang supir supaya pria itu lebih mengasihaninya untuk melajukan mobilnya dengan cepat.
"Aduh Nona, ini sudah kecepatan maksimal yang saya bisa. Mengapa sih kalian anak muda begitu suka membuat orang terburu-buru? Kecepatan memang penting tetapi keselamatan jauh lebih penting! Kalau tahu Nona akan terlambat, seharusnya berangkatnya lebih awal supaya tidak buru-buru lagi seperti ini." Sang sopir menjawab dengan ketus.
"Maafkan saya Pak, tapi saya juga mendapat informasi yang mendadak dan ini benar-benar darurat!" Patricia meyakinkan sang supir membuat supir di depannya hanya bisa menghela nafas lalu dengan tiba-tiba membanting setirnya menyalip mobil di depannya.
Setelah tiba di tempat tujuan, Patricia memberikan bayaran 3 kali lipat dari yang seharusnya lalu melenggang pergi tanpa menutup pintu mobil.
Dia segera memasuki lift dan naik ke atas ruang rapat. Tapi begitu sampai, koridor sudah kosong, dan ruang rapat sudah tertutup.
Tok tok tok...
"Tolong buka pintunya, ini saya Patricia, CEO grup Siloam." Patricia terus mengetuk pintu sambil mengungkapkan identitasnya.
Tapi, seberapa kali dia mengetuk dan seberapa banyak kata-kata yang keluar dari mulutnya, orang-orang di ruang rapat seolah tidak mendengar apapun yang ia katakan.
Akhirnya, Patricia tertahan selama 3 jam di depan ruang rapat.
Dia duduk dilantai sembari memejamkan matanya yang sembap sampai pintu ruangan terbuka dan satu-persatu pemegang saham telah keluar meninggalkan ruangan.
"Tuan, tuan,," Patricia berusaha menghentikan satu persatu orang yang keluar tapi tidak ada yang mendengarkannya, semua mengabaikannya.
Orang terakhir yang keluar adalah Elsa dan Elisabeth.
"Elsa?!" Patricia berbicara dengan nafas tersengal.
"Keputusan pemegang saham sudah ditetapkan, Elsa akan menjadi CEO, sementara kau, nasibmu tergantung pada keputusan Elsa." Elisabeth berbicara dengan acuh tak acuh karena begitu malas melihat keponakannya yang sering kali membantahnya.
"Elsa, apa yang kau lakukan?!" Patricia menatap Elsa, dia mengabaikan Elizabeth yang baru saja berbicara padanya.
"Seperti yang kau lihat." Jawab Elsa dengan raut wajah yang malas berbicara dengan Patricia.
"Kau??!! Bagaimana bisa kau melakukan ini pada Kakak?!" Patricia mulai menangis dan menatap Elsa "Tidak masalah kalau kau berselingkuh dengan suami kakak dan merebut suami kakak, tetapi warisan yang ditinggalkan ayah dan ibu untuk kakak, mengapa kau begitu tega menipu kakak?! Apa yang dikatakan ayah dan ibu ketika dia melihat kita dari surga?!" Patricia terisak membiarkan air matanya jatuh berderai di pipinya yang mulus.
"Hah,, orang mati mana bisa melihat. Dan lagi, ini adalah balasan untuk semua ketidak adilan yang aku alami selama kau masih menjabat sebagai CEO!" Elsa memandang pada Patricia dengan mata memerah dipenuhi amarah dan dendam pada kakaknya.
"Apa yang sudah kulakukan?! Bukankah selama ini kakak memperlakukanmu lebih baik daripada Kakak memperlakukan diri Kakak sendiri? Di mana Kakak pernah membuatmu mengalami ketidakadilan?!" Patricia berusaha menekan emosinya supaya dia tidak menggerakkan tubuhnya untuk melukai adiknya.
"Apa? Kau masih berani berpura-pura tidak tahu?! Kau mendapat jumlah saham yang lebih besar daripada aku, kau mendapat posisi CEO sementara aku tidak mendapat jabatan apapun di kantor! Apa itu adil?! Dimananya yang menurut Kakak adil?!"
"Kau iri karena itu? Kita mendapat bagian yang sama, aku memang mendapat lebih banyak saham tapi kau mendapat lebih banyak properti. Kau tidak bekerja di perusahaan karena kau bilang masih ingin menikmati masa mudamu, dan ini semua sesuai dengan keinginanmu yang kau ucapkan pada ayah dan ibu ketika mereka masih hidup. Mengapa sekarang kau menyalahkan kakak dan merampas semua yang kakak miliki?" Patricia terus mengeluarkan air matanya sembari memandang tidak percaya pada adiknya, tetapi dalam hatinya dia benar-benar tidak bisa melukai adiknya.
"Terserah apa katamu! Tapi mulai sekarang kita tidak ada hubungan lagi! Aku tidak akan memberikanmu posisi apapun di kantor ini, bahkan segala apartemen dan semua yang kau punya sudah berpindah tangan! Kau tidak boleh menempati apartemen mu lagi!" Ucap Elsa sebelum berjalan bersama Elisabeth meninggalkan Patricia yang terjatuh ke lantai.
"Mengapa? Mengapa ini bisa terjadi?" Patricia terisak dengan keras, keadaan yang menyedihkan menjadi tontonan dari beberapa karyawan yang lalu-lalang di tempat itu.
Patricia yang awalnya adalah CEO turun derajat menjadi orang yang tidak memiliki apapun!
Patricia masih menangis di tempat itu ketika Elsa telah menyuruh beberapa sekuriti untuk mengusirnya dari perusahaan.
"Apa yang kalian lakukan?! Lepaskan..! Lepaskan..!" Patricia berteriak seperti orang gila ketika dia ditarik oleh dua security dari dalam perusahaan.
Dengan kasar, kedua security itu mendorong Patricia hingga tangannya tergores dan berdarah.
"Maaf Nona kami tidak ingin berbuat kasar, tetapi ini sesuai dengan perintah Nona Muda Elsa." Salah satu security membungkuk pada Patricia dan meminta maaf sebelum meninggalkan Patricia dan tidak mengizinkan Patricia untuk memasuki kantor.
Pada akhirnya Patricia meninggalkan kantor itu, dia hendak kembali ke apartemen, namun ketika dia tiba di sana apartemen itu telah dikuasai oleh orang-orang Elsa.
Dia tidak diizinkan lagi untuk masuk ke dalam apartemennya.
"Hiks... Huhu... Hu..." Patricia menangis dengan keras memegangi ponsel di tangannya, ponsel itu adalah satu-satunya barang yang tertinggal yang bisa ia bawa bersama dengan dirinya yang telah diusir dari keluarganya!
"Mengapa? Mengapa?" Patricia tak berdaya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!