HARUS DIBACA!
Judul : The School
Author : Geminichan (@aboutgege_)
Genre : Misteri, horor, romantis, paranormal
Rating : 15+
Jumlah part : (Rahasia! Ikuti saja setiap up)
Sebelum membaca lebih lanjut cerpen ini mungkin akan sedikit 'mengganggu' untuk sebagian orang, jika merasa terganggu maka lebih baik berhenti membaca, namun jika kalian masih penasaran baca sampai akhir!
Cerpen ini tidak ditujukan untuk menyinggung siapapun! Isi cerpen hanya untuk hiburan semata!
Maaf! dan terimakasih
...*************...
Kisah ini bermula ketika seorang gadis berparas cantik itu mengunjungi sekolah dasarnya dulu. Bersama dengan sahabat karibnya mereka menyusuri bangunan yang telah lama berdiri itu.
"Yah, aku jadi teringat cerita lalu, bangunan ini memang menyimpan misteri," gumam gadis yang berada disamping sang pemeran utama. Mereka masih asyik melangkahkan kakinya kesana kemari.
'Tap... tap... tap'
Sepi, jika kalian bertanya-tanya mengapa 'bangunan pendidikan' ini sangat sepi? Mereka sengaja mengunjunginya pada saat libur panjang sekolah, "Jadi... apa yang akan kita lakukan sekarang?"
Mereka datang kesini bukan dengan tujuan yang cuma-cuma, mereka datang untuk sesuatu yang sebenarnya tidak ada hubungannya dengan mereka, "Sheryl kau yang sangat ingin kesini, tapi sedari tadi kau hanya diam saja!"
Sang sahabat itu menggeram kesal melihat Sheryl yang hanya diam seribu bahasa, padahal dia yang sangat ingin mengunjungi bangunan ini.
"Ck, aku tau rumor yang kini tersebar tidak ada hubungannya dengan kita, tapi... " Sheryl berdecak kesal, dia tidak bisa melanjutkan kalimatnya, ia menggeram frustasi.
"Tapi apa? Kau memang sangat naif," sanggah Nitta memutar bola mata malasnya. Dalam hatinya ia merutuki kenaifan sahabatnya itu, namun ia juga harus melakukan ini untuk membantunya.
"Karena ini berhubungan dengan 'dia' jadi kau ingin menyilidikinya, bukan?" Tanya Nitta menatap Sheryl dengan intimidasi, menyudutkan lebih tepatnya. Tanpa dijawab pun Nitta sudah mengetahuinya.
"Ya kau sangat naif sampai-sampai masih memperdulikan 'dia'," nada Nitta berpasrah, ia menatap Sheryl yang kini menatap kosong dengan raut wajah gelisah.
"Kau benar, hanya hatiku yang tahu perasaan ini masih sama seperti dulu, bahkan mungkin tidak akan berubah sekalipun 'dia' ataupun aku menemukan pasangan baru," ujar Sheryl dengan senyum sendunya.
Nitta menangkap raut sedih sahabatnya itu. Ia tau seberapa menyakitkan hatinya saat ini. Ia sangat paham dengan apa yang Sheryl rasakan.
Karena itulah, andai saja Sheryl bukan orang naif mungkin Nitta tidak akan merasakan rasa sakit yang Sheryl rasakan. Andai saja... Nitta bisa sedikit memperbaiki hati yang telah rapuh itu.
"Sudahlah, aku tidak akan menyalahkanmu, hatimu terlalu sulit untuk dimengerti," ujar Nitta yang memalingkan wajahnya, ia tidak ingin Sheryl melihat rautnya yang bersedih untuk dia.
Sheryl tersenyum, menyakitkan, "Eum"
Mereka yang kini didalam ruangan kelas dua itu mendengar suara bising kendaraan dari luar. Mungkin hanya satu atau dua kendaraan saja.
'Broom' 'Broom'
"Bryan, kau bisa keliling terlebih dahulu, aku akan segera kembali," seseorang itu menepuk pundak Bryan, ia pun segera melangkah pergi ke sebuah rumah sederhana samping sekolah itu.
Bryan dengan wajah dinginnya, ia turun dari kendaraan yang ia tumpangi dan melepaskan pelindung kepala a.k.a helmnya.
Dari ruangan kelas, kedua gadis itu menatap dengan terkejut, mereka benar-benar tidak tahu kalau Bryan ternyata akan datang dihari yang sama, "Itu adalah... dia"
Sheryl tau itu adalah dia, hanya saja dia ingin menghindarinya. Disamping itu lelaki yang bersama Bryan tadi, ia ingin menemuinya untuk bertanya sesuatu.
"Kau tunggu disini, aku akan menemui Dikcy dan menanyakan sesuatu kepadanya," perintah Sheryl yang langsung melangkah pergi tanpa mengindahkan Nitta yang menahannya.
"Eh-Eh!" Nitta yang sedikit meneraiki, namun Sheryl tidak memperdulikannya dan tetap meninggalkan ruangan itu.
'****! kenapa dia harus ada disini'
Sheryl menggerutu didalam hati sembari ia mempercepat langkah kakinya.
...*******...
Seseorang mengerutkan keningnya ketika ia memasuki salah satu ruangan disana. Samar ia kenali gadis yang sedang duduk sendiri, ya tidak salah lagi ia mengenalnya, "Nitta?"
Sang gadis yang dipanggil hanya menunjukan senyum canggungnya, ia sudah menduga suasana seperti ini akan terjadi, "H-hai Bryan"
"Jadi benar itu kau, sedang apa kau disini sendirian?" tanya Bryan melangkahkan kakinya menghampiri Nitta.
Nitta mengambil nafas dalam-dalam, ia akan kesulitan menghadapi situasi semacam ini tanpa rencana apapun.
...*******...
Sheryl melangkahkan kakinya memasuki sebuah rumah sederhana tepat samping bangunan sekolah itu, bahkan masih satu wilayah.
Kedatangan Sheryl disambut hangat oleh seorang nenek yang tersenyum kepadanya. Sheryl pun membalas senyuman itu dengan tulus.
"Sheryl?" ujar nenek tersebut sembari mengerutkan keningnya untuk memastikan. Tanpa sedikitpun memudarkan senyumnya.
"Ehh- Nenek!" seru Sheryl senang, tak disangka ia masih sempat bertemu sosok yang sudah tua renta itu.
"Ada apa? Tumben sekali Sheryl datang kesini?" tanya sosok tua renta itu sembari mempersilahkan Sheryl duduk.
"A- tidak apa-apa nek, hanya ingin bermain, sudah lama semenjak Sheryl lulus, Sheryl tidak pernah berkunjung kesini lagi," jelas Sheryl panjang nan jelas.
Noe, nama nenek dari seorang Dicky, sosok tua tersebut menjadi penjaga sekolah paling lama sejak dahulu. Banyak cerita bahkan misteri yang telah ia lewati, bahkan ia lihat dengan mata sendiri.
"Nek, Sheryl ingin berbicara dengan Dicky sebentar, apakah boleh?" izin Sheryl dengan hati-hati. Noe tersenyum dengan bibir yang keriput itu.
"Tentu! Nenek akan memanggilkannya untukmu, tunggu sebentar," Noe berdiri dan melangkahkan kakinya dengan perlahan, tubuhnya yang rentan itu membuat ia tidak bisa bergerak lincah dan cepat.
Sheryl sedikit membantu Noe bergerak, kemudian ia kembali ke tempatnya semula, namun sebelum itu ia mengucapkan kalimat ajaib terlebih dahulu, "Terimakasih Nek"
Sheryl menunggu disana dengan perasaan gelisah. Ia takut akan hanyut dengan kenyataan yang pahit, secara terpaksa dan enggan harus ia hadapi. Ia takut kenyataan itu menghujam hatinya.
"Sheryl?" seseorang memanggilnya, Sheryl yang tengah melamun kini tersadar. Laki-laki yang cukup terasa tidak asing baginya.
"Dicky," sapa Sheryl dengan spontan memanipulasi raut wajahnya. Dicky menyadari perbedaan raut Sheryl.
"Kau kesini karena...?" Dicky tak ingin asal menebak, namun disaat seperti ini hanya hal itu yang terlintas di pikirannya. Dan hanya itu satu-satunya kemungkinan.
Sheryl menunduk, tidak ada gunanya juga jika ia menutupinya, Sheryl pun mengangguk dengan perlahan, "Eum"
"Rumor itu... memang benar," lelaki dengan rambut hitam legam itu mulai menjelaskan. Kisah pilu itu kini ia harus menceritakan kepada seorang teman. Sayatan setiap kata akan membekas dihatinya.
Debar jantung Sheryl mulai tak beraturan, ia tidak ingin takut. Namun, siapapun tidak akan menyangkal untuk tidak bersikap biasa saja saat dihadapkan sesuatu seperti ini.
"Namun fakta dibaliknya masih menjadi misteri, aku sendiri bahkan tidak tau apa yang sebenarnya terjadi, ada apa antara Bryan dengan kekasihnya itu," lanjut Dicky dengan nada yang melemah pada dua kata terakhir.
Dicky mulai membuat suasana menjadi serius, "Jasad dengan luka bakar disekujur tubuh yang ditemukan disamping bangunan ini memang benar adalah jasad..."
Dicky melemah, ia bahkan tidak sanggup menyebut nama dari 'sesuatu' yang ia maksud itu. "Jasad itu... sahabatku, kekasih Bryan"
Hati Sheryl seakan retak, ia menepuk pundak Dicky, memberikannya sedikit dukungan, "Tidak apa, jika itu berat bagimu tidak perlu kau lanjutkan lagi ceritanya"
Dicky menggeleng, ia tetap ingin menceritakannya, "Jasadnya terbakar, hingga janin yang ada didalam kandungannya itu ikut mati"
Sheryl termenung, apa? janin? janin apa? tunggu! "Apa maksudmu? janin? anak siapa yang Celine kandung saat itu?"
Sheryl tidak bisa menahan emosinya, ia mengeluarkan nada penuh kekecewaan. Dicky menyadarinya, ia menatap dalam grey eye milik Sheryl, namun ia memilih diam.
Sheryl terdiam, bagaimanapun Bryan bukanlah miliknya, Bryan adalah milik seseorang yang kini telah tiada, "Jawab pertanyaanku Dicky!"
Sheryl harap jawabannya adalah bukan, tapi sepertinya itu adalah hal yang mustahil. Sheryl tak bisa menahan kekecewaan hatinya itu. Sedih, marah, kecewa, sakit, semua emosi itu terpancar melalui mata dan wajahnya.
"Saat itu Bryan yang menjadi kekasihnya, jadi mungkin saja kalau janin itu adalah anaknya," jelas Dicky penuh kehati-hatian.
Sheryl tersentak dengan kemungkinan itu, ia termenung diam membeku. Bukankah mereka berdua hanya sebatas pasangan kekasih, lalu kenapa Celine bisa sampai hamil?!
Sheryl tidak bisa memikirkannya terlalu jauh, imajinasi perlahan membunuhnya. Dalam kenyataan pahit yang belum sepenuhnya terungkap. Jika memang kebenaran yang kembali terungkap akan lebih menyakitkan... ia tidak sanggup.
Hatinya terperangkap dalam lamunan, tidak bisa menemukan jalan keluar dari ketenangan.
"Kenapa kau sangat tertarik dengan rumor itu?" tanya Dicky tepat sasaran. Sheryl sedikit tersentak, ia kembali menyamarkan ekspresi wajahnya.
"Hanya ingin mencari tahu," jawabnya dengan kebohongan. Untuk saat ini ia hanya bisa mengatakan hal itu.
Sayang sekali Sheryl tidak pandai untuk menyembunyikan sebuah kepalsuan. Dicky menangkap sebuah dusta dari mata abu itu.
"Hanya untuk sebuah kabar burung kau rela menyempatkan waktu untuk kembali ke bangunan kenangan ini?" Dicky bertanya sembari membuang pandangan pada dedaunan yang tersapu angin diluar jendela.
Gadis anggun itu terdiam, rambut yang tergerai itu sedikit menutup wajah cantiknya. Ia memilih untuk tidak menjawab tanya dari seseorang disampingnya tersebut.
"......."
...***********...
Dua insan itu kini tengah menapaki lantai lorong yang menghubungkan dengan kelas dua, ruangan pertama yang Sheryl datangi bersama Nitta.
"Omong-omong aku kesini bersama Bryan," ujar Lelaki itu dengan upaya untuk memancing sedikit hal yang sedari tadi disembunyikan oleh Sheryl.
Dicky peka terhadap perasaan Sheryl, meskipun Sheryl selalu menutupinya. Menutupi penderitaan hatinya dengan sebuah senyum kecil dan juga poker face nya.
"Kalau kau, aku tidak heran lagi karena rumahmu disini tapi kalau..." Sheryl sedikit menjeda kalimatnya dengan misterius. Dicky menatapnya sembari mengangkat satu alisnya.
"Tapi kalau Bryan aku juga tidak heran karena dia itu sahabatmu, kalian berdua pasti sering kesini," lanjutnya dengan tenang, memanipulasi keadaan meskipun banyak hal janggal yang terlihat.
Dicky melebarkan senyumnya, sudah sangat terlihat jelas dan Sheryl masih saja ingin menutupinya? dia berkata lirih, "Hatimu sangat keras"
"Tentu, hanya aku yang bisa mengetuknya," jelas Sheryl mencetak senyum simpul di bibir tipisnya. Menarik bagi Dicky, dimana perempuan itu mati-matian menutupi hatinya, segelap apakah disana?
...***********...
"Sudah lama saat kita bertemu sebelum berpisah, sekarang bagaimana kabarmu?" tanya Bryan hangat, bak sahabat lama yang kini tanpa sengaja bertemu.
"A-ah aku tentu aku baik-baik saja," jawab Nitta gugup karena suasana yang mendadak canggung ini, "Lalu bagaimana kabarmu sendiri?"
Bryan tersenyum simpul, hatinya bahkan masih sakit karena belakangan terjadi sesuatu yang membuatnya semakin terpukul, "Yah, aku yakin kau pasti tau bagaimana keadaanku, aku tidak apa-apa"
Nitta terenyuh dengan balasan Bryan, 'tidak apa-apa' bukanlah kalimat jawaban dari pertanyaan, itu hanya untuk memanipulasi Bryan sendiri, "Maaf, aku turut prihatin"
"Haha kau memang pengertian," kekeh nya kecil, ia kembali membentuk lengkungan simpul dibibirnya, "Omong-omong kau disini bersama siapa?"
'deg'
Nitta tersentak, namun ia akan bersikap seolah-olah itu hanyalah kenormalan biasa dan tidak ada yang salah di bagian manapun, "Aku? tentu saja aku bersama Sheryl"
Mendengar sebuah nama yang sudah lama tidak ia dengar, nama yang dapat menghangatkan hatinya itu, ia tak dapat menahan senyumnya yang kini tercetak manis dibibir pemuda itu.
Nitta terpaku pada senyuman itu, sudah lama ia tidak melihat senyuman Bryan, senyum yang berbeda dari senyuman lelaki itu yang lain.
"Sudah lama aku tidak melihatmu tersenyum seperti itu," ujar Nitta menarik sudut bibirnya.
Bryan menatap keluar jendela, menerawang pada semua yang terjadi dan penuh arti, "Dan sudah lama aku tidak mendengar nama itu"
'Swuussh'
Semilir angin yang datang sangat menyejukkan dan menentramkan mereka. Namun ditengah angin itu Bryan dapat melihat sebuah bayangan, bayangan yang selama ini menghantuinya.
'huft'
Angin kecemburuan yang datang membawa firasat buruk. Bryan menutup hidung dan mulutnya ketika terasa bau busuk yang menyengat, detak jantungnya tidak dapat dikendalikan, keringat dingin pun kini bercucuran.
"Hei kau kenapa?" tanya Nitta khawatir saat melihat wajah Bryan yang tiba-tiba menjadi pucat pasi.
Bryan menahan perutnya yang terasa mual, karena bau yang sangat busuk ini. Ia sangat tidak tahan, "Emm"
Bayangan yang sedari tadi mengintainya, bayangan hitam itu. Bryan dapat melihatnya. Dalam sekejap ia tau bayangan itu menghampirinya, detak jantungnya semakin tidak beraturan.
"Hai sayang"
Dan...
Sekejap semuanya berlalu, bayangan itu hilang. Bryan kini hanya bisa menatap kosong, wajahnya pucat sangat pucat. Nitta yang melihat itu semakin panik, "Hei ada apa? tolong jelaskan!"
Masih dengan tatapan kosongnya Bryan hanya menjawab dengan nada dingin dan datar, "Tidak apa-apa"
Nitta ketakutan melihat Bryan yang tiba-tiba berubah, tubuhnya gemetar, semakin lekat melihat Bryan semakin ia merasa aneh dengan tingkahnya itu.
"Tolong tunggu disini" Nitta berkata pelan, ia berfikir untuk memberitahukannya kepada Sheryl. Ia pun bergegas berlari meninggalkan Bryan yang masih menatap kosong.
...***************...
Sheryl dan Dicky masih berjalan menyusuri lorong disana. Tanpa curiga dengan sesuatu yang entah akan terjadi atau tidak.
"Oh ya nanti malam aku dan Bryan ingin menyelidiki sesuatu, apa kau mau ikut?" tawar Dicky ramah, sebenarnya sesuatu yang akan ia lakukan akan sedikit berbahaya.
"Sesuatu?" tanya Sheryl mengangkat satu alisnya, apa yang akan mereka lakukan di malam hari?
"Iya, kami akan menyusuri hutan dibelakang bangunan ini," jelas Dicky santai.
'deg'
Sheryl terdiam, hutan? bukankah di hutan tersebut ada...? Lalu bagaimana jika mereka tersesat? bagaimana jika mereka dihantui? bagaimana jika mereka tidak bisa pulang?
Pikiran-pikiran buruk dan negatif langsung menghinggapi hatinya, ia mengakui bahwa ia takut dengan hutan itu, mengingat rumor yang akhir-akhir ini beredar.
"K-kau yakin?" tanyanya sedikit bergetar. Dikcy menyadari Sheryl yang takut, ia menunjukan senyum simpulnya.
"Ya, meskipun kami tidak tau apa yang akan terjadi nanti," jawab Dicky sedikit aneh. Kalau seperti itu Sheryl menjadi semakin takut jika terjadi yang tidak-tidak kepada mereka berdua.
Sheryl bimbang, ia takut jika ikut menyusuri hutan penuh misteri itu. Tetapi ia juga penasaran dengan rumor yang beredar itu, yang jadi masalahnya adalah Bryan.
Sheryl asik bertengkar dengan pikirannya sendiri.
Sementara Dicky ia menatap lekat Sheryl, menunggu jawaban atas ajakannya tadi, namun melihat Sheryl yang ketakutan itu ia menjadi tidak tega, "Ee kalau kau tidak mau tidak apa-apa, lagipula kita tidak tau apa yang akan terjadi nanti"
"Aku ikut," jawabnya yakin. Ia memang ketakutan, namun ia juga tidak bisa membiarkan siapapun terluka terutama 'dia'.
Dicky melihat tekad Sheryl, entah apa yang bisa membuat Sheryl seyakin itu padahal baru saja Sheryl nampak ketakutan, "Baiklah"
Sementara itu terdengar suara orang berlari di lorong itu.
'Tap' 'tap' 'tap'
Sheryl mengernyitkan dahi. Ia melihat Nitta yang ketakutan dengan nafas yang tak beraturan menghampiri mereka berdua.
"Ada apa? kenapa kau terlihat ketakutan?" tanya Sheryl cepat. Nitta yang baru sampai itu mengatur nafasnya terlebih dahulu.
Dicky menekuk alisnya, ia melihat seseorang yang sangat tidak asing baginya. Memang benar ia belum tau kalau Sheryl kesini bersamanya, "Nitta?"
Nitta tidak menghiraukannya, dia hanya berfokus pada Sheryl dan hal yang akan ia ungkapkan, "Sheryl, Bryan tiba-tiba bertingkah aneh disana!"
Nitta yang panik itu menarik-narik lengan Sheryl yang membuatnya kesakitan, "Aw tunggu dulu, apa maksudmu bertingkah aneh?"
Sheryl menahan Nitta yang menarik-narik dirinya, ia menatap lekat Sheryl menenangkan. Ia menjadi ikut panik jika seperti ini. Ia bingung dengan tingkah Nitta yang sangat panik.
"Sudahlah tidak ada waktu, sekarang ayo kita ke Bryan!" Nitta berlari membawa Sheryl dengan menarik tangannya, mereka berdua berlari kencang.
Sementara Dicky kini kebingungan. Sebenarnya apa yang terjadi? ada apa dengan Bryan? dan Nitta? ia baru melihat gadis itu setelah sekian lama tidak bertemu sapa.
Dicky pun menyusul keduanya dengan pikiran yang masih berkecamuk.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!