Angin bergemuruh di luar mansion, bercampur isak tangis bayi yang kian memenuhi isi mansion keluarga Alkazein.
"Oeeek … oeeekk …."
"Oeeek …."
Tangis bayi malang itu belum berhenti, membuat Noah sang Ayah menjadi murka dan risih.
"Argh … berisik!!"
"Berikan bayi itu padaku!" pinta Noah pada pembantunya.
"Tu-tuan, biarkan saya saja yang menenangkannya," tolak pembantu tidak berani. Ia takut Noah akan melempar bayi itu ke luar jendela.
Noah menggertak geram mendengar bayi itu makin menangis. Ia dengan emosi mencoba merebutnya.
"BERIKAN BAYI ITU, BIBI!!
Namun Bibi segera menghindar.
"Mama! Kemarilah, suruh dia diam!"
Noah berteriak, ia menunjuk bayi itu. Suaranya yang menggelegar dan berat makin mengencangkan isak tangisnya. Pembantu jadi khawatir dengan kondisi bayi yang beberapa kali terkaget-kaget.
"Noaah!
"Apa kau belum puas malam ini, Nak? Kau sendiri yang menceraikan Nerin dan sekarang kau tidak bisa mengurus anakmu sendiri?" Seorang wanita paruh baya masuk ke dalam kamar dan menghampiri putranya.
"Cih … aku tidak peduli, dari awal aku tidak menginginkan anak ini, tapi karena Mama yang mau, itu artinya Mama sendirilah yang harus mengurusnya," ujar Noah marah, ia tidak sudi mendapat anak perempuan. Noah pun melewati Ibunya.
"Berhenti Noah, kau mau kemana malam-malam begini?" tahan Mama Liana mencegatnya dari depan.
Noah menjawab, "Keluar."
Pembantu dan Mama Liana sedikit terkejut mendengarnya. Apa jangan-jangan Noah ingin mengejar Nerin? Itulah yang terbesit di hati keduanya.
"Kau ingin membawa Nerin kembali, Nak?" tanya Mama Liana sedikit berseri-seri.
"Hah? Membawa Nerin? Untuk apa aku harus membawa wanita itu kembali? Aku kan sudah resmi bercerai dengannya." Noah tersenyum picik.
Mama Liana mengepal tangan, merasa jawaban putranya benar-benar bodoh.
"Lantas mau kemana kau malam ini?" tanya Mama Liana belum juga memberi ruang untuk putranya lewat.
"Tentu saja aku mau membawa Sonia ke rumah ini," jawab Noah lalu menerobos hingga menabrak Mama Liana, ia sangat keterlaluan dan hampir membuat Ibunya terjatuh, untung saja pembantu dengan kilat menahan majikannya itu.
"Noaaah! Beraninya kau pada Mama! Berhenti di situ!"
Akan tetapi Noah terus berjalan.
"Dengar Noah, Mama tidak setuju kau membawa selingkuhanmu di rumah ini! Mama tidak merestui kau menikah dengannya!!" teriak Mama Liana dengan lantang. Namun lagi, Noah terus berjalan dan mengabaikan amarah Ibunya. Bahkan dengan acuh masuk ke dalam mobil lalu pergi dari mansion.
Mama Liana menyentuh kepalanya sambil melihat cucunya yang masih menangis, ia tahu jika cucunya ini sangat membutuhkam ASI Nerin. Ia yang sebagai wanita dan seorang Ibu langsung meminta cucunya.
"Sini biarkan aku yang menggendongnya,"
Pembantu pun memberikan bayi itu pada Mama Liana. Dengan hati bak kapal pecah, Mama Liana menggendongnya dengan sedikit terisak.
"Nyonya, apa saya perlu memesan sesuatu?"
Mama Liana menyuruhnya untuk membeli susu, pembantu pun mengerti kemudian keluar mencari malam ini juga. Nyonya Liana kini hanya berdua dengan cucunya, ia duduk di sofa sambil berkali-kali mengecup ubun-ubun bayi itu. Tangisnya pecah merasa kasihan dengan masa depan cucunya.
Tak lama kemudian, tangis bayi itu berhenti juga setelah pembantu membawa sebotol susu. Mama Liana pun akhirnya bernafas lega melihat cucu kecilnya begitu puas menyedot.
"Maafkan, Nenek ya sayang. Hari ini kau tidak bisa lagi ditemani oleh Ibumu, maafkan Nenek tidak bisa menahan ibumu." Mama Liana kembali meneteskan air mata di depan pembantunya. Ia pun menyuruh pembantu keluar untuk membiarkannya berdua saja.
Setelah pembantu keluar, seseorang masuk. Mama Liana menoleh ke arah suaminya yang sedang duduk di kursi roda. Ia pun berdiri menghampiri Papa Alkazein yang semakin tua.
"Pah, maaf. Gara-gara suara cucu kita, kau jadi terganggu," lirih Mama Liana masih menyusui cucu kecilnya. Papa Alkazein mengamati bayi di depannya, mata coklat yang bulat dengan kulit halus lembut bagaikan kain sutra itu sangat disayangkan apabila cucunya akan merasakan hidup tanpa sosok seorang Ibu.
"Di mana Noah?" tanya Papa Zein.
"Di-dia keluar, Pah. Noah ingin membawa Sonia kemari. Tolong Pah, Papa kali ini harus tegas pada Noah, jangan biarkan Noah keterlaluan lagi. Sudah cukup bagi kita kehilangan Nerin, sekarang Mama tidak mau cucu kita terkena imbasnya. Mama tidak setuju Noah menikah lagi, Pah! Hikss …."
Papa Zein geram melihat istrinya menangis tersedu-sedu, ia pun segera mengeluarkan ponselnya kemudian menghubungi seseorang.
"Si-siapa yang ingin Papa hubungi malam ini?" tanya Mama Liana terisak.
"Pengacara, Ma,"
"Pengacara? Untuk apa, Pa?"
"Papa malam ini akan memberikan semua warisan kepada cucu kita, Ma," jawab Papa Zein membuat istrinya terkejut.
"Warisan? Jika begitu, Noah gimana nanti, Pa?"
"Tch, anak durhaka itu tak pantas mewarisi hartaku, sekarang Mama tenanglah di sini dan jaga cucu kita. Biar Papa yang urus masa depannya, Papa tidak akan setuju juga anak kita dirawat oleh wanita p*lacur itu," tutur Papa Zein murka pada Noah dan Sonia. Ia pun keluar bersama asistennya.
Kini Mama Liana mulai perlahan tersenyum, dia sangat-sangat lega suaminya masih berpihak pada cucunya kali ini. Ditambah sekarang bayi mungil itu tertidur pulas dengan tenang. Mama Liana berharap ada harapan bila cucunya kelak dapat meluluhkan hati sang ayah di masa depan.
____
"Sayang, malam ini bisakah kita bertemu?" tanya Noah dalam panggilan suara. Ia terlihat sedang mengemudi mobil.
"Hem ... maaf, aku lagi sibuk Noah," jawab Sonia, tampak di seberang sana terdengar samar-samar suara lain.
"Sibuk? Tumben kau sibuk di jam begini? Kemarin lalu kau sangat senang dan segera mau bertemu denganku saat membicarakan perceraianku dengan Nerin. Di mana kau sekarang?" tanya Noah sedikit curiga.
"A-aku lagi di rumah kok sayang,"
Noah makin curiga mendengarnya. Mana mungkin jam segini rumah Sonia ramai, apalagi di rumah Sonia hanya tinggal seorang diri..
"Kalau begitu aku akan ke rumahmu sekarang," ucap Noah ingin mengetesnya.
"Aaahhh … jangan-"
Sontak Noah terbelalak mendengar erangan kecil itu keluar dari mulut kekasihnya. Seolah-olah Sonia sedang menikmati sesuatu malam ini. Dari pada makin curiga, Noah memutuskan panggilan itu lalu menancap gas menuju ke rumah Sonia dengan kecepatan di atas rata-rata.
Sesampainya di sana, Noah langsung mendobrak-dobrak pintu, ia tidak tahan lagi dengan kecurigaannya.
"Ah, Noah? Dia sungguh datang ke sini?"
Sonia yang ada di dalam kamar spontan terkejut, ia secepatnya membereskan kamarnya yang berantakan.
..."SONIAAA! BUKA PINTUNYA!"...
Noah berteriak memanggil dari luar. Sonia pun buru-buru membukakan pintu.
Cklek!
"Sa-sayang, kenapa langsung ke sini?" tanya Sonia tersenyum manis menyambutnya. Noah mendelik curiga melihat isi rumah Sonia kosong.
"Aneh, di dalam panggilan tadi ramai, tapi kenapa tidak ada satupun orang?" batin Noah sambil menyipitkan matanya lalu memperhatikan penampilan Sonia yang hanya memakai tanktop dan celana pendek, hingga pusar dan paha putihnya itu jelas sekali menggoda.
"Sayang, kamu mau masuk atau kita keluar jalan-jalan?" tanya Sonia deg-degan. Ia pun menerobos masuk membuat Sonia melongo melihat Noah pergi ke kamarnya. Sonia bergegas ingin menahan, namun Noah dengan cepat membuka pintu kamar. Begitu terkejutnya, benda kecil berbentuk bundar jatuh di atas sepatunya. Mata Sonia membola ketika Noah mendorongnya ke tembok dengan amarah tinggi.
"Sonia, kenapa ada kond*m bekas di sini, ha!"
Detak jantung Sonia meningkat setelah melihat wajah Noah yang tidak main-main malam ini. Ia tidak menyangka telah ceroboh hingga membuat masalah untuk dirinya sendiri.
"No-noah, aku bisa jelaskan ini, ka-mu jangan salah paham dulu," ucap Sonia bergetar ketakutan, disertai keringat yang mulai turun membanjiri keningnya.
"Tch, apa lagi yang ingin kau jelaskan padaku?"
"No-noah, lepaskan tanganmu dulu," ringis Sonia merasa dagunya sakit dicengkram kuat.
"Hahaha, lepaskan? Kau pikir aku akan menurutimu kali ini setelah kau bermain cinta dengan pria lain?!" ujar Noah langsung mengayunkan satu tamparan keras ke wajah Sonia..
Plakk!
"Aaaaaauu…." ringis Sonia tersungkur jatuh ke lantai.
"Noah! Apa kau sudah gila! Kenapa kau perlakukan aku sekasar ini, hiksss," lanjutnya menangis tersedu-sedu.
Noah menggertak dalam hati melihat wanita yang selama ini dia pacari dan percaya benar-benar pintar berakting.
"Gila? Kau bilang aku gila?!"
"Ahhhh...sakit Noah, lepaskan tanganmu dari rambutku!" pekik Sonia makin kesakitan ketika rambut panjangnya ditarik paksa lagi.
"Ck, buka matamu lebar-lebar, aku tidaklah bodoh, aku tidak perlu penjelasan darimu lagi, katakan saja siapa pria yang bersamamu barusan, Sonia!" ujar Noah menariknya lebih kencang hingga tubuh Sonia terangkat ke atas.
"Aaaaaa…. Noah, cukup jangan tarik lagi, kepalaku sakit sekali, ku mohon sayang lepaskan aku dulu hikss," mohon Sonia menangis di depan Noah.
Sontak Noah pun menghempaskannya kembali ke lantai, ia amat kesal dirinya masih dipanggil begitu. Noah pun menendang kond*m murahan itu ke Sonia yang lagi terduduk sambil menunduk.
"Brens*k, dia seolah-olah ingin membunuhku malam ini, jika aku jujur, hidupku pasti habis sekarang. Argh … kenapa aku gegabah sekali malam ini," batin Sonia kesal.
"Sampai kapan kau diam di situ?" ucap Noah berdiri tepat di belakang Sonia. Sonia pun berbalik lalu memeluk kaki Noah, ia meratap dengan air mata palsunya.
"Noah, a-aku tidak tahu kenapa ada benda ini di kamarku, hiksss…."
"Oh jadi kau pikir benda ini datang dariku, begitu?"
"Bu-bukan," ucap Sonia diam-diam mengepal tangan.
"Lantas siapa pemiliknya!!!" ujar Noah dengan amarah menarik Sonia berdiri lalu melotot dengan tajam.
"Hiksss… bisa saja benda itu dibawa oleh tikus, kau jangan emosi dulu, Noah," tangis Sonia ketakutan.
"Bedeb*h, sampai kapan kau mengelak terus,"
"Aku sungguh tidak tahu, tolong hentikan tuduhanmu, Noah,"
"Heh, kau pikir aku akan menuduh sembarangan?" desis Noah kemudian menunjuk ke cermin.
"Lihat cermin itu, bekas apa yang ada di lehermu ini?" lanjut Noah menunjuk dua bekas merah. Sonia pun terdiam, ia pun cemas dan bingung apa lagi yang harus dia katakan.
"Ini-ini bekas darimu kemarin sayang,"
"Dariku?"
"Ya Noah, semalam kau sendiri yang meninggalkan gigitanmu ini di mobil," ucap Sonia kini menatap Noah. Ia tampak berharap Noah mengingatnya.
"Oh benar, aku ingat sekarang," ucap Noah menyentuh dagunya. Sonia pun meraih tangan Noah lalu meletakkan ke pipi bekas tamparan barusan.
"Noah, syukurlah kau ingat hiksss," tangis Sonia merasa sangat lega.
Namun Sonia tersentak kaget, tiba-tiba saja Noah tertawa terbahak-bahak, Noah merasa sangat bodoh melihat wanita di depannya itu, seolah-olah masalah ini akan berlalu.
"No-noah, kau kenapa?" tanya Sonia mundur hingga mentok ke lemari baju.
"Sonia, aku memang ingat, kemarin aku meninggalkan bekas di lehermu, tapi aku tidak meninggalkan dua bekas sekaligus. Jangan katakan omong kosong lagi, jawab saja, siapa pria yang bercinta denganmu tadi!" ucap Noah melangkah maju dengan kedua tangan dikepal kuat-kuat. Sonia menelan ludah melihat dua tangan itu akan menonjoknya.
"Noah berhenti menunduhku, barusan aku hanya sendirian, tidak ada pria lain di sini kecuali kamu!" pekik Sonia ketakutan.
"Sudah cukup! Jujur saja sebelum aku melakukan lebih kasar lagi,"
"Jujur apanya! Aku memang cuma sendirian!"
"Arghhhh dasar wanita jal*ng! Kau membuatku sangat kes-"
"Hentikan!" potong seseorang dari arah pintu kamar. Kedua mata Sonia melebar, ia pun bergegas melewati Noah kemudian menangis terisak-terisak di pelukan orang itu.
Noah belum berbalik melihatnya, ia menurunkan kepalan tangan yang hampir menonjok wajah Sonia. Noah pun berdiri dengan tegak lalu memperbaiki setelannya yang berantakan.
"Hiks… hiks…. tolong aku, Gavin."
Mendengar Sonia menyebut orang itu, Noah pun berbalik lalu tersenyum kecut.
"Oooh, aku tidak sangka malam ini dapat melihat dua spesies makhluk menjijikan," ucap Noah melangkah maju sambil menggertak kesal melihat yang datang adalah lawan bisnisnya.
"Menjijikkan? Aku rasa kau sendiri yang cocok dengan kata-katamu itu," ucap Gavin menyindir sambil mendekap Sonia ke pelukannya. Gavin menatap pipi dan mulut Sonia yang sedikit lebam.
"Oh kenapa aku?"
"Ya kamulah yang menjijikan Noah! Kamu sudah menikah tapi kau malah ingin berselingkuh denganku, kau pria tidak tahu diri!"
"Sonia! Aku lakukan ini karena ingin menepati janjiku padamu, bukan kah kau ingin nikah denganku!" kesal Noah ditunjuk oleh Sonia.
"Itu dulu, sekarang aku tidak mau dengan pria gila dan kasar sepertimu!" cemoh Sonia geram.
"Lima tahun yang lalu, kau sendiri yang mencampakkan aku dan malah menikahi wanita lain, kau pikir sekarang aku masih mau menikah dengan duda satu anak sepertimu, itu tidak akan terjadi!"
"Gavin adalah pria yang lebih baik darimu, dan semua ini adalah balas dendamku padamu!"
Gavin tersenyum smirk melihat Sonia mengatakan tujuannya setahun ini dekat dengan Noah.
"Arghhhh … sialan! Aku sudah lakukan ini semua demi dirimu, Sonia! Apa kau tidak lagi mencintaiku?" tanya Noah sedikit terkejut mengetahui tujuan Sonia.
Memang lima tahun yang lalu, Noah pernah lupa ingatan hingga mencampakkan cinta pertamanya itu, namun tak sangka tahun lalu setelah menikah dengan Nerin, ingatannya kembali hingga ia mencari Sonia dan mengabaikan tanggung jawabnya pada Nerin.
"Hahahaha … cinta? Mana mungkin Sonia menaruh cinta padamu, Noah. Dia ini artis, dia hanya berakting untuk balas dendam padamu, apa kau sudah lupa tugas artis itu apa?" tawa Gavin terbahak-bahak.
"Kita sudah putus, kau pergilah dari sini!" usir Sonia sedikit takut. Noah menunduk sedikit lalu menyeringai membuat Gavin dan Sonia terkejut heran.
"Tck, bagus … malam ini luar biasa, aku sangat berterima kasih pada kalian, tapi sebelum aku pergi, kalian berdua harus mati!" gertak Noah dengan cepat mengambil fas bunga dan langsung menghantamkan ke arah keduanya. Sonia terbalalak dan langsung menghindar kecuali Gavin terkena hantaman akibat melindungi Sonia.
"Gaviiinnn!" pekik Sonia bertekuk lutut ke lantai dan memopang kepala Gavin yang berdarah. Noah tertawa puas lalu melewati keduanya ingin pergi.
"Itu ganjaran yang sudah ikut campur," decak Noah.
"Noaaah! Kau gila, aku akan laporkan kau ke polisi!"
Noah berhenti lalu menoleh dan berkata : "Laporlah sebelum kau mati membusuk, aku tidak takut sama sekali. Toh tidak akan ada yang percaya dengan wanita pelac*r sepertimu, ck …. dasar jal*ng menyebalkan!" Noah keluar dengan hati tak bersalah lalu menyeberangi jalan menuju ke mobilnya. Namun siapa sangka, Sonia diam-diam mengejarnya sambil membawa batu besar untuk membalas.
"Noah, kaulah yang akan mati membusuk-"
BRAAOOAAAK!
Noah terlonjat kaget setelah mendengar tabrakan dari belakang, kedua kakinya seakan mati rasa, namun ia dengan penasaran pun berbalik. Dua matanya melotot melihat darah bersimbah di tengah jalan, apalagi ada Sonia yang tergeletak di depan sebuah mobil truk.
"Ck, apa ini karma? Apa Tuhan sedang berpihak padaku malam ini?" Noah menyeringai puas lalu kemudian pergi meninggalkan supir truk yang panik setelah menabrak seseorang. Supir itu ketakutan lalu terpaksa meninggalkan jalanan itu.
"Soniaaaaaa!" Gavin yang sadar dan keluar, ia pun berlari ke arah tubuh wanita itu. Gavin gemeteran melihat banyak darah mengalir dari bawah kepala Sonia. Gavin pun segera mengangkat Sonia ke dalam mobilnya yang tidak jauh dari sana, ia juga meninggalkan jalanan yang sepi itu. "Brens*k kau Noah!" gertak Gavin marah besar karena wanitanya kritis.
Sementara di tempat lain, seorang wanita baru saja keluar dari supermarket, ia tampak sibuk menelpon.
"Ya Mah, ini sekarang aku mau ke bandara, Mama tenang saja, pernikahanku di sini sudah berakhir," ucapnya tampak berusaha tegar.
"Hiksss Mama minta maaf tidak bisa membelamu di sana, jika saja Papamu masih hidup, pasti kau dapat membawa cucu Mama ke sini hiksss, maafkan Mama,"
"Sudah Mah, Mama tidak usah nangis gitu. Kan ada Kak Jhansen yang bisa kasih Mama cucu," ucapnya sedikit tertawa lalu menunduk. Ia menyeka air matanya, ia sedang melewan perihnya meninggalkan bayi mungil di keluarga Alkazein.
Baru saja ingin berkata lagi, tiba-tiba langkah kakinya berhenti, ia agak terkejut melihat ada kerumunan di seberang jalan.
"Mah, aku tutup dulu,"
"Eh mau kemana, Nak?"
"Emmm… itu, nanti Nerin ngomong lagi, dah Mah!"
"Baiklah, Mama tunggu kamu di sini."
Tuuut!
"Hufft, apa yang terjadi di sana?"
Akibat penasaran, ia pun menyeberangi jalan kemudian mendekati salah satu orang.
"Maaf Pak, ini ada apa ya?"
"Ini ada pria mabuk tiba-tiba tergeletak, dan orang-orang lagi berusaha mengusirnya, dia sungguh mabuk setengah gila," jawab seorang bapak.
"Hah, kok gila?"
"Ya Non, dia teriak-teriak minta dicabut nyawanya," jawabnya lagi. Karena makin penasaran siapa sosok itu, ia pun menerobos. Begitu terkejutnya yang ada di depannya adalah mantan suaminya. Pria yang baru-baru ini mengusirnya dari rumah, alias yang telah menceraikannya.
"No-noah?"
Noah yang meracau pun berbalik kemudian terdiam. Botol bir yang ada di tangannya pun terjatuh dan pecah.
"Eh, Nona kenal dia?" tanya bapak itu lagi. Nerin menggelengkan kepala lalu berbalik ingin pergi, ia sangat malu melihat kondisi memalukan mantan suaminya, namun tak sangka, baru saja selangkah, Noah langsung menyambarnya dengan pelukan dari belakang. Bahkan berteriak sekencang mungkin.
"Istriku, jangan pergi."
Semua orang terkejut melihat Noah meracau dengan manja.
"Loh, Istri?"
Bersambung….
Halo Mommy😍maaf ya Manda belum bisa bikin cerita Hansel dan Elisa, itu karena Manda lagi belajar gimana hidupnya keluarga mafia itu. Jadi gantinya, Manda bikinkan ceritanya Nerin dan Noah. Semoga kalian suka😘dan terima kasih telah mampir ke cerita ini.
Seperti biasa, Mommy dan sister cantik jangan lupa favoritkan dan likenya, karena satu like dari kalian adalah semangat untuk Manda😍salam cinta dan sayang dari Manda❤ini cerita sangat beda dari yang lain hehehehehe... maaf kalau masih garing😅🙏
...Noah Alkazein...
...Nerin Beatrick...
...Pasutri Gaje❤...
...Zia Beatrick...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!