NovelToon NovelToon

MR. ARROGANT'S BABY

Prolog

Brukk

"To-tolong, tolong aku ... aku mohon tolong aku!"

Tubuh gadis itu bergetar hebat. Keringat dingin mengalir di sekujur tubuhnya. Dia, kini berada dalam satu ruangan remang dengan suara musik yang cukup keras, hingga membuat telinganya tidak dapat mendengar dengan baik.

Beberapa orang laki-laki memandangi dengan tatapan yang sulit diartikan. Mereka semua tertawa dan terlihat sangat menantikan sesuatu yang akan membuat mereka senang. Gadis itu seperti masuk ke dalam sarang seringala kelaparan.

"Adikku sayang tenanglah sedikit. Sebentar lagi kau akan merasakan enak!" ucap gadis berambut keriting dan pirang. Dengan mak- up yang terlihat menor, baju yang dikenakannya terlihat kekurangan bahan.

Dia mencengkram kasar wajah gadis itu yang terlihat ketakutan. Air matanya sudah membasahi pipinya yang chubby.

"Ka-kakak? Kak Shasa ada disini juga, tolong aku kak! Aku tidak mengenal mereka!" pekiknya. Menggenggam erat tangannya penuh harap. Berharap dia mendapatkan pertolongan dari kakaknya.

"Menolongmu, tentu saja aku akan menolongmu. Tapi, sebelum itu kau harus membantu kakakmu ini. Oke?" ucapnya dengan seringai licik yang tak dimengerti oleh gadis itu.

"Membantu apa Kak? Asalkan bisa keluar dari tempat ini, aku akan membantumu!" ucapnya dengan air mata yang masih berlinang. Segenap harapan yang tersisa. Dia tak bisa menggantungkan keselamatannya kali ini kalau tidak memohon kepada kakaknya.

"Kau memang gadis yang penurut dan baik hati, Maureen! Kakak tak salah memilihmu!" Maureen mengusap kepala adiknya dengan sangat lembut. Membantu adiknya tenang dari kondisi yang membuatnya seperti orang gila.

Beberapa saat Shasa tampak menenangkan hati adiknya. Dia memberikan minuman untuk adiknya. Maureen menolaknya, karena dia tidak tahu minuman apa yang kakaknya berikan.

Namun, ancaman dari kakaknya membuatnya terpaksa meminumnya. Kakaknya, mengancam akan menghentikan semua perawatan yang sedang dijalankan oleh ibunya. Mana tega seorang anak membiarkan ibunya tersakiti begitu saja didepan matanya.

"Anak pintar, kau memang anak yang berbakti. Tunggu disini sebentar. Aku keluar mencari camilan!" Seringainya licik memberikan kode pada beberapa laki-laki yang sudah tak sabar menunggunya. Mereka langsung bersemangat saat mendapatkan kode dari Shasa.

"Aku ikut saja kak. Aku tidak mau ditinggal sendiri. Disini sangat menakutkan!" Maureen memegangi lengan kakaknya dengan sangat erat. Dia tak ingin melepaskan. Apalagi dia melihat sorot mata-mata yang seperti akan menelannya hidup-hidup.

"Apa yang harus ditakutkan? Mereka semua teman-teman kakak, Maureen sayang. Tenang saja, mereka pasti akan memperlakukan dirimu dengan sangat baik."

Sasha kembali berkata sesuatu yang tak dimengerti olehnya. Kenapa kakaknya terus saja ngotot meninggalkan dia bersama laki-laki yang tak dikenalnya. Dia pun berpikir, pasti ada sesuatu yang tak beres.

"Pokoknya aku ikut Kakak, Aku tidak mau ditinggalkan sendiri disini!" cetusnya. Tetap menggengam erat lengan kakaknya.

Sasha sedikit geram, dia merasa adiknya sudah dapat membaca rencananya. Jadi, dia putuskan, "Kakak, akan berbicara dengan mereka. Kau tidak usah khawatir. Jika mereka macam-macam denganmu. Mereka semua, kakak sendiri yang akan menghajarnya!" Sasha berkelit, memberikan keyakinan pada Maureen agar dia bisa pergi darinya.

"Be-benar, Kak? Janji, Kakak jangan lama-lama!"

"Uhm!" Sasha tersenyum penuh kemenangan. Perlahan melepaskan pegangan adiknya tadi. Kemudian dia berjalan menghampiri mereka dan berkata,

"Dia masih ekslusif dan tersegel. Aku jamin kalian akan puas malam ini. Transfer sekarang juga!" ucapnya. Namun, matanya melirik Maureen dengan senyuman yang berbinar yang memperhatikannya dari di sudut sofa...

***

Karya terbaru sudah datang, silahkan membaca.

Salam hangat dariku selalu 😘☺

JEBAKAN KAKAK TIRI

Kemana kakak-ku pergi? Kenapa dia lama sekali.  Apa yang sebenarnya sedang terjadi kenapa dia meninggalkanku disini? batin Maureen melihat sekitar ruangan yang sudah dipenuhi dengan kepulan asap rokok dan beberapa orang laki-laki yang bahkan Maureen tak mengenalinya.

Maureen mencoba merogoh tasnya mencari ponsel dan mencoba menghubungi Shasa. Namun,  beberapa kali dia mencoba menelpon tak sama sekalipun dia mengangkatnya. Nomor telpon Shasa mendadak tidak tidak aktif.

“Maureen?” seorang laki-laki bertubuh gendut dengan penampilan sok pede menghampirinya dan menyerobot duduk di sebelahnya. Dia, terlihat tak sabaran. Sejak kepergian Shasa dia terus saja mengicarnya seperti

kucing garong ketemu tulang ikan. Siap menerkamnya kapan saja.

“I-i-ya, kau siapa?” Maureen bergeser duduk memberikan jarak, dia jenggak dengan lelaki tadi yang langsung menaruh tangannya pada pinggangnya.

“Aku, Roland. Apa Shasa tidak berbicara padamu tadi kalau kita malam ini ada kencan!” ucapnya tanpa basa basi meraih dan menciumi rambut Maureen, menatapnya penuh nafsu.

Kencan? Kakak tak membahas apapun tadi soal kencan ini. Dia hanya bilang akan keluar sebentar membeli camilan.

“Ma-af mungkin kau salah mengenali orang dan aku bukan Maureen yang kau maksud!” tegas Maurenn berusaha mengguatkan hatinya yang tak bisa dia jabarkan. Rasanya seperti gado-gado, bercampur aduk.

"Kau, Maureen Aditama kan? Dan, Shasa Aditama tadi kakakmu kan? Dia sudah bilang padaku, kalau kau bersedia kencan denganku malam ini," ucapnya. Bagaimana bisa kakaknya menjebak dirinya untuk melakukan kencan buta seperti ini. Dia bahkan tak meminta persetujuan darinya untuk melakukan ini semua.

Dddrrzzttt dddrrzztt

Maureen melirik ponselnya, akhirnya orang yang dia tungggu menelponnya,  “Ha-hallo, kak Shasa, kau ada dimana? Kenapa belum juga datang aku sudah menunggumu sejak tadi,” Maureen berbicara setengah berteriak karena suaranya hampir tidak terdengar olehnya sendiri. Suara musik dalam ruangan bergema dengan sangat keras.

Orang bernama Roland terus menatap Maureen dengan intens, menatapnya dari ujung rambut hingga kaki. Memperhatikan setiap detail lekuk tubuh  Shasa. Walaupun penampilannya biasa saja, bagi laki-laki hidung belang sepertinya tidak mempermasalahkan. Apalagi, dia sudah dijanjikan oleh Shasa bahwa Maureen masih tersegel dengan sangat rapih.

“Maureen, maaf kakak tidak bisa datang kesana. Kakak ada urusan mendadak dan disana sudah ada Roland kan? Dia akan menggantikan kakak untuk menemanimu!” ucapnya terdengar sangat enteng. Dia bahkan tega

meninggalkan adiknya bersama kumpulan para lelaki yang tak dikenalnya.

“Roland? Siapa dia kak? Aku bahkan tidak mengenalnya? Bisakah kau datang sekarang, aku tidak kenal siapapun disini kak,” Maureen setengah merengek agar dituruti oleh kakaknya.

“Ayolah, Maureen  bantu kakak dan keluarga kita kali ini. Temani,  Roland ya. Jadilah anak yang baik dan berbakti, kau kan masih sangat menginginkan biaya perawatan untuk ibumu? Kau harus bisa menemani dan membuatnya puas malam ini!” perkataan yang membuat tubuhnya bergetar. Bagaimana bisa kakaknya menyuruh adiknya untuk menemani seorang laki-laki, ah ... tidak bukan seorang melainkan ada empat orang disana. Sepertinya untuk kakaknya itu hal yang biasa dan lumrah.

“Menemani? Maksudnya apa kak? Aku tidak mengeri. Aku mohon kak, kembalilah kesini. Aku benar-benar takut sendirian disini!” sambil berbicara Maureen terus melirik kearah Roland. Dia sudah terlihat tak sabar dan

bangkit dari duduknya. Menghampirinya.

“Bagaimana?” ucapnya. Belum selesai dia berbicara dengan kakaknya. Tangan Roland langsung melingkar di pinggangnya dengan bebas. Maureen terus bergerak dan menghempaskan tangannya. Shasa sudah memutuskan telponnya.

“A-aku, tidak bisa!” tegasnya. Dia menolak laki-laki gendut menyebalkan itu yang akan menariknya kembali duduk bersama dengan para lelaki lainnya.

“Ayolah, jangan pura-pura sok polos. Masa yang seperti ini saja kau tidak mengerti! Aku dan yang lain sudah bayar mahal dirimu! Jadi, jangan buat kami kecewa malam ini!” dia terus memaksanya untuk ikut. Menarik paksa hingga tubuh gadis itu terhuyung jatuh kebeberapa pangkuan laki-laki yang tak dikenalnya. Mereka tertawa dengan sangat puas. Mempermaikan Maureen seperti boneka yang baru di belinya. Menyentuh rambut, mencubit pipinya yang cubby dan sesekali menggerayangi tubuhnya dengan bebas.

“Arrgghh!!” pekiknya. Dia terus berusaha melepaskan diri dari sergapan orang yang menantikannya terus berteriak. Sekali dia berteriak membuat mereka yang sudah panas terbakar oleh minuman yang mereka tenggak makin bergelora. Mereka siap menyantap Maureen seperti ayam tanpa tulang. Mereka tinggal ******* Maureen pelan-pelan dan secara bergantian.

“Roland, siapa dulu nih? Aku sudah tak kuat lagi menahannya!” salah satu dari mereka berkata dengan sangat menjijikan. Terdengar di telinga Maureen sungguh memekakan. Dia bahkan tak mengira hal buruk seperti

ini akan terjadi pada dirinya.

Maureen menggeleng kuat dan memberikan pertahanan kuat di tubuhnya. Dia mencoba melindungi tubuhnya dengan sekuat tenaga. Kesal dengan semua perlakuan mereka, saat itu pun dia sudah merasa terjepit, Maureen melawannya dengan sekuat tenaga. Dia menedang kuat-kuat orang yang sudah berada di atas tubuhnya, hingga membuatnya terhempas di lantai.

"Argghhh! Sial sekali, kucing ini benar-benar liar dan sulit diatasi!" pekik orang tadi meradang. Dia mengepalkan kedua tangannya dengan erat. Dan satu tamparan keras membuat tubuh Maureen terhuyung. Sedangkan yang lainnya hanya menjadi penonton dan tertawa. Karena ketika mereka memutuskan siapa yang lebih dahulu menjamah gadis itu, mereka tidak akan ikut campur.

"Hahaha, salahmu sendiri. Yang pertama pasti akan sulit diatasi. Apalagi gadis itu masih tersegel rapih!" cetus salah seorang yang tampak menikmati pertunjukan live show temannya itu.

"Cih, benar-benar menyebalkan. Kau tidak tahu aku siapa, hah?" laki-laki itu sudah terlihat emosi hingga dia kehilangan kontrol dan mencekik leher Maureen.

Maureen masih merasakan pipinya yang panas akibat tamparan tadi, kini lehernya sudah dicekik dengan sangat keras. Dia sudah benar-benar kehabisan nafas, tangannya tak sengaja menyentuh satu botol. Dengan sekuat tenaga dia meraihnya dan memukul kepala lelaki tadi saat dia sedikit lengah.

"ARRGGHH!!" teriaknya. Darah segar langsung mengalir dari kepalanya. Dia memegangi kepalanya, disaat lengah, kembali Maureen mendorong tubuhnya. Orang tadi tergeletak dilantai.

Maureen membulatkan matanya, bahkan cipratan darah tadi sempat terpercik ke wajahnya. Yang tertawa  menyaksikan pertunjukan berubah menjadi gerhana. Meraka semua bangkit dan mengecek kondisi temannya yang sudah tak sadarkan diri.

Maureen meraih tasnya. Di saat mereka benar-benar lengah, dia harus bisa menguasi dirinya sendiri dahulu. Dia tak ingin menjadi santapan orang-orang tak bermoral itu. Dia berdiri dan segera berlari dari ruangan yang tertutup dengan rapat.

"Sebaiknya kita kembali, Tuan Max, Anda sudah cukup mabuk malam ini," ucap seorang yang sedang memapah orang yang bertubuh besar. Dia cukup kewalahan memapah tubuh besar tuannya. Beberapa orang pengawal mengikuti mereka dari belakang.

Bruukk

Satu tubrukan keras membuat tubuh keduanya terjatuh. Maureen tanpa sengaja menabrak orang tadi, karena dia sedang berlari menghindari kejaran dari orang-orang di ruangan gelap tadi.

"Ma-maafkan aku. Aku sungguh tidak sengaja, Tuan!" ucap Maureen terbata. Dia kini sudah berada di atas tubuh laki-laki tadi. Dan  kepalanya masih celingak celinguk menengok ke beakang, tanpa dia sadari orang dihadapannya udah menaikan rahangnya dengan sangat keras. Dia ingin sekali marah. Namun, melihat wajah gadis itu yang berantakan dengan tubuhnya yang bergetar. Dia tahu gadis itu memang tak sengaja.

"Kau! Berani sekali kau!" hardik seseorang di samping tubuh tuannya. Dia berteriak sangat keras dan akan menarik tubuh Maureen dari tuannya.

"Aw, aw, sa-sakit!" Maureen memekik ketika rambutnya tersangkut di salah satu kancing jas tuannya.

"Ma-maafkan saya, Tuan. Saya akan membereskan wanita ini!" ucapnya. Dia sangat tahu tuannya tak suka sembarangan disentuh oleh siapa pun, tanpa izin darinya, jika ada yang salah menyentuh hukumannya tidak main-main. Mati ditembak olehnya.

Namun, tangan tuannya malah melingkar di pinggang Maureen dan menariknya lebih dalam ke pelukannya. Mungkin karena tuannya sedang mabuk. Saat orang tadi berniat melepaskannya.

"Jangan sentuh! Ayo, kita pulang, Martin!" ucapnya. Membuat Maureen kalang kabut. Namun, sedetik kemudian dia melihat orang-orang yang sedang mengejarnya, dia pun tak punya pilihan selain pura-pura mengenal pria itu dan membenamkan lenih dalam wajahnya di dada orang tadi.

"Ta-pi, Tuan, Anda?" Martin menatap tuannya yang tak mau melepaskan pelukannya.

"Ayo, kita kembali!" perintahnya lagi. Dia pun tak berani menentang perintah tuannya.

Mati aku, Tuan terlalu banyak minum malam ini. Besok pagi saat dia bangun, pasti membunuhku dan wanita itu.

RAJA SERIGALA (rev)

Terlihat dihadapan semua orang Max seperti mabuk. Namun, sebenarnya dia memang sengaja menunjukkan perannya agar bisa menghindari perjamuan yang menurutnya membosankan. Dia tak ingin berlama-lama disana. Baginya membuat muak.

Maureen mencoba melepaskan pelukannya dari pria yang tak dikenalnya. Dia, baru saja terlepas dari jebakan serigala-serigala kelaparan, kini malah terjebak dengan raja serigala.

"Tu-Tuan, maaf. Bisakah kau melepaskannya." Maureen mencoba memberanikan diri saat dia sudah melintasi dipintu keluar pub. Tangannya masih terus berusaha melepaskan pegangan erat di pinggangnya. Dia merasakan tubuhnya sudah tidak nyaman.

"Martin!" Ketika mendengar suara Tuannya penuh penekanan. Dia, menyadari Tuannya pura-pura mabuk.

"Ada perintah, Tuan?" dia yang langsung mengerti setelah Tuannya memberi kode pada orang-orang dibelakang mereka. Mereka sepertinya sedang mencari seseorang.

Brukk! Tubuh Maureen dilemparkan kasar kedalam mobil. Saat dia mencoba akan keluar dari mobil itu menggunakan pintu satunya. Klek! Pintu dikunci otomatis oleh pria tadi.

"Ma-maafkan aku, Tuan. Aku mohon izinkan aku kelu-ar!" Maureen berbicara sambil memegangi kepalanya. Penglihatannya mulai terasa kabur dan dia tiba-tiba pingsan dalam pelukan laki-laki tadi.

Wanita benar-benar merepotkan. dengus Max kesal.

Brukk! Tubuh Maureen kembali dilemparkan begitu saja. Dia, seperti jijik saat kulitnya bersentuhan secara sadar.

Dia tak ingin disentuh oleh wanita itu. Namun, saat melihat wajahnya entah mengapa perasaannya menjadi tak menentu. Ada getaran yang tak dapat diartikan olehnya.

Pintu kemudi ditutup, membuyarkan lamunan, "Tidak ada yang mencurigakan Tuan. Dia, memang tak sengaja menabrak anda tadi. Sepertinya ada orang yang menjebaknya. Di ruangan itu ada seseorang yang terluka akibat botol minuman. Tidak ada kematian. Dan, sepertinya orang yang terluka dari keluarga Prakoso, putra pertama mereka, Bima Prakoso!" Martin menjelaskan secara detail laporannya.

Martin melirik Tuannya setelah memberikan laporan karena Tuannya tak berkomentar sedikitpun, "Saya akan membereskan wanita itu, Tuan!" Martin berniat akan membuka pintu.

"Ehem, kita langsung kembali saja. Periksa dengan detail kembali laporanmu dan cari tahu siapa wanita ini untukku," ucap Max tiba-tiba sambil melipat kedua tangannya, berkata acuh tak acuh. 

Martin merasa ada yang salah dengan pendengarannya, "Kita kembali, Tuan? Lalu, dia?" Martin melirikkan matanya pada Maureen yang masih tak sadarkan diri.

"Apa telingamu sudah mulai bermasalah Martin? Kau tidak mendengar perintahku!" dia menaikkan rahangnya dengan kasar saat menatap wajah bawahannya.

"Ba-baik, Tuan!" dia memutarkan stirnya.

"Aku ingin laporan lengkap tentangnya malam ini, Martin!" Max berkata dengan penuh penekanan.

"Baik Tuan!" ucap Martin tanpa berani menoleh ke belakang lagi.

"Argh, panas sekali!" Maureen tiba-tiba berkata dengan matanya yang masih tertutup. Tubuhnya sudah bergerak kesana kemari. Dia, menendang-nendang sepatu yang dipakainya hingga terlepas. Lalu tangannya mulai menyusup ke bawah gaunnya.

Max mendelikkan matanya saat melihat aksi gila Maureen, "Nah, akhirnya lepas juga!" dengan setengah kesadarannya Maureen membuka matanya sambil terkekeh seperti orang gila. Dia mengibas-ngibaskan kain miliknya dan melemparkannya sembarangan.

Pluk! Kain itu tepat mendarat diwajahnya Max. Membuatnya memicing tajam pada wanita itu. Martin yang penasaran oleh suara teriakan tak karuan dari Maureen akan menoleh, "Berani kau menoleh, aku tembak kepalamu!" ancaman Tuannya membuat nyali Martin menciut. Dia kembali fokus menjalankan mobilnya pada tujuan.

Walaupun Max sangat ingin marah terhadap wanita itu, entah kenapa saat melihat wajahnya, dia seakan terhipnotis. Biasanya untuk berdekatan dengan seseorang wanita pun Max memiliki kriteria sangat ketat. Dan Maureen bukan salah satu kriteria wanita itu.

Maureen semakin menggila. Saat matanya melihat Max, dia langsung melompat ke pangkuannya.

"Hei, wanita jaga sikapmu. Kalau kau terus bergerak seperti itu, aku tak berani menjamin bisa menahannya lagi!" jelas walau dia seorang laki-laki dingin dan keras, ketika mendapatkan serangan mendadak seperti itu, dia pun tak akan bisa menahannya.

"Aw, sa-sakit sekali, Nick!" ucap Maureen saat merasakan kedua lengannya di cengkram dengan kuat.

Hah, wanita gila. Bisa-bisanya dia menyebutkan nama pria lain ketika dia berada di atas tubuhku. Sudah bosan hidup rupanya dia.

Brukk! Max mendorong kasar tubuh Maureen hingga tubuhnya terhempas di kursi penumpang.

"Martin! Keluar dan menjauhlah!" teriak Max.

Martin paham, menghentikan mobilnya dan memberikan pengarahan untuk para mobil lain yang mengikuti mobilnya. Para pengawalnya berjaga-jaga sedikit menjauh dari mobil tuannya.

"Kak Ni-Nick, sa-sakit!" pekik Maureen saat merasakan tangan seseorang mencengkram wajahnya dengan sangat kasar. Dia menekan kesadaran Maureen.

"Buka matamu dan lihat jelas siapa diriku!" deliknya penuh kemurkaan. Suara laki-laki tadi membuat kesadarannya sedikit pulih.

"Ka-kau? Siapa kau? Pe-pergi sana!" Maureen berusaha keras menguasai tubuhnya yang sudah sangat kacau.

"Sudah terlambat. Berani kau membangunkannya, kau harus bertanggung jawab dan rasakan sendiri akibatnya!" tangan Max tanpa ragu menyingkap gaunnya. Lalu meluncur mulus disana.

Maureen menjadi gelisah diantara di harus menolak atau meneruskan. Namun, tubuhnya dan perasaan panas yang mengalir sejak tadi tubuhnya membuatnya hilang kewarasan. Tubuhnya tak mau menolak.

Keedua tangan tangannya malah meremas ujung kursi dengan sangat kuat.

"Ehemm, kau sudah cukup basah rupanya!" tanpa ragu Max membuka sarangnya dan menghujam masuk secara kasar disana. Membuat mata Maureen mendelik, dia merasakan sakit yang luar biasa ketika tubuhnya dihujani benda tumpulnya.

"Sa-sakit!" teriaknya. Air matanya pun tanpa sadar mengalir. Dia sepenuhnya sadar saat benda itu mulai bergerak ditubuhnya dan mengeluarkan cairan amis. Dia sudah kehilangan mahkota yang selalu dijaganya.

"Kau masih perawan?" Max berkata. Dia menyadari sesuatu yang berbeda saat benda besar miliknya masuk dan merobeknya dengan paksa. Maureen hanya mengangguk perlahan dengan deraian air matanya.

Ada sedikit rasa bersalah dalam hati Max. Dia tak menyangka Maureen masih tersegel dengan sangat rapi.

"Tenanglah, aku pasti akan membayarmu double untuk malam ini. Jadi, servicelah aku sampai puas. Oke!" ucapnya. Dia sepertinya tak perduli dengan tangisan Maureen yang mengibanya untuk berhenti.

***

Mohon dukungannya untuk meninggalkan like, komen, favorit dan rate 5-nya untuk novel terbaruku ya, terima kasih🙏

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!