NovelToon NovelToon

Secret Mission

William*

Di sebuah hotel negara Meksiko, Amerika Utara. Mereka berbicara dalam bahasa Inggris.

"Ahh.. ughh.. ohh William.. why you so good.. ahh~ desah seorang wanita sexy asal Mexico yang sedang bercinta dengannya malam itu.

"Ini belum seberapa." ucap William sombong sembari memegang kedua kaki wanita yang ditekuk lututnya agar miliknya masuk dengan sempurna.

"Gaya lain?" tanya William yang mulai bosan dengan posisi yang sama. Wanita itu mengangguk.

William melepaskan miliknya dan segera membalikkan badan wanita itu. Di angkat pinggul wanitanya dan "Slupp" "ahh.." wanita itu kembali mendesah. William kembali memasukkan miliknya dengan posisi doggy style. Ia menyodoknya makin kuat dan makin dalam.

"Oh my.. oh my.." ucap wanita itu meremas rambut diubun-ubunnya tak bisa menahan sensasinya.

Tiba-tiba..

"Drettt.. dretttt.." ponsel William berbunyi. William hanya meliriknya saja tapi getarannya tak mau berhenti membuatnya risih.

"Hah. Menyebalkan." Gerutu William.

Masih tak ingin melepaskan miliknya dari liang wanita itu, dia mengambil earphone wirelles dan menyelipkannya di lubang telinganya. Dia kembali menyodokkan miliknya. "Ahh~ desah wanita itu lagi.

"Hallo." Ucap William.

"William. Segera kembali ke kantor. Urusanmu di Mexico sudah selesai. Kenapa kau belum kembali?" Tanya kepala agen Rika.

"Besok aku akan kembali." Ucapnya menahan desahan dan tetap menyodokkan miliknya.

Terdengar desahan wanita Mexico itu menggema di kamarnya.

"Tidak sopan. Bisa-bisanya kau menjawab teleponku saat bercinta! Selesaikan dan segera kembali!" Bentak kepala Rika kesal dengan sikap mesum agennya.

William tersenyum miring.

"Oke. Sampai jumpa, R." Tut.. tut.. tut.. Rika mematikan ponselnya. William melepaskan earphone dan melemparkannya ke atas meja.

"Ahh William.. siapa yang meneleponmu barusan?" Tanya wanita itu dengan wajah yang sudah memerah.

"Mentorku." Ucapnya singkat.

"Apa kau akan balapan lagi?" tanya wanita Mexico berambut hitam itu.

Wanita itu hanya mengetahui bahwa William seorang pembalap. Dia menyamar sebagai pembeli narkoba dan ganja di daerah Amerika. Dia datang ke Mexico karena ada transaksi bisnis dengan salah seorang pengedar yang memberinya petunjuk tentang siapa bos mafia sebenarnya. William sengaja berbohong pada wanita itu untuk menutupi identitas dirinya.

William sudah tidak tahan. Segera dia menyodokkan miliknya dengan ritme yang makin cepat dan "Crott.. crott.." William mengeluarkannya di punggung wanita itu hingga seluruh punggungnya tertutupi cairannya.

"Ah William. Kenapa kau tak memasukkannya di dalam saja. Kau harus menggosok punggungku!" Ucap wanita itu sebal.

William hanya tersenyum miring dia tak menjawab apapun.

William langsung berdiri dan mengambil tisu. Dia mengelap cairannya dipunggung wanita itu dan langsung membuangnya ke tempat sampah. Dia berjalan dengan gagah ke kamar mandi begitu saja meninggalkan wanita berkulit coklat eksotis yang masih tengkurap di ranjang karena lemas.

"Dasar menyebalkan. Dia dingin sekali." Ucap wanita itu dalam hati.

William mandi di bawah guyuran shower yang lembut. Tetesan airnya begitu menyegarkan mampu meredakan nafsunya yang masih bergejolak untuk bercinta lagi tapi dia sudah bosan. Wanita itu menghampiri William dan memeluknya dari belakang. William diam saja.

"Besok kita mau kemana?" Tanya wanita itu.

"Aku akan kembali ke Amerika." Ucapnya singkat.

Wanita itu bingung dan mematikan kran showernya. Dia menatap William tajam.

"Kau meninggalkanku?" Tanyanya.

"Aku sudah bilang. Kau hanya perlu menemaniku selama 3 hari setelah itu semuanya berakhir. Ini sudah hari ke 3. Jadi, sampai jumpa." Ucapnya datar.

Segera William meninggalkan kamar mandi dan mengambil handuk untuk mengeringkan tubuhnya. Wanita itu kesal dia dicampakkan William begitu saja. William segera berpakaian dan meninggalkan segepok uang diatas ranjang. Dia pergi begitu saja meninggalkan hotel.

William mengendarai mobil Ford Mustang hitam miliknya membelah jalanan kembali ke Amerika Serikat. Dia tipe lelaki yang suka berpetualang dan menghabiskan waktunya dengan mobil.

William seorang agen rahasia CIA yang ditugaskan ke berbagai negara untuk menyelidiki dan menangkap para penjahat elit. Banyak para mafia kelas atas yang sudah dipenjarakan bahkan dibunuh olehnya.

William memiliki wajah yang rupawan. Dengan jambang dan kumis yang tipis dan mata yang syahdu membuatnya terlihat seperti lelaki baik hati dan ramah, itulah yang membuatnya dengan mudah menggaet para wanita yang menjadi incaran dalam misinya.

Sedang kepribadian aslinya tak seperti itu. Sikapnya yang dingin dan tak suka basa basi membuatnya susah untuk bersosialisasi dengan para agen lainnya. Hanya Rika kepala agen yang sudah berumur 50 tahun di CIA yang paling dekat dengannya karena Rika paling tahu sifat William. Dia yang merekrutnya dan melatihnya dibawah pengawasannya. William menaruh hormat pada Rika.

Namun sampai sekarang ambisinya untuk menangkap gembong mafia dari Rusia masih belum terwujud.

Julius "The Scorpion" merupakan mafia besar di Rusia. Dia memiliki organisasi kumpulan para mafia diseluruh dunia dengan dia sebagai ketuanya. Tak pernah ada yang melihat sosok aslinya karena semua bisnisnya dijalankan oleh anak lelakinya Rio.

CIA sampai saat ini belum bisa menangkapnya karena Julius selalu menggagalkan tuduhan polisi ketika akan dikasuskan. Dia memiliki banyak mitra dan para petugas polisi serta pemerintah yang bekerja untuk mereka secara terselubung bahkan CIA sendiri tidak tahu siapa kawan dan lawan dalam agensinya.

Tapi kali ini keberuntungan sedang memihak pada William. Dia akan terlibat ke dalam bisnis Julius yang sedang diincar CIA dan pemerintah, hanya saja William belum mengetahuinya.

Perjalanan panjang 30 jam lebih dari Mexico ke Virginia membuat William harus beberapa kali mampir ke rest area untuk sekedar makan dan isi bahan bakar. Dia tak suka menginap di tempat kumuh atau hostel yang murah. Gaya hidupnya yang mewah membuatnya menjadi pria yang memiliki ciri khas dan daya pikat tersendiri pada setiap wanita yang bertemu dengannya.

-------

ILUSTRASI Agent William

Source : Pinterest

CIA, Langley, Virginia*

Sore itu William sudah tiba di kantor pusat CIA di Langley, Virginia, Amerika. Dengan stelan hitam dia memasuki kantor dengan gaya maskulinnya. Para wanita-wanita muda mulai melirik dan menggodanya tapi William cuek saja. Dia langsung naik lift menuju ke ruangan Rika, kepala agent di CIA. Mereka berbicara bahasa Inggris.

"Tok.. tok.. tok.. Ceklekk.." William membuka pintu ruangan Rika dan mengintipnya sedikit.

Rika melirik ke arah pintu. Dia meletakkan kedua telapak tangannya di atas meja. William masuk.

"Hallo R, Good afternoon." Ucap William dengan senyum tipisnya mendatangi Rika.

Rika diam saja. William langsung duduk. Rika menghela nafas dan geleng-geleng kepala. Raut mukanya serius.

"What time is it? It's almost dinner!" Bentak Rika kesal. William memalingkan wajah.

"Mau lanjut makan malam denganku? Ada restaurant enak di dekat sini." Ucap William mencoba mencairkan suasana "BRAKK!" Rika marah dan menggebrak meja. William diam.

"Jangan karena kau agen senior lantas bisa berbuat sesuka hati, William. Kau benar-benar tidak berubah. Sikapmu yang sombong itu akan menjadi bomerang untukmu suatu saat nanti." Ucap Rika mengingatkan.

William terkekeh dan menggigit bibir bawahnya.

"Kau menyumpahiku?" Ucapnya menatap Rika heran.

"Aku memperingatkanmu." Ucapnya tegas. William menghela nafas.

"Lalu ada apa kau mencariku?" Tanya William.

Rika dengan tenang mengeluarkan sebuah map yang berisi beberapa lembar tulisan. Dengan segera William menerimanya dan membaca isinya. Dia tersenyum.

"Wow. Siapa yang berhasil mendapatkan informasi ini?" Tanya William yang cukup kaget membaca isi laporan dalam lembaran kertas itu.

"Thomas." Ucapnya singkat.

Thomas adalah salah satu agen yang selevel dengan William. Mereka saling kenal tapi Thomas lebih populer karena dia lebih mudah bergaul ketimbang William.

Tiba-tiba seseorang mengetuk pintu lagi dan itu adalah Jack dan Catherine.

Catherine seorang gadis muda berumur 27 tahun bagian penerima informasi dari beberapa agent yang bertugas di lapangan diseluruh negara. Catherine membantu dalam pemberian bantuan dukungan dalam bentuk pengiriman pasukan ataupun informasi target.

Sedang Jack lelaki berumur 26 tahun bagian perlengkapan seperti penyediaan senjata dan perbaikan. Ia juga menyiapkan berbagai fasilitas transportasi penunjang bagi para agen yang bertugas. Mereka berdua adalah orang-orang muda berbakat dalam bidangnya masing-masing.

Mereka berdua tersenyum pada William tapi dia cuek saja. Dia malah mengedipkan mata pada Catherine. Catherine hanya memutar bola matanya. William terkenal playboy dan suka tidur dengan banyak perempuan yang tak dikenal. Meskipun begitu masih banyak para wanita yang bekerja di kantornya ingin menghabiskan waktu dengannya.

"William kau sudah mengenal mereka berdua kan. Jack dan Catherine." Ucap Rika menunjuk mereka berdua. William mengangguk.

"Mereka akan membantumu dalam misi kali ini. Tapi mereka tak akan terlibat langsung. Tetap kau yang bekerja di lapangan, sendirian." Ucap Rika menjelaskan. William mengangguk.

William yang sudah biasa bekerja sendiri memang tak suka jika memiliki rekan kerja. Dia tak bisa bekerjasama dengan baik karena keegoisannya yang bersifat bossy. Meskipun begitu semua tugas yang diberikan oleh Rika dapat ia selesaikan dengan baik.

"Kali ini kau akan menjadi bodyguard anak dari mafia yang paling kau incar selama ini. Julius." Ucap Rika tersenyum miring.

Terlihat William sangat senang dan bersemangat.

"Lalu bagaimana dengan Thomas? Bukankah dia sudah menyusup kesana duluan?" Tanya William penasaran.

"Thomas sudah mati." Ucap Catherine sambil memeluk map di tangannya. William kaget.

"Bagaimana bisa?" Tanya William heran.

"Anak perempuan Julius yang membongkar rahasianya. Kau jangan menganggap gadis lugu itu seperti gadis biasa. Dia cukup cerdik." Ucap Rika mengingatkan.

"Lalu bagaimana Thomas mati?" Tanya William lagi yang masih tak percaya karena Thomas salah satu agen yang sangat berhati-hati dalam bekerja.

"Dia dibunuh Rio. Mayatnya dikirim ke kantor CIA seminggu yang lalu dengan mengenaskan." Ucap Rika menahan nafas.

William mengerutkan kening menatap Rika tajam.

"Dia dimutilasi." Ucapnya cepat.

William langsung shock. Dia membenarkan posisi duduknya dan merapatkan jasnya.

"Baiklah. Tak terlalu buruk. Aku yakin bisa kembali pulang dengan selamat." Ucapnya menyemangati diri.

Catherine dan Jack saling melirik menahan tawa. Mereka tahu William cukup kaget mendengar ceritanya.

"Berhati-hatilah William. Kau tahu kan Julius sangat kejam. Kau carilah segala informasi tentang kejahatannya. Curi semua dokumen yang membuktikan usaha gelapnya. Kita sudah terlalu lama membiarkannya bebas. Dia benar-benar sudah membuatku gerah." Ucap Rika geram.

"Jadi kapan mulai seleksi bodyguard untuk anak perempuannya itu?" Tanya William penasaran.

"Dua hari lagi. Kami sudah mengirimkan resume mu ke orang dalam disana yang masih bisa bertahan. Lakukan dengan baik. Jangan mengacau atau kau akan ku pecat." Ucap Rika mengancam.

"Baiklah, aku mengerti." Ucap William langsung berdiri.

"Oia Rika. Kau bilang orang dalam. Siapa?" Tanya William penasaran.

"Namanya Cecil. Nama samaran dia selama disana." Ucap Catherine menginformasikan.

"Hmm.. pasti gadis cantik. Sepertinya aku akan bekerjasama dengan baik bersamanya." Ucap William mulai bergaya lagi.

Rika, Catherine dan Jack hanya tersenyum receh. Mereka pun mengangguk. William merasa aneh tapi dia mengabaikannya.

"Baiklah aku pergi. Oia Jack ikut aku sebentar." Ucap William melirik ke arah Jack.

Mereka berduapun keluar dari ruangan Rika.

"Ada apa, Will?" Tanya Jack.

"Aku butuh senjata baru. Yang lebih ringan. Senjata lamaku masih terasa berat. Lalu persiapkan setelan baru untuk kupakai besok. Slim fit dan jangan lupa kau semir sepatunya." Ucap William sok sambil berjalan pergi meninggalkan Jack.

"Ughh.. menyebalkan. Tukang perintah. Berterima kasihpun tidak." Ucap Jack kesal melihat William berjalan begitu saja masuk lift meninggalkannya.

William sangat bersemangat tak sabar menunggu hari esok. Dia kembali masuk ke mobil Mustang hitamnya dan kembali ke apartment mewahnya. Malam itu sangat indah. Dia merendam dirinya di kolam renang outdoor pribadinya memandang bulan. Dia teringat masa lalunya.

Bagaimana hidupnya sangat sengsara saat bersama dengan ibunya semenjak kematian ayahnya yang selalu sakit-sakitan. Uang mereka habis untuk mengobati ayahnya. Hidup di kawasan kumuh dan hanya lulusan sekolah dasar karena ibunya tak sanggup membiayayai sekolah dan kehidupan mereka sehari-hari.

Dia membantu ibunya menjadi tukang pengantar koran saat itu. Ibunya seorang pembantu rumah tangga. Saat selesai mengantar koran dia ikut ibunya ke rumah majikannya untuk menyapu, mengepel dan menjemur pakaian. Dia melakukannya dengan giat entah berapa majikan itu memberikan upah untuk dia dan ibunya. Selama saat dia bekerja di rumah itu dia diberi makan, hal itu sudah cukup untuknya.

Dia selalu iri dengan anak-anak seumuran dengannya yang selalu mendapatkan kado saat ulang tahunnya. Makan enak di restaurant mewah. Sekolah diantar jemput ayah ibunya atau ikut bus sekolah bercanda tawa dengan teman-temannya.

Sejak kecil dia tak punya teman karena tak ada yang mau berteman dengannya hanya karena dia anak wanita miskin. Mereka jijik bermain dengan William kecil. Hal itu membuat William jadi minder dan semakin menutup diri. Dia merasa tak sederajat dengan teman-teman seumurannya.

Tapi sekarang hidupnya telah berubah. Hidupnya kini 100 kali lebih baik. Rumah mewah. Mobil keren. Barang-barang bermerek sudah ia miliki semua. Para wanita pun datang dengan sendirinya hanya dengan memperlihatkan senyum menawannya.

Sayang ibunya tak bisa merasakan semua kemewahan yang William miliki sekarang karena ibunya sudah meninggal akibat terlalu letih bekerja demi kehidupan mereka yang lebih baik. Meskipun hidupnya kini serba berkecukupan tapi dia tak pernah bahagia.

William selalu berlinang air mata jika mengingatnya. Dia segera naik dari kolam renang dan pergi tidur. Dia yang biasanya pergi ke Club dan pulang larut malam dengan wanita baru diranjangnya, saat ini dia sedang tak menginginkannya. Dia ingin sendirian menghabiskan malam yang dingin ini dengan ranjang empuk dan selimut hangatnya.

---------

ILUSTRASI FORD MUSTANG milik William

SOURCE : detikoto

Lucky Day*

Pagi itu William sudah terlihat sibuk dengan Jack dan Catherine di markas CIA, Langley, Virginia. Bersama Chief Rika mereka menyusun strategi selama William menyamar disana. William dipasang alat pelacak di bawah ketiak dalam kulitnya agar Jack tetap bisa memantaunya dari satelit tentang pergerakannya selama berada di mansion milik Rio.

Jack juga sudah menyiapkan stelan sesuai pesanan William serta pistol keluaran terbaru karya Jack. William menyukainya. Dia sudah sangat siap dengan misinya kali ini. Mereka berbicara bahasa Inggris.

"William. Kau harus berhati-hati. Selalu berikan informasi kepada kami. Jika ada apa-apa segera pergi dari tempat itu jangan memaksakan diri atau kau akan berakhir seperti Thomas. Aku masih membutuhkanmu untuk misi yang lain." Ucap Rika tegas.

William hanya tersenyum miring.

"Santai saja. Aku juga tak akan membiarkan diriku terbunuh begitu saja." Ucap William menarik ujung lengan jas sebelah kirinya dan pergi.

Catherine, Jack dan Rika hanya memandangi kepergian William dengan wajah datar.

Malam itu William sengaja pergi ke Club untuk menghibur diri. Besok dirinya akan menjalani misi dengan menyamar sebagai bodyguard dan pasti akan membuatnya tak bisa pergi ke club dalam waktu yang lama. Hal itu bisa membuatnya frustasi.

Dia pergi ke sebuah Club Elite di Virginia. Dia memesan beer Vieille Bon Secours Ale untuknya. Dia duduk sendirian di meja bartender. Dia melihat sekeliling mencari mangsa wanita muda yang sexy dan tentu saja untuk menemaninya bercinta.

Tapi malam itu dia tertarik pada seorang gadis muda yang duduk sendirian dan mabuk seperti habis putus cinta. William mengamatinya dengan seksama.

Gadis muda itu terlihat begitu empuk untuk diterkam. William pun mendekatinya. Mereka berbicara bahasa Inggris.

"Hallo. Boleh saya bergabung denganmu?" Tanya William sopan membawa beer dan gelasnya.

Gadis itu hanya menatap William dengan melongo. Pandangannya kabur dan kepalanya pusing. Dia pun memberikan kode pada William agar duduk di sampingnya. William pun menurutinya. Dia meletakkan botol beer dan gelasnya. Dia menuangkan ke gelasnya dan gelas gadis itu. Gadis itu hanya memandang gelasnya yang diisi beer oleh William. Mereka pun bersulang.

Gadis itu seperti kuat minum. Dia langsung menghabiskannya. William kaget. Gadis itu minta dituangkan lagi dan William pun melakukannya dengan geleng-geleng kepala. Gadis itu hanya memegang dan memandangi gelasnya. William menatapnya dengan seksama.

"Aku siap mendengarkan ceritamu jika kau tak keberatan." Ucap William mulai meneguk beer nya.

Gadis itu menoleh ke arah William dan memanyunkan bibirnya.

"Sialan. Dia imut sekali. Berapa umurnya?" Kaget William dalam hati.

"Semua lelaki sama saja. Brengsek. Kau pasti juga." Ucapnya dengan berkerut kening.

William tersenyum tipis.

"Baiklah. Aku brengsek. Lalu? Mau kau apakan si brengsek ini?" Tanya William memancing dan makin menatapnya penuh dengan maksud.

"Apa.. bercinta itu sungguh mengasikkan?" Tanya gadis itu polos.

William bingung.

"Apa maksudmu?" Tanya William menatap heran gadis itu.

"Dia bilang. Dia tak mau jadi pacarku lagi karena aku tak mau diajak berhubungan dengannya. Katanya aku payah. Dia bosan denganku yang sok suci." Ucap gadis itu dengan wajah sedih.

Dia kembali meneguk minumannya dan kembali murung.

"Perawan? Gila. Jaman sekarang masih ada perawan? Di club ini lagi?!" Pekik William terkejut.

Dia mengamati gadis itu dari ujung kepala sampai ke ujung kaki. Cukup mempesona. Dia tak habis pikir dengan lelaki yang mencampakkannya.

"Pacarmu yang bodoh. Seharusnya dia bersyukur karena kekasihnya menjaga mahkotanya." Ucap William jujur dan meneguk beernya.

Gadis itu menatap William dengan seksama. Dia tak pernah bertemu lelaki seperti William sebelumnya.

"Siapa namamu?" Tanya gadis itu yang mulai mendekatkan wajahnya ke muka William.

"William. Kamu?" Tanya William balas menatapnya.

"Sia." Ucapnya dengan tersenyum.

Gadis itu menatap mata William tajam.

"Apakah.. masih ada lelaki baik dan pengertian sepertimu, William?" Tanya Sia dengan tatapan syahdu.

William hanya diam. Dia merasa bukan tipe lelaki seperti yang dikatakan Sia. Dia tersenyum padanya dan menyentuh dagunya.

"Pasti ada tapi sepertinya bukan aku. Aku bukan lelaki seperti itu." Ucapnya jujur.

"Tapi sepertinya aku sudah menemukannya." Ucap Sia menggigit bibir bawahnya. William menelan ludah.

"Aku akan mengantarmu pulang. Ayo." Ucap William merasa iba pada gadis itu.

Dia memapah gadis itu berjalan ke mobilnya. Gadis itu menurut saja. Dia memberitahu jalan ke rumahnya tapi tiba-tiba "HUEKKK" Gadis itu muntah dan mengenai stelan William. William shock saat itu juga.

"Menjijikkan! Cih, ini stelan baru dan akan ku pakai besok. Benar-benar!" Umpat William kesal dengan gadis yang baru ditemuinya.

Gadis itu sempoyongan. William kesal tapi kasian. Dia membawa gadis itu masuk ke mobilnya dan mendudukkannya di kursi belakang. Dengan segera William melapas jas dan kemejanya. Membiarkan dirinya bertelanjang dada mengendarai mobilnya pulang ke rumahnya.

"Aku bawa pulang saja dulu. Dia tak memberitahu dengan jelas dimana rumahnya. Merepotkan." Ucap William kesal.

Mereka pun sampai di rumah William. Dia membopongnya masuk ke rumahnya dan merebahkannya di sofa ruang tamu. Segera William membilas setelan atasannya yang terkena muntahan. Dia baru ingat jika dress gadis itu juga terkena muntah.

William yang hanya memakai boxer pun mendatangi gadis itu dan memintanya buka baju. Gadis itu mabuk berat dia menurut saja. William mengambil bajunya dan segera mencucinya. Gadis itu hanya memakai pakaian dalam saja. William masih belum tertarik karena kesal. Dia memberikan air putih hangat padanya.

"Minumlah. Mulutmu bau muntah." Ucap William kesal.

Gadis itu pun segera meminumnya. Dia kembali terbaring.

"Tidurlah di kamarku." Ucapnya meminta. Gadis itu melirik ke arah William.

"Lalu kau akan bercinta denganku?" Tanya gadis itu polos. William tersenyum kecil.

"Apa diotakmu hanya ada bercinta saja. Maaf tapi aku sedang tak ingin. Kau juga masih perawan. Kau tak berpengalaman memuaskan seorang pria." Ucapnya menyindir.

Gadis itu marah. Dia segera berdiri dengan sempoyongan seperti mau roboh. William menangkapnya. William langsung membopongnya dan merebahkannya ke ranjangnya. Dia juga langsung menyelimutinya dan membiarkannya tidur. William meninggalkannya.

Dia kembali menyelesaikan cuciannya dan segera mengeringkannya. Dia tidur di sofa kesayangannya meneguk wine memandang langit malam. William tertidur pulas.

Pagi-pagi sekali William terbangun karena mencium aroma sedap yang membuatnya lapar. Ternyata Sia membuat roti panggang dan susu coklat yang sudah dihidangkan di meja makan. Dia mengenakan jubah mandi. Dia menatap William dengan malu.

"Tak bisakah kau memakai baju dulu?" Tanya Sia tersipu malu memalingkan wajahnya.

William bingung. Dia baru menyadari bahwa dirinya hanya memakai boxer saja. Dia segera masuk ke kamarnya dan memakai celana pendek dan kaos ketat. Dia kembali dan ikut duduk di meja makan. Sia sudah menunggunya.

"Aku berterima kasih dan minta maaf padamu. Aku cukup sadar dengan kejadian semalam. Aku alkoholik. Jadi minuman semalam tak membuatku mabuk parah." Ucapnya jujur.

"Berapa umurmu?" Tanya William heran karena Sia masih terlihat sangat muda.

"20 tahun." Ucapnya merapatkan bibirnya.

"Wow. Sejak kapan kau minum?" Tanya nya lagi keheranan.

"Sejak meninggalnya ibuku 5 tahun lalu. Ayahku tak melarangku. Kadang malah dia menemaniku minum." Ucapnya kembali memonyongkan bibirnya.

"Aishh.. gadis ini. Bisa tidak dia berhenti bersikap imut. Sudah lama aku tak bertemu gadis lugu. Menyebalkan." Ucap William dalam hati kembali kesal dengan sikap imut Sia.

Mereka berdua pun sarapan bersama. William melihat jam tangannya.

"Oh shit! Aku terlambat! Arghh.." ucapnya gusar.

William segera berlari ke tempat laundry dan segera memakai stelan barunya dan merapikan diri. Sia sampai terpesona dengan ketampanannya.

"Ternyata dia sangat tampan. Aku tak menyadarinya." Ucap Sia berguman pelan melongo melihat William mulai memakai sepatunya.

"Kau jangan diam saja. Bergegas. Jika kau tak cepat aku akan meninggalkanmu disini. Aku baru akan kembali saat malam." Ucap William sembari memakai sepatunya.

Lamunan Sia buyar. Dia tersadar. Dia segera mengambil dress yang sudah dicuci William dan memakainya. Saat William bertanya dimana rumahnya dia cukup terkejut karena lokasinya hampir sama dengan tujuannya di Virginia Beach. Sia mengatakan bahwa dia memiliki sebuah kamar hotel disana. William pun mengantarkannya.

William mengebut dengan mobil Mustang hitamnya dan terlihat Sia sangat menyukai kecepatan. William cukup tertegun dengan sikap Sia yang menurutnya banyak misteri. Sampailah mereka di Virginia Beach pada siang hari. Mereka berpisah karena William akan menuju ke mansion milik Rio.

William sudah mempersiapkan diri. Para bodyguard Rio sudah menginspeksi William begitu memasuki lobi mansion. Mereka langsung mengetesnya dari senjata, postur tubuh, kemampuan bertarung dan keahlian lainnya. William cukup kaget karena dia langsung di tes bahkan dia tak perlu pengenalan.

William lolos tes pertama. Dia lanjut ke tes ke 2. Tes yang cukup membuatnya kaget. Ternyata disana sudah ada 4 orang yang melamar menjadi bodyguard anak Julius tapi hanya 1 yang terpilih. Ketiga orang itu menatap William tajam sebagai saingan tapi William cuek saja. Dan betapa terkejutnya ternyata gadis itu adalah Sia. Sia juga terkejut dengan adanya William disana.

"Kau.. apa yang kau lakukan disini?" Tanya Sia menunjuk William bingung. Semua orang menatap William heran.

"Kau mengenalnya?" Tanya Rio yang muncul tiba-tiba.

"Ya. Dia.. menjagaku semalaman saat mabuk. Dia melakukannya dengan baik." Ucap Sia lugu. Rio menatap William tajam.

"Baiklah kalau begitu. Langsung saja. William, kau yang akan menjadi bodyguard adikku, Sia." Ucapnya cepat.

Semua orang tertegun termasuk William karena dia diterima dengan mudahnya.

"Wah ini keberuntungan. Coba saja jika semalam aku bercinta dengannya mungkin aku sudah dikirim ke kantor dengan bagian terpisah." Ucap William lega.

Keempat calon kesal padanya tapi mereka tak bisa menentang keputusan Rio. Mereka pun segera pergi. Terlihat Sia senang karena dia cukup mengenal William dan menganggap William lelaki yang baik.

----------

Ilustrasi Sia

Source : Google

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!