NovelToon NovelToon

Tentang Rasa

Ku kenal rasa jatuh darinya

...Kau tahu hadirmu adalah yang mampu membuatku bangkit dari keterpurukan. Dirimu yang mampu mengobati bahkan menyembuhkan luka dihati. Telah ku jelajahi dimensi sepi disetiap ruang waktu tak...

...berpenghuni. Aku mengeja guratan jejak pada langkah serupa suara yang terdengar sesaat sebelum bayangmu menghilang....

Artasyani Puji Rahayu. Biasa dipanggil Asya. Aku adalah mahasiswa yang mana hari ini adalah hari pertama mengikuti ospek. Aku memakai baju putih dengan rok span hitam yang amat membuatku jengkel. Melangkah saja sulit, apalagi berlari. Ampun... sangat bahaya jika aku terburu-buru mencari makan. Aku berjalan menelusuri koridor kampus dengan tergesa-gesa.

Brukkk...

Aku menabrak seseorang. Reflek aku segera merapikan beberapa berkas yg berserakan.

"Jalan tu pake mata, bisa ngga sih" tegas seorang mahasiswa.

"Ye ngga bisalah. Mana ada, jalan tuh pake kaki. Aneh" kataku tampak berbisik.

"Eh malah ngejawab" ketusnya.

"Emang kakak denger?" Tanyaku sepolos mungkin.

"Lu kira gue budek apa? Dasar. Masih juga mahasiswi baru. Sudah berani ngejawab" pria itu berdiri sambil melipat kedua tangannya didepan dada bidangnya.

"Maaf" lirihku sambil tertunduk. Bukannya aku tidak berani. Hanya saja aku tak ingin memperpanjang omong kosong yang tidak penting bersama pria itu.

"Lo harus dihukum" tegasnya.

"Kok dihukum kan ga sengaja. Lagian situ tiba-tiba ngehalangi jalan orang aja. Gatau apa ya kalo lagi keburu. Sudah pake rok mepet mepet ga jelas kek gini yang bikin sulit minta ampun buat jalan. Ini malah seenak jidatnya mau ngasih hukuman emang situ siapa. Polisi? Sudah dibantu masih untung. ga pernah bersyukur kali ya" omel ku panjang lebar tak sadar aku sedang berpapasan dengan siapa detik ini. Pria itu tampak tercengang melihatku yang sedari tadi ngomel bak ibu-ibu yang kehilangan satu mangkok kesayangannya akibat pecah karena jatuh.

Seketika aku dan pria itu tampak terdiam. Dag dig dug bukan cinta yang aku rasakan. Aku takut akan kemarahan pria itu.

"Hahahaha" tawa itu memecah keheningan dalam sekejap.

"Kok ketawa" lagi-lagi aku tampak terlihat bodoh.

"Cepat pergi kelapangan" bentaknya.

Segera aku mulai menjauh dari pria itu, baru 2 langkah pria itu memerintahkan jika aku harus berhenti.

"Aa..aapa?" Tanya ku terbata-bata.

"Dasar bocah. Emang lo mau bawain tu berkas ke kantor?" Tanya pria itu yang membuatku bersemu merah karena menahan malu.

"Yaampun..nih" ku serahkan semua berkas tadi dan segera aku meninggalkan pria itu.

***

Di lapangan yang begitu luas, seluas lautan. Ribuan mahasiswa baru sudah mengisi setiap barisan. Tampak seperti kerumunan semut yang sedang reunian.

Aku sengaja mengambil barisan paling belakang. Karena aku paling tidak suka moments seperti ini. Berdiri ditengah teriknya mentari pagi.

Satu jam telah berlalu. Namun, upacara sedari tadi tak kunjung selesai. Aku merasakan sesuatu bergetar dari badanku. Kukira aku mendapatkan notifikasi dari seorang doi. Tapi alhasil nihil, ternyata itu getaran hebat dari perut kecilku. Yaa... aku sedang merasakan lapar yang tak tertahankan lagi. Aku mundur selangkah dengan pelan. Agar tak ada yang memperhatikan ulahku ini. Setelah sampai pada tujuanku. Aku segera membongkar isi tasku berharap aku menemukan sesuatu yang bisa ku makan.

Aku menemukan sepotong roti sisa sarapan pagi tadi sebelum berangkat ke kampus. Ketika aku mendapatkannya segera aku kembali pada posisiku semula. Tuhan memang adil, penyayang dan lagi penolong. Kubuka plastik roti tersebut dan langsung menyantapnya. Baru dua kali gigitan roti itu berhasil dirampas dari tangan mungilku. Barisan kanan kiri menertawakan kebodohan ku. Tapi aku tetap acuh karena aku merasa sangat lapar. Perutku perlu diisi ulang.

"Kalo mau makan tuh di kantin bukan di lapangan" bentak salah satu mahasiswi seniorku.

"Gua lapar kak. Ga tahan" jawabku jujur

Tiba-tiba salah satu mahasiswa datang menghampiri kami.

"Ada apa ini?" Tanya mahasiswa yang tak lain dia adalah pria yang tadi tak sengaja ku tabrak.

"Eh roti, gua laper" reflek aku kaget dan kalimat itu yang muncul dari mulutku.

"Lihat kak, anak ini seenaknya makan roti pas lagi upacara" adu si cewek pengganggu makan ku, yang tak lain dia adalah salah satu BEM fakultas di jurusan yang aku pilih.

Aku tetap menunduk seakan-akan menyadari kesalahanku. Tapi saat disela-sela obrolan kedua mahasiswa itu, ku sempatkan membuka bungkus permen yang kutemukan di dalam kantong bajuku.

"Apa benar kamu melakukan itu?" Tegas pria itu.

"Ehh kalo ditanya itu jawab, jangan nunduk mulu. Takut ketahuan salah" ketus cewek itu sambil mendorong-dorong bahuku.

"Biasa saja, jangan pakai kekerasan. Ini waktunya upacara. Malu dilihat yang lain" entah setan mana yang merasuki pria itu sehingga dia bisa membelaku.

"Ayo ikut aku" pinta pria itu.

Lalu aku pun mengangkat wajahku keteka pria itu menyentuh bahuku.

"Lah lo lagi?" Tanya pria itu heran. Sedangkan aku hanya bisa cengengesan merutuki kesalahan. Tapi sebenarnya itu bukan kesalahan. Jika aku pingsan gara-gara kelaparan baru itu kesalahan. Kan bisa-bisa

aku nyusahin orang jadinya. "Egh...egh.." tiba-tiba aku tersedak permen yang ku makan tadi.

"Kenapa lo?" Tanya pria itu tampak khawatir meski kelihatannya gengsi.

"Pee...permen yang aku makan ke..ketelen" jawabku menahan sakit.

"Yasudah..Ayo cepet ikut gue"

Dia segera menagajak ku taman kampus. Disana dia meninggalkan ku sendiri. Dia datang dengan membawa dua botol air mineral

.

"Nih minum..." suguhnya

Aku tercengang bukannya waktu itu pria yang sedang ada didekat ku ini sangat ketus. Tapi nyatanya peduli juga sama orang lain.

Aku segera meminum minuman itu. Tiba-tiba pikiran aneh melintas di otakku.

"Situ ngeracunin aku yah" tanyaku penasaran karena tiba-tiba dia baik seperti itu.

"Enak aja. Emang gue siapa mau ngeracunin anak orang"

"Kok tiba-tiba situ baik"

"Emang ada sejarahnya orang baik itu ga boleh. Gue juga manusia kali yang punya rasa kasihan sama orang. Bukannya nyusahin orang." Jelasnya

Sedangkan aku hanya bungkam.

"Nama lo siapa?" Tiba-tiba pria itu memecah keheningan.

"Tanya-tanya emang situ polisi" ketusku

"Jutek juga lo ya. Gue anaknya" timpalnya

"Ga tanya"

"Ok. Tersearah lo. Awas aja ntar pas ospek" liriknya yang tanpa sengaja aku juga menatap bola matanya

yang coklat.

"Ngga takut"

"Yakin"

"Bodo"

"Gue ini atasan lo. Sedikit lebih sopan kalo bicara" Aku terdiam tak menggubrisnya

***

Hari ini sangat melelahkan. Ospek ternyata tak segampang ikut MOS pas masa SMA tiga tahun yang lalu. Ospek lebih menyebalkan. Tidak ada keasyikan yang aku rasakan.

Aku menghempaskan tubuhku di kasur tebal milik kosanku. Tanpa mengganti pakai terlebih dahulu aku pun terlelap hingga malam hari. Yaa begitulah jika sudah mengikuti ospek perkuliahan. Berangkat sunrise pulang sunset. Untung bukan bang toyib yang jarang pulang. Malam yang gerah membuatku terbangun dan aku terpaku pada jam weker kesayanganku yang menunjukkan pukul 22.05 WIB yang

mana aku sudah mengorbankan kewajiban ku sebagai muslim. Aku tertinggal solat fardhu asar dan magribku.

"Ampuni asya ya allah.. asya sangat lelah sehingga aku tertidur dan meninggalkan kewajiban asya"

Hari kedua, aku mengikuti ospek. Hari ini lebih parah dari hari kemarin dan berharap hari esok tak separah hari ini. Aku benci mengikuti ospek hari kedua. Andai tak ada sanksi dan ospek tidak merupakan salah satu persyaratan age cepat wisuda. Aku akan mencari alasan untuk tidaj mengikuti ospek. Aku mengenakan pakaian adat. Kebaya dan rok yang sangat menjijikkan yang membuatku tak leluasa untuk

berjalan. Untungnya kepala tidak disanggul bisa-bisa aku jatuh pingsan akan keberatan rambut palsu itu.

"Hei kamu" tunjuk salah satu BEM padaku. Aku hanya menunjuk diriku memastikan jika yang dia maksud

adalah aku.

“iya. Ayo buruan jalan kok lelet”

Kaga tau apa ya jaan tuh susah kalo pake beginian. Kataku dalam hati

Tepat di depan beberapa mahasiswa pria itu membawaku untuk memperkenalkan diri.

“ayo, perkenalkan diri kamu” perintahnya

Setelah memperkenalkan diri secara bergantian. Kini waktunya membentuk kelompok untuk pembuatan yel-yel. Sehingga membuatku semakin tidak semangat karena aku sangat tidak menyukai sesuatu yang

berhubungan dengan hal menyanyi. Jangankan yel-yel lagu mars kampus sama prodi saja boro-boro dihafalin.

“eh, lo. Ngapain tenang-tenang. Bukannya bantuin temen-temennya malah enak-enakan duduk manis.

Sudah jadi jagoan lo?” cerocos pria itu panjang lebar. Tanpa menggubris omongan tak berfaedah dari pria itu akupun menjauh.

“Parah ternyata cewek itu lebih cuek dari gue. Gue kira anak polos kaga cuek”

“cewek yang mana broh?” tanya salah satu teman pria itu

“itu yang barusan” jawabnya tak sadarkan diri siapa yang sekarang berbicara dengannya

“keknya lu suka yah” lanjut temannya

Spontan pria itu menoleh siapa sekarang yang sedang berada disampignya.

“sejak kapan lo disini” tanya pria itu pada temannya

“sejak lo ngomel-ngomel ga jelas ke cewek tadi itu. Cantik yah tapi sayang cueknya ngelebihin anaknya pak Bambang yang ganteng tapi masih kalah ganteng ame gue sih” belanya membanggakan diri.

Tanpa aba-aba pria itu meninggalkan temannya seorang diri.

***

Satu minggu sudah aku menjalani ospek kemahasiswaanku. Tak menyangka aku sudah menjadi seorang mahasiswi. Cukup banyak pengalaman yang ku dapatkan dalam satu minggu ini. Serta kejengkelan yang sering ku dapatkan. Aku bertemu dengan sosok pria tidak jelas mentang-mentang atasan dia bersikap semaunya. Mulai dari marah-marah tidak jelas kadang cuek, giliran dicuekin orang disalahkan. Wajah memang tampan tapi sikap tak jelas tidak pantas untuk wajah tampannya. Awalnya aku ingin memperkenalkan namanya dibagian ini, tapi sayang aku lupa namanya. Sebenarnya bukan lupa hanya saja aku tak pernah memperhatikan ketika dia memperkenalkan dirinya. Karena bagiku itu tidak penting yang penting itu dimana letak kantin kampus yang akan aku tempati. Tunggu diparagraf selanjutnya.

Senja yang begitu indah untuk dipandang hanya saja masih ada dia yang lebih indah daripada senja, Eaaa. Aku berlari-lari kecil menikmati dinginnya pagi kota baru yang kukenal dalam waktu kurang lebih satu minggu ini. Iya, pagi ini aku pergi jogging bersama kedua teman kamar kosku. Tapi sayang mereka

sudah meninggalkan diriku seorang dikarenakan mereka sudah dijemput oleh doinya masing-masing. Nyesek yah jomblo sendiri. Sekitar tiga jam sudah aku mengelilingi daerah kampus. Sudah waktu aku

kembali ke tempat kos ku untuk membersihkan diri.

Selesai mandi aku menuju ruangan ibu kos seperti biasa untuk berpamitan. Iya, aku memang dekat

dengan beliau karena beliau sangat baik padaku. Selain guru atau tepatnya dosen untuk saat ini pengganti orang tua beliau juga. Hari ini hari libur, aku berpamitan untuk sekedar bersenang-senang dengan teman karena otakku juga butuh penenang bukan sekedar dijadikan robot untuk semua

tugas-tugasku.

“pagi bunda?” sapaku diambang pintu. Tidak seperti biasanya pintu ruangan khusus bunda terbuka lebar. Iya, aku memanggil ibu kosku dengan sebutan Bunda karena beliau yang meminta.

“eh asya, pagi juga sayang. Sini masuk” bunda mempersilahkan aku masuk. Aku berhenti ketika melihat sosok seorang pria yang tak asing lagi. Pria itu menoleh hingga pandangan kami bertemu.

“lo?” ucapku dan dia bersamaan. Bunda yang berada diantara kami menatap bingung.

“kalian sudah saling kenal?” tanya bunda pada kami

“engga” jawabku bersamaan dengan pria itu. Tapi dia menjawab “iya”

“loh… yang bener ini siapa?” tanya bunda kebingungan.

“ohh iya bun, asya mau pamit keluar. Mau refreshig dulu” alihku

“oh yasudah hati-hati ya” akupun bersalaman dan segera keluar dari ruangan itu.

“tan?” panggilku sedikit ragu

“iya, kenapa za” jawabnya lembut

“ tante keknya deket banget deh sama cewek tadi” tanyaku penasaran “ ohhh asya maksud kamu. Dia emang deket sama tante sejak dia ngekos disini. Dia orangnya ramah,

baik, santun, cantik lagi. Dia juga yang sering bantu tante masak kalo lagi ga sibuk sama tugasnya”

jelasnya. Reza terdiam tak percaya dengan penjelasan tantenya tadi.

“ masak sih tan, padahal kalo dikampus keknya cewek itu cuek banget deh.” Ucapnya tanpa sadar tantenya tersenyum atas pengakuan ponaannya yang sebenarnya dia lah yang memiliki sifat cuek.

“tumben kamu bisa merhatiin cewek. Biasanya juga kamu Cuma peduli sama gamesnya”

“ya karena yang satu itu berbeda tan” reza keceplosan seketika dia pura-pura izin ketoilet karena malu pada tantenya. Reza memang dekat dengan tantenya. Bahkan dia lebih dekat dengan bunda Erisa dibandingkan dengan ibunya sendiri.

Dinginnya malam seakan-akan mengundangku untuk pergi ke kedai kopi dekat kampus. Black Canyon Coffee, disini tempat biasanya aku berkumpul dengan teman-teman kampus. Tapi tidak untuk hari ini, hari ini aku datang seoirang diri. Menu favoritku dikedai kopi ini adalah Mochaccino, karena aku juga merupakan penggemar cokelat. Namun, hari ini aku memilih menu Americano. Ya, kopi pahit sepahit kisah asmaraku. Hikss.. menyedihkan. By the way, sejak kapan aku bisa bercinta hahaha tidak lucu.

Setelah selesai memilih menu karyawan kedai kopi itu pergi dan tak lama kemudian pesananku datang dengan pria yang sangat familiar.

“hai” sapa pria itu seraya meletakkan pesanan yang aku pesan tadi. Sedangkan aku hanya terdiam dan asyik memainkan gadget yang ku pegang.

“gue masih ga percaya sama apa yang di ceritain sama tante Erisa” ucapnya sambil meminum kopinya

“pait” pria itu meringis kepahitan

Aku yang melihatnya hanya bisa tersenyum simpul melihat tingkah konyolnya.

“gimana ga mu pahit. Namanya juga kopi” jawabku sambil terkekeh.

“lo kok bisa suka sih” tanyanya heran

“kepo” jawabku kembali ketus

“yah.. sifat aliennya balik lagi” Aku tetap saja menghiraukannya. Aku tidak tau kenapa tiba-tiba aku merasa canggung berada di

hadapan pria itu. Pria itu masih saja menatapku dan sekali-kali tersenyum usil.

“jadi bunda Erisa itu tante lo?” tanyaku untuk menghapus rasa penasaran yang sejak tadi ku tunggu jawabannya.

“iya” jawabnya singkat

“Lo masuk prodi apa?” lanjutnya

“PI” jawabku tak kalah singkat

Hampir dua jam lamanya aku duduk di meja kedai kopi itu bersama pria yang belum ku kenal namanya.

Semakin malam kedai kopi itu tampak ramai. Banyak mahasiswa yang berdatangan, ada yang sibuk dengan laptopnya entah dia sedang mengerjakan tugas atau keperluan lain, ada yang tertawa terbahak-bahak dengan segerombolan temannya dan ada juga yang asyik mengobrol dengan pasangannya masing-masing.

“eh ka Eza ada disini juga. Hai kak kenalin aku sisi” sapa wanita itu sambil mengulurkan tangannya. Pria itu hanya membalasnya dengan senyuman dan mengangkat kedua tangannya. Tampaknya pria itu tidak suka berjabatan dengan lawan jenisnya. Aku hanya terdiam menyaksikan kedua manusia tidak jelas yang berada dihadapanku.

“oh iya, ini siapa? Ceweknya kak Eza ya? Salam kenal yah. Maaf mengganggu” kini wanita mengulurkan tangannya padaku. Aku terkejut dengan ucapan wanita itu, bagaimana bisa wanita itu mengira bahwa aku pacar dari pria yang berada dihadapanku dan baru hari ini aku mengenal namanya dari wanita asing

itu.

“aku asya, bukan…” ucapku terpotong ketika wanita itu terburu-buru ketika mendengar panggilan dari

salah satu temannya.

Eza, pria itu tampak tersenyum asyik seorang diri. Entah apa yang membuatnya dia tersenyum tidak jelas

seperti itu. Aku semakin merasa jengkel berada di hadapannya. Akhirnya aku memutuskan untuk kembali ke kosanku. Aku beranjak dari tempat dudukku dan mengambil tas selampang kecilku menuju kasir pembayaran. Namun, aku mendapat informasi bahwa pesananku sudah ada yang membayarnya. Aku

bingung siapa yang telah membayarnya.

“ohh.. yasudah syukur deh mas, tau gitu kan saya tadi pesennya ga satu” candaku sambil terkekeh kecil.

Tanpa berfikir panjang aku menghiraukannya dan menjauh dari tempat kasir itu. Namun, saat aku ingin melangkah dan menghadap kebelakang aku dikejutkan oleh pria tidak jelas itu lagi.

“tambah aja pesananya gapapa kok” ucapnya.

“sorry gue mau balik” sergahku

“boleh gue antar. Ini malam deket kampus rawan begal dan gue tau ini pertama kalinya lo keluar malamkan. Begal suka cari mahasiswa baru buat sasarannya loh. Gimana boleh ngga?” jelasnya

Aku terdiam mendengarkan penjelasannya seraya berfikir. Ada benarnya juga karena ini pengalaman pertamaku keluar malam apalagi seorang diri.

“gue antar lo jalan kaki kok ga bakal pake sepeda. Tenang aja” ucapnya seakan-akan mengetahui kebiasaanku yang tak pernah berani menaiki sepeda bersama pria asing.

“terserah” ucapku dan melangkah pergi

Tanpaknya pria itu benar-benar mengantarkanku pulang. Pria itu mensejajarkan langkahnya

disampingku. Aku hanya terdiam tanpa berkata sepatahpun.

“kamu asli orang mana?”

“bumi”

“maksudku kamu berasal dari daerah mana?”

“jauh” “hmm.. sulit ya emang bicara sama alien untung cantik” sanggahnya

“karena bukan cowok”

“yaa kan yang cowok gue. Pastinya yang cantik bukan gue kan. Lebih tepatnya gue yang ganteng” aku hanya bisa terdiam seribu kata.

“oiya, kok lo bisa dekat sama tante gue? Padahal kan lo cuek” tanyanya sambil menyindir

“ye bisa aja”

Tak terasa akibat perbincangan singkat kami akhirnya aku sampai didepan gerbang kos. Aku berhenti ketika melihat pria itu masih mengikutiku.

“kenapa berhenti?”

“bunda bilang ga boleh bawa anak cowok masuk area kos” jawabku jujur

“apasalahnya kan gue ponaannya”

Aku terdiam mendengar jawabannya.

” Bodoh, kenapa bisa aku sampai lupa seperti ini” lirihku

Aku langsung menanaiki tangga untuk menuju kamar ku. Namun, aku terhentikan saat pria itu

memanggilki.

“asya” panggilnya

“iya” balasku pelan

“selamat malam” tuturnya lembut seraya tersenyum manis menampakkan lesung pipitnya. Aku terdiam dan membalasnya dengan senyuman. Lalu aku melanjutkan langkahku.

“yes” ucapnya yang masih kudengar. Karena pria itu sangat kegirangan sehingga lupa akan keadaan setempat.

“Segitu bahagianya ya den kalo ketemu pujaan hati” ejek salah satu satpam

“yah beginilah mang anak muda, saya pulang dulu” pamit pria itu

“ngga mau ketemu sama bu Erisa dulu den” tanya satpam tadi

“sudah malam, ruangannya juga sudah tutup rapat tuh. Jangan bilang-bilang tante Erisa ya mang kalo Eza nganterin salah satu anak kosannya. assalamualaikum” pintanya seraya berpamitan.

***

Suasana pagi yang sangat segar diiringi kicauan burung yang amat merdu. Aku menuruni anak tangga dengan semangatnya menuju ruangan bunda seperti biasa. Tanpa ku sadari disana aku melihat Eza sedang asyik menonton televisi. Aku tak habis mikir apa mungkin semalam Eza menginap disini. Jika itu benar maka bunda Erisa juga tahu bahwa semalam ponaannya sedang berjalan denganku. Akupun memberanikan diri mengetuk pintu ruangan bunda Erisa.

“assalamualaikum”

“waalaikumsalam, nah itu dia asya. Dari tadi Eza nunggu loh. Dia bela-belain datang pagi-pagi buat kamu.

Yaa meski sebenearnya dia ga ada jadwal” jelas bunda Erisa sedikit mengejek. Aku tidak mengerti apa yang di maksud bunda Erisa.

“tante” lirih pria itu

“bun..saya” perkataanku terpotong oleh jawaban bunda

“iya, bunda tau hari ini kamu ada jadwal pagi kan” tebak bunda. Aku hanya mengangguk seakan menahan malu. Entah kenapa tiba-tiba sifat pemalu ku kambuh yang biasanya malu-maluin hari ini benar-benar malu.

Setelah berpamitan dan mencium punggung bunda kami segera berangkat kekampus. Yang biasanya aku berjalan kaki kini aku diantar menggunakan ninja hitam bervariasi merah. Aku terdiam ketika motor itu berhenti didepanku.

“ayo naik!” perintahnya

Aku menoleh ke arah bunda yang memerhatikan kami dari beranda ruangannya. Bunda tampak mengganggukan kepalanya menandakan aku harus menerima tumpangan pria itu sambil tersenyum ramah. Sumpah demi apa aku tidak akan tau semerah apa pipi mungilku ku saat ini. Aku tidak tau harus

bersikap apa. Lantas aku menerima tumpangan itu. Sesampainya dikampus semua mata tertuju pada kami. Sorak mahasiswa dan mahasiswi seakan melihat idolanya telah tiba. Ada pula yang berorak tak suka dan membicarakan kami. Siapa lagi kalau bukan para cabai di kampus ini.

“gue malu, turunun gue disini aja” lirihku pelan

“tenang aja, ga bakal ada yang marah juga kan kalo gue bonceng lo?” jawabnya malah bertanya kembali

Aku terdiam menurutinya. Aku hanya bisa menahan malu dan sedikit marah. Sesampainya didepan gedung kampus lebih tepatnya kelasku aku turun dengan sangat hati-hati. Aku sudah disambut oleh

teman-teman baruku.

“caelah… ternyata asya kecantol sama babang ganteng yang suoer akut cuek itu yah. Pake pelet apa sih

sya” ejek dinda teman kelasku

“husss.. ngomongnya jan sembarangan” sergah putri

“becanda kok put, ya kan sya”

Aku hanya terdiam mendengar ejekan teman-temanku.

“makasih” ucapku terbata-bata

“sama-sama, entar pulangnya gue jemput” jawabnya sehingga membuat bola mataku seakan-akan ingin keluar dari persembunyiannya. Dengan kecepatan diatas rata-rata pria itu melajukan motor ninjanya.

Banyak pertanyaan dari teman-teman ku bagaimana bisa aku sedekat itu dengan pria itu. Padahal, kata mereka Eza merupakan mahasiswa yang sangat cuek dan tak banyak bicara. Apalagi masalah mendekati cewek. Aku baru tahu kalo sikap Eza di kampus seperti itu. Dari awal aku tanpa sengaja menabraknya, dia

memang kelihatan cuek dan aku baru sadar itu.

Pukul 11.15 WIB aku keluar dari kelas dan langsung dikejutkan oleh sosok pria itu lagi. Aku terdiam ketika melihat pria itu berdiri didepanku. Dia mengajakku kesebuah café dimana tempatku biasa mengerjakan

tugas.

“ciyeee..on time banget yah tukang jemputnya asya” ejek putri

“he’ehh.. kita kapan yaa bisa dapat babang ganteng super perhatian kek gitu” timpal dinda

“apasih, aku ga ada apa-apa kok sama dia” jawabku jujur

“ayo!” ajak pria itu

“tuh syaa.. si babang udah ga tahan pen ajak lu halan-halan. Buruan gih ntar babangnya ngambek lagi” tambah sisil yang kini ikut bersuara.

Aku hanya menuruti ajakan pria itu. Hingga tak butuh waktu lama kami sampai di cafe yang ku maksud tadi.

“ada perlu apa ngajak gue kesini?” tanyaku penasaran

”masak udah dibaikin panggilannya masih lo gue”

“maksud lo apaan?” tanyaku dengan nada naik satu oktaf

“maaf, gue ga bermaksud apa-apa sama lo. Becanda doang”

“pesan aja dulu ntar gue jelasin apa maksud gue ngajak lo kesini, mas..” lanjutnya dan memanggil salah satu pelayan café

“mau pesan apa mbak,mas” tanya pelayan itu

“seperti biasa” jawab ku dan pria itu bersamaan. Pelayan itu mengangguk dan meninggalkan kami. Aku tidak tahu bahwa pria itu juga pecinta kopi bahkan juga sering nongki di café ini. Aku terkejut ketika pesanan kami datang. Demi apa, ternyata menu favorit kami sama. Apakah ini yang dinamakan jodoh?

Yah kalimat alay itu keluar lagi. Kami saling tercengang melihat minuman itu. Kemudian pria itu berkata “ternyata menu favorit kita sama, apa ini yang dinamakan jodoh” ucapnya sambil menaik turunkan alisnya

“bisa saja hanya kebetulan” jawabku tak mau kalah Sekitar dua puluh menit kami saling diam. Tak ada satu patah katapun yang keluar dari mulut kami.

“syaa..” tegur pria itu pelan. Sedangkan aku hanya bisa membalas dengan dehaman singkat.

“lo pernah jatuh cinta ngga?” tanyanya dengan berhati-hati

“belum” jawabku enteng “kalo ada cowok yang nembak lo gimana?” lanjutnya

“kan kalo”

“hemm.. gue suka sama lo” tuturnya dengan nada lembut

Aku diam terpaku mendengar pengakuannya dengan tanpa sengaja menatap bola mata coklatnya pekat.

“hahahaha.. becandanya ga lucu” aku memacahkan keheningan singkat itu dan kembali memasang muka datar.

“gue serius. Gue cinta sama lo syaa. Gue ga pernah becanda masalah perasaan” jawabnya dengan volume lebih tinggi. Aku menelan ludahku berat. Aku bingung hendak berkata apa. Keadaan sekitar mulai ricuh akibat mendengar pengakuan pria itu.

“asal lo tau, ini pertama kalinya gue ngungkapin perasaan gue dan bisa membuka hati buat cewek” lanjutnya. Aku tetap terdiam tidak bisa berkata apapun.

“lo mau ga jadi pacar gue?” boom pertanyaannya membuatku bungkam. Lalu iya membuka genggaman tangannya yang telah terisi sebuah cincin mungil.

“tapi aku gatau pacaran itu kek apa” jawabku polos

“kita jalani saja, jika kau suka bertahanlah jika tidak biarlah aku yang memperjuangkannya hingga kau merasa nyaman” pria itu tersenyum dan akhirnya aku membalas senyuman itu. Pria itu meletakkan cincinnya dihadapanku.

“simpanlah” perintahnya. Aku membalasnya dengan anggukan dan tersenyum kembali.

Aku jatuh, jatuh hati pada seseorang yang tidak pernah ku ketahui kebiasaannya. Namun dia sangat mengetahui kebiasaanku. Rasa jatuh ini samat berbeda, ada rasa aneh yang sedang kurasakan. Ku berharap jatuh yang satu ini tak kan menimbulkan luka yang menyesakkan.

Musim Hujan

Percikan air sedang menyusun irama di setiap atap permukiman. Diiringi dengan kabut tipis yang terlihat begitu lembut. Hawa dingin menyapu setiap ruangan yang ada, sehingga mampu merayu setiap penghuni untuk memejamkan mata, menikmati suasana hari ini.

Tapi tidak dengan Asya, pagi ini Asya sangat sibuk dengan beberapa tugas kuliahnya yang tak kunjung selesai dari semalam. Kantung matanya yang tebal, kelopak mata yang sedikit menggelap dan juga warna bibir yang sedikit memucat. Asya mengurangi jam tidur hanya karena sebuah deadline. Asya tertidur sekitar pukul 02.00 WIB dan terbangun pukul 04.00 saat jam wekernya berbunyi.

Beruntungnya hari ini adalah hari weekend. Ada sedikit rasa lega untuk Asya. Melihat teman sekamarnya yang begitu nyaman menikmati hangatnya selimut, membuat Asya sedikit iri. Asya mengambil benda berukuran cukup besar, panjang dan lembut. Memeluk dalam pangkuannya dan tetap fokus pada tugas-tugasnya.

"Oh, Tuhan... Aku sangat lelah untuk semua tugas ini. Tolong berikan aku kesabaran dan kecerdasan yang lebih agar semuanya cepat terselesaikan" rengek Asya dalam keluhannya.

Mendengar keluhan Asya yang cukup jelas, membuat Fitri terbangun dan bergegas menuju kamar mandi. Selesai membersihkan seluruh tubuhnya, Fitri berinisiatif untuk memasak. Melihat Asya yang begitu sibuk dengan tugas-tugasnya hingga lupa akan kesehatan tubuhnya, Fitri sangat tidak tega melihat akan hal itu. Fitri mengingat betul bagaimana seorang Asya yang merawat Fitri ketika sakit. Asya memang wanita yang cuek, tidak banyak basa-basi akan tetapi Asya memiliki rasa peduli yang sangat tinggi kepada orang lain.

"Sya, ayo sarapan. Aku masak sup dan tempe goreng" Ajak Fitri.

"Makasih banyak, Fit. Duluan aja, Aku belum lapar." Jawab Asya sembari tersenyum.

"Sya... kamu ga mau makan masakan ku?" Ucap Fitri dengan wajah kecewa.

"engga gitu, Fit. Iya-iya aku makan"

Jangan zuudzon dengan Asya yang dari tadinya hanya sibuk dengan tugas-tugasnya sehingga berpikir jika Asya belum mandi. Saat pukul 04.00 subuh tadi Asya terbangun dan langsung pergi ke kamar mandi untuk mandi dan melaksanakan kewajibannya. Wanita yang tidak mudah diatur, cuek dan sedikit tomboi itu merupakan wanita yang cukup rajin.

Setelah sarapan, Asya membantu Fitri untuk mencuci piring bekas mereka selesai makan. Melihat jam di ponselnya yang menunjukkan pukul 07.30 mengingatkan Asya untuk melaksanakan sholat Sunnah. Sedangkan Fitri, ia bersiap-siap untuk melaksanakan ibadahnya.

"Sya, sepertinya nanti aku pulang agak sore. Masih mau jalan dulu sama Anton, hehe" Pamit Fitri kepada Asya penuh kebahagiaan.

"Ok, hati-hati"

"Kamu ga mau titip salam ke Anton?" Ledek Fitri.

Dimana sebelumnya Anton juga pernah menyukai Asya akan tetapi Asya tidak mengetahui hal itu. Anton berhenti mengharapkan Asya karena mengetahui bahwa mereka berbeda keyakinan dan tidak akan pernah bisa bersama.

"Iya salam buat Anton, jangan lupa jagain kamu baik-baik" Timpal Asya dengan senyuman, tanpa mengetahui apa maksud dari ledekan Fitri tadinya.

Asya tak pernah mengetahui akan hal tersebut. Mengenal dan mengetahui siapa Anton pun ketika Fitri memperkenalkan Anton kepada Asya. Fitri pun pergi dengan tingkahnya yang begitu lihai. Sedangkan Asya, kini kembali bergelut dengan dunia akademiknya. Kertas yang berserakan, benda elektronik yang setia menemani tugasnya tampak memancarkan sinarnya begitu terang.

"Bismillahirrahmanirrahim, semangat Sya semangat" ucap Asya menyemangati dirinya sendiri.

Tak lama kemudian, ponselnya berdering. Terlihat jelas panggilan masuk via WhatsApp dengan nama kontak Si Batu Es. Asya terkejut melihat panggilan masuk tersebut. Ada perasaan tak nyaman dalam hatinya. Sudah beberapa bulan Asya tidak bertemu dengannya semenjak pria tersebut mengungkapkan perasaannya dengan memberikan sepasang cincin mainan. Ada rasa ragu saat ingin mengangkat panggilan tersebut. Akhirnya Asya memilih untuk mengabaikannya.

Semenjak Asya bertemu dan mengenal pria itu, mereka tidak pernah berkomunikasi sekalipun baik via chat maupun telepon. Akan tetapi, Asya menyimpan kontak pria itu semenjak ibu kosnya mengetahui kedekatan Asya dengan keponakannya. Dari situlah ibu kos memberikan kontak Reza saat meminta bantuan Asya untuk menghubunginya beberapa Minggu yang lalu namun tidak jadi.

Beberapa menit kemudian, ada 3 notifikasi masuk dengan nama kontak yang sama. Reza mengirim tiga pesan singkat berturut-turut kepada Asya.

Si Batu Es:

Assalamualaikum, Asya.

Ini Aku, Eza

Maaf, kamu apakabar?

Tidak usah menunggu lama, Asya langsung membalas pesan tersebut.

Me:

Baik, ada apa?

Dari beberapa pesan singkat tersebut, perbincangan antara keduanya berlanjut dalam dunia maya begitu asyik walau pesan keduanya sama-sama singkat. Hingga sempat membuat Asya lupa akan kesibukan dan tugas-tugasnya.

Setelah sadar, Asya melanjutkan tugas-tugasnya hingga berhasil terselesaikan. Membereskan satu persatu barang-barang yang berserakan sebelum Asya meninggalkannya ke kamar mandi. Pekerjaannya semalam yang membuatnya mampu begadang, membuat Asya ingin sekali tidur nyenyak siang hari ini sebagai penebus rasa kantuknya yang ia tahan semalaman.

Diseberang jalan yang cukup ramai, terdapat salah satu cafe yang cukup ramai pengunjung. Tak lain, salah satu dari banyaknya pengunjung di cafe tersebut ada Eza yang terlihat begitu bahagia saat asyik menatap layar ponselnya. Ditemani oleh secangkir kopi susu yang masih hangat dan sepiring stik kentang pesanannya.

Mengingat kejadian beberapa bulan lalu, saat Eza mengungkapkan perasaannya kepada Asya tanpa menerima jawaban apapun. Eza menghilang, bukan karena Eza tidak bertanggung jawab dalam perasaannya melainkan Eza memiliki tanggung jawab lain yang membuatnya ia tidak bisa menemui dan menagih jawaban atas ungkapannya kepada Asya.

Satu bulan yang lalu, Ayah Eza sakit keras hingga ia harus merawat sang Ayah dikarenakan sang ibu telah meninggalkan keduanya demi laki-laki lain. Hal tersebut membuat Eza sedikit lebih sibuk dari sebelumnya. Yang biasanya Eza akan berkumpul dengan teman-temannya setelah kelas selesai, semenjak itu juga Eza tak lagi seperti biasanya. Eza harus segera pulang dan memastikan sang Ayah baik-baik saja. Beruntungnya tempat tinggal Reza dengan kampusnya tidak begitu jauh.

Eza merupakan laki-laki yang memiliki sikap dingin, pendiam, tidak banyak tingkah dan memiliki wajah yang begitu tampan, hidung mancung kulit yang bersih serta penampilan yang sangat rapi idaman para wanita. Setiap pulang dari kampusnya, ia menyiapkan makanan untuk sang Ayah yang sedang sakit. Merawatnya dengan penuh kasih sayang dan begitu sabar.

"Ayah, kita makan dulu ya. Ini Eza udah masakin Ayah bubur sumsum. Meski tak senyaman masakan mama, tapi seperti cukup enak itu dimakan" Tutur Eza dengan begitu lembut.

Ayahnya yang tidak bisa apa-apa, hanya bisa meneteskan air matanya melihat sang anak yang begitu tulus dan sabar merawatnya.

"Yah... kenapa harus sedih. Ayah yang sabar yah, Ayah pasti sembuh" Ucap Eza yang berusaha menguatkan Ayahnya.

Setelah itu, Eza pun membereskan semua pekerjaan rumahnya. Mulai dari tempat tidur, ruang tamu, dapur hingga taman kecil di samping rumahnya. Eza memang merupakan anak orang kaya, Ayahnya pemilik apartemen terbesar kedua di kota tempat mereka tinggal sekarang. Sebelumnya, Eza memiliki seorang pembantu rumah tangga dan sopir pribadi untuk Ayahnya. Namun, semenjak Ayahnya jatuh sakit. Eza memilih untuk merawat sang Ayah sendirian dan sementara waktu pembantu rumah tangga dan sopir pribadi ayahnya Eza pulangkan ke kampung masing-masing.

Pukul 15.20 WIB hujan kembali mengguyur permukiman termasuk cafe yang dikunjungi oleh Eza saat ini. Hujan yang cukup deras dengan angin kencang sehingga membuat suasana cafe sedikit suram. Listrik padam, hanya suara hujan yang terdengar sangat jelas dan begitu deras. Sekitar dua jam hujan mengguyur kota metropolitan dan membanjiri sepanjang jalan kota.

Toko Buku

"Assalamualaikum, Asya. Jadikan hari ini?" Sapa pria di seberang telpon.

"Waalaikumsalam, ok" Jawab Asya singkat kemudian sambungan telpon tersebut terputus.

Satu persatu Asya menuruni anak tangga dengan sangat lincah. Kaos polos berwarna hitam yang ditutupi dengan pasmina simpel yang melilit bagian leher serta setelan jeans longgar. Tote bag hitam yang menggantung di lengan bagian kanannya menambah kesan gaya kasualnya. Sederhana namun tampak begitu sempurna.

Reza yang masih duduk santai dalam setirnya sembari memperhatikan setiap langkah wanita itu. Berjalan menuju gerbang kos dan melewati mobil yang Reza pakai hari ini untuk menjemputnya. Akan tetapi, Reza melupakan satu hal. Reza lupa bahwa dirinya akan menjemput Asya ke kos. Sedangkan Asya yang tidak mengetahui dan juga tidak memperhatikan bahwa mobil yang dilewatinya tadi adalah mobil Reza. Reza keluar dari mobil dan memanggil Asya.

"Sya..." Panggil Reza

Asya yang merasa terpanggil oleh seseorang menoleh dengan sangat pelan. Sempat terkejut saat mendapati Reza yang berdiri di samping mobil yang terparkir dihalaman kos.

"Kok lu, eh maksudku kamu kok disini?" Tanya Asya

"Iya, aku lupa bilang kalau aku bakalan jemput kamu." Jelas Reza

Asya menaikkan kedua alisnya dengan pikiran bingung. Bagaimana bisa Reza menjemputnya, sedangkan sepeda motor kesayangannya tidak ada di sekeliling halaman kos. Asya juga tidak berkepikiran bahwa mobil disampingnya adalah mobil Reza. Asya hanya memperhatikan sekitar, memastikan dimana motor kesayangan Reza.

"Ayo, Syaa... Apa aku harus membukakan pintunya untukmu?" Ledek Reza.

Asya masih tak percaya dan masih berdiri di tempat yang sama.

"Sya... Apa yang masih kamu pikirkan?" Tanya Reza yang berhasil membuyarkan pikirannya.

Asya pun masuk ke dalam mobil Reza. Duduk tepat di samping Reza yang siap mengemudi mobilnya. Reza melajukan mobilnya dengan kecepatan standart. Di sepanjang perjalanan mereka saling diam tak ada satu kata pun yang keluar dari keduanya. Reza yang fokus menyetir sesekali melirik Asya yang asyik dengan ponselnya.

Tak perlu menunggu waktu yang lama, mobil yang dikendarai oleh Reza dan Asya tiba di salah satu toko buku yang cukup besar di kota tersebut. Setelah memilih tempat parkir yang cocok, keduanya keluar dari mobil tersebut. Sebelum memasuki toko buku yang berada dihadapan mereka. Akhirnya Asya membuka percakapan diantara dirinya dengan Reza.

"Buku apa yang mau di cari?" Tanya Asya tiba-tiba.

"Buku berumah tangga" Jawab Reza bercanda sembari mensetting alarm mobil yang diparkirnya.

Asya memutar bola matanya malas setelah mendengar jawaban Reza. Asya mengerti bahwa jawaban Reza adalah bercanda, namun tiba-tiba mood Asya sedang tidak baik.

"yuk" Ajak Reza sembari berjalan diikuti oleh Asya.

"Selamat pagi, kak. Ada yang bisa saya bantu?" Sapa salah satu pelayan toko buku.

"Tidak, terimakasih" Jawab Reza singkat.

Mereka berdua mengelilingi setiap rak buku yang ada. Asya tak memperdulikan lagi mengenai buku apa yang diperlukan oleh Reza, karena tadi saat Asya menanyakannya jawabannya hanya sebuah candaan. Memanfaatkan kesempatan yang ada, Asya berkeliling mencari buku untuk dirinya sendiri. Bukan buku yang berkaitan dengan mata kuliahnya, melainkan sebuah novel.

Melihat satu buku yang membuatnya tertarik Asya berusaha mengambilnya, akan tetapi letak buku tersebut cukup tinggi. Berulang kali Asya melompat, berusaha meraih buku tersebut.

"Kalo butuh bantuan itu bilang" Ucap Reza meraih buku yang diinginkan Asya.

"Makasih" Ucap Asya tak banyak basa-basi.

"Sya.." Panggil Reza dengan nada cukup pelan.

"Kenapa?" Jawab Asya menengadah sehingga tatapan keduanya saling bertemu dan cukup dekat. Wajah tampan pria dihadapan Asya kini terlihat sangat jelas, putih bersih dengan alis tebal, bola mata coklat, hidung mancung dan bibir mungil membuat Asya tak berhenti memandangnya.

"Jangan lama-lama, ntar ada yang marah" Ucap Reza mengejek.

"Siapa?" Tanya Asya masih tidak sadarkan diri kepada siapa dia bertanya saat ini dengan wajah yang tampak begitu polos.

"Sang pencipta" Jawab Rezam

"Astaghfirullah" tutur Asya menyadari kesalahannya.

Reza yang melihat Asya yang salah tingkat tersenyum. Dia juga menyadari bahwa dirinya juga melakukan kesalahan yang sama. Menikmati tatapan Asya yang memperhatikan dirinya.

Mereka berdua melanjutkan aktivitasnya kembali. Asya yang sedang asyik membaca sinopsis buku yang berhasil menarik perhatiannya dan Reza masih sibuk dengan usahanya mencari buku yang diinginkan tak kunjung ketemu. Setiap rak buku yang berdiri tegak sudah Reza telusuri satu persatu namun hasilnya tetap nihil. Entah buku apa yang diinginkan Reza sehingga sulit untuk dicari.

"Buku apa sih yang kamu cari, dari tadi ga ketemu ketemu" Asya akhirnya membuka pembicaraan dan mulai penasaran.

"Aku lagi butuh buku ME, kok ga ada ya" Jawab Reza yang masih fokus mencari buku tersebut di setiap yang berjejer dihadapannya.

"Astaga... kenapa ga dari tadi ngomongnya. Kan bisa aku bantuin. Biar ada gunanya gue ikut" Omel Asya yang lupa menyebut dirinya dengan kata gue.

Reza yang menyadari akan perkataan yang keluar dari mulut gadis disampingnya menoleh dan menekankan kata tersebut.

"Gue?"

Asya terdiam, menyadari kesalahannya yang tidak sengaja. Karena sejauh ini Asya terbiasa dengan bahasa yang dipakainya dan belum terbiasa mengobrol dengan laki-laki yang penuh aturan seperti Reza.

"Mon maap, belum terbiasa" Ucap Asya meminta maaf.

krukkkk...kruuuk.....

Terdengar jelas bunyi kerucukan dari perut Asya. Asya lupa bahwa dirinya belum menyantap asupan untuk dirinya dari tadi pagi. Reza yang mendengar jelas suara perut Asya, sedikit tertawa cengengesan.

"Kalo lapar tuh bilang, ayo kita cari makan dulu" Ajak Reza yang meninggalkan Asya begitu saja, berharap gadis itu mengikuti dirinya.

Tak menunggu lama, karena memang kenyataannya Asya menahan lapar sedari tadi. Asya pun mengikuti pria itu sambil berlari kecil karena sedikit tertinggal. Tiba di salah satu cafe kecil yang tak jauh dari toko buku yang mereka kunjungi tadi. Cafe yang cukup besar bertema warna nude, dengan beberapa hiasan modern terlihat begitu mewah.

"Mau pesan apa?" Tanya Reza memberikan daftar menu kepada Asya.

Tak usah menunggu waktu yang lama, Asya menunjuk salah satu menu makanan berat favoritnya tanpa mengeluarkan suara.

"Minumnya?" Tanya Reza kembali, seperti seorang ayah yang menawarkan beberapa menu kepada anaknya.

Lagi-lagi Asya tidak menjawab pertanyaan Reza dengan ucapan melainkan Aya kembali menunjuk daftar menu dengan minuman yang diinginkannya.

"Baiklah," Ucap Reza dengan pasrah yang melihat sikap Asya yang begitu polos.

Sekitar lima belas menit dari waktu pesanan Reza, akhirnya beberapa menu datang tapi tidak dengan pesanan Asya. Seorang pelayan menata beberapa hidangan yang dipesan oleh Reza. Menyadari menu pesanannya tidak ada di atas meja sesuai yang di antar oleh seorang pelayan, Asya pun membuka mulutnya.

"Nasi goreng, pesanan gue mana?" Tanya Asya pada seorang pelayan yang masih berdiri di depannya dengan wajah yang cukup memelas.

"Mohon maaf kak, untuk nasi gorengnya sebentar lagi akan di antar. Maaf sedikit terlambat karena banyak antrean dari tadi" Jelas sang pelayan yang mengecewakan bagi Asya.

Melihat wajah melas Asya, Reza tersenyum-senyum seorang diri. Reza tak menyangka wanita seangkuh dan cuek Asya bisa menunjukkan wajah melasnya di muka umum saat merasa kelaparan.

"Udah, makan aja yang ada dulu. Bentar lagi pesanannya juga datang."

Tak peduli dengan siapa dan dimana dirinya sekarang. Rasa lapar tak bisa dibendung lagi oleh Asya. Tanpa basa basi dan merespon ucapan Reza. Asya pun melahap satu dimsum yang ada di hadapannya. Asya melahapnya dengan penuh nikmat dan sedikit tergesa. Sungguh dia tidak peduli dengan cara makannya yang seperti orang beberapa hari tak makan.

"Pelan-pelan, kamu udah berapa hari sih ngga makan" Ucap Reza meledek.

"2 Minggu yang lalu" Jawab Asya asal dan melanjutkan makannya.

"Asya,..." Sapa seorang laki-laki yang tak kalah tampan dengan Reza.

Asya menoleh pada sumber suara dan mendapati Very yang berdiri tegak dengan kaos putih dan celana pendek cream polos.

"Very"

"Apa kabar?" Very menyalurkan tangannya.

"Baik, Ver. Kamu sendiri gimana?" Asya membalas jabatan tangan Very.

Melihat jabatan tangan antara Very dan Asya yang tak kunjung lepas, Reza pun berdeham.

"Ehemm"

"Gue, Very. Teman Asya dari kecil" Ucap Very berganti menyalurkan tangannya ke arah Reza.

"Reza" Jawab Reza dingin, membalas jabatan tangan Very.

Very tetap tersenyum ramah, dengan respon dingin dari Reza.

"Kalo gitu, gue duluan ya" Pamit Very yang tidak ingin mengganggu waktu Asya dengan Reza.

"Apakah pria itu, kekasih Asya?" batin Very.

"Buru-buru amat, Ver. Ga mau duduk dulu?" Tawar Asya tanpa memperdulikan Reza.

"Lain kali aja, Sya. Masih ada kepentingan lain. Yuk Bro" Ucap Very tak lupa menyapa Reza sebelum pergi.

"Siapa?" Tanya Reza singkat dan tiba-tiba.

"Bukannya tadi very udah bilang kalo kita teman masa kecil" Jawab Asya cuek.

"Masak iya Reza cemburu" batin Asya.

Nasi goreng pesanan Asya akhirnya datang. Terdapat beberapa toping diatas masakan tersebut, seperti udang krispi, acar dan ayam suwir yang begitu mampu narik nafsu makan Asya. Menghirup aroma nasi goreng pesanannya, Asya sudah sangat penasaran bagaimana dengan rasanya.

"Mau?" Tawar Asya pada Rezam.

"Kan aku juga punya" Jawab Reza sedikit bingung dengan tawaran Asya.

"Eh, iya" Asya menyengir.

Mereka pun sama-sama menikmati hidangannya masing-masing. Tidak ada percakapan diantara keduanya. Namun, sesekali Reza memperhatikan cara makan Asya yang begitu lahap. Sedikit terlintas dalam pikiran Asya dari bagaimana dirinya dulu bertemu dan mengenal gadis dihadapannya saat ini. Bahkan Reza masih mengingatnya betul-betul, terakhir sebelum mereka saling tak ada kabar dan tidak pernah bertemu semenjak Ayah Reza jatuh sakit. Reza yang mengungkapkan isi hatinya kepada Asya dan memberikan sebuah kota cincin yang berisi sepasang cincin mainan. Tidak, satu diantara sepasang cincin tersebut merupakan cincin emas asli. Akan tetapi, Asya tidak menyadari akan hal itu.

Ingin sekali, Reza membahas perihal perasaannya yang belum sempat menerima apa jawaban dari gadis dihadapannya sekarang. Namun, belum ada keberanian lebih untuk menagihnya saat ini juga. Reza belum siap dan tidak ingin merusak pertemuan pertamanya dengan Asya dari sekian lama mereka tak bertemu.

"Selesai makan, kita langsung pulang aja ya." Ucap Reza sembari menata beberapa piring kotor bekas makannya.

"Bukunya?" Tanya Asya yang masih ingat tujuan pertama mereka pergi bersama.

"Lain kali aja".

Mereka pun pulang dengan tangan kosong. Disepanjang perjalanan pulang, lagi-lagi tak ada percakapan di antara keduanya. Berada di dalam mobil seperti seorang penumpang dengan sopirnya. Asya terus sibuk menatap ponselnya dan terus menscroll akun sosial medianya. Menghiraukan keberadaan Reza disampingnya yang tidak terlalu fokus menyetir.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!