NovelToon NovelToon

Asa Di Ujung Lembayung

Dekade Pertama Yang Memilukan

Diawal usia dekade pertama lewat lima ratus dua puluh satu hari, Rehan mengalami hari paling memilukan dalam hidupnya, ia ditinggalkan oleh sang bapak tercinta petani ulet yang menjadi tulang punggung bagi keluarganya.

Bapak Rehan terjatuh sakit setelah pulang dari ladang pada sore hari, entah pasal apa yang membuatnya terhuyung setibanya didepan pintu dan memuntahkan darah kehitaman yang membuatnya harus dirawat di puskesmas selama tiga hari.

Rasa cemas yang tertahan selama tiga hari itu, berubah menjadi perasaan yang sukar dijelaskan dengan kata-kata, ketika Dokter menghela nafas berat bilang tidak ada harapan lagi, dan dokter itu bilang, dia telah mencoba berusaha semaksimal mungkin.

Ibu Rehan pun tertunduk dan mendekap bahu anak sulungnya itu dengan erat, terlihat uraian air mata mulai membasahi pipi ibunda tercinta, bapaknya telah meninggalkan mereka bertiga untuk selamanya, bahkan adik Rehan yang baru menginjak usia satu tahun, kini tidak bisa mengenali wajah sang bapak.

Tanpa terasa waktu melesat begitu cepat, bak anak peluru yang ditembakan oleh serdadu-serdadu kompeni bersama sekutunya, kala mereka mencoba merebut kembali tanah air tercinta kita ini lewat agresi militer yang mereka gaungkan, namun pejuang dan rakyat berhasil mempertahankan kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia tercinta.

Pagi ini, entah pagi keberapa ratus sejak serdadu kompeni gagal menancapkan cakarnya kembali ke bumi pertiwi, kampung Rehan terlihat sibuk semakin sibuk malah, Rehan menggeliat nikmat, menguap lalu mengucek mata dan bangkit dari kasur kusamnya menuju kamar kecil.

Setelah selesai dan memakai pakaian yang lumayan rapi, dia berucap pamit pada ibunya yang masih tiduran di bale bambu berukuran sedang, beliau hanya mengangguk karena sedang tidak enak badan, tadi pagi ba'da shubuh beliau hanya memasak nasi dan lauk pauk seadanya untuk sarapan.

Rehan berjalan menuju depan gang untuk mencari tukang ojek yang biasa mangkal, untuk pergi bekerja ke pabrik Keramik yang berada di sekitaran daerah Cileungsi, yaitu sebuah daerah industri, yang masuk kedalam wilayah kabupaten yang pada jaman dulu kala sebagai salah satu pusat kerajaan padjadjaran.

Hanya membutuhkan waktu satu jam lebih dari tempat tinggalnya, yang berada di sekitaran Bogor timur, jalan selebar hampir dua meter itu kini dipenuhi oleh anak-anak yang akan pergi bersekolah, para petani yang hendak melihat sawahnya, ibu-ibu yang bergegas pergi ke pasar untuk membeli atau menjual sesuatu, serta sekali-kali motor lewat menyalip pejalan kaki dengan membunyikan klakson yang tidak sabaran, yang membuat terpaksa para pejalan kaki menepi, dengan dihiasi gerutuan berintonasi sedang.

"Berangkat kerja, Rehan?" tanya beberapa tetangga, ibu-ibu yang sedang berkumpul di rumah panggung, Rehan hanya mengiyakan dengan mengangguk samar agar urusannya cepat kelar.

"Gagah sekali seragam kau Rehan, kayak pelaut yang hendak pergi berlayar saja," komentar salah satu ibu-ibu menggoda dirinya, yang pagi ini memakai seragam berwarna biru langit, dia hanya nyengir menanggapi gurauan tetangga tersebut.

Semenjak Bapak Rehan meninggalkan mereka bertiga untuk selamanya, ibunda Rehan bekerja keras untuk membiayai kedua anaknya, hingga Rehan lulus SMA dan kini tinggal adik perempuanya, yaitu Kinan yang kini berusia delapan tahun dan duduk dibangku kelas dua sekolah dasar, yang kini sedikit banyaknya menjadi tanggung jawab Rehan untuk membiayai sekolah adiknya itu.

***

"Bukh"

"Maaf Bang gak sengaja, silahkan duluan," ucap sang Gadis cantik buru-buru meminta maaf pada Rehan, karena telah menubruk dirinya, yang hendak menaiki angkot jurusan Cileungsi-Wanaherang.

"Eh gak apa-apa teh, silahkan teteh aja duluan," jawab Rehan tergagap karena terkesiap oleh pesona gadis yang menubruknya, di dalam angkot dia sempat curi-curi pandang pada gadis yang ternyata adalah seorang mahasiswi.

Setelah terlihat angkot yang ditumpangi Rehan hampir mendekati tempatnya bekerja, Dia pun mengetuk bagian atap angkutan umum berwarna biru tersebut, sebagai tanda dia akan turun, ketika melewati gadis berparas jelita itu Rehan mengucap permisi, dan dibalas dengan menganggukan kepala disertai senyum tipis menghiasi bibir imutnya itu, membuat lesung pipinya terlihat menggemaskan.

"Selamat gini hari pak jak," ucap Rehan menyapa Satpam pabrik ketika dia hendak masuk.

"Ouh.. Selamat gini hari juga Burhan," Balas Satpam yang bernama Jaka tersebut dengan malas.

"Rehan Pak jak bukan Burhan," timpal Rehan membenarkan sambil ngeloyor masuk untuk absensi.

"Ouh, ini ada yang diekspor ke india, amerika dan paris yang disebut banyak orang sebagai kota mode dunia," jawab jengkel sang operator packing yang ditanyai oleh Rehan ketika sesampainya di pabrik dan mulai bekerja, ya Rehan bekerja sebagai karyawan kontrak di pabrik keramik tersebut.

Tapi sayangnya dia hanya bertahan sampai empat bulan kerja disana, karena ada pengurangan karyawan dan sialnya Rehan lah salah satu dari beberapa pekerja yang di PHK.

Kini Rehan tengah termenung dibelakang rumahnya, sambil memandang senja kemerahan dari peraduan di ufuk barat, merenungkan nasib yang menimpa dirinya, tapi sejurus kemudian dia bertekad untuk terus berusaha memperbaiki ekonomi keluarganya, karena bagaimana pun dialah tulang punggung keluarga untuk sekarang ini.

Kinan Sang Adik Yang Penuh Ceria

Sudah hampir empat tahun berlalu, sejak Rehan diberhentikan kerja di pabrik keramik, dan selama kurun waktu tersebut dia sudah beberapa kali gonta-ganti pekerjaan, bahkan lebih seringnya bekerja sebagai serabutan.

Kini dia tengah mencangkul di sawah miliknya sendiri, yaitu sawah yang diwarisi dari ayahnya, yang luasnya lebih dari 1000 M2 dan terbagi menjadi beberapa petak sawah, dulu ketika Rehan masih aktif bekerja di pabrik, sawah tersebut digarap oleh Kakeknya.

"Kak Rehan istirahat dulu," teriak Kinan adik perempuannya, sambil membawa rantang makanan beserta teko air berukuran sedang, karena hari ini hari sabtu, kegiatan belajar di sekolah hanya sampai jam sembilan saja.

Jadi ketika Kinan disuruh ibundanya untuk mengantarkan bekal makanan pada Kakaknya, dia pun dengan senang hati menerima tugas tersebut, Rehan pun berhenti dari aktifitasnya sejenak dan menghampiri sang adik satu-satunya tersebut.

"Wuiih... Mantep kayaknya nih, perpaduan antara ikan asin + sayur asem, sama sambel terasi, kau sudah makan dek?" tanya Rehan pada Kinan.

"Udah sih tapi tadi cuman sedikit, hehe.." balas Kinan gadis imut dengan berbalut jilbab berwarna coklat, yang sekarang duduk di bangku kelas enam sambil tersenyum.

Kinan sangat menghormati dan mengagumi kakak laki-laki yang ada di depannya itu, selain pekerja keras, kakaknya juga adalah sosok pengganti ayah yang telah wafat, yang bahkan dia lupa dengan wajah sang ayah, karena saat itu dia masih berumur satu tahun.

"Baiklah, kalau begitu ayo kita makan bareng, sebentar kakak cuci tangan dulu, kamu duluan aja bawa makanannya ke saung," ucap Rehan sambil berlalu menuju sungai kecil, sementara Kinan membawa rantang dan tekonya ke sebuah saung berukuran dua meter persegi.

***

Setelah mereka menghabiskan bekal yang dibawa oleh Kinan, kedua saudara itu berbincang-bincang dengan riangnya.

"Kak ada Bidan baru loh di desa kita, katanya menggantikan Bu Bidan Susi yang hendak pensiun, namanya itu kalau gak salah Re Remin eh Rina, hmmzz.. Ouh iya Bu Bidan Rena," Seru Kinan setelah mengingat dengan sempurna nama Bidan tersebut.

"Ouh yah, kok kamu tahu namanya Bidan Rena, kenal di mana emang?" tanya Rehan menanggapi tingkah adiknya itu, yang kadang suka heboh sendiri dan juga mempunyai sifat jahil, meski masih dalam hal wajar, tapi itu juga membuat Rehan tidak terlalu cemas, karena adiknya itu mempunyai sifat ceria dan mudah akrab dengan orang lain.

Pada awalnya dia sangat khawatir karena Kinan berbeda dari teman sebayanya, yang tidak mempunyai figur seorang ayah dalam mendampingi masa-masa kecilnya, sehingga ada rasa takut membuatnya menjadi minder dengan keadaannya sendiri, tapi seiring berjalannya waktu rasa cemas itu mulai terkikis.

Memang Kinan tumbuh menjadi anak yang sangat disukai oleh banyak orang, selain ceria juga pintar dia pun rajin membantu ibunya, dan juga baik hati serta sopan terhadap semua orang.

"Kan tadi Beliau datang ke sekolah kami dan memperkenalkan diri, Bu Bidannya sangat Cantik loh Kak, kayaknya masih muda cocok sama Kakak ku yang ganteng ini," Jawab Kinan sambil menyunggingkan senyum mencoba menggoda kakaknya.

"Bentar, bentar, maksudnya gimana nih, kamu suruh kakak ngedeketin Bu Bidan desa baru kita itu, ish ish.. Ternyata adek ku ini mulai bertingkah kayak tukang kompor," Timpal Rehan sambil mencubit hidung Kinan.

"Huuuu, bukan tukang kompor Kak tapi Provokator," seru Kinan setelah berhasil melepaskan tangan kakaknya yang mendarat di hidung mininya tersebut.

"Ngomong-ngomong bagaimana pelajaran sekolahmu dek? bukankah sebentar lagi ujian semester pertama akan dilaksanakan," ucap Rehan menanyakan tentang kegiatan belajar sekolahnya Kinan.

"Minggu depan sepertinya kak akan dilaksanakannya, tapi Kinan belum bayar untuk ujiannya dan belum bayar iuran Spp untuk bulan ini," Jawab Kinan sambil tertunduk.

"Hmmz... Tenang saja jangan dipikirkan hal begituan, sore ini kan Pak Zenal berjanji sama kakak akan membayar semua gaji yang waktu kerja membangun kamar mandi di rumahnya," ucap Rehan sambil mengelus jilbab adiknya itu.

***

Ketika Sang Surya tepat berada di garis lurus diatas kepalanya, dan suara bedug yang dibarengi dengan kumandang adzan Djuhur mulai terdengar dari arah surau, Rehan pun menyudahi pekerjaan di sawahnya dan bersiap-siap untuk pulang, sementara sang adik sudah dari tadi meninggalkan pesawahan sambil membawa kembali rantang kosong.

Dengan langkah agak dipercepat, Rehanpun menyusuri pematang sawah sambil memegang cangkul yang ditempatkan di pundaknya, untuk segera pulang ke rumah agar masih sempat Sholat Djuhur di surau secara berjamaah.

Sesampainya di jalan setapak yang berada di belakang kampung, terdengar sebuah sapaan dari rumah panggung yang berukuran sepuluh meter persegi dan sudah cukup tua, yaitu rumah yang berada paling ujung di kampungnya itu.

"Udah pulang cu,mampir dulu," teriak serak seorang Kakek-kakek yang tengah duduk santai di bale bambunya.

"Iya Aki terimakasih, lain kali saja udah siang soalnya, punten Ki," ucap Rehan dengan sopan, memang Aki Darja begitulah nama kakek tersebut, itu masih termasuk Kakeknya Rehan juga, karena bagaimanapun Aki Darja adalah adik kandung dari Kakeknya Rehan yang telah meninggal beberapa bulan yang lalu, sementara Kakeknya dari ibundanya masih ada, meski tinggalnya di kampung sebelah.

Bidan Muda itu Bernama Rena Wijaya Putri

Ketika Rehan memasuki jalan yang berada ditengah kampung tempat tinggalnya, yang lebarnya hampir tiga meter itu, dia melihat rombongan dengan pakaian dinas ala pegawai desa dan satu orang perempuan berseragam layaknya seorang perawat, sedang berada diberanda rumah Pak RT Rojak.

"Punten semuanya," seru Rehan ketika melewati rombongan tersebut.

"Mangga.. baru pulang dari sawah kamu Rehan, sudah bereskah? habis sholat Djuhur tolong kumpul kesini lagi ya Han," ucap Pak Kepala Desa yang bernama Haji Jalaludin menjawab seruan dari Rehan sekaligus bertanya balik.

"Belum pak, mungkin masih sedikit lagi pak, paling dilanjut besok, iya insyaallah nanti saya sempatkan kesini lagi," timpal Rehan, ketika dia melirik kearah Bidan baru tersebut tanpa sengaja kedua mata mereka bertemu, yang membuat Rehan salah tingkah dan Bidan muda itupun hanya melempar senyum manis berhias lesung pipi dikedua sisinya.

"Assalamualaikum bu," ucap Rehan ketika sudah sampai didepan rumahnya dan terlihat ibunya sedang menjemur beberapa rengginang yang akan dijual ke tetangga bahkan ada yang sudah memesan sejak satu minggu yang lalu.

"Waalaikumsalam, eh sudah pulang kau nak.! sudah mandi dulu sana lantas segera pergi ke surau untuk melaksanakan Sholat Djuhur, kasihan wak Hasan tidak ada teman untuk berjamaah," Jawab ibu Rehan lalu menyuruh anaknya untuk segera menghadap pada Sang Khalik Yang Maha Baik, meski terkadang bahkan seringnya kita sebagai makhluk ciptaan-Nya lupa atau apakah pura-pura lupa akan kewajiban yang semestinya kita lakukan.

"Kinan kemana bu kok gak kelihatan batang hidungnya tuh anak," teriak Rehan sambil berlalu ke kamar mandi.

"Ouh dia suruh ibu nganterin pesenan rengginang ke rumah Bu Waroh," Jawab ibunya dari ruang tengah.

***

Waktu menunjukan hampir jam satu siang, ketika diberanda rumah Pak RT Rojak semakin ramai orang-orang berdatangan, karena memang sudah dihimbau oleh Pak Jalal selaku Kepala Desa tempat Rehan tinggal, karena ada hal yang penting akan disampaikan pada warganya.

"Assalamualaikum bapak-bapak dan ibu-ibu serta para pemuda dan pemudi kampung padasuka,"

"Waalaikumsalam warahmatullahi wabarokatuh," jawab serempak semua warga.

"Pertama-tama saya menghaturkan terimakasih banyak telah menyempatkan waktunya untuk hadir disini, meski saya tau bapak dan ibu masih mempunyai kegiatan yang lainnya yang tidak kalah penting, jadi mohon maaf mengganggu waktunya sebentar," ucap Pak Kades didepan semua warga.

"Yang kedua, kita besok rencananya akan merenovasi Posyadu Mawar yang ada di kampung Padasuka ini," sambung Pak Kades

"Dan untuk yang ketiga, kita telah kedatangan Bidan baru yang menggantikan Bu Susi selaku Bidan yang cukup lama mengabdi didesa kita, dan beliau telah pensiun dua minggu yang lalu, jadi untuk mempersingkat waktu Bu Bidan silahkan memperkenalkan diri dengan para warga agar lebih mengenal siapa Bu Bidan barunya," lanjut Pak Jalal lalu mempersilahkan Rena untuk maju memperkenalkan diri.

"Terimakasih untuk waktunya Pak Kades, perkenalkan nama saya Rena Wijaya Putri berasal dari Daerah Khusus Ibukota , saya disini menggantikan Bu Susi jadi mohon bantuan dan kerjasamanya pada bapak dan ibu semuanya," Ucap Rena memperkenalkan diri dengan singkat.

" Bu Bidannya cantik ya, jadi pengen diobati, aw aw," ucap bapak-bapak yang nyeletuk dan langsung dicubit dengan keras oleh istrinya, membuat semua orang tertawa karena tingkah laku pasangan suami-istri tersebut.

"Untuk Bapak dan ibu ketahui, Bu Bidan Rena juga telah membantu biaya renovasi Posyandu dikampung ini," seru Pak Kades mebuat semua warga tambah kagum terhadap Bu Bidan Rena.

***

Rena Wijaya Putri adalah seorang lulusan dari Universitas AKBID terkenal disalah satu kota yang berjuluk kota hujan, dia adalah anak bungsu dari empat bersaudara dari pasangan seorang Dokter yang mempunyai beberapa Rumah Sakit terkenal, dan Universitas kedokteran yang tersebar diseluruh kota-kota besar indonesia juga beberapa bisnis property medis baik didalam dan juga luar negeri, Kakak pertama Rena adalah seorang Dokter sekaligus Dosen di Universitas milik ayahnya.

Dan kakak keduanya adalah seorang Dokter spesialis kecantikan yang terkenal yang terkadang suka dipanggil ke Rumah sakit yang ada diluar negeri dengan bayaran yang sangat fantastic, lalu kakak ketiganya adalah seorang Dekan di Universitas milik keluarganya.

Rena pernah ditentang oleh ayahnya karena mengambil jurusan kebidanan bahkan penolakan itu juga terjadi lagi ketika dia ditugaskan di Desa yang sekarang ia berada, yang menurut sang ayah itu tidak cocok dengan citra keluarganya yang sangat terhormat pemilik Rumah Sakit dan Universitas elit di negara ini, tapi Rena tetap bersikukuh karena ingin mengabdi secara langsung pada masyarakat dipelosok.

Waktu itu hanya sang ibu lah yang merestui keinginannya, itupun melalui debat yang sangat panjang antara ayah dengan ibunya, bahkan ketiga kakaknya mencemooh keputusan adik bungsu mereka, karena menurut mereka itu mencederai wibawa keluarga dengan Rena yang terjun ke masyarakat kalangan bawah tersebut secara langsung.

Meski Rena terlahir dikeluarga yang bergelimang harta, tapi tetap saja itu membuat dia tidak merasa bahagia karena kedua orang tuanya terlalu sibuk mengejar dunia, membuat Rena kecil merasa hampa meski tinggal dirumah yang megah bak istana itu.

Pernah sekali Rena akrab dengan salah satu anak dari Asisten Rumah Tangganya, karena usia dari anak ART tersebut sebaya dengannya dan mereka sering bermain bersama yang membuat Rena kecil merasa tidak terlalu kesepian.

Tapi itu hanya bertahan sebentar saja, karena ibu dari anak tersebut dipecat secara tidak hormat, setelah mengetahui bahwa anaknya bergaul dengan Rena, dengan sebuah caci maki ART tersebut diberhentikan dari pekerjaannya pada hari itu juga.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!