Hanin mendatangi salah satu temannya untuk meminta pekerjaan, Dia menawarkan sebuah pekerjaan menjadi pelayan di tempat dimana ia bekerja
"Bagaimana apa kau mau? " Tanya Vera
"Kerjanya seperti apa dulu? " Hanin agak ngeri mendengar tempat kerja Vera
"Hanya mengantarkan minuman atau paling sekedar menemani para tamu jika mereka mau " Jelas Vera
"Menemani? " Tanya Hanin mengerutkan keningnya
"Ya menemani berbincang menuangkan minuman ya kurang lebih seperti itu" Jelas Vera
"Tidak lebih kan? " Hanin meyakinkan
"Tidak jika kita memang tidak mau"
"Oke, aku ikut kalo gitu"
Malam itu tiba Vera membawa Hanin ketempat dimana dia bekerja, Vera mengenalkannya pada Dika pria yang punya club malam itu, Tatapan dika menelusuri tubuh Hanin dari atas sampai bawah dengan tatapan yang sangat mengerikan
"Kenapa dia menatapku seolah ingin menelanjangiku" Bisik Hanin pada Vera
"Diam saja kau mau kerja apa tidak? " Vera menggenggam tangan Hanin
"Baiklah kau boleh bekerja disini, ver kau ambil dulu seragam kerjanya kesini"
"Kau cantik cukup cantik, Ingat jangan buat pengunjungku kecewa" Bisik Dika seraya mengelus lengan Hanin membuatnya bergidik ngeri
"Tuan bolehkah saya mengajukan permintaan?" Tanya Hanin ragu ragu
"Apa itu? " Tanya Dika memegang bahu Hanin memutari tubuhnya
"Saya hanya jadi pelayan mengantarkan pesanan tidak lebih, saya tidak mau..." Hanin menggantung perkataannya tapi Dika sepertinya tahu kemana arah pembicaraan Hanin
"Sedikit mengecewakan baby, but no problem ada pengecualian untuk wanita se polos kamu" Ucap Dika menyentuh ujung rambut Hanin dan menciumnya
"Vera bantu dia berganti pakaian dan beri sedikit polesan di wajahnya, terlalu polos" Ujar Dika saat melihat Vera baru saja masuk
Di toilet Hanin terus saja mengoceh membuat telinga Vera merasa panas
"Apa ini Vera? Apa pakaiannya harus seperti ini? " Hanin memutar tubuhnya yang memakai rok mini dengan belahan di paha sebelah kiri
"Kau pikir bekerja di tempat yang seperti apa sampai berharap memakai pakaian tertutup" Ujar Hanin seraya mengoleskan bedak di wajah Hanin
"Sudah, bekerja yang baik dan ingat hati hati " Vera memegang kedua bahu Hanin dan menepuk bahu sebelah kanannya
Awalnya berjalan dengan baik Hanin mengantar minuman ke setiap ruangan dan sesekali menemani para tamu berbincang Meskipun di sodorkan minuman Hanin hanya pura pura meminumnya dan membuangnya ketika tamu itu lengah
Sampai pada puncaknya tengah malam semua pelayan di panggil untuk berbaris Hanin bertanya tanya ada apa sebenarnya ini
Pintu terbuka seorang pria dengan perawakan tinggi dan tubuh yang tegap masuk diikuti para pria memakai pakaian serba hitam, Dika menyambut pria tersebut sepertinya mereka sudah sangat akrab
"Hai brother, sudah seminggu ini kau tidak pernah datang" Dika menjabat tangan pria itu
"Biasa ayahku membuatku sangat kerepotan" Jawabnya dengan suara bariton yang khas
"Oke sekarang waktunya bersenang senang, seperti biasa pilih beberapa dari mereka" Dika menunjuk ke arah para pelayan yang berjajar
Kebanyakan wanita itu memberi kesan genit berbeda dengan Hanin yang menoleh ke sekeliling
Hanin merasa jijik dengan mereka sesekali dia bergidik 'Aku salah bekerja di tempat seperti ini' batin Hanin
"Ada yang baru, kau lihat gadis yang hanya berdiri celingukan itu? Dia bekerja hanya ingin sebagai pelayan tidak lebih" Bisik Dika
"Menarik, aku mau dia dan tambah 2 wanita yang sangat cantik" Ujarnya
"Baik tuan Tristan sudah memilih, kau Hani, Vera dan lili ikut temani tuan Tristan di ruang VVIP" Otomatis Hanin menunjuk dirinya dengan wajah terkejut
"Ini suatu kebanggaan sayang" Vera merangkul bahu Hanin
'Ya Tuhan kenapa aku merasa ada hal buruk yang akan terjadi' batinnya bergumam
Mereka masuk keruangan dimana Tristan sudah masuk lebih dulu Membawa beberapa macam minuman mahal yang di tawarkan Dika
Vera dan Hanin duduk di samping Tristan sementara lili di belakang Tristan merangkul leher Tristan dan menggerayangi Tristan yang sudah mabuk
'O my god ini sangat menjijikan' batin Hanin saat Tristan memeluk dengan sebelah tangan dan mulai mengendusnya seperti seekor anjing
Hanin mendorong pelan tubuh Tristan membuatnya langsung berhenti, Vera terlihat panik melihat Tristan mood Tristan di buat kacau oleh Hanin
"Tuan anda ingin menambah lagi minumannya? Tanya Vera
"Tidak kalian berdua pergilah orang ku akan memberikan imbalan di luar" Vera dan Hanin berdiri hendak pergi namun Tristan menahan tangan Hanin
"Bukan kau yang pergi tapi mereka berdua" Ucap Tristan menarik Hanin duduk kembali
"Baik tuan terimakasih atas kebaikan hatinya" Vera dan lili pergi keluar setelah mendapat bayaran
" Veraaaa " Teriak Hanin namun Vera hanya berbalik sebentar menatap khawatir pada Hanin
"Kenapa kau menolakku sayang? " Tristan menekan pinggang Hanin agar menempel padanya
" Tuan bukan begitu, saya hanya... " Ucapan Hanin terpotong
"Aku tidak suka penolakan nona, apa pun yang aku inginkan harus aku dapatkan" Tristan mendorong Hanin dengan tubuhnya ke sofa
Hanin berontak dia merasa berada dalam mode bahaya, Hanin memukul dada bahu juga wajah Tristan. Tristan yang kesal menangkap tangan Hanin dan menahannya di atas kepala Hanin
Hanin menangis berteriak sekuatnya meronta ronta di bawah tubuh Tristan
"Teriak yang keras sayang, kau semakin seksi" Bisik Tristan dengan sebelah tangannya mulai menelusuri lekuk tubuh Hanin
"Brengsek lepas bajingan aku mengutukmu sepanjang hidupku jika kau berani macam macam" Teriak Hanin
"Kau berani berteriak padaku? " Sedetik kemudian Tristan mencium Hanin dengan kasar secara paksa
Hanin terus berontak dan meronta ronta menendangnya, kakinya menendang Tristan niat menendang bagian burungnya namun hanya mengenai pahanya membuatnya mengerang marah
"Aarrgghhh wanita sialan aku sudah berbaik hati padamu" Tristan melepaskan Hanin karena pahanya terasa nyeri
Hanin segera berdiri dan hendak lari namun pinggangnya kembali di tarik oleh Tristan
Tristan mendekap tubuh Hanin erat membuat tubuh Hanin seakan remuk saat itu juga
"Diam atau peluru ini akan menembus kepalamu" Tristan mengeluarkan sebuah pistol dan mengarahkannya pada kepala Hanin
Tubuh Hanin bergetar hebat dia pucat ketakutan melihat pistol itu di hadapan wajahnya
Hanin mengangguk menuruti perkataan Tristan
"Tuangkan minumannya" Hanin menuangkannya ke gelas
"Minum" Hanin menggeleng ketakutan
"Minum" Bentak Tristan membuat Hanin memejamkan matanya
Tristan mengambil gelasnya dan meminum wine nya Lalu menekan tengkuk Hanin dan menciumnya memindahkan wine di mulutnya ke mulut Hanin membuatnya terbatuk batuk
"Uhuk uhuk"
"Sekarang minum atau aku memaksa dengan cara seperti itu" Hanin menuang kembali wine ke gelasnya dan meminumnya dengan mata terpejam
Satu gelas
Dua gelas
Tiga gelas
Hingga gelas keempat Hanin ambruk tak sadarkan diri, Tristan menyeringai menatap tubuh Hanin yang tergolek di sofa, Tristan membawanya kekamar dan melemparkan tubuhnya ke atas ranjang
Tristan menciumi bibir Hanin dan mengg*****ngi tubuhnya
Membuka setiap kancing di bajunya beberapa menit kemudian keduanya sama sama polos tanpa sehelai benang pun
.
.
Matahari sudah meninggi dua orang masih terlelap, Tristan meletakkan kepalanya di atas dada Hanin yang masih polos dan memeluknya
Hanin membuka perlahan matanya memegangi kepalanya yang terasa mau pecah Tubuhnya terasa berat samar samar penglihatannya melihat rambut seseorang di dadanya
"Aaaaaaaaaaa" Teriak Hanin membuat Tristan tersentak dari tidurnya
"Morning Hani, semalam adalah permainan yang indah "ucap Tristan menyeringai
Hanin mengintip ke bawah selimut dia benar benar dalam mode marah yang amat membuncah pagi ini, Bagaimana tidak bagian sensitif nya berdenyut nyeri dan ada bercak darah di seprei dan sekitar pahanya
"Laki laki brengsek bajingan, kau tidak pantas menjadi manusia kau lebihh pantas menjadi binatang" Teriak Hanin memukuli Tristan secara brutal
Tristan mendorong tubuh Hanin hingga terjungkal kebelakang, Selimutnya kini tidak lagi menutupi tubuhnya karna Tristan melemparkannya ke bawah
"Binatang? Kau bilang aku binatang? " Tristan menarik kaki Hanin hingga berada di bawah kungkungannya
"Sayang semalam kau tertidur jadi tidak bisa melihat bagaimana binatang ini memangsa santapannya"
"Menjijikan" Hanin menampar keras pipi Tristan membuat matanya menatap tajam bagaikan hewan buas yang siap menerkam
"Kau harus kembali merasakan bagaimana binatang ini menikmati tubuhmu" Sesaat kemudian Tristan mencium paksa bibir Hanin dan menggigiti leher dada dan sekujur tubuh Hanin meninggalkan bekas merah
Dengan kasar Tristan memaksa hanin kembali melakukannya
"Bajingan lepaskan" Hanin meronta
"Hentikan Aaaaa " jerit Hanin
"Aku mohon hentikan aku bisa mati"
"Hentikan bajingan"
Tanpa menghiraukan Hanin dia dengan santainya berjalan ke arah kamar mandi, Setelah sekian lama di kamar mandi dia keluar dengan baju lengkapnya dan Hanin pun sudah berpakaian
"Ini sejumlah uang untukmu, harga yang setimpal untuk kesucian calon wanita malam sepertimu" Tristan melempar selembar cek tertulis dengan angka nol yang sangat banyak
"500jt aku pikir itu sudah cukup bukan? Atau masih kurang? " Ucapnya seperti sindiran
"Aku tidak akan menerimanya, urusan ini akan aku laporkan pada polisi" Hanin melempar cek itu ke wajah Tristan sambil berlalu pergi
"Silahkan saja jika polisi akan percaya, banyak wanita yang melakukan itu padaku dan polisi hanya menganggapnya trik agar aku mau menikahi mereka, dan untuk gadis sepertimu apa polisi juga akan percaya apalagi kau bekerja di tempat yang menampung wanita malam" Ucap Tristan membuat langkah Hanin terhenti
"Aku harap kau menyesal untuk semua ini, aku tidak akan pernah memaafkanmu, aku membencimu sampai ketulang tulangku" Ucap Hanin segera pergi dengan jalan tertatih
Keluar dari club Hanin berlari sebisanya meskipun masih merasakan sakit di bagian sensitifnya Karena ketakutan dan panik Hanin sampai lupa baju ganti dan tasnya yang ia tinggalkan di club dia keluar memakai baju pelayan club yang super minim sehingga mengundang perhatian banyak orang
Bruukkkk
Tubuh mungil Hanin terjungkal menabrak tubuh seseorang, Hanin nampak ngos ngosan sambil terisak berusaha berdiri kakinya terasa lemas seluruh tubuhnya gemetaran
"Nak apa kamu baik baik saja? " tanya seseorang sebelum Hanin tak sadarkan diri
Di sebuah kamar rumah sakit Hanin terbaring tak sadarkan diri, Seorang pria paruh baya sedang berbincang dengan Hanin mengenai kondisinya saat ini
"Bagaimana dok? "
"Sepertinya gadis ini korban kekerasan sek***l tuan, kita lihat setelah sadar nanti apakah ada trauma atau tidak"
"Jangan berhenti aku mohon Tristan hentikaaaann" teriak Hanin dengan mata tertutup
Deg
Pria tersebut merasa jantungnya terhantam sesuatu dia mendengar gadis itu menyebut nama Tristan dan tepat menurut anak buahnya Tristan semalam berada di club temannya dan gadis itu memakai seragam yang sama dengan tempat tersebut
"Awas saja jika anak sialan itu berani memaksa seorang gadis" umpatnya dalam hati
"emmhh, dimana ini? " Hanin membuka matanya perlahan
Ketika matanya terbuka Hanin terkejut ada seorang pria di sampingnya sontak membuatnya beringsut menutup tubuhnya dengan selimut
"Tenang nak tenang" Hanin ketakutan melihat pria itu mendekat
"Siapa? anda mau apa? " tanya Hanin berderai air mata
"Kamu menabrak ku di jalan lalu pingsan"
"Nona anda sudah sadar, tuan ini yang membawa anda kemari" ucap dokter yang baru saja tiba
"Apa terjadi sesuatu dengan anda? anda bisa ceritakan? " lanjut dokter
Awalnya Hanin ragu suaranya terasa tercekat namun dengan sabar dokter dan pria itu meyakinkan Hanin, Hanin mulai menceritakan semuanya dari awal dengan terisak isak
pria tua itu mulai mengepalkan tangannya kuat kuat hingga kuku jarinya memutih
"Dokter hasil visum sudah ada? " tanya pria itu
"Sudah tuan, ini semua sudah ada di dalam map" dokter itu memberikan map coklat
"Baju mu dimana nak? " tanya pria itu namun Hanin hanya menggeleng
"Bisakah anda memberikan baju pasien saja tuan?" ucap Hanin ragu
Hanin keluar dengan menggunakan baju pasien pria itu memaksa ingin membelikan baju namun Hanin menolak mereka kini sedang ada di dalam mobil
"Kita mau kemana tuan? " tanya Hanin
"Kita akan ke kantor polisi nak semua harus di usut tuntas pihak club dan Tristan akan masuk penjara" jawab pria itu
"Tapi tuan dia bilang akan percuma melapor polisi apalagi kondisi saya yang bekerja di club malam" lirih Hanin
"Tapi saya bersumpah tuan saya hanya menjadi pelayan tidak lebih, tapi dia.. dia... memaksa saya dengan keji bahkan setelah itu dia memberi cek 500jt untuk membeli kesucian saya, apa orang miskin seperti saya memang pantas di rendahkan tuan? " Hanin lagi lagi menangis tersedu sedu dadanya terasa sesak
"Mereka yang salah nak, aku pastikan mereka akan mempertanggung jawabkan semuanya"
Sesampainya di kantor polisi Hanin menolak di temani dia ingin melaporkannya sendiri, Awalnya seperti dugaan Hanin laporan mengenai Tristan di tolak begitu saja. Hanin kembali ke mobil dengan raut wajah kecewa membuat pria itu geram segera merampas map itu dan berjalan dengan tergesa-gesa
Brakkk
pria itu menggebrak meja polisi membuat polisi itu terkejut
"Urus laporan ini atau akan ku adukan pada atasan kalian" ancam pria itu
"Tapi tuan itu an... " ucapan polisi terpotong
"Setujui permohonannya dan jangan bilang aku yang melapor, aku ingin lihat bagaimana dia bisa berbelit" ucapnya lalu pergi
"Tenanglah nak semua sudah beres" ucap pria yang tidak lain adalah ayah Tristan
"Kau tinggal disini sendiri? " tanya tuan janu
"Saya tinggal berdua dengan adik saya, Mari silahkan" Hanin mempersilahkan janu masuk
"Kakak kemarin kenapa tidak pulang? ini siapa? " tanya adik laki lakinya yang berusia 18 tahun
"Ini tuan januar tempat kerja kakak ada sedikit masalah tuan ini yang menolong"
"Terimakasih tuan sudah menolong kakak saya" anak itu menjabat tangan janu
"Iya nak sama sama, saya masih ada kerjaan kalo kamu mau besok bisa datang ke kantor ini alamatnya ada di kartu nama" Janu menyerahkan selembar kertas kecil
"Sekali lagi terimakasih untuk bantuannya tuan"
"Bukan apa apa, saya permisi"
Malam hari di Mansion keluarga januar polisi datang untuk meminta keterangan pada Tristan
lantas mereka pergi ke kantor polisi membawa serta dika
"Ayah ini tidak seperti yang ayah duga, dia pasti menjebakku" ucap Tristan
"Bagaimana mana bisa wanita itu bisa masuk ke club malammu Dika? " tanya
"Dia di bawa temannya om" jawab Dika
"Apa dia mengatakan ingin menjual harga dirinya? " bentak janu namun dika diam seribu bahasa
"Jawab aku " teriak janu membuat dua pemuda itu tersentak
"Dia hanya ingin menjadi pelayan dan tidak berniat menjual dirinya tapi malam itu Tristan marah karena dia menolak lantas langsung memper... " ucapan Dika yang nyerocos tanpa jeda terhenti saat Tristan memukul kepalanya
"Apa kau masih mau berkelit? " tatapan janu sangat tajam hingga dapat menusuk jantung keduanya
"Lalu ayah ingin apa? " tanya Tristan
"Pilih masuk penjara atau kau mengikuti perkataanku? dan ini juga berlaku untukmu jika Tristan menolak maka kalian akan masuk penjara dan club malammu akan di gusur" ancam janu
"Jangan om... kau harus mengikuti perkataan om janu ini semua karena ulah mu" Dika menyalahkan Tristan terus menerus
"Aku tidak mau, lagian dia tidak hamil" mendengar ucapan Tristan januar kembali menampol wajahnya bertubi tubi
"Jaga mulutmu, apa kau tau perbuatanmu telah menghancurkan masa depan seorang gadis" bentak janu mencengkram kerah baju Tristan
"Jika kau menolak maka akan aku hapus kau dari daftar ahli waris" bagai di sambar petir Tristan membulatkan matanya jika warisannya di cabut otomatis tidak ada fasilitas lagi untuknya
"Ayah serius, ayah tidak tau siapa wanita itu maka dari itu ayah membelanya jika ayah tau kebenarannya mungkin ayah akan langsung membunuhnya"
"Jangan mengalihkan pembicaraan, sekarang pilih yang pertama atau kedua? " tanya janu
"Pilih yang kedua Tristan aku mohon bisnisku bisa hancur" di tengah kebingungan akhirnya Tristan mengiyakan pilihan ayahnya yang kedua
"Bagus, tunggu tugas pertama jika kau tidak melakukannya maka taruhannya adalah namamu di coret dari daftar ahli waris " ucap januar penuh penekanan
"Sial, kenapa bisa wanita itu bertemu ayahku" gerutu Tristan seraya mengepalkan tangannya
"Gara gara kau aku ikut kena batunya sudah aku bilang dia hanya bekerja sebagai pelayan sialan" hardik Dika
"Dia menolakku aku sangat marah" ucap Tristan dengan kesalnya
"Kau ini bodoh atau gila jelas dia menolak dia masih perawan bodoh" Dika menoyor kepala Tristan dengan gemas
"Apa yang akan ayah lakukan ya? " Tristan dan Dika sama sama berpikir di dalam mobilnya karena janu pulang lebih dulu
Pagi itu Hanin benar benar pergi ke kantor janu
dia di persilahkan langsung ke ruangannya karena atas perintah janu sendiri
"Selamat pagi tuan"
"Selamat pagi nona Hanin, silahkan duduk"
"Terima kasih"
Janu membuka lamaran yang di bawa oleh Hanin
"Umurmu masih 20 tahun? " tanya janu
"Ya tuan sesuai yang ada di CV" jawab Hanin
"Tapi disini sudah penuh bagaimana jika aku tempatkan di perusahaan anakku? " tanya janu
"Saya bagaimana baiknya saja tuan, saya sangat membutuhkan uang saat ini" ucap gadis itu jujur
"Tanda tangan dulu disini" Janu mengulurkan berkas yang harus dia tanda tangani
Hanin membacanya dengan seksama, gaji yang besar dan jabatan sekretaris anaknya, ini sesuatu yang menguntungkan baginya mengingat kuliah saja tidak tamat bagaimana bisa dia melewatkan kesempatan emas ini
"Sudah tuan" Hanin kembali mengulurkan berkasnya
"Ikut aku"
Janu dan Hanin pergi ke kantor lain yang di sebut sebagai kantor anaknya, Hanin hanya mengekor di belakang Janu sesampainya di pintu ruangan dirut entah mengapa hati Hanin jadi sangat berdebar
dia meremas kedua tangannya sendiri
"Ayah membawa sekretaris baru untukmu" ucap Janu yang baru saja masuk
Seseorang terlihat membelakangi di kursi kebesarannya, Hanin memperkenalkan diri membuat pria itu memutar kursinya sesaat kemudian mata mereka bertemu. Hanin mundur beberapa langkah dan langsung terlihat panik
sementara Tristan menatap tidak suka pada ayahnya
"Kenapa nak? " tanya Janu pada Hanin
"Kk ka kau.. " gumam Hanin
"Ayah kenapa membawa gadis yang tidak berkompeten kesini? " Tristan langsung saja meremehkan Hanin
"Ini tugas pertamamu" perkataan itu sontak membuat Tristan membulat
"Satu lagi jangan berani macam macam padanya atau kau tau sendiri akibatnya" bisik Janu menepuk bahu Tristan
Hanin mematung kenapa janu malah menitipkan domba pada serigala, wajah Hanin sangat ketakutan janu paham akan hal itu. janu mendekat memegang kedua bahu Hanin membuat mata Hanin yang berkaca kaca menatapnya
"Percaya padaku, beri pelajaran padanya jika dia macam macam lapor padaku" perkataan Janu seolah menyuruh Hanin balas dendam pada Tristan
Hanin mengangguk tanda mengerti janu menegakkan tubuh Hanin dan menepuk pucuk kepalanya
"Jadi wanita kuat jangan mau kalah darinya aku di pihakmu" ucap janu lalu pergi
Tristan perlahan mendekati Hanin seperti binatang buas yang siap menerkam mangsanya, Hanin juga perlahan mundur hingga punggungnya bersandar pada dinding, Tristan mengungkung tubuh Hanin membuat Hanin menunduk memejamkan matanya ketakutan tangannya gemetar kakinya terasa lemas saat Tristan menyentuh dagu Hanin dan mendongakkan kepalanya
"Apa kau kecanduan dengan permainan kita, sayang" ucap Tristan membisikkan kata sayang ke telinga Hanin
Darah Hanin berdesir perasaan macam apa ini pikirnya, Tristan senyum menyeringai mendekatkan wajahnya membuat Hanin semakin panik. sesaat kemudian
"Arrrggghhh wanita sialan" teriak Tristan setelah Hanin menendang bagian sensitif nya lalu kabur
Bugghh
Hanin terjengkang saat dia menabrak tubuh seseorang waktu keluar dari ruangan Tristan
pria itu mengulurkan tangannya membantu Hanin berdiri
"Kamu baik baik saja? " tanyanya
"Aku baik, maaf tuan saya tidak berhati hati" Hanin membungkukkan tubuhnya
"Kau karyawan baru disini? " tanyanya
"Ya aku sekretaris baru"
"Ohh selamat bergabung, aku Bayu asisten Tristan "
"Hanindya panggil Hanin saja"
"Kita akan sering bertemu, mmhh itu meja kerjamu dan sebelah ruangan dirut itu ruanganku"
"Semoga betah kerja disini, aku permisi"
Hanin meletakkan tasnya di meja lalu menyandarkan tubuhnya menghirup udara beberapa kali menenangkan dirinya
Kring kring
"Haniiinnn kemari" teriak Tristan dari sebrang telepon padahal suara teriaknya sampai ke luar tanpa harus lewat telepon
"Saya tuan" ucap Hanin setelah mengetuk pintu
"Kemari" Hanin masih diam tanpa kata mematung di tempatnya
"Hanindya kemari" teriaknya
Perlahan Hanin mendekat hingga berada di samping Tristan, Tristan menjulurkan kakinya ke arah Hanin membuat gadis itu mengernyitkan keningnya
"Ikat tali sepatuku" mata Hanin seketika membulat dengan mulut menganga
'Kenapa dia memanggilku hanya untuk ikat sepatu' Hanin mematung dengan lamunannya
'Sial kenapa ekspresinya sangat seksi' batin Tristan
"Cepat Hanin aku tidak punya banyak waktu" bentaknya membuat Hanin terlonjak
Hanin berjongkok di hadapan Tristan dengan posisi itu Tristan susah payah menelan salivanya, selesai mengikat sepatu Hanin mendongak menatap Tristan yang tak lepas menatapnya , Hanin mengikuti arah pandangan Tristan dan langsung menutup dada dengan kedua tangannya
"Dada kecil saja pake di tutupin segala" ucap Tristan sinis
"Kalau kecil kenapa lihatnya sampai seperti itu? belum pernah lihat yang kecil? " tanya Hanin penuh sindiran
"Aku pernah melihatnya kemarin" Tristan dengan senyum menyeringai
"Kurang ajar" Hanin menginjak kaki Tristan yang tadi masih terjulur lalu kabur
"Hei dasar sial" teriak Tristan
Waktu pulang kerja Hanin juga di kerjai oleh Tristan dia menyuruh Hanin fotocopy ke depan kantor dengan alasan alat fotocopy di kantor rusak dan hanya di beri waktu lima menit, Hanin sampai berlarian membuka Highilsnya
dengan terengah dia menyerahkannya ke ruangan Tristan tapi Tristan tidak ada di sana
Klek klek
pintu dan jendela tiba tiba tertutup membuat Hanin panik
dia menggedor gedor pintu tapi tidak ada seorangpun yang menolongnya
"Bye bye Hanin " teriak Tristan dari luar
"Tuan buka tuan saya takut" seiring berjalannya waktu ruangan itu menjadi gelap karena Tristan sengaja mematikan lampunya
Tristan pulang ke apartemen pacarnya yang bernama yasmine seperti biasa dia akan meminta jatah pada pacarnya tersebut, Tristan sampai disana saat pukul 18:45 ketika sedang asyik bergumul dengan panas suara handphone membuat mereka terhenti sejenak
Ternyata itu adalah handphone Hanin yang tadi ia bawa Tristan segera menyambar bajunya dan memakainya kembali
"Sayang mau kemana? kita belum melakukannya" rengek Yasmine
"Aku di telepon ayah" jawabnya sambil memakai bajunya kembali
Handphone Hanin terus berbunyi sebuah panggilan dari adiknya dia baru ingat mengunci Hanin di kantornya dia biarkan gelap, Tristan melajukan mobilnya dengan kencang sesampainya di kantor Hanin berjongkok di pojok menyembunyikan kepalanya di lutut dan memeluk lututnya sendiri
Terdengar suara isakan Hanin yang bisa di pastikan dia menangis tersedu sedu, Tristan mencoba mendekati Hanin dan menyentuh bahunya
"Tidak lepaskan aku.. aku mohon aku takut" jerit Hanin saat Tristan menyentuhnya
'Ya Tuhan aku tidak tau bahwa dia sepenakut ini' Tristan membatin
"Hanin" ucap Tristan sambil mengguncang tubuhnya
Namun sesaat kemudian tubuh Hanin terhuyung jatuh di lantai, Tristan yang panik segera menggendong Hanin ke mobilnya sepanjang jalan dia terus berpikir keras untuk membawa Hanin kemana, ke mansion ayahnya pasti akan mengamuk dia membuat masalah pada Hanin ke apartemen dia takut khilaf dan berbuat di luar kendalinya dan mengakibatkan dirinya kehilangan hak waris
"Pilihannya cuma itu" akhirnya Tristan membawa Hanin ke apartemennya
Sesampainya disana Hanin di rebahkan di ranjang lalu Tristan meninggalkannya untuk mandi selesai mandi Tristan ikut membaringkan tubuhnya di samping Hanin, Tristan menatap serius wajah Hanin wajah bulat dengan bulu mata lentik hidung mancung bibir kecil yang terlihat pink alami
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!