“Aku ingin lebih dekat sama kamu” kata Johan sedikit malu.
“Maksudnya?” jawab Leyna pura-pura bodoh. Menghadapi lelaki pemalu menjadi keisengan tersendiri.
“Tidak sekedar teman, aku ingin lebih dekat dari itu” tegas Johan.
"Maksudnya?" Leyna mengulang-ulang jawaban saja.
"Emmm... ya.... ingin jadi orang istimewa begitu?" keluh Johan.
"Maksudmu Pacar?" Tegas Leyna.
"Tidak sekedar pacar, lebih istimewa lagi?" Johan sendiri kebingungan dengan apa yang harus diungkapkan.
"Lha yang lebih dari sekedar pacar, apa? Suami?" Leyna berusaha mengejar kejelasan dari arah permintaan Johan.
“Emang bisa?” menghadapi Leyna, Johan menjadi makin kurang percaya diri. Suaranya bergetar.
“Yaaa…. Kita coba saja dulu” Jawab Leyna seenaknya.
"Kok dicoba dulu?" Jawaban Leyna terasa tidak tegas di telinga Johan.
"Kan kita belum mengenal sepenuhnya, nanti kamu kecewa kalau tahu aku" kilah Leyna.
Jawaban Leyna hanya dianggap sebagai alasan untuk menghindar saja oleh Johan.
“ya.. kita coba saja” ringan dan terkesan seenaknya Leyna, gadis mungil itu menjawab.
Prambanan, susunan batu dibawah pohon dara siang hari yang panas menjadi cukup semilir. Sepasang pemuda diam membisu menikmati angin sepoi yang mengusir kegerahan siang.
Johan pemuda pemalu kepalanya berkecamuk berbagai pikiran yang ingin diungkap, memandangi wajah gadis yang ditaksirnya.
Merasa tampang maupun strata sosial yang terpaut jauh dengan gadis yang ada dihadapannya, ia tak kuasa mengeluarkan kata-kata.
Keberhasilannya mengajak si gadis ke Candi Prambanan ia anggap sebuah kebetulan saja karena si gadis adalah mahasiswa luar pulau yang baru sebulan menginjakkan kakinya ke Jogja, dan punya keinginan melihat Prambanan secara langsung.
Berdua mereka terdiam tak ada kata yang dapat diungkapkan, sesekali Johan melirik ke arah Leyna. Ia mencoba menebak apa yang ada didalam pikiran gadis itu.
Johan butuh jawaban yang pasti, namun ia bersabar untuk tidak membuat gadis itu marah.
Tiba-tiba Leyna merebahkan badannya di tumpukan batu tempat mereka duduk. Johan berusaha menahan kepala Leyna yang akan direbahkan ke arah batu yang menojol diantara tumpukan.
Johan memberikan kakinya sebagai bantal agar kepala Leynalebih nyaman.
Mereka melanjutkan kesunyian, namun bagi Johan kerelaan Leyna meletakkan kepala di pangkuan adalah jawaban bahwa Leyna tidak keberatan memenuhi permintaannya.
"Kita jalan lagi yuk" ajak Leyna tetap dalam posisi berbaring dengan kepala di pangkuan Johan
Sebenarnya Johan masih enggan. Ingin menikmati kebersamaan yang baru saja dia rasakan. Jawaban yang meski tidak memiliki kepastian, namun sudah membuat lega hatinya.
"Tunggu agak condong dulu mataharinya Ley, masih Panas" Johan beralasan.
Mereka masih terdiam.
Namun beberapa saat kemudian Leyna bangkit dari rebahan, mengebaskan debu batu yang menempel pada celana jeans dan baju kasulnya, dan berkata :
"Masih beberapa candi kecil yang belum kulihat" Leyna menarik tangan Johan.
Ini adalah sebuah kemajuan, karena sejak berkenalan belum pernah mereka bersentuhan tangan, apalagi bergandengan.
"Oke" akhirnya Johan beranjak dari batu tempatnya duduk.
Johan juga mengebaskan debu dari celananya, karena memang tumpukkan batu yang mereka tempati bukan tempat duduk yang diperuntukkan pengunjung. Batu-batu itu adalah bagian candi yang masih berserakan karena belum berhasil direstorasi.
Sambil menggandeng tangan Johan, bisa dikatakan setengah menyeret, menuju candi-candi kecil yang membuat penasaran Leyna setengah berlari.
Sebenarnya Johan sendiri selama ini hanya sampai ke candi induk saja jika berwisata ke prambanan. Maka berkeliling ke candi kecil adalah kesempatan ia mengenal lebih jauh warisan budaya leluhur ini.
"Mengapa selalu ada dupa di candi-candi ini Jo" Johan terkesima, selama ini Leyna belum pernah menyebut namanya.
"Kurasa ini salah satu perangkat ibadah masyarakat yang menggunakan Prambanan sebagai tempat beribadah" Jawab Johan berusaha sok tahu.
"Aku sendiri belum pernah membaca referensinya" lanjut Johan.
Ya selama ini jika ia dan teman-temannya ke tempat-tempat wisata di seputar Jogja, ya sekedar mencari hiburan karena jenuh di kos saja.
"Hmmm..ternyata seram juga ya berkeliling Prambanan" ujar Leyna.
"Aku malah tak pernah berfikir demikian, Jogja sebagai kota budaya cukup biasa bagiku ada hal-hal yang unik dalam keseharian mereka, apanya yang seram" balas Johan.
"Yaaa, aku kan belum pernah melihat dupa yang menyala di antara sesajen begini. Batu-batu berwarna hitam inimenambah suasana magis. Untung kita kesini masih siang.
Johan dan Leyna memuaskan diri berkeliling sambil berkhayal bagaimana masyarakat masa lampau menggunakan candi prambanan ini.
Matahari mulai condong ke barat saat seluruh candi yang ingin dilihat Leyna telah dituntaskan. Pengunjung sudah mulai berkurang, tinggal beberapa turis asing yang ditemani guide mereka.
"Kita pulang Jo, sudah cukup sore. Aku juga sudah puas berkeliling. Kakiku capek sekali" kata Leyna.
"Oke, mau kugendong" Johan sedikit berjongkok di hadapan Leyna.
"Maumu, ogah" dan "Buk" sebuah pukulan mendarat di punggung Johan, membuatnya meringis.
"Lihat itu jalur pulang sangat jauh lho" rayuan Johan berusaha menggoda Leyna.
"Biarin, itulah gunanya kita dikaruniakan kaki yang sehat" Leyna terlihat serius.
"He he he... kapanpun kamu mau princes" Johan mulai berani menggoda, Leyna jadi memerah mukanya.
Sepanjang jalan pulang hati Johan berbunga-bunga.Tak henti-henti ia menggoda leyna yang sesekali minta berhenti karena terlalu capek berkeliling.
"Sudah, ayo aku gendong saja, kamu terlihat begitu tersiksa" akhirnya Johan tidak tega melihat Leyna meringis sambil sesekali membungkukkan badannya.
"Ah, kamu ini mau mencari kesempatan saja" Leyna tetap menolak rayuan Johan dan memilih berhenti agak lama setelah pintu keluar utama terlihat tak lagi terlalu jauh.
Johan berdiri didepan Leyna dan menatapnya iba. Leyna mendongak dan melihat Johan, merekapun bertatapan dan saling melempar senyuman.
Leyna merantau jauh dari lampung untuk kuliah di Jogja satu bulan yang lalu. Johan yang baru saja mulai bekerja di perusahaan swasta enam bulan adalah lulusan dari kampus tempat Leyna saat ini kuliah.
Tempat kos Johan yang dekat kampus belum ditinggalkan karena kontrak penempatannya baru diperpanjang menjelang dia lulus.
Leyna yang bekerja kelompok di kos khusus cewek di sebelah kos Johan, segera mencuri perhatian Johan yang anak-anak satu kosnya sering diminta tolong kos cewek sebelah.
Awalnya Johan enggan saat diajak teman Leyna yang kos disebelah untuk berkunjung ke kos Leyna. Sikapnya setiap bertemu selama membantu mahasiswa baru menghadapi orientasi membuatnya ciut nyali.
Namun teman Leyna bersikeras bahwa Leyna adalah gadis yang ramah. Setelah pertemuan pertama di kos Leyna, Johan berkunjung sendiri dan Leyna meneriima dengan baik. Bahkan orolan dan candaanya seakan mereka telah mengenal cukup lama.
Setelah usaha mengenal yang cukup Panjang, satu bulan setelah masa orientasi kampus selesai, Johan punya kesempatan pendekatan ke kos Leyna dan berhasil mengajaknya jalan ke Candi Prambanan.
Johan menyadari kencan atau berpacaran di candi Prambanan menanggung mitos yang tidak mengenakkan, namun keinginan Leyna melihat karya luhur budaya bangsa telah dipendam sejak masih di kampung halaman. Hanya ke Candi Prambanan Leyna bersedia diajak keluar saat itu. Johan harus siap menerima resikonya.
“Plak” sebuah tamparan mendarat di pipi Johan.
Kaget Johan membuka matanya. Kesadarannya kembali mendarat di sudut kamar. Dilihatnya mata Leyna melotot dengan nafas sedikit mendengus-dengus.
Johan sangat menyesal. Sungguh Ia tidak lupa janji yang mereka buat saat ini bahwa Leyna belum menerima jika Johan menginginkan ciuman bibir, namun suasana malam minggu di kamar kos yang sepi karena penghuninya sebagian besar sedang mudik atau bermalam minggu keluar, membuat Johan tergoda untuk merasakan mencium bibir seorang gadis yang selama hidup belum pernah dirasakannya.
“Maaf” hanya itu yang bisa keluar dari bibir Johan. Rasa malu dan bersalah bercampur dalam hatinya. Ia sempat terlena dengan keinginan menggebu dalam jiwa mudanya.
Leyna tak mengeluarkan sepatah katapun, hanya matanya nanar tajam memandang wajah Johan tepat di matanya.
Lima bulan perjalanan mereka dalam kebersamaan, setiap kali Johan menanyakan status hubungan mereka,Leyna selalu hanya menjawab “ya kita coba jalani dulu saja”.
"Maaf Ley, aku khilaf" Jogan kembali mengulangi pernyataanya.
“Kamu sudah janji Jo” ucap Leyna lirih.
“Maaf Ley, aku terbawa suasana” sesal Johan.
Mereka berdua terduduk diam dalam suasana kaku di pojok kamar kos Johan.
Libur semester Leyna tidak pulang. Kegiatan tambahan di organisasi kampus menjadi pelarian agar kangen keluarga dapat ia tekan. Leyna berusaha melupakan urusan dengan keluarga setidaknya untuk sementara.
Leyna ke kos Johan untuk menikmati akhir pekan bersama. Selama ini mereka berdua hanya duduk berbincang atau menikmati acara telivisi. Namun entah mengapa malam ini ada hasrat berlebih dari Johan.
Dalam suasana kaku, Johan akhirnya berusaha membuat cair.
“Kita jalan Ley” akhirnya Johan mencoba kebekuan mereka. Waktu 6 bulan belum terlalu cukup untuk mereka berdua mengenal lebih dalam serta menjalin hubungan yang lebih nyaman.
“Ya, kita makan saja, aku lapar” kata Leyna
“Baiklah, mau makan apa?” Johan sebenarnya menjadi tidak terlalu bernafsu makan saat tidak nyaman di dekat
Leyna.
“Terserah, aku ikut saja” Ujar Leyna. Jawaban yang sama, setiap mereka mencari makan, dan jawaban itu cukup
menjengkelkan bagi Johan.
Johan ingin Leyna punya keinginan saat ditawari makan. Namun berkali-kali saat Johan berhasil mengajak Leyna
keluar untuk makan, jawabannya selalu sama.
“Bagaimana kalau Pecel Lele yang dekat rel?” Kata Johan.
“Terserah” jawab Leyna.
“Atau mie ayam yang seberangnya yang dekat rel juga” Johan memberi alternatif.
“Terserah” Jawab Lyena kembali, seakan tak ada kata lain yang lebih berguna saat memilih makan.
“Kamu lebih suka yang mana?” desak Johan.
“Terserah kamu Jo, aku ngikut saja” jawaban Leyna seperti biasanya.
Johan selalu bingung setiap mengajak Leyna makan. Karena takut jika ia yang memilih nanti selera Leyna tidak sesuai.
Pernah ia memutuskan makan mie ayam, tetapi Leyna makan sambal terlihat tidak bernafsu. Setelah keluar baru dia mengatakan ingin makan nasi karena dari pagi belum makan tenggelam dalam kesibukan kuliah dan kegiatan kampus.
Setelah lama menatap Leyna tanpa berkedip, Leyna sama sekali tidak bergeming. Kepalanya menunduk tak memperhatikan Johan memilih berjalan menuju tempat makan. Diraihnya tangan Leyna agar berdiri dan mengikutinya.
Mereka berjalan beriringan menuju tempat makan.
“Lama nggak makan di sini, sudah lupa ya mas Johan, mentang-mentang sudah ada yang mengawal” goda Kristi, anak pak Mo pemilik resto sate kambing yang tak jauh dari kampus.
“Makannya nyari yang jauh sekarang ya, biar berduaanya jadi lebih lama” lanjut Kristi sambal cengegesan.
Kulirik Leyna pura-pura bodoh sambil memilih menu.
“Bukan begitu Kris” meski agak kikuk, kalua sudah Kristi yang menggoda Johan biasanya hilang sifat pemalunya.
“Bapak kok nggak kelihatan Kris” ujar Johan mencoba mengalihkan pembicaraan.
“Heleh, tumben nyebutnya bapak. Biasanya juga pakde, paklik, gak jelas. emang mau jadi menantu tukang sate?” Kristi ini kalau menggoda orang tidak akan berhenti kalau korbannya belum jadi keki.
Johan sudah hafal betul sifatnya karena sudah menjadi langganan warung sate sejak Kristi masih SMP hinga sekarang mulai kuliah.
“Bukannya menjawab malah ada saja omonganmu” Johan tidak canggung kalau bercanda dengan Kristi, sudah 5 tahun Johan tidak pernah pindah kos sejak pertama kuliah di Jogja.
Warung sate satu-satunya yang dekat kampus, menjadi andalan dulu saat kiriman baru datang dan ingin menikmati makanan enak. Kristi akrab dengan semua anak-anak kos yang biasa makan di situ.
“Cantik dia ya Jo” tiba-tiba Leyna berujar yang menyadarkan Johan bahwa dia datang ke warung sate ini bukan
dengan teman-teman kos cowoknya seperti dulu.
“Kamu baru sekali ini mengajak aku makan di sini ya Jo” masih termangu Johan sudah mendapat susulan pertanyaan.
“Oh, iya maaf. Aku kira kamu tidak suka makan daging” sanggah Johan
“Memang, aku lebih suka sayuran, tapi aku bukan vegetarian” Leyna berkata agak ketus.
“Maaf Ley, aku selalu bingung setiap mengajak kamu makan. Kamu selalu menjawab terserah” Kata Johan
“Ah, kamu laki-laki. Kamu yang mengajak. Masa aku yang menentukan” Leyna tak akan menatap wajah Johan saat berbicara dengan nada itu.
“Yah, gimana ya. Maksudku aku gak ingin salah memilih menu yang kamu tidak suka” Johan berbicara pelan.
“Pak Mo kok tidak kelihatan Yu?” Johan bertanya ke yu Parmi, asisten warung yang selalu setia melayani para pelanggan.
Kristi masih sibuk memasakan pesanan pelanggan lain, maka Yu Parmi yang mengantar pesanan ke meja pelanggan seperti yang dilakukan kepada Johan kali ini.
“Wisata ziarah mas, bareng rombongan bapak-bapak se RT” kata yu Parmi.
“Loh kok gak tutup warung, apa nggak repot. Biasanya suka tutup kalau Pak Mo sedang ada keperluan” kata Johan
“Malam minggu mbak Kristi memaksa buka karena takut mengecewakan pelanggan” kata yu Parmi.
“Iya sih, kalau tutup tadi aku juga harus mencari makan di tempat lain” Johan bergumam
“Jangan salah lho mas, masakan mbak Kristi lebih enak dari bapaknya” kata-kata yu Parmi yang sederhana cukup
membuat alis Leyna mengkerut hampir bertemu.
Johan terdiam di sudut matanya melihat yu Parmi sedikit menahan sesal dan pertanyaan.
“Kita jalan ke alun-alun selatan Ley” ajak Johan di sela-sela makan.
“Atau nongkrong di Malioboro?” Melihat Leyna hanya diam dan makan sambil tergesa-gesa perasaan Johan jadi kurang nyaman.
“Cepat habiskan Jo, antar aku pulang saja, sudah malam” ujar Leyna.
“Tapi Ley…” Johan tak sempat menghabiskan kalimat.
“Aku agak gak enak badan Jo” potong Leyna
Waktu masih menunjukkan pukul 20:05 WIB. Malam minggu biasanya kos Leyna memberi toleransi tutup gerbang sampai pukul 22:00.
Tapi Johan tidak pernah membantah permintaan Leyna. Ia ingin hubungannya yang baru seumur jagung tidak terhalang masalah yang lebih besar dengan bantahan atau penolakan dari Johan.
Selesai makan, Johan mengantar Leyna menuju ke tempat kos.
Gang yang sepi sepasang sejoli berjalan cukup tergesa-gesa, sampai pada sudut gang di depan kebun kosong.
“Hoeeek”
“Ada apa Ley?” Leyna hanya menggelengkan kepalanya. Johan berusaha mengurut leher Leyna yang tiba-tiba
memuntahkan seluruh isi perutnya.
Berbulan-bulan Johan tenggelam dalam rutinitas pekerjaan. Proyek datang silih berganti menyita hampir seluruh
waktu dan kehidupannya. Tahun berkah bagi perusahaan Johan yang pasti akan melimpahkan bonus di akhir tahun.
Hari terakhir di tahun itu, karena esok libur yang merupakan cuti bersama akan berlangsung. Setidaknya selama sepekan perusahaan tidak akan ada kegiatan.
Penat sungguh terasa di tubuh Johan setelah menyelesaikan segala urusan. Waktu sudah sore, Johan bergegas menuju mesin presensi.
Dalam perjalanan melalui lorong ruang perkantoran, dilihatnya Anna sang manajer personalia sedang berdiri di depan mesin absen. Tubuhnya yang semampai menghalangi pandangan Johan kepada mesin absen.
“Kalau mudik jangan lupa aku titip sagon ya Jo” pesan Anna, manajer personalia yang kariernya melonjak di masa muda.
Sagon adalah makanan berbahan tepung beras ketan yang digiling kasar dipadu dengan kelapa muda diparut dengan rasa manis gula. Makanan khas kampung Johan dan ibunya Anna.
Johan dan ibu Anna berasal dari daerah yang sama, sehingga faham makanan khas daerah mereka.
Anna tak lagi mudik ke kampung karena sepeninggal papanya, mama yang hidup seorang diri tanpa sanak keluarga diboyong oleh Anna ke Jogja.
“Ehmm maaf An. Aku sepertinya tidak mudik tahun ini” jawab Johan sedikit merasa tidak nyaman. Karena menolak permintaan Anna.
“Wah, ada acara penting pasti” cerca Anna seakan ingin tahu.
“Enggak sih, cuma sedang enggan saja balik kampung” jawab Johan.
“Ada masalah dengan keluarga di kampung?” Anna menyelidik.
Maklum, sebagai manajer personalia Anna dikenal sangat perhatian terhadap semua karyawan.
Bukan karena mau mencampuri urusan keluarga, secara profesional Anna berusaha menjaga performa setiap karyawan dengan cermat.
Jika ada karyawan yang memiliki masalah sehingga performanya dalam bekerja menurun, Anna dengan lihay dapat membantu mengembalikan kondisi mereka.
“Enggak. Sedang ingin diam menghabiskan waktu di Jogja saja” kilah Johan.
Mereka berjalan beriringan menuju pintu keluar kantor menyusuri Lorong ruang-ruang kerja yang telah terkunci karena semua karyawan telah pulang sejak sore tadi.
“Aduh, Apakah aku keduluan nih, ada yang bikin berat pulang kampung ya?” goda Anna.
Johan tahu Anna sudah punya pacar pengusaha kaya. Tapi Anna suka menggoda karyawan bujang yang pemalu agar timbul hingga menjadi salah tingkah.
“Kamu bisa saja An, bisa makan rumput kamu kalau jadi istriku” kelakar Johan.
“Aku doyan rumput kok, boleh” Anna tertawa lepas seperti biasa kalau sedang bercanda menggoda Johan.
"Atau kamu mau menyindir aku kalau perusahaan ini terlalu kecil menggaji kamu" Anna memasang wajah serius.
"Ah, bukan, bukan itu maksudku" Johan gelagapan,Anna merasa senang bisa membuat Johan serba salah.
“Mama sudah lama kangen makanan daerah, tapi sayangnya gak ada yang dititipi ya” keluh Anna Serius.
“Lha kalian kan tinggal main saja ke kampung to, besok libur traveling ke sana” usul Johan.
“Sagon yang dikangeni mama, yang biasa kamu bawa itu Jo, kan hanya dibikin saat ada pesanan.
Ke sana cuma untuk pesan sagon kayaknya kok ya berlebihan” Kilah Anna yang sama sekali tidak suka traveling.
Mereka harus berpisah karena Anna menuju tempat parkir mobilnya, sedang Johan menuju pintu gerbang.
“Sampai ketemu tahun depan Jo, kalau sempat pulang bawakan sagon nanti duitnya aku ganti, tambah bonus deh” Anna masih tetap berharap.
“Hmmm…..” Johan hanya bergumam.
Johan sangat mengagumi Anna. Gadis muda nan cantik, dari keluarga kaya raya yang umurnya tak terpaut jauh darinya, tapi kariernya sudah melebihi Wanita paruh baya.
Karakternya yang ramah dan supel serta periang menambah kharisma kecantikannya.
Umur Anna satu tahun diatasnya.dengan paras yang secantik itu, jika dikampung mungkin sudh beranak tiga di usianya.
Johan berlari-lari kecil menuju halte dekat kantornya.bersamaan ia masuk halte, sebuah bis yang bertrayek kearah tempat kosnya sedang melaju pelan menuju halte tersebut.
Perjalanan tak terlalu lama karena jam pulang kerja yang biasa membikin macet jalanan jogja sudah berakir satu jam yang lalu.
Trans Jogja tak terasa telah sampai ke halte dekat kos Leyna. Johan sengaja selalu naik Trans Jogja karena penat setelah bekerja dapat ia lampiaskan dengan terlelap sesaat di moda angkutan yang tak terlalu ramai saat ia menaikinya.
Hari ini ia ingin langsung pulang ke kos Leyna, ingin mengajak menikmati malam tahun baru bersama wanita yang dikaguminya.
Menyusuri gang menuju kos Leyna Johan berjalan tak terlalu tergesa-gesa. Johan sudah mandi sekalian di kantor sebelum pulang, karena pekerjaan sore tadi membuat tubuhnya penuh dengan peluh.
Johan sudah terbiasa membawa pakaian ganti jika berangkat bekerja. Tas punggung yang selalu menemaninya menjadi tempat sarana pelengkap kebutuhan hariannya.
Sesampai di kos Leyna suasana cukup sepi. anak-anak kos pada jam-jam begitu asyik mendekam di kamar masing-masing. Johan langsung menuju pintu kamar dan mengetuk pelan.
“Hai Jo” seperti biasa Leyna mengintip dahulu dari balik pintu.
“Tunggu Sebentar” Leyna Kembali menutup pintu. Johan sudah hafal, Leyna akan mengganti celana pendek yang biasa ia kenakan saat di kos setiap Johan datang.
Sebenarnya Johan sudah seringtak sengaja melihat Leyna mengenakan celana pendek saat membuka pintu kamar.
Gadis mungil itu terlihat seksi dengan celana pendek yang melekat pas di tubuhnya.
“Masuk” Leyna terlihat cantik dengan kaos putih dan sudah berganti celana panjang jeans ketat yang membalut tubuhnya. Johan tak henti memandang gadis yang dicintainya itu meski ia masih ragu apakah Leyna benar-benar menerimanya sebagai kekasih.
“Nanti malam antar aku ya Jo” pinta Leyna.
“Ke mana” Johan berharap. Ia sedikit heran. Tumben Leyna meminta ditemani.
“Anak-anak UKM mau tahun baruan di kos Bella yang ada halamannya luas” jawab Leyna
“Oh, Bella yang pacarnya ketua UKM itu” tanya Johan.
“Iya, kamu kenal kan sama bang Roy pacar Bella” tanya Leyna
“Kenal” Ujar Johan mantap.
Roy adalah ketua UKM yang diikuti Bella, dimana saat Johan masih aktif di UKM tersebut Roy merupakan
mahasiswa baru yang memilih kegiatan yang sama dengan Johan sebagai senior. Johan sempat satu tahun berinteraksi dengan Roy.
“Banyak anak-anak yang ikut?” tanya Johan.
“Nggak juga sih, Cuma anak-anak yang gak pulang kampung saja” jawab Leyna.
"Acaranya apa?" tanya Johan penasaran.
"Nggak tahu juga sih, sepertinya cuma bakar-bakar saja sambil menunggu pergantian tahun" Jawab Leyna
Johan memberhatikan Leyna yang berbincang dengannya sambil berjalan mondar-mandir di kamar entah menyiapkan apa.
“Sebentar ya Jo” Leyna keluar kamar menuju kamar teman yang lain.
Johan membaringkan diri di kasur, sementara Leyna sibuk dengan beberapa urusan dengan teman-teman kosnya. Tak terasa lelah yang menghinggapi seluruh tubuh Johan membawa lelap yang tak tertahankan.
Johan membawa perubahan sikap Leyna yang menjadi lebih nyaman dalam menanggapi dirinya ke dalam mimpi.
Johan bermimpi indah meski tetap dilingkupi keraguan.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!