🎀🎀🎀
Cinta adalah sebuah kata yang tidak lagi bisa dipercaya keberadaanya bagi seorang Marvel Raditya Dika. Kehilangan sosok ayah adalah hal terberat dalam hidupnya.
Ibu? Bahkan dirinya sangat membenci ketika dirinya harus melihat wajah wanita yang seharusnya bisa membuat ketenangan di hidupnya, malah menjadi wanita yang menciptakan luka di setiap napasnya. Wanita yang mempunyai surga di telapak kakinya, malah memberikan neraka yang begitu menyesakkan dadanya.
Papanya meninggal karna melihat ibunya mendua. Hingga Radit menjadikan wanita hanya mainannya, cinta? Kata sakral itu tidak ada bagingnya.
Akankah cinta datang padanya? Siapa gadis yang mampu meluluhkan hati seorang Marvel Raditia Dika?
🎀🎀🎀🎀🎀🎀
Rumah megah di pinggiran kota, dengan arsitektur mempesona, indah dan begitu memukau. Namun, sayang sekali keadaan yang ada di dalam rumah itu tak seperti apa yang tampak dari kacamata orang yang melihatnya.
Saat ini, seorang laki-laki berusia 17 tahun tengah menatap nanar ke arah wanita yang tak lain adalah ibu kandungnya sendiri. Wanita yang menyebabkan papanya menghembuskan napas terakhirnya, mengetahui wanita yang disebutnya dengan sebutan mama itu tengah mempunyai anak dari lelaki lain adalah awal dari kehancuran hatinya juga kehancuran hidup Radit.
Mira, wanita itu hanya mampu berdiam. Entah, air mata macam apa yang keluar dari mata indahnya. Sedih karna duka di tinggal suaminya, atau perlakuan anak kandungnya?
"Hentikan air mata palsumu, Nyonya!" Bentak Radit dengan aura dingin yang mampu menusuk ulu hati setiap orang yang mendengarnya. Suara Radit menggema, mengakibatkan Micel, gadis 7 tahun yang masih tak tau apapun itu tampak memeluk tubuh Mira karena takut.
Pandangan mata Radit beralih ke arah gadis kecil berusia 7 tahun di samping mamanya. Gadis kecil yang diakui Mira sebagai buah cintanya dengan selingkuhannya. Hati lelaki dewasa itu terasa sesak, bahkan saat ini dia begitu membenci manusia yang tengah menghapus air mata yang berdiri di depannya.
"Marvel, mama...."
"Hentikan omong kosongmu!" bentak lelaki dewasa yang bernama Marvel Raditia Dika itu lagi.
Gadis kecil 7 tahun yang berdiri di samping Mira tampak meneteskan air mata. Mira mengusap pundak gadis kecil itu, kemudian melambaikan tangannya ke arah salah satu pelayan yang tampak berjejer di ruang makan.
"Micel, Micel ke kamar dulu ya, mama masih mau berbicara dengan Kak Marvel," ucap Mira sambil mengusap pelan pundak putri kecilnya. Micel menganggukkan kepalanya.
"Bi, bawa Nona Micel ke kamar!" titah Mira, kemudian diangguki Bi Arum salah satu pelayan di rumah itu.
Perlahan gadis kecil dan seorang asisten melangkah pergi. Sementara Mira menatap ke arah Radit yang tengah menatap tajam ke arahnya.
Lelaki dewasa yang sebenarnya sangat menyayangi ibunya itu cukup terluka dengan kenyataan pahit yang menimpa keluargannya. Sesak menyeruak di dadanya, mencabik ulu hatinya dan menorehkan luka yang mengiris perasaanya.
"Marvel, maafkan mama." Wanita yang tengah memeteskan air mata itu meraih Radit dalam dekap hangatnya. Radit terdiam, merasakan dekapan hangat seorang ibu yang dia pikir begitu baik nyatanya menghancurkan hatinya.
Tangan Radit terkepal kuat, dia mendorong tubuh Mira hingga wanita itu terduduk di sofa. Mira yang tampak tak terima dengan perlakuan Radit, dia berdiri dan menatap tajam ke arah putranya.
Mira melayangkan satu tamparan keras yang membuat pipi Radit terasa panas. Lelaki dewasa itu sontak memegang pipinya, dengan gerakan cepat lelaki itu mengambil tas yang berada di pojok ruangan dan melenggang pergi.
"Marvel, mau kemana kamu?" bentak Mira sambil mengikuti langkah putranya keluar.
"Marvel, berhenti atau jangan harap bisa kembali lagi ke rumah ini!" bentak Mira dengan lantang.
Radit, lelaki itu sontak berhenti. Dia memutar langkahnya dan menatap wajah Mira yang kini tepat berada di depannya. Keduanya saling beradu tatapan tajam. Keduanya juga tak ada yang mau mengalah.
"Aku lebih baik keluar dari sini, dari pada harus hidup dengan wanita kotor sepertimu!" bentak Radit. Benteng pertahanan Mira seakan runtuh, dia tak sanggup lagi untuk menahan kepergian putranya.
"Jangan membawa apapun jika kau berniat untuk pergi," ucap Mira dengan tegas. Berharap putranya mengurungkan niatnya untuk pergi.
Namun, Mira salah. Bukan mengurungkan niatnya, justru Radit melempar tas ranselnya dan kembali memutar langkahnya meninggalkan mansion mewah itu.
Mira mengepalkan tangannya kenapa sekarang Marvel putranya sulit untuk dia jangkau hatinya? Bahkan dia pergi dengan emosi yang menggebu.
Radit dengan terburu berlari kecil ke arah pintu keluar. Namun, langkahnya terhenti ketika melihat seorang lanjut usia menghalangi langkahnya dan berdiri tepat di depan pintu.
"Kakek," lirihnya.
"Apa setelah menantu kesayangan kakek pergi untuk selamanya, kau juga akan meninggalkan kakek?" tanya lelaki tua itu.
Radit memejamkan matanya, dia tau betul bagaimana perasaan orang di depannya, sama hancur seperti dirinya.
"Aku akan pulang setiap kakek merindukanku," ucapnya.
Radit mengedarkan pandangannya, dilihatnya beberapa pekarangan bunga ucapan bela sungkawa berjejer dengan rapi di bawah sana.
Pekarangan bunga yang baru tadi pagi di kirimkan rekan bisnis keluarganya untuk menghantar kepergian papanya yang membuat hatinya semakin tercabik tak karuan.
"Tidak bisakah kau menekan egomu?" tanya kakeknya lagi. Radit mengusap pelan pundak kakeknya dan memeluk sejenak tubuh renta itu.
"Jangan mengkhawatirkan aku, aku bisa hidup dengan caraku, aku tidak bisa hidup bersama wanita kotor sepertinya," ucap Radit kemudian melenggang pergi.
Kakek Rey mengambil benda pipih di sakunya, menghubungi seseorang di sebrang sana.
"Kau, ikuti Tuan Muda Marvel. Beri apa yang dia butuhkan," ucapnya kemudian mematikan sambungan telponnya.
🎀🎀🎀🎀🎀🎀
Hai, apa kabar kalian? Baik dan sehat semua kan? Jumpa lagi dengan Author Ramah yang membawa karya receh untuk kalian. Asekk.
Ayo dukung aku, jangan lupa tekan like, komen, hadiah. Jangan lupa juga vavoritkan ya cinta...
🤗🤗🤗🤗Love kalian..
🎀🎀🎀🎀🎀🎀
Beberapa tahun kemudian.
Seorang pria dewasa tengah menikmati malam indah dengan seorang wanita. Hentakan demi hentakan dia salurkan untuk mendapatkan kenikmatan yang tiada tara. Dengan uang yang dia miliki, sekaligus ketampanan yang mendominasi mampu menggait wanita manapun yang dia suka untuk menghangatkan malamnya.
Diatas ranjang king size, lelaki dan perempuan itu beradu dalam peperangan sengit. Sebuah kenikmatan seakan terbang melayang keangkasa mereka dapatkan dari pergulatan panas itu.
Deraian peluh membasahi tubuh keduanya, meningkatkan gairah yang tiada usai, semakin panas dan semakin menantang, semakin menegang, semakin basah dan mereka mencapai puncak kepuasan untuk kesekian kalinya.
Lenguhan lawan mainya membuat lelaki itu semakin menghentak keras dan semakin membuat wanita itu memekik pelan, merasakan kenikmatan senjata ampuh pemilik tubuh tegab yang menggagahi dirinya itu menyemburkan lahar panas.
Halusinasinya melayang jauh, memikirkan satu wajah yang sulit untuk dilupakanya. Rara, Sheyna Amara. Imajinasi hebat yang mampu membangkitkan gairahnya. Wanita yang bertemu dengannya beberapa tahun lalu dan mengusik pikirannya. Namun, entah dimana keberadaanya.
Jatuh cinta? Apa hatinya telah jatuh cinta pada wanita yang hanya bertemu dengannya sekilas itu? Entahlah.
"Terimakasih honey," ucapnya sambil tersenyum tipis.
Lelaki yang berhasil melakukan pelepasan itu kini mengakhiri kegiatannya. Dia membersihkan tubuhnya dan mengenakan bajunya. Diliriknya wanita bayaran yang terkulai lemah tak berdaya yang tengah memejamkan matanya, wanita itu tampak kelelahan menghadapi keperkasaan seorang Marvel Raditia Dika.
Radit meletakan cek diatas meja kemudian melenggang pergi meninggalkan hotel mewah saksi bisu kehangatan malamnya kali ini.
Mengingat kekecewaan pada ibunya membuat dirinya menjadi seperti sekarang ini. Menjadikan wanita sebagai budak nafsunya.
Deringan ponsel terdengar di telinganya, tangannya meraih benda pipih berteknologi canggih di dalam saku celananya. Netranya menatap ke arah layar ponsel yang memperlihatkan nama Kak Micho di sana.
Ya, sepuluh tahun terakhir dia hidup bersama dengan seorang paruh baya, wanita yang bekerja sebagai asisten rumah tangga yang menganggapnya sebagai anak sendiri. Radit juga tak membeberkan identitasnya.
Beruntung, wanita itu mempunyai bos yang baik yang kemudian menganggap mereka adalah keluarganya sendiri. Membiayai segala kebutuhan Radit kuliah hingga dia bekerja pada perusahaan milik bos ibu angkatnya itu.
Sebenarnya uang dari kakek terus mengalir, bahkan dia juga memegang kendali salah satu perusahaan milik keluarganya. Namun, ia tidak mau penyamarannya berakhir. Hidup sederhana bersama dengan ibu dan keluarga angkatnya mempunyai kebahagiaan tersendiri baginya.
Micho? Dia adalah anak dari bos ibunya yang tumbuh beringan dengannya sepuluh tahun ini. Usia mereka terpaut tiga tahun, Micho menganggap Radit seorang adik baginya.
Radit menggeser tombol hijau dan menempelkan benda pipih berteknologi canggih itu di telinganya.
"Halo kak, ada apa?" tanya Radit santai.
"Radit, kau dimana? Kau lupa aku menyuruhmu mengatarkan jas padaku?" tanya suara di sebrang tampak emosi. Radit menepuk jidatnya, bahkan dia lupa mengantarkan jas itu, jas itu masih berada di dalam mobilnya.
"Sory Kak, aku lupa," sahutnya prustasi.
"Tak ada maaf bagimu, antarkan jas itu sekarang juga! Aku tau apa yang kau lakukan di sana. Jangan harap aku mentolelir kesalahanmu karna mengabaikan perintahku dan malah mementingkan wanita tak berguna itu," sentak suara di sebrang sana kemudian memutus panggilan telepon.
"Shittt," Radit mengumpat kesal. Bagaimana bisa dia lupa? Bukankah Kakaknya berulang kali mengingatkannya untuk mengantarkan jas? Dengan langkah seribu Radit bergegas meninggalkan loby hotel dan berlari ke arah mobil.
Dilihatnya jas yang terlipat rapi di atas jok mobil, segera dia menancap gas mobilnya menuju ke apartemen yang tak jauh dari tempatnya berada.
Tak lama dari itu, sampailah dia di apartemen mewah tempat Micho tinggal. Buru-buru Radit mengambil jas milik kakaknya, namun dia menghentikan langkahnya ketika tiba-tiba saja perutnya merasa mulas.
"****, kenapa menghambat perjalananku?" rutuknya.
Apartemen Micho yang berada di lantai 50 memakan waktu yang cukup lama, dia tidak sanggup menahan gejolak perutnya sampai di sana. Seketika Radit melangkahkan kakinya menuju ke arah restauran di depannya dan mencari toilet pria.
Beberapa saat kemudian, Radit keluar dari toilet dan menyusuri jalan. Mungkin kesialan tengah berpihak padanya, sampai jas Micho yang dia bawa nyangkut di salah satu pintu toilet wanita yang kebetulan dia lewati.
Radit mengumpat kasar, bagaimana bisa ini terjadi? Ingin menarik jas itu, akan tetapi jas itu bisa saja robek dan akan membuat Micho semakin marah. Pada akhirnya dengan hati-hati Radit mencoba bersabar dan mengotak-atik dengan pelan.
Langkah seorang wanita cantik terhenti ketika dirinya keluar dari toilet, wanita cantik berhijab itu tampak mengamati lelaki yang berdiri di depan pintu toilet wanita. Lelaki itu tampak berjongkok dan membelakanginya.
Wanita cantik itu tidak bisa berfikir jernih, pikiranya melanglang buana memikirkan hal yang tidak-tidak. Wanita cantik itu tampak sepontan memukul punggung lelaki itu dengan brutal.
"Hei, kau mengintip ya?"
Radit menoleh dan menepis tangan brutal orang yang menyerangnya. Beberapa saat kemudian, seorang wanita keluar dari dalam toilet. Pandangan mata orang yang baru saja keluar dari toilet itu mengamati dua orang yang tengah berantem di depan pintu yang membuat langkahnya terhambat.
"Ada apa mbak, mas?" tanya wanita itu.
🎀🎀🎀🎀🎀
Yuk olah raga jempolnya... like, komen, hadiah yok. Jangan lupa juga vavoritkan ya dear,😍😍😍
Lelaki itu menoleh dan menepis tangan brutal yang menyerangnya. Beberapa saat kemudian, seorang wanita keluar dari dalam toilet. Pandangan mata orang yang baru saja keluar dari toilet itu mengamati dua orang yang tengah berantem di depan pintu yang membuat langkahnya terhambat.
"Ada apa Mbak, Mas?" tanya wanita itu.
Seketika Radit dan wanita cantik itu menghentikan aksinya, keduanya saling menatap. Dua bola mata saling bertemu, Radit tampak terpesona melihat wajah cantik yang kini berada di depannya.
"Ada apa Mbak, Mas?" ulang wanita itu lagi. Wanita cantik itu menoleh ke arah wanita di depan toilet.
"Ini, dia ingin... " sebelum wanita cantik itu menyelesaikan ucapanya, Radit membungkam mulut wanita cantik itu dengan tangannya.
"Maaf mbak kami mengganggu kenyamanan anda, kekasih saya kalau lagi ngambek memang begini. Maaf ya, kami permisi dulu," ucap laki-laki itu sambil tersenyum.
Wanita cantik itu tampak membulatkan matanya, menatap tajam ke arah Radit yang tersenyum smirk di depannya.
"Kekasih? Apa-apaan ini, Kekasih dari mana?" gerutu batin Nada Aira, wanita cantik yang kini tampak geram karna ulah Radit.
Dengan gerakan cepat Radit mengangkat tubuh Nada, Nada secara reflek mengalungkan tangannya di leher lelaki itu. Nada yang masih terkejut mendapati dirinya yang digendong ala bridal style dan entah mau dibawa kemana itu memberontak.
"Lepas! Lepaskan aku," ucap Nada. Radit memandang Nada dengan tatapan tajam.
"Lepas aku bilang!" bentak Nada lagi. Pandangan mata orang di sekitar tampak menatap aneh ke arah mereka, membuat Nada malu. Akan tetapi, tidak berlaku untuk lelaki aneh yang kini menggendongnya.
"Lepas aku bilang," sentak Nada.
Radit menurunkan Nada di area yang sedikit jauh dari toilet, sejenak mereka saling menatap. Pertemuan dua bola mata yang indah itu membuat keduanya saling berdiam.
"Kau mengintipkan?" ucap Nada mengintimidasi. Radit tampak tersenyum sinis.
"Kau pikir tak ada kerjaan selain mengintip? Bahkan tanpa mengintip, aku sudah hafal dengan ukuran wanita seperti mu itu," ucap lelaki itu sambil melirik dada Nada.
Nada semakin geram dengan orang di depannya. Netranya mengamati Radit, dilihatnya bekas lipstik menempel di kemejanya. Nada menghela napas panjang, sudah dipastikan lelaki yang ada di hadapannya adalah buaya darat, bahkan bisa jadi lebih dari apa yang ada di otaknya.
"Dasar, lelaki mesum," bentak Nada kemudian melangkahkan kakinya. Lelaki itu menarik tangan Nada, hingga Nada reflek mendekat.
Nada yang memang jauh lebih pendek mendongak keatas, mereka kembali saling menatap. Lagi-lagi pertemuan dua bola mata itu membuat sebuah rasa menyelinap. Nada menarik tangannya dari genggaman laki-laki itu.
"Ada apa?" tanya Nada sambil mendengus kesal.
"Kita belum selesai, kamu mau kemana?"
"Apanya yang belum selesai? katamu tidak mengintip, ya sudah kita selesai dan tidak ada urusan lagi, semua salah pahamkan?" ucapnya.
"Kau tau, gara-gara ulahmu jas kesayangan kakakku harus sobek. Kamu harus ganti rugi karena ini," ucapnya sambil menunjuk lubang yang berada di jas yang lelaki itu pegang.
"Mana ada, aku tidak melakukan apapun!" sanggah Nada sambil melirik lelaki itu.
"Ini karna ulahmu memukulku, membuat aku menarik jas yang nyangkut di pintu!" bentaknya, Nada mengernyitkan dahinya.
"Ya sudah tinggal beli lagi jas yang samakan beres," ucap Nada membela diri sambil mengeluarkan dompet dari tasnya.
"Kau pikir semudah itu?" ucap laki-laki itu. Nada mengurungkan niatnya mengambil dompet, dia memandang ke arah lelaki itu.
"Lalu aku harus apa?"
"Temani aku ke apartemen,"
Plak...
Nada memberikan tamparan keras pada Radit, Radit sontak memegang pipinya yang panas akibat ulah Nada.
"Jangan berpikir macam-macam, Tuan. Aku bukan wanita murahan yang mau diajak main gila seperti wanita lain yang mau menuruti napsumu itu," ucap Nada kemudian melenggang pergi.
Radit mengernyitkan dahinya, tangannya masih saja memegang pipinya yang terasa panas. Amarahnya memuncak, bahkan berfikir untuk mengajak wanita berhijab itu melakukan penyatuan seperti wanita mainannya tak terselip di benaknya, meskipun dia seorang pemain wanita.
"Dia pikir aku mengajaknya tidur? Dasar wanita mesum," umpatnya.
Tak lama dari itu, terdengar ponselnya kembali berdering. Radit mengangkat panggilan dari Micho.
"Bagaimana, Dit? Kau sudah dimana, kenapa tidak sampai-sampai?"
"Iya Kak, ini sudah di restauran dekat apartemen. Aku akan segera menuju ke apartemen sekarang," jawabnya.
Radit melangkah cepat membawa jas sobek itu menuju ke apartemen. Radit masuk ke dalam apartemen dengan akses card miliknya. Micho dan Damar yang tengah bercengkrama menoleh bersamaan.
"Malem, Kak." sapa Radit sambil tersenyum.
"Mana jas nya?" tanya Micho sambil mengulurkan tangannya, Radit mengulurkan tangannya memberikan jas itu dengan hati-hati.
"Ada apa? Kamu tidak melakukan kesalahan kan?" tanya Micho sambil mengamati jas kesayangan nya. Radit terdiam, sampai pada akhirnya Micho menyadari jika jas itu robek. Micho menghela napas kemudian melemparkan jas itu ke sofa dengan kasar.
Damar asisten Micho dan Radit saling berpandangan, Damar yang baru menyadari sesuatu melirik ke arah Micho yang menampakkan wajah kecewa.
"Maaf Kak," ucap Radit pelan.
"Kenapa bisa robek? Apa tidak mendengar ucapanku kemaren? Aku bilang jangan sampai jas itu lecet sedikitpun!" bentak Micho, matanya merah padam.
Radit terdiam, melakukan pembelaan pun rasanya akan sia-sia saja. Micho melenggang pergi, Damar menepuk pelan pundak Radit.
"Jangan diambil hati, Micho masih dalam kondisi hati yang tidak baik, kamu maklumi saja," ucap Damar pelan dan diangguki oleh Radit.
🎀🎀🎀🎀🎀🎀
Ayok ayok ritualnya say, Like komen dan jempolnya Buat bang Radit. Asekk...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!