Langit sangat cerah di pagi hari yang indah ini. Hari yang sempurna untuk melakukan aktivitas yang sangat menyenangkan. Terlihat jiwa-jiwa muda yang bermandikan sinar matahari itu begitu bersemangat menggerak-gerakkan tubuh mereka demi menjaga kebugaran tubuh mereka. Tahu apa yang mereka lakukan? Ya, mereka berolahraga.
Berolahraga merupakan aktivitas yang menyenangkan bukan? Apalagi bagi remaja hiperaktif yang tidak bisa duduk berdiam diri. Aku remaja dan aku lumayan hiperaktif, tetapi yang paling menyenangkan bagiku dari olahraga adalah melihat orang lain berolahraga.
Jadi bisa dikatakan jika mencariku dalam sekumpulan orang yang sedang berolahraga, maka kau bisa langsung menemukanku di pinggir lapangan atau di tempat-tempat teduh lainnya.
Seperti saat ini, dari dalam kelas yang hangat ini, kupandangi teman-teman kelasku yang sedang mengikuti mata pelajaran penjas lewat jendela. Yap, hari ini hari Senin dan hari itu adalah harinya mata pelajaran olahraga bagi kelasku, kelas XI IPA 3.
"Heeh...lihatlah, betapa bersemangatnya mereka," gumamku.
Melihat orang-orang bersemangat membuatku ikut bersemangat, itulah yang kurasakan. Bukannya bersemangat untuk ikut serta, tapi bersemangat untuk tidak ikut serta.
Suatu kebetulan hari ini aku bisa lolos untuk tidak ikut mata pelajaran penjas karena alasan klise tidak enak badan. Klise sekali bukan? tapi itu memang kenyataannya. Entah mengapa hari ini badanku terasa berat sekali.
Oh iya, sebelum itu perkenalkan, namaku Chandra Felix Lance. Jika kau menganggapku berdarah campuran karena nama belakangku, jawabannya adalah iya. Tapi, tanpa tahu namaku pun kalian pasti akan menyadarinya karena warna mata kiriku yang berwarna biru berbeda dengan warna mata kananku yang berwarna hitam.
Aku adalah seorang siswa biasa kelas 2 SMA yang bisa berteman dengan siapa saja, tinggi 178, berat badan 69 kg, lajang, makanan favorit seblak, minuman favorit es teh, kriteria pasangan yang dicari...... eh tunggu bukan itu?! Lupakan saja, sudah cukup perkenalannya.
Kembali pada alasan kliseku. Hari ini badanku terasa sangat berat sekali, kepala kleyengan, dan perasaanku juga tidak karuan. Dengan alasan seperti itu aku diizinkan untuk tidak ikut berolahraga dan memilih untuk beristirahat di kelas. Sebenarnya aku merasa sangat senang, namun kali ini rasa senangku diwarnai oleh sakitku ini.
Kunikmati tiap detik kesendirianku di kelas dengan menyandarkan kepalaku di atas meja. Suasana ini sangat nyaman sekali hingga membuatku hampir tertidur. Namun, ditengah kenyamanan itu, tiba-tiba handphoneku berdering.
"Arrgghhhh, mengganggu saja!" gumamku kesal. Dengan kesal ku lihat handphoneku dan kudapati seseorang mengirimkan sebuah pesan singkat padaku. Ketika kutahu siapa pengirimnya, seketika keringat dingin bercucuran dari keningku.
"Cepat temui Aku sekarang juga di tempat biasa! Dan jangan membuatku menunggu!" Begitulah pesan yang dikirim orang itu.
BRAKKK.....!!!!!!
Tanpa sadar aku menggebrak meja dengan tangan ku dan kemudian dengan segera berlari keluar kelas. Karena perasaan itu, seketika aku melupakan semua rasa lemas karena sakit ini. Semua yang kurasakan hanya keinginan untuk segera bertemu dengan pengirim pesan itu.
"Di...dia mengirimiku pesan duluan..!!!"
"Tapi kenapa, kenapa dia mengirimiku pesan seperti itu?"
"Apa terjadi sesuatu yang penting?"
"Apa Aku melakukan suatu kesalahan?"
"Apa Aku akan dimarahi?"
"Kenapa? Kenapa? Kenapa? Kenapa? Kenapa?"
Pertanyaan-pertanyaan itu memenuhi otakku selama berlari menuju pagar tembok yang berada di samping gedung sekolah. Tentu saja yang kupikirkan adalah kabur dari sekolah demi menemui orang itu.
Di tengah-tengah pelarian, kudapati ternyata pelajaran penjas sudah usai dan teman-teman kelasku mulai bergegas menuju ke kelas. Sialnya ketua kelas dan wakil ketua kelasku yang terkenal sebagai Duo Sadis melihatku yang tengah berlari.
Hal yang kupikirkan ketika berlari menuju ke arah mereka hal penting yang ku lakukan adalah, "Bodo amat, kacangin saja!"
Tanpa menghiraukan mereka, aku tetap berlari melewati mereka.
Mungkin karena instingnya sebagai murid teladan, si ketua kelas mengetahui tabiat jahatku untuk kabur, dia kemudian berteriak, "WOIII MAU BOLOS KAU YA!!!!"
Seketika dia berlari mengejarku sambil berteriak, "WOOIII BERHENTI!!!"
"Wah ternyata si ketua kelas itu benar-benar berlari mengejarku!" pikirku setelah kudengar teriakannya yang menggema.
Namun, aku tidak gentar karena meskipun tidak menyukai olahraga tapi sebenarnya aku adalah pelari yang handal. Sambil berlari dan kepala menoleh kebelakang dengan sombong aku berteriak padanya sambil tertawa meledek, "OGAH, SINI COBA TANGKAP SI PELARI KECEPATAN ANGIN INI, HAHAHAHAHAHA."
"SIALAN!!!!" gerutu si ketua kelas.
Saat berbalik, tanpa kusadari tiba-tiba didepanku muncul sesosok bola berjalan yang baru saja keluar dari ruang guru.
Mengetahui hal itu, dengan refleks aku berteriak, "AAWAAAASSSS!!!"
Seperti tidak mendengar teriakanku, bola berjalan itu malah diam di tengah lorong dan memelototiku dari tempatnya berdiri untuk memastikan siapakah gerangan yang berlari menuju ke arahnya.
Untuk menyadarkannya kemudian aku berteriak lagi, "WEEEE, BOLA BERJALAN MINGGIR!!!! AKU TIDAK BISA NGEREM INI!!!!"
"HAH?, bol- " Mendengar teriakanku kali ini, bola berjalan ini malah hendak bersiaga di tengah lorong, tapi sayangnya terlambat karena pada akhirnya aku berhasil melompati bola berjalan itu seperti sedang melakukan permainan lompat kodok.
Pendaratan yang sempurna. Dengan posisi ala-ala pelari yang siap berlari ini, aku merasa sangat keren sekali sekarang. Sambil membelakangi bola berjalan itu, dengan polosnya aku berkata, "Pak, apakah Aku keren?"
Namun, aku tidak mendengar timpalan darinya. Justru aku malah merasakan aura horor di belakang punggungku. Tanpa menoleh, aku melesat sangat cepat menjauhi aura horor itu. Dari belakang kudengar derap langkah bola berjalan (atau sekarang bola berlari) itu semakin mendekat sambil berteriak, "OOIII!!!! BERHENTI KAU SISWA KURANG AJAR...!!!!"
Mendengar teriakan yang mengerikan itu, aku hanya bisa berlari sambil berteriak, "WAAAA.....MAAFKAN SAYA PAK!!!!"
Bola berjalan itu terus mengejarku sampai pada akhirnya aku melihat pohon yang dekat dengan pagar tembok sekolah. Tanpa berpikir panjang, aku melompat dan memanjat pohon itu. Ketika sampai pada dahan pohon yang kokoh, aku berdiri diatasnya dan melihat ke arah bola berjalan yang sudah berada di bawah pohon yang kupanjat ini.
Sambil memasang wajah iblisnya, bola berjalan itu berteriak, "TURUN DARI SANA WOI!"
Karena aku tahu bahwa bola berjalan itu tidak bisa memanjat, dengan percaya diri aku berkata, "Tidak mau ah, keselamatan rambut Saya terancam jika Saya turun!"
"Karena Saya sedang buru-buru, jadi selamat tinggal pak bot-" Belum selesai aku menyelesaikan kalimatku, sebuah sepatu melayang menghantam wajahku, sehingga menyebabkan aku kehilangan keseimbangan dan akhirnya tentu saja aku terjatuh.
BRUG ...!!!!!
Aku terjatuh di sisi lain dari pagar tembok sekolah, yang mana artinya aku berhasil keluar dari tempat menimba ilmu itu.
Dari sisi ini aku yang masih dalam keadaan terlentang ini masih bisa mendengar si bola berjalan itu tengah mengobrol dengan orang sialan yang melemparkan sepatunya padaku.
"Ooo ... Lemparan itu!!!" kata si bola berjalan.
"Ah, kerja bagus, murid teladan !" sambungnya sepertinya pada orang yang melemparku dengan sepatu tadi.
"Yaa, meskipun dia berhasil lolos lagi," lanjutnya lagi sambil menghela napas, terdengar seperti dia menyangkan hal itu.
"Maafkan teman kelas Saya, Pak." Aku pun bisa akhirnya bisa mendengar si sialan itu yang ternyata adalah si ketua kelasku.
"Kau tidak perlu meminta maaf, Aku ingin anak kurang ajar itu yang meminta maaf langsung," jawab bola berjalan itu dengan aura horor yang bisa ku rasakan bahkan dari balik tembok ini.
"KALI INI KAU LOLOS, SISWA KURANG AJAR!!" teriak bola berjalan itu dari sisi lain tembok ini.
Aku yang tergeletak di atas trotoar bisa mendengar teriakannya dengan jelas.
"Ah, itu hampir saja," pikirku.
"Hahahaha, Aku lolos lagi hahahaha,"
"haha-"
"Oh iya, Aku kan sedang buru-buru!" Seketika aku tersadar akan tujuan awalku bolos sekolah.
Menyadari hal itu, aku segera berdiri dan kemudian terdiam sejenak sambil memandang langit. Mulutku tiba-tiba bergumam, "Tunggu Aku, Stella!" (ya ya pengirim pesan itu namanya Stella)
Perjalananku untuk menemui Stella tidaklah mudah. Aku menghadapi berbagai rintangan mulai dari terserempet mobil, dikejar anjing galak, hingga terjatuh dari ketinggian. Akan kulakukan apapun demi bertemu dengannya meski tubuhku penuh luka dan bahkan tangan kananku terkilir.
***
Setelah selamat dari berbagai rintangan itu, akhirnya aku berdiri di hadapannya. Kulihat sosoknya duduk dengan anggun di sebuah bangku di bawah pohon rindang yang merupakan tempat kita biasa bertemu.
Matanya yang merah mempesona memandang ke arahku dengan penuh tanya. Saat kuberdiri tepat di depannya, dia mulai membuka bibirnya yang merah dan berkata, "Kau berantakan sekali? Apa yang terjadi? Oh iya, hari ini Kamu sedang sial ya Chandra?"
Wanita anggun, bermata indah, berambut hijau, berkulit putih seputih porselen dan can- .... ya, wanita yang saat ini duduk di hadapanku adalah Stella Doucan. Sebenarnya aku tidak mengerti mengenai hubunganku dengan wanita ini. Dia bukan teman atau musuhku atau bahkan pacarku, dia tiba-tiba saja hadir di hidupku selama 5 tahun belakangan ini.
Untuk memberikan kesan keren meski penampilanku sangat berantakan ini, dengan berlagak memasang wajah yang terlihat tidak perduli, aku menjawab pertanyaannya dengan dingin,
"Bukan urusanmu Stella! Lagipula mengapa kau tiba-tiba mengirimiku pesan hah? Aneh, tidak seperti biasanya."
Mendengar jawabanku, senyumannya yang ma-..... tersungging di wajahnya dan kemudian berkata, "Apakah kau benar-benar ingin tahu?"
"Kau pikir untuk apa aku datang kesini?" jawabku.
^^^Bersambung...^^^
"Apakah kau benar-benar ingin tahu?" tanya Stella dengan nada menggoda.
"Oh ya tentu saja !" jawabku dengan tegas
"Apakah kau yakin bisa menanganinya?" tanyanya lagi
"Tunggu dulu, sebenarnya apa maksudmu? aku benar-benar tidak mengerti, langsung saja pada intinya!" jawabku tidak sabar.
"Baiklah, sepertinya kau akan menerimanya," jawabnya dengan wajah yang merah merona.
Mendengar jawaban dan ekspresi wajahnya itu, membuatku menjadi tambah tidak mengerti mengenai apa yang sebenarnya wanita ini inginkan. Aku terdiam beberapa saat untuk membalas perkataannya. Namun, ketika aku hendak memulai pembicaraan, tiba-tiba dengan kepala tertunduk, Stella menarik lengan bajuku. Melihat tingkahnya itu membuatku semakin bertanya-tanya dengan apa yang ingin Stella katakan dan mengapa dia bersikap aneh hari ini?
Stella yang ku kenal merupakan sosok yang blak-blakan dan suka seenaknya. Jadi rasanya tidak mungkin dia segan untuk mengungkapkan apa yang ada dipikirannya. Melihatnya seperti ini menjadikanku yakin bahwa apa yang akan dia katakan adalah sesuatu yang sulit untuk diterima olehku ataupun dia.
Kemudian ku dekatkan wajahku dengan wajahnya supaya aku bisa melihat dengan baik tampang dari orang yang saat ini bertingkah aneh di depanku. Seketika ketika ku lihat wajahnya dari dekat mataku terbuka lebar melihat ekspresi yang dia buat.
Wajahnya makin memerah bahkan sekarang keringat bercucuran dari keningnya.
"Lucunya..." gumamku.
PLAK !!! sebuah tamparan mendarat di pipiku dengan kerasnya.
"Bo...bodoh !!! apanya yang lucu hah?" katanya dengan tergagap gagap setelah dia melayangkan tamparannya ke wajahku yang sudah bonyok sejak awal.
"Ow, Ow, Ow, SAKIT TAHU, KAU BISA LIHAT KAN BETAPA BONYOKNYA WAJAH GANTENGKU INI ?!" Seketika ku berteriak padanya.
"IYA, IYA KALAU BEGITU DUDUK DISINI AGAR AKU BISA MENGOBATI LUKA-LUKAMU DAN KEMUDIAN KITA BICARA?!" katanya membalas teriakan ku tadi.
"OOKE KALAU BEGITU" kataku sambil duduk di hadapannya.
Setelah aku duduk, Stella langsung merawat luka-lukaku dan bahkan ia juga memperbaiki lengan kananku yang terkilir. Aku sudah merasa baikan sekarang, harus ku akui dia emang hebat dalam merawat luka.
Setelah selesai dengan luka ku, kami berdua hanya saling menatap tanpa berbicara sepatah katapun. Kelihatannya Stella sedang menyiapkan keberaniannya untuk berbicara denganku. Aarrggh....keheningan ini membunuhku, yang bisa ku dengar hanya suara angin, gesekan dedaunan dan cuitan burung. Demi menghilangkan kecanggungan ini, pada akhirnya aku mencoba untuk basa-basi dengan anak ini.
"Ekhm... hari ini cucanya cerah ya, banyak awan hitamnya," kataku memulai pembicaraan random.
Mendengar perkataan ku Stella mengerutkan dahinya "hah? awan hitam dimana?" jawabnya.
"Ya, awan hitamnya ada di hatiku, karena ia merasa bingung dengan kelakuan orang yang ada di depannya, jadi untuk menghilangkan awan hitam itu, maka kau harus segera mengatakan apa yang sebenarnya ingin kau katakan kepadaku!" Kataku dengan diwarnai kata-kata absurt yang terbesit dipikiranku.
"Jadi aku sarankan kau untuk-" seketika perkataanku dipotong oleh Stella yang tiba-tiba mulai berbicara.
"Arrgghh....aku tidak tahan lagi, baiklah akan ku katakan," katanya sambil mendekatkan wajahnya pada wajahku.
"Aku - ingin - sesuatu - darimu !" lanjutnya
Perkataannya itu membuatku membatu untuk beberapa saat. Ya Tuhan... mengapa jantungku berdebar sangat cepat melihat wajahnya dari jarak sedekat ini. Pada jarak sedekat ini aku bahkan bisa melihat refleksi wajahku di matanya.
Selain itu dia mengatakan bahwa dia menginginkan sesuatu dariku, itu membuatku menjadi makin gugup. Dengan penasaran ku bertanya padanya tentang apa yang dia inginkan dariku.
"Ka...kau, apa yang kau inginkan dariku?" tanyaku sambil mengalihkan pandangan darinya.
"Aku ingin...." katanya.
Saat ia mengatakan itu sesaat kemudian tanganku terasa sangat dingin sekali, seperti aku menyentuh es. Kulihat ke arah tanganku dan kudapati tangan Stella memegang erat tanganku. "Stella memegang tanganku?!" kataku dalam hati, jelas aku sangat terkejut akan hal itu. Yang lebih mengejutkan, aku tidak pernah tahu kalau tangannya sedingin ini, karena ini pertama kalinya aku menyentuhnya selama 5 tahun aku mengenalnya.
Beberapa saat kemudian suatu pemikiran terbesit dipikiranku,
"Tunggu dulu?! suasana ini, sikap aneh Stella dari tadi, kecanggungan diantara kita, apakah mungkin ini moment yang 'itu'? "
"Apakah selama ini sebenarnya Stella menyukaiku? jadi karena itu, saat ini dia bertingkah aneh karena dia mau menyatakannya padaku?"
"Kalau begitu aku tidak boleh membiarkannya melakukan itu?! karena sebagai pria sejati harusnya aku yang menyatakannya terlebih dahulu !"
"Ya, karena sebenarnya aku juga menyukai Stella,"
"Ah iya, ternyata benar selama ini aku menyukai Stella,"
pikiran-pikiran itu terus memenuhi otak ku saat ini. Hingga saatnya aku memutuskan untuk memberanikan diri menyatakan perasaanku pada Stella sebelum dia melakukannya.
"Chandra sebenarnya aku ingin-," belum selesai Stella menyelesaikan kalimatnya, aku dengan cepat menyelanya. Ya, inilah saatnya,
"Stella, aku menyukaimu sejak lama, maukah kau menjadikanku orang yang paling bahagia di dunia dengan menjadikanmu kekasihku?" kataku dengan suara lantang dan sekali napas.
Setelah mengatakan itu, ku tatap matanya tanpa berkedip, mengharapkan jawaban yang ingin ku dengar. Mendengar perkataanku, Stella langsung terdiam, matanya terbuka lebar seakan terkejut dengan pernyataan cintaku. Sepertinya dia sedang mencari kata yang tepat untuk menjawab perkataanku.
Setelah sekian lama terdiam, akhirnya Stella membuka mulutnya dan mulai berbicara
"Apakah jika aku berkata iya, kamu menerimaku apa adanya, menerima kekurangan dan kelebihanku? dan apakah jika aku berkata iya, kamu akan melakukan apapun yang aku mau?"
"Ya, aku akan melakukan apapun yang kau katakan, kau bisa pegang perkataanku," jawabku dengan tegas.
"Satu lagi, apakah kau mempercayaiku?" tanya Stella, kali ini ia memasang wajah paling serius daripada sebelumya.
"Tentu saja, kita sudah saling mengenal selama 5 tahun, kau selalu membantuku dan aku selalu membantumu, jadi sudah pasti aku sangat mempercayaimu," jawabku.
Mendengar jawabku itu, Stella tersenyum seakan ia sangat puas dengan jawabanku itu.
"Iya, jawabannya iya," kata Stella dengan yakin.
"Iya apa?" kataku menggodanya.
"Apa-apaan sih kamu?!" katanya dengan wajah yang sekarang semerah apel.
"Coba katakan! aku ingin mendengar calon kekasihku mengatakannya," kataku menggodanya lebih jauh.
Sambil menutup wajahnya yang merah itu dengan kedua tangannya, Stella akhirnya mengatakan "I....iya aku mau menjadi ke...kekasihmu ! puas kau hah!"
"Ya....ya, dengan itu kita sudah resmi menjadi sepasang kekasih. Dan kau, Chandra adalah MILIKKU! " lanjutnya dengan malu-malu.
Ah....aku tidak bisa menahannya lagi, pacarku ini sangat manis sekali !!! aku sangat ingin memeluknya saat ini.
Ku simpan keinginan itu dipikiranku, tapi tiba-tiba Stella memelukku sangat erat sekali. Apakah ini yang dinamakan ikatan cinta? aku bahkan tidak mengatakan apa-apa tapi dia tahu apa yang aku inginkan.
Masih dalam posisi memeluk ku, Stella berkata. "Nah sekarang, karena sekarang aku yakin kalau kau mempercayaiku, aku ingin mengakui sesuatu padamu Chandra,"
"Memangnya apa yang ingin kau akui?" tanyaku penasaran
Kemudian ia melepaskan pelukannya dan menatap tajam mata ku dan berkata dengan yakin
"Sebenarnya aku bukan manusia biasa-,"
"Ya, aku tahu itu," jawabku dengan mantap.
"Kau serius? kau mengetahuinya?" jawab Stella dengan ekspresi terkejut tergambar di wajahnya
"Ya, aku serius, kau itu bukan manusia, kau itu bidadari!" entah apa yang merasuki ku sehingga bisa mengatakan hal yang menggelikan seperti itu.
Dengan memasang wajah kesal Stella menjawab perkataan absurt ku "Aku serius Chandra!"
Merasakan aura Stella yang super marah itu membuatku merasa bersalah karena menjadikannya candaan. Kemudian aku memegang kedua tangannya dengan lembut seraya berkata
"Baiklah, maafkan aku. Sekarang katakan, sebenarnya kau ini manusia apa?"
Mendengar perkataanku yang meyakinkan itu, akhirnya Stella pun luluh dan melanjutkan pengakuannya itu,
"Kau berkata padaku kalau kau mempercayaiku, jadi aku berharap kau benar-benar memegang perkataanmu,"
"Baiklah ..." Sambil menghela napas Stella melanjutkan perkataannya
"Sebenarnya aku itu adalah seorang vampir,"
Seketika ku pasang wajah poker face terbaikku.
^^^Bersambung...^^^
"Kau? vampir yang itu? yang sering ku lihat di film-film fiksi?" kataku tidak percaya mendengar pengakuan pacar baru ku ini.
"Iya!" katanya dengan singkat.
"Oke, baiklah ternyata vampir itu nyata ya," jawabku berusaha untuk tidak terkejut.
"Terus, kenapa kau bisa jalan-jalan di bawah sinar matahari dengan santainya, bukannya mereka tidak tahan sinar matahari ya? terus mereka juga punya gigi taring yang panjang kan? bukannya mereka juga bisa mengendalikan pikiran orang hanya dengan menatap mata mereka kan? dan satu lagi, untuk sumber makanan mereka meminum darah manusia kan? mengapa aku tidak melihat itu semua darimu?" lanjutku penasaran.
Stella yang sedari tadi diam mempelajari ekspresi yang ku tunjukan, kemudian menjawab semua pertanyaanku dengan tenang,
"Kami punya suatu ramuan yang memungkinkan kami untuk tahan terhadap sinar matahari, dan kami meminum itu setiap hari agar kami bisa hidup normal seperti kalian, aku juga punya gigi taring yang panjang, tapi aku bisa mengaturnya untuk hanya memanjang jika aku menginginkannya," jawab Stella sambil menunjukkan gigi taringnya yang memanjang.
Melihat itu aku hanya diam mematung, tidak percaya akan apa yang aku lihat.
"Untuk kemampuan mengendalikan pikiran seseorang, ku rasa setiap pribadi memiliki tingkatan yang berbeda-beda. Dan perlu kau ketahui, kemampuanku termasuk pada tingkatan yang kuat. dan untuk makanan kami ...," saat sampai pada bagian makanan mereka, Stella terdiam sejenak dan sambil menghela napas ia menjawab
"Ya, kami meminum darah. Kami bisa memakan apa saja, namun itu tidak bisa memenuhi kebutuhan gizi kami. Darah manusia merupakan darah yang paling berkualitas, tapi karena kami menginginkan hidup normal ditengah-tengah manusia jadi kami tidak bisa dengan mudah mendapatkannya. Oleh karena itu kami menggantinya dengan darah hewan, ada lagi yang ingin kau tanyakan? Sayang?"
Setelah menjawab semua pertanyaanku, Stella diam menatapku, seakan menungguku tanggapan dariku. Jujur saja, sebenarnya aku masih belum benar-benar yakin tentang apa yang dia bicarakan. Tapi, karena aku berjanji akan percaya padanya, aku akan berusaha untuk meyakinkan diriku sendiri bahwa dia benar-benar mengatakan yang sesungguhnya.
Setelah merenung beberapa saat, aku menemukan sesuatu yang mengganjal dipikiranku dari apa yang dikatakan oleh Stella sejauh ini.
"Kau bilang kemampuan mengendalikan pikiran mu kuat, apakah kau ..., apakah kau menggunakannya padaku? apakah aku menyukaimu akibat dari pengaruh kekuatanmu?" Aku kembali menanyakan hal yang sangat penting bagiku.
Aku bisa lihat reaksinya yang terkejut mendengar pertanyaanku. Sambil mengusap pipiku dengan kedua tangannya, ia menjawabnya dengan mantap, "Tentu saja tidak, aku mempunyai prinsip untuk tidak menggunakan kekuatanku dalam urusan cinta."
Jawabannya itu membuatku lega, ternyata perasaan ku padanya ini adalah suatu kebenaran. Aku sangat yakin dia tidak mungkin melakukan itu padaku.
"Sudah ku duga. aku sangat yakin kau tidak akan menggunakan kekuatanmu untuk membuatku jatuh cinta padamu," kataku.
Saat ini wajahku pasti sangat merah karena tangan Stella yang sedingin es itu masih mengusap pipiku dengan lembut. Sungguh, aku benar-benar tidak ingin momen ini berakhir.
"Kenapa Kau memberitahukan semua itu padaku?" tanyaku membuka pembicaraan lagi.
Dengan kepala tertunduk sambil memainkan rambutnya Stella menjawab pertanyaanku, "Karena Kita sekarang kita pacaran, Aku tidak ingin ada kebohongan diantara Kita. Aku tidak ingin Kau tahu kebenaran itu dari orang lain dan kemudian Kau meninggalkanku karena Aku berbeda."
Hatiku meleleh mendengar penjelasannya itu, apalagi ekspresi malu-malu nya itu, membuatku menyadari betapa manisnya pacar baru ku ini. "Mengapa dari dulu Aku tidak pernah menyadarinya kalau Stella bisa semanis ini," kataku dalam hati.
Melihatku yang dari tadi senyum-senyum sendiri, Stella memukul pundak ku dan bertanya,
"Kenapa Kau senyum-senyum sendiri, apakah penjelasanku selucu itu ya?" katanya dengan nada sedikit kesal.
"Tidak, Aku hanya memikirkan betapa manisnya pacarku saat ini," jawabku dengan nada menggoda.
"Stella, terimakasih Kau sudah jujur padaku. Tenang saja, bagaimana atau apapun Kau, Aku tetap mencintaimu," lanjutku dengan mantap.
Aku tahu jawabanku itu sangat mainstream sekali, tapi perkataanku itu cukup untuk membuat seorang Stella tersipu malu. Aku bisa lihat itu dari sikap salah tinggkahnya itu. Aku tahu, aku sering mengatakannya tapi aku tidak bisa tahan untuk tidak mengatakan kalau pacar ku ini manis sekali.
"Sejak kapan mulutmu bisa mengeluarkan kata-kata manis hah?" kata Stella.
"Sejak Kau bersedia menjadi pacarku, hahaha," kataku dengan nada jahil.
***
Tidak terasa hari sudah sore. Waktu terasa begitu cepat ketika kami bersama, itulah yang ku rasakan. Stella kemudian beranjak dari tempat duduknya dan menyuruhku untuk pulang. Seketika aku tersadar kalau aku hari ini bolos sekolah lagi dan kali ini aku pasti akan dihajar habis-habisan oleh ayahku. Oleh karena itu, aku memohon kepada Stella untuk ikut bersamanya,
"Stella, bawa Aku bersama mu! Kau tahu kan, hari ini Aku bolos sekolah lagi, Aku pasti dihajar habis-habisan sama ayahku, ya, ya, ya, ya!" kataku dengan nada memohon untuk membawaku bersamanya.
"Tidak, Aku tidak bisa membawamu bersamaku, Kau harus pulang. Kalau Kau tidak pulang bukankah itu malah menambah masalah," katanya dengan tenang.
"Tapi, tapi-" belum selesai aku menyelesaikan kalimatku, Stella sudah menghilang dari pandanganku. Ah iya, dia kan vampir pasti larinya cepat.
"KAU PIKIR AKU BOLOS KARENA SIAPA HAH?!" Teriak ku pada angin.
Setelah Stella pergi, tinggal aku seorang diri duduk dibawah pohon yang merupakan tempat bersejarah bagiku. Mengingat kejadian yang ku alami hari ini, membuatku tidak bisa berhenti tersenyum. Namun, senyum itu hilang ketika ku ingat bahwa tinju ayahku menanti ketika ku pulang nanti.
"Arrgh....iya Aku hampir melupakan hal itu. Sepertinya Aku hanya bisa pasrah menghadapi ayahku nanti!" gumamku.
Kemudian aku mulai beranjak dari tempatku duduk dan berjalan pulang.
Hari sudah mulai gelap dan aku masih dalam perjalananku menuju rumah. Ada sesuatu yang aneh selama perjalanan itu, aku merasa sedang diikuti. Namun, setiap kali aku menoleh ke belakang dan mengamati sekitar aku tidak melihat siapa-siapa. Karena mulai khawatir aku mempercepat langkahku, saat aku mempercepat langkahku aku bisa mendengar langkah seseorang yang juga mempercepat langkahnya. Dengan begitu aku yakin bahwa aku benar-benar diikuti.
Jika mendengar langkahnya itu, aku bisa katakan bahwa yang mengikutiku ada 3 orang. Sialnya aku benar-benar tidak bisa melihat mereka karena malam yang gelap ditambah jalan yang ku lalui tidak terdapat lampu jalan sehingga keadaan disini gelap total.
Mengetahui hal itu kemudian aku berlari secara random, karena aku sudah tidak tahu kiri kanan lagi. Yang ku pikirkan sekarang adalah bisa terlepas dari orang-orang yang mengikutiku itu. Syukurlah berkat kemampuan merawat luka Stella, aku bisa agak pulih dan masih bisa berlari.
Setelah beberapa lama aku berlari, aku tidak mendengar langkah dari orang-orang itu lagi, jadi ku pikir mereka sudah kehilangan jejak ku. Aku berhenti sejenak untuk memastikan bahwa aku benar-benar sudah tidak diikuti.
"huf~ sepertinya mereka tertinggal, syukurlah," gumamku sambil melihat kanan kiri untuk memastikan tidak ada orang yang mengikutiku.
Aku terdiam sembari menoleh ke kanan dan kiriku. Setelah itu aku menyadari bahwa sepertinya saat ini aku tersesat. "Ya ampun ... ini dimana sih? Semua yang Aku lihat hanya pohon-pohon besar disekitarku. Ya, Aku yakin sekarang Aku tersesat dan berada di daerah perhutanan. Wah lengkap sekali hidupku hari ini, setelah mendapatkan keberuntungan sekarang Aku malah mendapat kesialan," gerutuku dengan pasrah.
Meskipun begitu, aku masih terus melangkah, berharap bisa keluar dari hutan ini. Aku terus berjalan sampai aku menyadari bahwa sepertinya ini sudah tengah malam. Suasana saat ini makin mencekam, selain gelap, aku bisa mendengar macam-macam suara-suara hewan saling bersahutan. Yang ku takutkan adalah kalau tiba-tiba hewan buas menerkam diriku.
Untuk menghindari itu, aku memutuskan untuk mencari tempat untuk bersembunyi dan melanjutkan perjalananku besok. Setelah beberapa lama mencari akhirnya aku menemukan sebuah gua yang sepertinya aman untuk dijadikan tempat bersembunyi.
Kemudian aku masuki gua itu untuk memeriksa keamanannya. Setelah dirasa aman akhirnya aku duduk bersandar di dinding gua dan tanpa ku sadari aku pun tertidur.
^^^Bersambung...^^^
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!