NovelToon NovelToon

Oh My Baby

Part 01

Di sebuah ruangan dengan suasana yang mencekam dengan umpatan dan makian seorang laki laki kepada seorang wanita yang tengah berdiri dengan tubuh yang bergetar menahan rasa takut yang menjalar di seluruh tubuhnya, dan tidak lupa cairan bening yang tidak henti hentinya keluar dari kedua pelupuk matanya.

"Hentikan air mata menjijikkan mu Sialan..!!" Pekik laki-laki itu dengan desisan di akhir kalimatnya dan tidak lupa tatapan matanya yang begitu tajam seolah olah seekor predator yang tengah mengintai mangsanya.

Wanita malang itu semakin tergugu di tempatnya dengan air matanya yang semakin deras membasahi wajah kuyunya.

"Shitt..!!"Umpat laki laki seraya menendang meja di hadapan nya, sehingga makanan yang ada di meja makan tersebut berhamburan di atas meja dan mengotori lantai karena tendangan laki laki itu.

"Maafkan saya Tuan."Cicit wanita itu dengan menundukkan kepalanya tanpa menghentikan langkahnya.

Wanita malang itu sebenarnya tidak mengetahui apa kesalahan yang telah dia perbuat, Sehingga membuat laki laki yang kini berstatus sebagai suaminya begitu murka kepada dirinya.

Melihat Sang Wanita tidak mengindahkan peringatan nya, membuat amarah laki-laki itu semakin menyala.

"Dasar manusia bodoh..!!"Laki-laki itu kembali mengumpat dan menghina tanpa memikirkan perasaan wanita yang berstatus sebagai istrinya.

Wanita itu semakin menundukkan kepalanya saat umpatan dan hinaan laki laki itu lontarkan kepada dirinya.

Wanita malang itu semakin mengigit bibir bawahnya saat perasaan sedih itu semakin menyeruak di dalam hatinya yang terdalam. saat laki laki yang seharusnya menjadi pelindung baginya terlebih lagi akan ada anak di antara mereka, Namun laki laki itu hanya memberikan luka dan penderitaan kepada dirinya.

"SUDAH BERAPA KALI KU KATAKAN HENTIKAN AIR MATA MENJIJIKKAN MU ITU SIALAN..!!"Sentak laki laki sehingga membuat wanita malang itu terjingkrak di tempatnya.

"Mengapa Tuan? Mengapa Tuan begitu membenci Bianca? bukankah disini Bianca lah pihak yang paling di rugikan dalam situasi ini? Lalu, mengapa Tuan memperlakukan Bianca selayaknya Bianca adalah dalang dari semua kemalangan yang menimpa kehidupan kita."Timpal Bianca tanpa menatap Edward yang ada di hadapannya.

"Menjijikkan sekali sandiwara mu Ja'ang..!!"

"Tuan...!"

"Kesalahan mu adalah hadir di dalam kehidupan ku dan menghancurkan semua yang telah ku bangun! Terlebih lagi kau membawa anak sialan itu ke dalam hidupku."Sarkasme Edward.

"Seorang Anak yang belum tentu darah daging ku."Hati ringkih Bianca bagaikan tertusuk ribuan jarum saat mendengar semua perkataan tajam itu.

"Jangan berkata seperti itu Tuan! Meskipun Anak ini hadir dengan cara yang salah. Namun, dia tetap darah daging Anda Tuan." Sahut Bianca penuh dengan penekanan.

Meskipun Bianca wanita yang lemah dan mudah sekali menangis. Namun dia tidak akan biarkan satu orang pun menghina anak yang ada di dalam kandungan nya.

"Tutup mulut mu itu sialan..!!"Sentak Edward dengan membolakan kedua matanya. Nafas laki-laki itu memburu, begitu pun dengan rahangnya yang mengerat seiring dengan amarah yang menguasai laki laki itu.

"Kenapa Tuan? Kenapa kebencian Menutupi mata dan hati Anda! Sehingga Anda tidak melihat kebenaran yang ada di hadapan Anda!"Batin Bianca.

wanita hamil itu terisak dengan lirih sehingga menyayat hati siapa pun orang yang mendengarnya. Terkecuali Seorang Edward O'deon yang kini memiliki hati sekeras batu dan sedingin Es.

"Apa yang kau pikirkan ja'ang?"Tersenyum sarkasme di sudut bibirnya. "Kau pikir, dengan air mata buaya dan sandiwara murahan mu itu, Aku akan merasa iba? Bahkan jika kedua matamu mengeluarkan air mata darah dan bersujud di bawah kaki ku. Aku tidak akan sudi memberikan belas kasihan ku kepada wanita murahan seperti mu!"Tutur Edward dengan penuh penekanan.

Bianca yang mendengarnya seketika mematung menahan rasa nyeri yang kian menghimpit dadanya. Seorang laki-laki yang seharusnya menjadi pelindung baginya, Ternyata hanyalah seorang laki-laki brengsek yang tidak mengakui kesalahan yang telah dia perbuat.

"Tuan..!!"Seru Bianca dengan suara yang tercekat.

"Pergilah dari sini. Sebelum aku melakukan sesuatu yang tidak pernah kau bayangkan di dalam hidupmu..!!"

Bianca menatap Edward dengan dalam dan hanya dirinya dan Tuhanlah yang tahu arti dari tatapan matanya.

"Apa yang kau harapkan Bianca."Guman Bianca dengan tersenyum getir melihat kedua sorot mata Edward yang memancarkan api kemarahan kepada dirinya.

"KENAPA KAU MASIH DIAM MEMATUNG SEPERTI ITU JA'ANG..!! ATAUKAH KAU SEDANG MENANTANG KU..!!"Pekik Edward membuat Bianca tersentak dalam lamunannya.

"Ma-maafkan Saya Tuan."Ucap Bianca dengan terbata bata.

Dengan air mata yang tidak henti hentinya keluar dari pelupuk matanya, Bianca pergi meninggalkan ruangan itu dengan sejuta luka yang Edward torehkan kembali kepada dirinya.

_

_

_

Kedua manik mata madunya menatap sendu ke dalam kamar yang selama ini wanita itu tempati di dalam rumah Edward.

Tidak ada kasur king size ataupun Queen size di dalam kamar itu. Melainkan kasur lantai yang lusuh dan tipis yang begitu tidak layak di pakai. Dinding dan langit-langit kamarnya sudah di tumbuhi lumut dan rayap, Sehingga dindingnya pun tidak dapat menahan derasnya air hujan jika turun.

Sebuah kamar yang layak untuk di sebut gudang, Menjadi tempat dimana wanita hamil itu berteduh dari panasnya sinar matahari dan dinginnya malam.

Tiada tempat untuk wanita itu berkeluh kesah dan menceritakan tentang kepahitan hidup yang dia alami selama ini. Dirinya sebatang kara, Meskipun wanita masih mempunyai seorang Ayah. Namun wanita itu lebih menganggap ayahnya telah tiada, Karena memang selama ini dirinya tidak di anggap keberadaan oleh sang Ayah.

"Auchh..!!"Bianca merintih saat rasa sakit menyerang perutnya. Menghirup dan Menghembuskan nafasnya secara berulang kali, itulah yang Bianca lakukan untuk meredakan rasa nyeri yang tiba tiba saja menyerang perutnya.

Bianca pernah membaca bahwa ibu hamil akan sering mengalami keram di perutnya, di trimester pertama dan terakhir masa kehamilan Nya. Terlebih lagi Jika wanita hamil itu tertekan, merasa sedih, dan terlalu banyak pikiran membuat intensi keram perut di masa kehamilan akan sering terjadi. Dan itulah yang kini dia alami oleh Bianca, tertekan karena perlakuan dan perkataan buruk sang suami, terlebih lagi orang orang di sekitarnya yang memandang Bianca rendah karena hamil di Usia muda.

Pernikahan yang sangat singkat, Namun begitu penuh dengan air mata penderitaan dan kesakitan bagi wanita malang itu.

Umpatan, Makian dan kata kata kasar menjadi makanan sehari-hari bagi Bianca. Entah apa yang mendasari Edward melakukan semua itu kepada dirinya. Bukankah disini Bianca adalah korban-Nya? Namun mengapa Edward memperlakukan Bianca seolah olah Bianca adalah dalang dari hancurnya kehidupan mereka.

pernikahan yang sama sekali tidak di inginkan oleh kedua belah pihak, baik dari laki laki itu maupun wanita. Namun sebuah keadaan yang membuat mereka terikat dalam hubungan yang tidak pernah mereka inginkan dan pikirkan sama sekali.

Sedangkan di ruangan yang berbeda, Namun di waktu yang hampir bersamaan. Edward duduk di atas kursi kebesaran-Nya dengan nafas yang terdengar memburu, bahkan suara nafasnya terdengar begitu nyaring di dalam keheningan ruangan tersebut. Amarah laki laki itu selalu memuncak saat berhadapan dengan wanita yang berstatus sebagai istrinya.

Bianca...?

Wanita Picik Licik dan menjijikkan. Seperti itu lah yang laki laki itu deskripsi kan kepada wanita yang kini berstatus sebagai istrinya.

"Menjijikkan sekali sandiwara mu Ja'ang..!!" Desisnya dengan gigi yang bergemuruh dan kedua manik matanya yang menghunus tajam.

"Kau yang mulai permainan ini, Akan tetapi akan aku pastikan bahwa Akulah yang akan mengakhiri semua ini. Dengan Edward O'deon lah yang menjadi pemenang dalam permainan yang telah kau buta."Edward meremat kertas yang ada di genggaman tangannya, Sehingga kertas itu tidak berbentuk lagi.

"Dan Kau akan kalah dengan permainan yang telah kau mulai. Dan Aku Edward O'deon berjanji bahwa akan memberikan kesakitan dan penderitaan yang tidak kau bayangkan di dalam hidupmu."Sambung Edward dengan menggebu gebu.

Edward selalu mengingat apa yang telah di lakukan Bianca kepadanya. Sehingga membuat mereka terikat dalam sebuah hubungan yang saling menyakiti. Terlebih lagi Edward yang harus kehilangan wanita yang di cintai nya, karena permainan yang telah Bianca lakukan. Sungguh Jika mengingat itu semua Edward rasanya ingin sekali meremukkan dan menghancurkan segala barang barang yang ada di sekitarnya.

"Kau yang telah membuatku terpaksa melakukan semua ini kepadamu Bianca Jackson...."

"Jika saja kau tidak melakukan hal yang menjijikkan itu kepada ku. Mungkin saat ini Kau dan Aku tidak akan ada di posisi yang saling menyakiti seperti ini."Tutur Edward dengan tersenyum pelik saat mengingat semua peristiwa yang tidak terduga yang menimpa kehidupan dirinya.

"Dan Kau, Nona Bianca Ashleya Jackson! kau harus mendapatkan balasan yang setimpal karena telah bermain main dengan Seorang Edward O'deon..!!"

"Bahkan jika air mata mu mengering dan mengeluarkan darah sekalipun, Aku tidak akan pernah sudi memaafkan semua perbuatan menjijikkan mu! Karena perbuatan mu itu, hidup ku hancur dan aku harus terikat dengan sebuah hubungan yang seorang yang tidak aku cintai!"

"Bahkan aku pun tidak yakin bahwa anak yang ada di dalam kandungan mu itu Adalah darah daging ku..!"Cetus Edward dengan penuh arti.

"Aku ingin sekali melihat kau bersimpuh dan bersujud kepada ku. Dan meminta maaf atas apa yang telah kau lakukan kepada ku, Meskipun saat ini kau tidak mengakui perbuatan apa yang telah kau perbuat kepada ku. Namun akan ku pastikan kau lambat laun akan mengakui segalanya." Kata Edward dengan tersenyum penuh arti.

Jangan lupa Like Comment Rate dan Vote

Part 02

Sang Surya sudah nampak naik di tempat peraduannya. Kawanan burung nampak berterbangan kesana-kemari memenuhi langit yang mulai menampakkan warnanya. Suara kicauannya tampak bersahutan satu lain menyambut Sang surya yang sinarnya mulai menyinari seluruh permukaan bumi yang dirinya lewati.

Pagi hari yang telah di tunggu tunggu oleh seluruh makhluk hidup di bumi ini, Tapi tidak untuk seluruh manusia yang harus mengakhiri istirahat nya. Untuk kembali melakukan rutinnya sehari-hari.

Namun tidak untuk Seorang Bianca Ashleya Jackson, Seorang remaja yang akan beranjak dewasa. Dia enggan untuk membuka kedua matanya, bahkan dia sering berdoa kepada Tuhan, Agar Tuhan mencabut nyawanya saat ini juga. Karena Bianca sudah tidak tahan dengan kesakitan dan penderitaan yang sering dirinya terima dari orang orang sekitarnya.

Kehadirannya karena kesalahan. Membuat orang orang di sekitar Bianca begitu membenci-Nya. Bianca hadir dari sebuah pemerkosaan yang di lakukan ayah kandung Bianca kepada ibu kandung Bianca.

Ibu kandung Bianca adalah seorang pelayan di kediaman ayah Bianca. Karena kecantikan dan Tutur katanya yang baik, Membuat ayah Bianca gelap mata dan melakukan hal yang menjijikkan itu. Padahal saat itu ayah Bianca sudah memiliki istri dan dua anak di dalam pernikahannya.

Waktu sudah menunjukkan pukul tujuh pagi. Namun sang empu pemilik kamar terlihat enggan untuk membuka kedua matanya, Bianca terlihat gusar dalam tidurnya, bahkan buliran buliran keringat sebesar biji jagung nampak menghiasi pelipisnya. Entah apa yang di mimpikan oleh wanita malang itu, sehingga dalam tidur pun Bianca tampak menderita.

"Bunda..."Lirihnya dengan bibir yang bergetar.

Terlihat seorang wanita parubaya berdiri di samping dipan minimalis Bianca dengan berdecak pinggang. Kedua matanya membola dan suara decihan terdengar dari mulutnya.

"Dasar anak tidak tidak tahu Malu..!! Sudah menumpang hidup selama ini dengan ku, Masih saja bermalas-malasan! Tidak ibunya tidak anaknya selalu saja menjadi benalu di dalam kehidupan ku..!!"Katanya dengan decihan di akhir kalimatnya.

Byurr...!!

"Uhuk Uhuk..."Bianca terbatuk-batuk dan tenggorokan nya merasa sakit saat air itu masuk ke dalam mulutnya.

"Mamah...!!"Kata Bianca saat kedua bola matanya terbuka dan melihat siapa yang menyiram dirinya.

"Sudah berapa kali ku katakan, Bahwa aku bukan Mamah mu! Kehadiran mu hanyalah kesalahan dan aib bagi kehidupan suami ku!" Sarkasme parubaya itu dengan penuh penekanan dan tidak lupa tatapan matanya yang tajam kepada Bianca.

"Kau pikir, Kau Nyonya di rumah ini? Sehingga kau bisa bangun dan berperilaku dengan seenaknya?"Cetus Mamah Viona dengan belikan kedua matanya.

"Kau harus ingat, Kau adalah benalu di rumah ini dan berperilaku lah sesuai dengan derajat yang kau miliki..!"Pekiknya dengan suara yang kian meninggi, Sehingga membuat Bianca merasa terintimidasi dan tanpa sadar cairan bening keluar dari kedua pelupuk matanya.

"Masih untung keluarga ku masih mau menampung kau disini. Jika tidak, mungkin kau sudah menjadi gelandangan di luar sana." Kata Wanita itu dengan berdecak pinggang.

"Ba-baik Nyonya...."Jawan bianca dengan suara paraunya.

"Kenapa kau diam disana saja? banyak sekali pekerjaan yang harus kau kerjakan dan kau masih bermalas-malasan disitu..?!"Pekik Mamah Viona.

"Dasar benalu pemalas..!!"Decak wanita itu seraya pergi meninggalkan kamar Bianca.

Bianca menghembuskan nafasnya setelah ibu tirinya pergi meninggalkan kamarnya.

"Ya Tuhan.... Bianca sangatlah lelah dengan keadaan yang selama ini Bianca terima, Kapankah semua penderitaan ini berakhir Tuhan? Kapankah kebahagiaan datang dan menerpa kehidupan Bianca?"

"Jika Engkau begitu enggan untuk memberikan kebahagiaan untuk Bianca, Maka lebih baik cabut saja nyawa Bianca saat ini juga Tuhan."Lirih Bianca dengan menyeka air matanya.

Dan tanpa terasa cairan bening menumpuk di kedua pelupuk matanya. Bianca merasa Tuhan tidak adil kepada dirinya. Bianca hanya ingin sedikit kebahagiaan, Akan tetapi Tuhan begitu enggan memberikan kepada dirinya.

Bianca pun selalu bertanya-tanya kepada Sang pemilik Kehidupan. Apakah di kehidupan yang sebelumnya, Bianca melakukan kesalahan yang sangat fatal sehingga Tuhan memberikan Bianca balasan di kehidupan nya sekarang.

_

_

_

Kedua mata yang membengkak membuktikan seberapa lama dan banyaknya Bianca mengeluarkan air mata. Kedua manik mata Bianca menatap dirinya yang terlihat sungguh menyedihkan, Bianca terkekeh entah apa yang yang wanita malang itu tertawakan, Namun dengan kedua sudut matanya yang nampak mengembung menahan air mata yang siap kapan saja keluar dari kedua pelupuk matanya.

"Menyedihkan sekali kau Bianca."Kekeh Bianca dengan tersenyum getir.

"Apakan Bunda melihat di atas sana? Anakmu sangat menderita disini Bunda. Tidak ada yang memeluk dan merengkuh anakmu saat dia lelah akan kepahitan yang menerpa hidupnya Bunda. Semua ini tidak adil bagi anakmu Bun, Apakah karena Bianca terlahir dari sebuah kesalahan? Sehingga kehidupan Bianca penuh dengan penderitaan dan kesakitan?"Tutur Bianca dengan suara yang pelan, seolah olah dirinya tengah berbicara dengan mendiang ibunda yang telah damai di dalam keabadian.

Perkataan itu...

Perkataan yang begitu menyakitkan bagi dirinya. Di saat Sang Ayah selalu mengatakan bahwa kelahiran Bianca adalah Aib dan Kesalahan terbesar baginya. Bianca pun selalu bertanya kepada dirinya, Apakah kesalahan Bianca? Bianca pun tidak ingin terlahir seperti ini.

Sungguh jika Bianca bisa memilih takdirnya, Bianca akan memilih tidak di lahirkan ke dunia ini dari pada dia hidup di dunia ini penuh dengan kesakitan dan penderitaan.

Bianca terhenyak dalam lamunannya saat namanya di panggil dengan suara yang memekik dan penuh dengan kemarahan.

Dengan langkah yang tergesa-gesa Bianca menuju tempat dimana suara itu berasal. Dan dari kejauhan Bianca melihat istri dari Sang Ayah tengah berdiri dan berdecak pinggang menunggu kedatangan dirinya.

"Kau dari mana saja bodoh..!!"Sentak wanita itu setelah Bianca berdiri di hadapannya.

"Ma-maafkan saya Nyonya."Wanita malang itu menundukkan kepalanya karena tatapan sang ibu tiri begitu tajam kepadanya.

"Maaf... Maaf... Kau ini hanyalah benalu di rumah ini, Jadi bersikaplah sesuai dengan derajat mu bodoh..!!"Tampak seringai penuh kemenangan dari raut wajah wanita itu setelah mengatakan hal itu kepada Bianca.

"Ba-baik..."Bianca tidak bisa berkata apapun lagi. Wanita malang itu pun hanya bisa pasrah akan perlakuan seluruh keluarga Sang Ayah.

"Dasar benalu..!!"Suara dari belakang membuat Bianca mengalihkan atensinya.

Deg manik mata Bianca bersitatap dengan seorang laki laki yang membuat dirinya terlahir ke dunia ini.

"Ayah...!!"Guman Bianca dengan menatap laki laki parubaya itu dengan tersenyum kecut.

Kata kata itu sepertinya tidak pantas Bianca sematkan kepada laki laki yang telah menorehkan luka yang sangat dalam bagi bianca.

"Kenapa kau melihatku seperti itu Ja'ang..!!" Sentak Agnes kakak tiri dari Bianca.

Bianca tidak membalas perkataan dari kakak tirinya. Fokus Bianca hanya melihat ayah kandungnya yang tengah merangkul anaknya dengan erat.

"Kenapa kau mematung seperti itu? Kau tidak mendengar perkataan dari istri ku?"Seru Papah Albert penuh dengan penekanan.

Laki laki parubaya itu enggan untuk menatap Bianca, Karena setiap kali dirinya menatap Bianca, Papah Albert selalu mengingat kesalahan masa lalu yang telah dia perbuat.

"Ba-baik...."Bianca pun pergi meninggalkan ruangan itu dengan sejuta luka yang semakin meremukkan hatinya.

Samar-samar bianca mendengar percakapan antara ayah dan kakak tirinya. Dan sudut mata Bianca melihat sesuatu yang sangat menyakitkan baginya dan sesuatu yang sang di impikan oleh Bianca selama ini.

"Bianca ingin seperti itu Tuhan..."

"Bianca ingin di peluk dan di manja seperti itu oleh Ayah..."Lirihnya.

Bianca selalu merasa iri saat melihat kedekatan Sang Ayah dengan kedua kakak tirinya. Selama ini Bianca tidak pernah di perlakuan layaknya seorang anak oleh Ayah kandungnya sendiri. Ayah bianca selalu saja memaki dan mengumpat kata kata kasar saat Bianca berada dekat dengan dirinya, Sehingga membuat wanita malang itu merasa takut untuk berdekatan dengan sang Ayah.

"Kapankah Bianca merasakan semua itu Tuhan?"Batin Bianca menjerit setiap kenangan kenangan pahit yang selama ini menerpa kehidupan Nya.

_

_

_

Bianca menyajikan semua makanan yang telah wanita masak dengan di bantu oleh para pelayan lainnya.

Langkah kaki mungil Bianca berjalan menuju ruang makan dimana Ayah dan kedua Kakak tirinya menunggu.

"Biar saya saja Nona."Ucap kepala pelayan saat Bianca akan membawa sebuah nampan yang berisi makanan.

"Tidak perlu pak Lim, Biarkan Bianca saja yang membawanya."Tolak Bianca dengan halus seraya pergi meninggalkan kepala pelayan itu.

Bianca menata semua makanan dengan rapi di atas meja makan, semua hidangan yang Bianca masak hanya untuk sarapan saja dan untuk makan siang dan makan malam setelah nya Bianca akan memasak kembali sesuai perintah Sang Nyonya besar di rumah ini.

Bianca bisa bernafas lega saat semua pekerjaan nya saat ini telah selesai. Setelah beberapa menit menunggu Sang Ayah dan ibu tiri datang dan tidak lama kemudian kedua kakak Bianca.

"Heh tarik kursi gue...!!"Titah Agnes kakak tiri Bianca dengan nada congkaknya.

Dan mau tidak mau Bianca menuruti perintah kakak tirinya itu, Bianca tidak ingin terlibat masalah dengan kakak tirinya. Karena akhirnya Bianca lah pihak yang selalu kalah dan silahkan dalam situasi apapun, Meskipun Agnes sang kakak tiri yang bersalah dan memulai perdebatan nya dengan Bianca.

Bianca mematung di tempatnya, manik mata menatap satu persatu orang yang ada di sekitar Nya. Mulai dari ayah kandungnya, Sang ibu tiri dan kedua kakak tirinya. Terbesit keinginannya kecil Bianca untuk berada satu meja dengan, Namun semua itu hanyalah angan-angan yang tidak akan pernah Bianca rasakan di dalam hidupnya.

"Kenapa kau masih mematung disana?! Cepat kau pergi menggangu selera makan ku saja!" Usir Agnes dengan nada menyentak dengan kedua tangan memberikan isyarat agar Bianca keluar dari ruangan tersebut.

Dengan langkah yang gontai Bianca pergi meninggalkan ruangan tersebut.

Namun Bianca berhenti sejenak melihat pemandangan yang ada di belakangnya. Sebuah keluarga yang sangat bahagia, begitu hangat dan kebahagiaan terpancar jelas di wajah mereka masing-masing.

"Apa yang kau tangisi Bianca? bukankah semua ini telah menjadi makanan mu sehari- hari?"Ujar Bianca dengan menyeka air mata yang keluar dari kedua pelupuk matanya.

"Yakinlah mungkin di suatu hari, Tuhan telah menuliskan takdir kebahagiaan yang tidak pernah kau bayangkan sama sekali."Batin wanita malang itu.

Jangan lupa Like Comment Rate dan Vote

Part 03

Di sebuah kamar yang berdominasi warna abu dan hitam itu, Terlihat seorang laki-laki bertubuh atletis tengah terlelap di atas tempat tidurnya. Tubuh laki-laki itu terlihat sangat indah saat terkena pantulan cahaya matahari. Tubuh putih pucat, dadanya yang bidang membuat siapa saja tergoda untuk bersandar di kehangatan dada bidang laki laki itu.

Suara nyaring alarm tampak memekikkan telinga siapapun yang mendengarnya. Namun tidak untuk laki laki itu yang masih enggan untuk membuka kedua matanya untuk tetap ingin melanjutkan mimpinya walaupun matahari telah beranjak naik di atas peraduannya.

"Berisik..!"Ujar Edward seraya mematikan alarmnya tanpa membuka kedua matanya

Laki-laki itu kembali pelayaran mimpinya, tanpa melihat sesosok wanita parubaya tengah berdiri berdecak pinggang di samping ranjang miliknya.

"Dasar anak pemalas..!! Sudah siang seperti ini Masih saja tertidur."Gerutu Mamah Eleana dengan berdecak pinggang.

Wanita parubaya itu kembali membangunkan anak laki-lakinya laki yang masih bergulung di dalam selimut yang membungkus tubuh atletisnya. Namun Sang Empu pemilik kamar terlihat begitu enggan untuk membuka kedua matanya.

"Sepuluh menit lagi mah."Jawab Edward seraya membalikkan tubuhnya memunggungi sang Mamah.

Mamah Eleana berdecak dan dengan nafas yang memburu sang mamah mendekati Edward.

Plakk...!!

Plakk...!!

"Aww.... Aww...."Pekik Edward saat Mamah Eleana memukul punggung nya dengan sangat kencang.

"Mah... Sepuluh menit lagi."Pinta Edward dengan wajah yang memelas.

"Tidak ada sepuluh menit lagi! Cepat bangun atau Mamah akan menyiram mu dengan air dingin...!!"Seru Sang Mamah membuat kedua bola maha Edward membulat.

"Mah..."Pekik Edward.

Dan mau tidak mau Edward pun bangkit dari tempat tidurnya dan berjalan gontai ke arah kamar mandi.

Kamar mandi yang berdominasi warna putih dan abu-abu dengan sebuah jacuzzy di dalamnya dan tidak lupa air mancur kecil yang mengalir di samping dan bebatuan terapi di sudut sudut jacuzzy tersebut.

Edward membuka semua pakaian yang melekat pada dirinya, Sehingga menyisakan ****** ******** saja. Setitik demi setitik air membasahi wajah dan tubuh laki-laki itu sehingga membuat Edward merasa ketenangan di dalamnya.

"Oh God..."Lirih Edward saat air dingin menerpa tubuhnya.

Edward tampak mengerutkan keningnya dan tidak lama kemudian laki laki itu berteriak sekencang kencangnya dan suara teriakan Edward memenuhi ruangan kamarnya. Namun semua orang di luar kamarnya tidak akan mendengar suara teriakan laki-laki itu Karena kamar Edward kedap suara.

Lahir dari keluarga berada tidak serta merta membuat kehidupan Edward bahagia. Memang benar kata orang jika harta tidak bisa membuat hidup seseorang bahagia, Begitu pun dengan kehidupan Edward.

Hidup Edward penuh dengan kemunafikan Kedua orang tua yang berpura-pura bahagia jika di depan umum dengan menutupi kehidupan rumah tangganya yang penuh dengan lika-liku dan teman teman yang ingin mendekati nya hanya demi harta dan tujuan tertentu saja.

Terkadang Edward merasa iri melihat orang orang yang ada di luar sana yang bisa tertawa bebas tanpa memikirkan beban ataupun masalah yang mereka hadapi.

Tidak seperti Edward yang jalan hidupnya pun sudah di tentukan Sebelum laki-laki itu ada di dunia ini.

Terlebih lagi Sang Ayah yang selalu memandang Edward dengan sebelah mata. Dan selalu membandingkan Edward dengan adik laki-laki nya yang selalu terlihat lebih unggul dari pada Edward.

Kaki panjang Edward berjalan satu persatu melewati tangga, Edward terus berjalan tanpa menghiraukan para pelayan yang menyapa dirinya.

Edward tersenyum penuh arti saat melihat seseorang yang tengah duduk dengan menatap tajam ke arah Edward. Laki laki itu pun segera berjalan menuju meja makan dan duduk di bangku yang biasa di duduki tanpa menghiraukan Sang Papah yang kini tengah menahan amarah kepada dirinya.

"Selamat pagi mah."Ucap Edward seraya menghadiahi sebuah kecupan di kedua pipi sang Mamah.

"Pagi juga sayang."Balas sang Mamah dengan seulas senyuman di sudut bibirnya.

"Kau ingin sarapan apa Edward..?"Imbuhnya menatap semua makanan yang ada di meja makan.

"Seperti biasa mah."Jawab Edward seraya menatap wanita yang melahirkan nya dengan penuh arti.

Wanita yang rela menahan sakit di hatinya selama dua puluh tujuh tahun hanya demi dirinya. Wanita yang sangat ingin sekali Edward bahagiakan dan melepaskan sebuah belenggu pernikahan yang selama ini menyiksa batin maupun fisik sang Mamah.

Mamah Eleana segera mengambil selembar roti dan mengoleskan selai coklat untuk menu sarapan Edward.

"Apakah seperti ini sikapmu sebagai seorang O'deon?"Suara yang begitu dingin dan penuh amarah mengalihkan perhatian semua di orang yang ada di meja makan.

"Iya..? Memang apa yang aku lakukan sebagai seorang O'deon?"Balas Edward dengan acuh seraya mengangkat kepalanya Menantang Sang Papah.

"KAU...!!"Pekik Tuan besar O'deon dengan amarah yang semakin membuncah di dalam dadanya.

"Lihatlah anak kesayangan mu itu Eleana, Begitu lemahkan ajaran mu itu kepada anak mu itu. Sehingga membuat dia begitu berani menantang ayah kandungnya sendiri."Sargah Papah Julian menyudutkan sang istri, Membuat Nyonya O'deon menundukkan kepalanya tidak membantah perkataan Sang Suami.

"STOP..!!"Pekik Edward dengan menajamkan suaranya. Laki-laki itu tidak terima saat Sang Mamah di sudutkan seperti itu, karena kesalahan yang tidak pernah wanita itu lakukan.

"Kenapa kau Menyalahkan dan menyudutkan Mamah ku? Tidakkah kau berpikir kenapa perilaku ku seperti ini kepadamu..?!"Kata Edward dengan penekanan di setiap kalimatnya.

"Berani sekali kau meninggikan suara mu kepada Papah mu sendiri!"Sentak Papah Edward dengan mengangkat tangannya untuk menampar anak pertamanya.

"Kenapa..?"Ucap Edward sembari melihat tangan Papah Julian yang mematung di udara.

"Papah ingin menampar ku? Silahkan tampar saja Edward."

"Edward...!!"

"Edward mohon Mah, Untuk kali ini jangan hentikan Edward."

"Papah pikir dengan Papah menampar Edward, Membuat Edward takut kepada Papah?"Pungkas Edward dengan tersenyum menyeringai membuat amarah Sang Papah semakin tersulut.

"Dasar anak tidak tahu diri..!!"Decih sang Papah dengan lirih namun masih terdengar jelas oleh Edward maupun Orang orang di sekitarnya.

"Terserah apa yang ingin Papah katakan..!"

Papah Julian mengepalkan kedua tangannya saat amarah semakin menguasai laki-laki parubaya itu.

"Ckck membuat selera makan ku hilang saja." Batin Edward.

Edward bangkit dari duduknya tanpa menghiraukan Sang Papah yang semakin tersulut amarah karena perbuatannya.

"Edward berangkat Mah."Pamit Edward seraya mengecup pelipis dan kedua pipi sang Mamah.

"Edward habiskan makanan mu dulu Nak." Panggil Mamah Eleana melihat Edward sama sekali belum menyentuh makanan nya.

"Edward sudah kenyang mah."Sahut Edward berlalu meninggalkan ruangan itu dengan sejuta amarah yang membelenggu dirinya.

"Dasar pengecut..!"Decak Sang Papah membuat Edward menghentikan langkahnya dan membalikkan tubuhnya dengan menatap Sang Papah dengan mengepalkan tangannya.

"Pengecut? Apakah Papah tidak bercermin kepada diri Papah sendiri..?!"Tukas Edward dengan tersenyum miring dan menatap Sang Papah dengan tatapan yang meremehkan.

"KAU....!!"

_

_

_

Edward melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi membelah jalanan ibu kota. Deru nafas laki laki itu terdengar memburu dan terlihat rahangnya mengeras dengan amarah yang masih menguasai laki-laki itu.

Kilasan kilasan masa lalu silih berganti menerpa pikiran Edward. Masa lalu yang ingin sekali Edward lupakan dan kubur dengan sedalam dalamnya, Sehingga Edward tidak bisa lagi untuk mengingat masa lalu tersebut.

Namun masa lalu itu bagaikan hantu yang datang tanpa di undang dan pergi tanpa di Antar.

Saat Papah Julian membandingkan dirinya dengan Erland adiknya. Saat Sang Papah memarahinya karena Erland terjatuh di hadapan Nya.

Saat Papah Julian lebih memilih menyelamatkan nyawa Erland dari pada dirinya saat Erland dan Edward akan menyebrang di sebuah jalan yang saat itu keluarga nya telah melakukan piknik di sebuah taman kota.

Bagaimana kekhawatiran Sang Papah begitu terlihat jelas, pelukan dan kata kata yang menjabarkan bagaimana perasaan sang papah saat itu. Kemarahan sang Papah dan kata kata makian laki-laki itu lontarkan kepada Edward kecil yang tidak tahu apa-apa.

Dan di mulai saat itulah Edward benih benih kebencian mulai tumbuh di hati Edward kepada ayah maupun Erland adiknya. Dan membuat hubungan Ayah dan Anak maupun Adik dan Kakak berjarak dengan sangat luas bagaikan sebuah samudra.

"Dasar Julian Sialan..!!"Pekik Edward mengumpat nama Sang Papah seraya memukul kemudinya.

Padatnya gedung gedung pencakar langit di ibu kota menjadi pemandangan saat berkendara.

Edward menghentikan laju kendaraannya saat dirinya telah tiba di tempat biasanya Edward menyendiri dan tempat Edward melampiaskan rasa amarah dan kebencian yang ada di dalam dadanya.

"Anda sudah datang Tuan."Sapa bawahan Edward yang melihat keberadaan Sang Tuan.

Dan seperti biasa Edward hanya membalas sapaan itu dengan sebuah deheman, Sembari berlalu pergi meninggalkan bawahannya.

Menjadi pelukis adalah cita cita Edward semenjak kecil dan mempunyai galery lukis sendiri adalah pencapaian terbesar Edward dalam hidupnya.

Sebuah cita-cita yang langsung di tolak mentah mentah oleh Sang Papah, Karena bagai manapun Edward adalah pewaris tahta kerajaan bisnis yang di pimpin oleh sang Papah saat ini.

Papah Julian selalu menghancurkan lukisan yang telah di buat oleh Edward, Jika Sang Papah mengetahui bahwa Edward melukis. Dan setelahnya Papah Julian akan memaki dan melontarkan kata kata kasar kepada Edward bahkan tanpa segan melakukan kekerasan fisik kepada Edward kecil.

"Kaisar...!"Panggil Edward melihat orang kepercayaannya tengah duduk di sofa ruang pribadi Edward di dalam galeri tersebut.

"Tuan.."Ucap Laki laki seraya membungkukkan sedikit badannya di hadapan Edward.

"Bagaimana?"Tanya Edward setelah duduk di kursi kebesarannya.

"Semuanya berjalan sesuai perintah Anda Tuan."Jawab Asisten Kai membuat sudut bibir Edward tersenyum puas.

Malam ini Edward berencana untuk melamar sang kekasih di hari Anniversary Hubungan mereka yang ke tiga Tahun. Dan Edward sudah mempersiapkan sebuah kejutan yang tidak pernah sang kekasih bayangkan sama sekali.

"Baguslah. Kau memang selalu dapat memuaskan ku Kaisar."Ucap Edward dengan seluas senyuman di sudut bibirnya.

"Itu semua tidak seberapa dengan kebaikan yang Anda lakukan kepada saya Tuan."

"Bulan ini gajimu akan naik lima puluh persen."Kata Edward.

Tatapan Edward menerawang memikirkan bagaimana reaksi sang kekasih setelah mengetahui kejutan dari Edward.

Memang sudah sering kali Sang kekasih Edward memberi kode untuk melanjutkan hubungan mereka ke jenjang yang lebih serius. Akan tetapi Edward pura pura tidak memahami nya dan mengalihkan obrolan mereka.

Bukannya Edward tidak ingin melanjutkan hubungan mereka ke arah yang lebih serius. Akan tetapi melihat pernikahan kedua orang tuanya, membuat Edward memikirkan berulang kali untuk membangun sebuah berumah tangga.

Jangan lupa Like Comment Rate dan Vote

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!