NovelToon NovelToon

I’M Not A Virgin

Part 1

...Cerita ini adalah sequel dari My Rich Husband dan Mine. Jadi disarankan untuk membaca dua karyaku tersebut, tapi kalau mau langsung ke sini juga boleh...

...*****...

Delavar Doris Dominique, pria berusia dua puluh tujuh tahun itu semakin mempercepat ritme tangannya yang sedang memegang sesuatu di area pangkal paha. Matanya terpejam membayangkan wajah seorang wanita yang sudah lama dia taksir.

Sementara itu tangan kanannya berpegangan pada dinding agar tubuhnya tetap kuat berdiri saat kenikmatan menjalar hingga rasanya seperti mati rasa di area pangkal pahanya. Dan tak lama kemudian dia mengerang nikmat saat cairan kental menyembur keluar hingga menempel ke dinding kamar mandinya.

Delavar menghidupkan shower dan membersihkan noda bekas bibit-bibit kehidupannya yang terbuang sia-sia. “Selamat tinggal calon anak-anakku yang malang,” gumamnya ketika cairan kental miliknya mulai memasuki lubang pembuangan air.

Pria bertubuh kekar yang dipenuhi oleh otot-otot atletis itu pun membersihkan dirinya di bawah guyuran air shower. Terkadang rutinitas pagi dan malamnya pasti membuang calon penerusnya karena dia tak bisa mengganti pelumas dengan menyalurkan bersama wanita bayaran. Lebih tepatnya dia risi jika melakukan hal tersebut dengan orang yang tak dicintai sehingga memilih untuk berfantasi saja di dalam pikirannya seraya tangannya yang bekerja.

Setelah tubuhnya wangi dan bersih, Delavar keluar dari kamar mandi yang ada di dalam walk in closet. Berganti pakaian kerja seraya bersiul karena sebelum berangkat ke kantor pasti dia akan mencuri pandang dengan wanita yang ada di dalam fantasinya.

Delavar menatap dirinya di pantulan cermin. Melihat bagaimana penampilannya hari ini. “Siap bertemu dengan bidadari penghuni kantor Marvel,” kelakarnya.

Pria itu juga tak lupa menyemprotkan parfume ke seluruh tubuhnya. Bahkan sudah seperti mandi menggunakan pengharum. Maklum, ingin sekali dilihat oleh wanita yang setiap hari ada di dalam fantasinya.

Delavar pun sudah siap untuk turun ke bawah sarapan bersama keluarganya, namun kakinya terhenti di depan pintu walk in closet saat melihat kembarannya sudah duduk di ranjang empuknya dengan memegang sebuah bingkai foto.

“Dariush, sejak kapan kau ada di kamarku?” tanya Delavar. Kakinya menuntun untuk mendekati pria yang tak kalah tampan namun wajah kembarannya terlihat lebih tegas dibandingkan dirinya yang manis.

“Sejak kau berteriak dari dalam kamar mandimu, ah ... Amartha,” jawab Dariush jujur. Dia terkekeh lucu dengan kembarannya yang belum berani mendekati wanita tersebut tapi selalu membayangkan wajah cantik itu.

“Sial! Kau menguping kegiatanku di kamar mandi!” umpat Delavar seraya tangannya mengambil paksa foto seorang wanita yang selalu dipajang dalam kamarnya.

Dariush mengangguk dan wajahnya terlihat biasa saja saat mengetahui kembarannya bermain sendiri menggunakan tangan. “Kalau suka, maka dekati. Apa lagi yang kau tunggu? Dia sudah tak menjadi kekasih sepupu kita, jadi tak ada alasan untuk tak mencoba menarik perhatiannya,” ujarnya. Dia tahu betul bagaimana perasaan kembarannya karena sudah lama Delavar selalu mengamati wanita itu.

Bahkan saat masih menjadi kekasih Marvel sudah menarik perhatian Delavar dan pria yang dahulu tinggal berempat dalam satu rahim itu sering memikirkan bagaimana perasaan wanita dalam bingkai foto tersebut ketika tersakiti oleh sepupunya—Marvel Gabriel Giorgio.

“Aku sedang mencoba mendekatinya, tapi sejak pernikahan si bungsu dan sepupu kita, sekarang dia menjadi sangat dingin, tertutup, dan sulit sekali melirik ke arahku,” jawab Delavar seraya meletakkan bingkai foto ke atas nakasnya lagi.

Dariush beranjak berdiri dan menepuk pundak kembarannya. “Dia baru saja ditelantarkan oleh sepupumu yang tak berperasaan itu, coba tawarkan bahumu ini untuk tempatnya bersandar,” cetusnya memberikan ide.

...*****...

...Selamat membaca dan semoga terhibur dengan tulisanku....

...Untuk Visual cerita ini ada di instagram aku @heynukha...

Part 2

Delavar mengayunkan kaki menuju mobilnya yang terparkir di depan mansion keluarga Dominique. Dia tak sabar ingin mencuri pandang dengan wanita yang selalu ada dalam fantasinya ketika proses pergantian pelumas.

Bunyi dua pintu yang tertutup secara bersamaan membuat Delavar menatap ke arah kursi di sampingnya. “Dariush, kenapa kau masuk ke dalam mobilku?”

“Irit bensin dan mengurangi emisi karbon, lagi pula arah tempat kerja kita sama,” jawab Dariush. Padahal dia sengaja ingin melihat progres kembarannya mendekati seorang wanita yang bekerja di perusahaan sepupunya.

“Ck! Aku tak langsung berangkat ke kantor. Seperti biasa, aku akan menuju perusahaan Marvel dulu,” ungkap Delavar. Dia mengusir Dariush agar keluar dari mobilnya tapi tetap saja pria yang tumbuh dalam satu rahim dengannya itu tetap bergeming.

“Jalan saja, tak masalah ke kantor Marvel dulu. Lagi pula masih lama jam masuk kantornya.” Dariush tetap teguh dengan pendiriannya.

Delavar menggerutu saat Dariush memakai seatbelt dan memberikan perintah padanya untuk melajukan kendaraan. “Jangan mengganggu atau menggodaku saat berusaha mendekati Amartha,” peringatnya seraya kaki menginjak pedal gas.

Dariush mengedikkan bahu tak bisa berjanji akan hal tersebut.

Kendaraan roda empat itu melaju dengan kecepatan sedang menuju perusahaan Triple G Corp milik keluarga Giorgio. Tepat sekali saat Delavar memarkirkan mobil di basement, ada seorang wanita yang baru saja keluar dari mobil baru berwarna hitam.

“Itu Amartha.” Dariush menyenggol lengan kembarannya seraya menunjuk wanita yang sedang berjalan menuju lift.

“Aku sudah tahu,” balas Delavar. Tangannya membuka seatbelt dan tak sabar ingin segera menyusul sekretaris sepupunya.

Darisuh melakukan hal yang sama, melepas sabuk pengaman juga. “Kau tak mau berpura-pura sakit di depannya agar dirawat olehnya?” cetusnya memberikan ide.

Dan toyoran pun Delavar layangkan ke kening kembarannya. “Kau pikir aku ini seperti daddy yang mendekati mommy dengan banyak drama. Lagi pula kau belum tahu sedingin apa sifat Amartha,” elaknya.

Dariush menertawakan kembarannya, lebih tepatnya mengejek. “Wajahmu oke, badanmu lebih kekar dari Marvel, tapi masalah wanita ternyata kau kalah jauh,” kelakarnya. “Oke, bagaimana jika kita taruhan saja. Kalau kau berhasil mendapatkan Amartha, aku akan membelikan mansion yang luasnya sama dengan milik Danesh,” tawarnya. Dia berharap dengan adanya hadiah akan membuat Delavar tak gentar saat mendekati wanita.

Plak!

Delavar menggeplak kepala Dariush sangat kencang. “Kau pikir Amartha wanita apa sampai kau jadikan alat taruhan?!” Dia mengomeli kembarannya, tak terima jika wanitanya dianggap sebagai alat transaksi sebuah mansion. “Lagi pula aku bisa membeli tempat tinggal seperti Danesh tanpa kau iming-imingi hadiah seperti itu,” imbuhnya menegaskan jika dia tak semiskin itu sampai mempertaruhkan wanita yang dia taksir demi sebuah aset.

Dariush bertepuk tangan dengan tekad Delavar. “Ternyata kau goodboy, hanya saja Amartha tak melirikmu,” kelakarnya mengejek kembarannya yang sudah tiga bulan terakhir ini berusaha mendekati sekretaris Marvel.

“Kau tunggu di sini saja, aku turun sendiri,” peringat Delavar. Terlalu lama mendengarkan ocehan Dariush membuat waktunya terbuang sia-sia selama tiga menit.

Delavar yang sudah sampai di lantai teratas itu segera mendekati meja kerja Amartha. “Ehem!”

Deheman dari suara khas salah satu penerus keluarga bisnis Dominique itu membuat Amartha menatap Delavar. Wanita berparas cantik dan anggun tersebut mengulas senyumnya sekilas namun kembali memasang raut wajah biasa saja. Entah apa yang membuatnya menjadi wanita yang sekarang tak ramah lagi seperti dahulu. Sorot matanya juga sudah berbeda, kini terlihat datar dan tak ada binar bahagia.

Part 3

“Maaf, Tuan Marvel belum datang,” ujar Amartha memberi tahu keberadaan atasannya. Padahal Delavar belum menyampaikan maksud kedatangan menemui dirinya. Tapi setiap pagi memang anak ketiga di keluarga Dominique itu selalu datang ke sana dengan dalih ingin bertemu dengan Marvel. Sehingga Amartha langsung berinisiatif untuk memberikan sebuah informasi dengan harapan agar pria tersebut tak berlama-lama berdiri di hadapannya.

“Aku ke sini bukan untuk menemui sepupuku,” terang Delavar. Dan dia tak mendapatkan respon apa pun dari wanita cantik di hadapannya.

Amartha menaikkan sebelah alisnya saat Delavar tetap berdiri tegak padahal tidak memiliki kepentingan apa pun. Lima menit munggu pria itu pergi tapi justru semakin menatapnya dan membuatnya kurang nyaman.

“Maaf, Tuan. Jika Anda sudah tidak memiliki kepentingan apa pun di sini, mungkin bisa meninggalkan meja kerja saya. Atau silahkan menunggu di ruangan Tuan Marvel,” tegas Amartha mengusir Delavar. Dia merasa terganggu dengan kedatangan salah satu penerus kerajaan bisnis Dominique di pagi hari. Seharusnya datang lebih pagi bisa digunakan untuk menyusun pekerjaan apa saja yang akan diselesaikan hari ini. Tapi dipandangi oleh seorang pria membuatnya kurang nyaman dan tak bisa melakukan agenda yang sudah direncanakan sebelum berangkat ke kantor.

Dan lagi-lagi Delavar mendapatkan tatapan dingin dari Amartha. Dia tahu jika wanita itu tak suka didekati oleh dirinya, tapi kalau menyerah begitu saja, mana mungkin bisa mendapatkan perhatian seorang Amartha Debora yang empat bulan lalu baru saja ditelantarkan oleh sepupunya.

“Aku ke sini ingin bertemu denganmu,” ungkap Delavar.

“Baik, apa yang ingin Anda sampaikan?” Amartha terus saja berbicara menggunakan bahasa baku, terkesan sangat kaku dan formal.

“Bisakah kau menggunakan bahasa yang santai saja saat berbicara denganku?” pinta Delavar. Rasanya seperti ada jarak yang membentang jauh saat Amartha menanggapinya sekaku itu.

“Maaf, saya tidak bisa,” tolak Amartha. Dia seolah sedang membentengi diri agar tak terlalu ramah dan dekat dengan orang lain.

Delavar mengembuskan napas, menyandarkan tangannya di meja seraya matanya berpandangan langsung dengan Amartha yang begitu dingin melihat ke arahnya. “Apakah malam ini kau memiliki agenda?” tanyanya basa basi sebelum masuk ke inti yang ingin disampaikan.

“Tidak,” jawab Amartha seperlunya.

Delavar menyunggingkan senyum lega. “Kalau begitu, apa kau mau ikut denganku menghadiri acara makan malam bersama keluargaku?” pintanya. “Aku belum memiliki pasangan, jadi maukah kau membantuku?” imbuhnya menjelaskan terlebih dahulu sebelum wanitanya menjawab.

“Tidak,” tolak Amartha dengan suara yang tegas. Lagi pula dia tak memiliki kepentingan juga dengan keluarga Dominique, bahkan tidak memiliki ikatan dengan para konglomerat di Eropa itu. Jadi tak ada kewajiban untuk dirinya menghadiri acara makan malam tersebut.

“Kau yakin? Coba dipikirkan terlebih dahulu, belum ada satu detik dari aku mengajukan pertanyaan tapi sudah langsung kau jawab. Siapa tahu kau ingin berubah pikiran.” Delavar terus mencoba untuk membujuk Amartha.

“Maaf, jawaban saya tetap tidak,” ucap Amartha dengan sorot mata dingin dan terlihat tak tertarik dengan ajakan Delavar.

Delavar mengatupkan kedua tangannya. “Satu kali ini saja, keluarlah denganku,” mohonnya.

“Maaf, jika Anda sudah tidak memiliki kepentingan, mohon untuk meninggalkan tempat kerja saya karena saya ingin mulai untuk bekerja.” Amartha tak berniat menanggapi Delavar lagi. Dia sepertinya sudah tidak tertarik dengan anggota keluarga yang berhubungan dengan mantan kekasihnya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!