NovelToon NovelToon

DUNIA MELLANIE

DM eps 01

"Kondisikan wajahmu Ell, sebentar lagi kita akan pemotretan." tegur Hana. Asisten sekaligus tangan kanan Ella saat melihat wajah murung Ella.

Hana yang mengatur semua jadwal Ella. Itupun Hana selalu berkoordinasi terlebih dahulu dengan Ella. Hana juga bertugas merias bahkan menyiapkan segala keperluan Ella saat bekerja.

Hana bukan hanya sebatas pekerja bagi Ella. Dia sudah seperti sahabat tempatnya berkeluh kesah setiap saat.

Ella juga akrab dengan keluarga Hana. Begitupun sebaliknya. Hana kenal dan juga akrab dengan Tuan Haris. Papanya Ella, dan Nyonya Ane. Mamanya Ella.

"Kenapa jawaban Vano selalu sama saat aku meminta dia untuk menikahiku." Ella memandang dirinya pada pantulan cermin.

"Kenapa kau tanya padaku, tanya saja pada Vano." ujar Hana menata rambut Ella.

"Belum siap. Itulah kalimat ajaib yang selalu meluncur dari dalam mulutnya. Lantas sampai kapan dia akan siap." ucap Ella kesal.

"Padahal aku sangat mencintainya. Aku memberikan apapun yang dia inginkan." imbuhnya.

"Karena kau terlalu penurut. Buat dia yang bertekuk lutut padamu sayang. Bukan malah dirimu." Hana mengalihkan jari jemarinya membenahi pakaian Ella.

"Dia selalu mengancam akan meninggalkanku jika aku berani macam-macam." katanya dengan sendu.

Hana hanya mendengus mendengar perkataan terakhir dari Ella.

"Kau cantik Ella. Model kelas atas. Lelaki mana yang tidak tertarik padamu. Keluargamu cukup kaya dan terkenal. Kedua orang tua yang sangat menyayangimu. Karirmu juga bagus. Apalagi yang belum kau punya." ucap Hana membenahi kembali riasan pada Ella.

Ella sangat mencintai Vano. Bahkan dia dengan sadar memberikan tubuh indahnya untuk Vano meskipun mereka belum terikat tali pernikahan.

"Kau mencintaiku Ella. Buktikanlah." ucap Vano.

"Aku sangat mencintaimu. Apapun akan aku lakukan untukmu honey." ujar Ella.

Malam itu, Ella kehilangan mahkotanya. Dia memberikan keperawanannya pada Vano secara sadar. Dan sejak saat itu, Ella selalu melayani Vano seperti seorang istri. Kapanpun Vano inginkan.

Tetapi Ella hanya melakukan dengan Vano. Tidak pernah Ella melakukan hubungan intim dengan lelaki lain selain Vano.

Saat Ella mengajaknya untuk menikah, Vano selalu beralasan belum siap. Padahal keluarga mereka sudah merestui hubungan keduanya. Semua orang juga tahu hubungan keduanya.

Ella yang sangat mencintai Vano, tidak ingin jika Vano meninggalkannya. Dan itu Vano gunakan untuk mengancam Ella. Dan jika Ella menolak keinginannya, Vano selalu mengancamnya. Dia akan meninggalkan Ella

"Hay, Nona,,, pemotretan akan dilaksanakan sebentar lagi. Ready." ucap kru di pemotretan tersebut menyadarkan Ella dalam lamunannya.

"Siap." seru Hana.

"Ayo Ell." Hana membantu Ella berjalan. Karena Ella menggunakan gaun panjang di belakangnya.

Kali ini, Ella melakukan pemotretan untuk sebuah pruduk perhiasan. Ella melakukan sesi demi sesi pemotretan dengan sangat sempurna dan memuaskan.

"Pantas kau di sebut model kelas atas Ell. Lihat, amazing." Photographer memperlihatkan hasil potretannya pada Ella dan Hana.

"Itu karena anda yang mahir dalam memotret ku tuan."

Ella memang selalu merendah jika ada yang memuji dirinya. Karena itulah banyak orang yang menyukai dirinya.

"Eitt,, jangan lupa. Ini semua juga karena jari jemari seorang Hana yang piawai dalam rias merias." ucap Hana dengan gaya memainkan telapak tangannya.

Gelak tawa terdengar riuh di ruang pemotretan karena tingkah dari Hana.

Mam calling

Ada apa ma?

^^^Jangan lupa, nanti makan malam^^^

^^^bersama keluarga Vano.^^^

Iya ma.

^^^Kamu pakai gaun yang^^^

^^^mama kasih ya sayang.^^^

Iya ma.

"Kamu ikut ya Han." Ella mengajak Hana untuk menemaninya.

"No." tolak Hana tegas sambil menyilangkan kedua tangannya.

"Pasti akan membosankan. Mama akan sibuk berbincang dengan tante Risma. Mamanya Vano. Papa juga pasti sibuk dengan Om Danto. Papanya Vano." keluh Ella.

Karena sebelumnya, kedua keluarga ini sering melakukan makan malam bersama. Dan itulah yang terjadi. Ella selalu merasa sendirian.

"Hello,, Vano kan ada Nona." Hanna membersihkan make up di wajah Ella.

"Dia sibuk dengan gawainya." ucap Ella lirih.

Hana menatap Ella dengan kasihan. Dia tahu bahwa atasannya itu sangat mencintai Vano. Karena Vano adalah cinta pertama Ella.

Sedangkan Vano, tidak ada yang tahu isi hatinya. Apakah dia benar-benar mencintai Ella. Atau hanya menjadikan Ella pemuas nafsunya saja.

*****

"Tuan, Nyonya Risma baru saja menghubungi saya. Beliau mengingatkan anda untuk menghadiri makan malam dengan keluarga Nona Ella malam ini." ucap Santi, sekertaris cantik dan seksi Vano.

Santi mendekati tempat duduk Vano dan berbisik.

"Apa saya harus menjawabnya." Santi sedikit menundukkan badannya, sehingga bukit kembarnya yang besar menyembul keluar.

"Menurutmu." Vano menarik tubuh Santi untuk duduk di pangkuannya.

"Kau semakin seksi dan menggoda." Vano mengendus dan mencium leher belakang Santi dengan mata mengarah pada bukit kembar milik Santi. Dan tangan kiri meraba paha mulus Santi.

Santi malah menaikkan sedikit roknya yang sudah pendek. Dan menyentuh tangan kiri Vano di atas pahanya. Mengarahkan tangan kiri Vano masuk kedalam rok mini miliknya.

Tangan kiri Vano membelai sesuatu di dalam rok milik Santi yang masih terhalang oleh kain tipis. Tangan kanan Vano masuk ke dalam baju Santi. Mengusap lembut kulit perut Santi.

"Ekhem. Tuan, utusan dari perusahaan Tuan Egi sudah datang. Mereka menunggu di ruang meeting" ucap Reza. Asisten Vano.

Tanpa mengetuk pintu Reza masuk ke dalam ruangan Vano. Santi segera berdiri dari pangkuan Vano dan bergegas keluar. Reza menatap tajam Santi yang sedang berjalan ke arahnya.

Tanpa menatap Reza, Santi melangkahkan kakinya keluar ruangan. Vano berdiri dan merapikan penampilannya.

"Asisten brengsek. Mengganggu saja." batin Santi saat Vano dan Reza berjalan di depan mejanya.

Meja tempat kerja Santi tepat berada di depan ruangan Vano. Karena dia adalah sekertaris Vano.

"Maaf, membuat kalian menunggu." ucap Vano pada pegawai utusan dari perusahaan milik Egi.

"Tidak masalah Tuan. Kami yang seharusnya minta maaf. Karena Tuan Egi berhalangan datang. Jadi kami yang harus menggantikannya." ucapnya.

Selesai pertemuan, Vano kembali ke ruangannya. Di ikuti oleh Reza.

"Kamu segera urus ini." Vano memberikan sebuah map berisi beberapa berkas pada Reza.

"Baik tuan." ucap Reza meninggalkan ruangan Vano.

"Suruh Santi masuk. Ada yang harus dia selesaikan." perintah Vano pada Reza saat Reza hendak keluar ruangan.

"Baik tuan."

Tidak lama setelah Reza keluar, Santi masuk ke dalam ruangan Vano.

"Kunci pintunya." ucap Vano pada Santi.

"Baik tuan."

"Sini." Vano menepuk paha miliknya.

Santi dengan senang hati duduk di pangkuan Vano. Tanpa berlama-lama, kedua tangan Vano sudah meremas bukit kembar milik Santi.

"Ahhh." tangan Santi membuka kancing baju miliknya sendiri. Dia melebarkan kakinya. Dan menggosok pusaka Vano menggunakan pantatnya.

Vano tersenyum melihat sekretarisnya yang sangat agresif.

Tangan kanan Vano beralih ke dalam rok Santi dan memainkan sesuatu di dalamnya yang membuat si empunya menggeliat.

"Ahhhh,,,," suara laknat keluar dari mulut Santi saat tangan Vano mengobrak-abrik isi di dalam rok Santi.

Tangan kiri Vano dengan terampil memainkan salah satu bukit kembar Santi.

"Tuann,,,, Ahhhh."

Cukup lama Vano melakukan aktifitas tersebut, hingga dia menghentikannya. Santi berdiri dan menghadap ke Vano dengan kancing pakaian yang sudah terbuka semua.

Santi *******-***** sendiri bukit kembarnya sambil melihat ke arah Vano dengan sangat bergairah. Vano berdiri dan mengeluarkan pusakanya tanpa mencopot celananya.

Di arahkan mulut Santi ke dalam pusaka miliknya. Di tekannya kepala Santi, dengan sesekali di belainya secara lembut rambut milik sekretarisnya tersebut.

Vano memejamkan mata saat mulut Santi memanjakan pusaka miliknya.

"Lebih cepat,,, ahhhh,,, ahhh."

Hingga terdengar suara nikmat yang keluar dari mulut Vano saat cairan putih menyembur dari dalam pusaka miliknya.

"Rapikan pakaianmu. Dan keluarlah."

Vano melangkahkan kakinya ke dalam kamar mandi yang ada di ruangan miliknya.

Santi tidak percaya dengan apa yang di katakan Vano barusan.

"Keluarlah." gumam Santi.

"****." umpat Santi sembari merapikan kembali pakaiannya.

Vano merasakan nikmat tanpa memasukkan pusakanya pada goa milik Santi. Cukup dia memasukkannya pada mulut sekretarisnya tersebut.

Santi kembali ke mejanya dengan perasaan kesal. Vano keluar dari ruangan dan berjalan di depan meja kerja Santi tanpa menoleh ke arah Santi.Seolah-olah tidak terjadi sesuatu antara mereka.

"Oh God. Jika bukan karena kaya dan tampan, gue juga nggak sudi untuk mendekatinya." gumam Santi dengan mata masih memandang tubuh Vano yang semakin berjalan menjauh darinya.

"Ke apartemen." ucap Vano di dalam mobil.

"Baik Tuan." Reza melajukan mobilnya sesuai perintah atasannya. Yaitu menuju apartemen mewah milik Vano.

DM eps 02

LOVE calling

"Ini." Hana menyerahkan ponsel Ella pada pemiliknya.

"Katakan aku sedang sibuk." Ella berdiri dan masuk ke dalam kamar mandi.

"Maaf Tuan Vano, Nona Ella sedang melakukan pemotretan."

Didalam kamar mandi Ella mengeluarkan sebatang rokok dari bungkusnya. Itulah yang Ella selalu lakukan saat sedang dalam keadaan tidak baik-baik saja.

Matanya menerawang ke atas. Sesekali dia memainkan asap rokok yang keluar dari mulutnya. Dengan mata terpejam, seakan mengeluarkan segala kegundahan di hatinya.

"Ell. Kamu baik-baik saja kan?" Hana menempelkan telinganya di balik pintu kamar mandi.

"Ini." Hana memberikan permen penyegar mulut pada Ella setelah dia keluar dai kamar mandi.

Hanya Hana yang mengetahui jika Ella merokok. Bahkan Vano tidak mengetahui hal tersebut. Begitupun kedua orang tua Ella. Entah sejak kapan, Ella mulai mengenal dengan rokok.

Pertama kali mengetahui bahwa Ella perokok, Hana juga sangat syok. Ella meminta Hana merahasiakan tentang dirinya pada siapapun. Hingga saat ini hanya Hana yang mengetahuinya.

"Ell, ada pemberitahuan dari Nyonya Tiwi. Beliau ingin bertemu denganmu. Kelihatannya beliau akan memintamu untuk menjadi salah satu model dalam peragaan busana miliknya." Hana merapikan dan memasukkan alat make up Ella ke dalam tasnya kembali.

"Nyonya Tiwi." gumam Ella sembari mengingatnya.

"Iya, pemilik sekaligus desainer di butik TIWI. Selesai." Hana menaruh kembali pakaian yang baru saja di pakai Ella untuk pemotretan ke tempatnya.

"Kapan?" Ella merapikan rambutnya di depan cermin dan mencium bau mulutnya sendiri. Takut jika masih tertinggal bau rokok di dalam mulutnya.

"Sesegera mungkin." Hana menenteng tiga tas milik Ella yang berisikan perlengkapan pemotretan.

"Sini." Ella mengambil satu buah tas dengan ukuran lumayan besar dari tangan Hana.

Mereka berdua berjalan bersama menuju tempat parkir. Beberapa kali mereka berpapasan dengan orang, Ella maupun Hana menyapanya dengan senyum.

"Bagaiman kalau sekarang?" Ella menghentikan langkahnya dan melihat ke arah Hana.

"Jangan membuatku tertekan." Hana meninggalkan Ella yang masih berhenti.

"Kenapa?" Ella sedikit berlari untuk berjalan di samping Hana.

"Sayang, kamu lihat jam berapa ini. Sebentar lagi kamu akan makan malam dengan calon suami dan calon mertua kamu." Hana memasukkan tas yang dibawanya dan Ella ke dalam bagasi.

"Masih ada waktu Han. Ayolah." rengek Ella bergelayut di lengan Hana.

"Apa kamu baik-baik saja?" Hana dengan intens menatap ke arah Ella.

Hana tahu, Ella akan menyibukkan dirinya saat pikirannya sedang kacau. Bahkan tanpa istirahat. Hana pernah memasukkan obat tidur dosis rendah yang di anjurkan dokter ke dalam minuman Ella tanpa sepengetahuan Ella.

Hana tidak ingin Ella terlalu capek dan akhirnya akan tumbang. Menyerah kerena keadaan yang di buatnya sendiri.

"Kenapa Vano tetap menolak untuk menikahiku?" Ella menyandarkan tubuhnya pada mobil di sampingnya.

"Padahal om Danto dan tante Risma telah menyetujui hubungan kami." ucapnya dengan nada parau.

"Selalu itu. Ayo masuk ke dalam." Hana membuka pintu mobil dengan pandangan matanya menyapu sekitar area parkir.

Dia tidak ingin ada yang mendengar pembicaraan mereka berdua. Ella sebagai publik figur harus selalu menyembunyikan masalah pribadinya jika tidak ingin menjadi sasaran empuk pencari berita.

"Fokuslah pada karirmu Ell. Lagi pula kau masih muda. Bahkan umurku lebih tua darimu. Tapi aku juga belum kepikiran untuk menikah. Tenang saja." Hana mencoba menenangkan Ella.

Hana kasihan melihat atasannya tersebut. Vano hanya akan mencarinya jika dia sedang menginginkan Ella. Dan bodohnya Ella selalu datang dan menurutinya. Mungkin ini yang di namakan cinta bodoh dan juga buta.

"Lagi pula dengan siapa kau akan menikah. Pacar saja kau tidak punya." celetuk Ella.

"Karena aku terlalu sibuk mengurusi dirimu." Hana mulai menjalankan mobilnya dan meninggalkan area parkir.

"Bagaiman kalau aku carikan kau pasangan." ucap Ella dengan antusias.

"Ellll,,," seru Hana.

"Ha,,,ha,,,ha,,," Ella tertawa lepas melihat ekspresi dari Hana.

Hana melirik ke arah Ella dengan senyum samar di bibirnya.

"Vano, kenapa elo harus jatuh cinta dengan lelaki seperti dia Ell. Elo terlalu bodoh karena kata cinta. Tapi,,, gue juga belum pernah merasakannya. Huhhh." batin Hana menarik nafas pelan.

"Kita mau ke mana?" Ella melihat jalan yang di lalui oleh Hana bukan jalan pulang ke rumah Hana ataupun ke rumah Ella.

"Menemui Nyonya Tiwi." tangan Hana masih fokus di balik kemudi.

"Hah." Ella merasa heran. Bukankah tadi Hana bilang masih ingin mengadakan janji temu. Kenapa sekarang Hana sudah mengajaknya bertemu dengan beliau. Kapan Hana menghubungi Nyonya Tiwi. Karena sedari tadi, Hana bersama dengan dirinya.

"Karena tuan putri ingin bertemu sekarang, maka akan hamba kabulkan." canda Hana.

Ella menatap ke arah Hana. Rasa penasarannya belum selesai.

"Kamu yakin. Sekarang. Apa beliau bisa. Orang sibuk Hannnn. Beliau orang sibuk." Ella memegang lengan Hana yang sedang menyetir.

"Ell, aku lagi nyetir Ell. Jangan ganggu." tegur Hana.

"Oke." Ella bersedekap menghadap ke depan.

"Selamat sore, bisa bertemu dengan Nyonya Tiwi. Bilang saja Nona Ella ingin bertemu." Hana berbicara pada salah satu pegawai di butik Nyonya Tiwi.

"Sebentar mbak. Akan saya tanyakan dulu pada Nyonya Tiwi."

Hana menunggu karyawan butik yang sedang bertanya pada Nyonya Tiwi. Sedangkan Ella melihat-lihat koleksi busana di butik Nyonya Tiwi.

"Silahkan mbak. Nyonya Tiwi menunggu di ruangannya. Mari saya antar."

"Ell. Ayo." Hana memanggil Ella.

"Ini ruangannya, silahkan masuk mbak."

Setelah mempersilahkan Ella dan Hana masuk, karyawan butik kembali ke depan untuk bekerja.

Ella dan Hana masuk ke dalam ruangan Nyonya Tiwi.

"Sore Nyonya."

Ella dan Hana mengucapkan selamat sore dengan ramah.

"Silahkan duduk. Jangan panggil Nyonya. Panggil saja tante. Terimakasih sudah repot-repot datang kesini."

LOVE calling.

"Han." Ella memberikan ponselnya pada Hana.

"Saya permisi keluar sebentar." Hana mengambil ponsel yang di sodorkan Ella dan keluar dari ruangan Nyonya Tiwi.

"Kamu aslinya lebih cantik. Selama ini saya hanya melihat kamu di majalah dan televisi." puji Nyonya Tiwi.

"Terimakasih tante. Ella seperti ini karena memakai make up."

Nyonya Tiwi tersenyum mendengar jawaban dari perempuan di depannya.

"Bagaimana. Apakah asisten kamu sudah memberitahu, kenapa saya ingin bertemu dengan kamu?"

"Sudah tante, tapi sebelumnya saya ingin memastikan semuanya."

"Tentu saja."

Mereka berbicara santai tapi serius mengenai peragaan busana yang akan Nyonya Tiwi selenggarakan. Ella bertanya tentang hal-hal yang dia belum tahu.

"Maat Tuan Vano, Nona Ella sedang sibuk. Dia sedang berbicara dengan desainer yang akan menggunakan jasanya."

Selesai memberitahu Vano, Hana mematikan ponsel milik Ella. Senyum mengembang di ujung bibirnya.

"Menghubungi jika membutuhkan. Menggelikan." batin Hana memandang layar ponsel Ella yang bergambar foto Vano dan Ella.

"Ella. Kamu terlalu sempurna untuk seseorang seperti Vano."

"Maaf." Hana masuk ke dalam ruangan Nyonya Tiwi.

"Jika tante ingin menyampaikan sesuatu, tante bisa berbicara dengan Hana. Soalnya Ella tidak selalu memegang ponsel tante."

Selesai membicarakan tentang peragaan busana, Ella dan Hana pamit undur diri pada Nyonya Tiwi.

"Bagaimana?" tanya Hana saat keduanya berjalan keluar dari butik Nyonya Tiwi menuju mobil mereka terparkir.

"Selanjutnya akan di kirim ke email aku. Nanti kamu bisa lihat di sana." jelas Ella.

*****

"Dua kali. Dua kali dia mengabaikan ku. Ella." geram Vano merasa kesal.

Untuk pertama kalinya Ella mengabaikannya. Biasanya sesibuk apapun Ella, pasti dia akan menerima panggilan telepon darinya.

Ponsel Vano berdering. Di lihatnya layar ponsel dengan senyum menakutkan.

HONEY calling.

Maaf sayang, tadi aku sibuk.

^^^Kamu di mana.^^^

Perjalanan pulang.

^^^Datang ke apartemenku.^^^

Tapi aku harus bersiap.

Bukankan nanti malam kita akan

malam bersama keluarga.

^^^Datang sekarang Ella.^^^

"Ke apartemen Vano."

"Baik." Hana mengantarkan Ella ke apartemen Vano.

"Kamu yakin akan ke sana?" Hana khawatir dengan Ella.

"Vano memintaku ke sana."

Mata Ella memandang jauh ke depan. Entah apa yang sedang ada di dalam benaknya sekarang.

"Kau tidak perlu menungguku."

Ella keluar mobil dan melangkahkan kakinya menuju apartemen Vano.

"Jangan lupa, nanti kamu akan makan malam bersama." Hana berteriak dari dalam mobil dengan kepala menyembul keluar dari jendela mobil.

Di pencet kode apartemen Vano. Ella langsung masuk kedalam dan memeluk tubuh Vano dari belakang. Vano berdiri di dekat jendela menatap keluar dengan segelas wisky di tangannya.

"Maaf. Tadi aku sibuk."

"Apa tidak ingin kau mengulanginya lagi. Ini yang pertama dan terakhir." Vano meneguk habis wisky di dalam gelas tersebut.

DM eps 03

"Ahh,,," suara ******* keluar dari mulut Ella saat lidah Vano bermain di dalam goa miliknya.

Vano mencium dan mengecup seluruh tubuh Ella. Membuat kulit putih Ella bertaburan bintang hasil karya dari bibir Vano.

"Sempit dan nikmat." Vano memasukkan pusakanya ke dalam goa milik Ella yang sudah basah.

Mereka melakukan olahraga panas di ruang tamu apartemen Vano. Pakaian keduanya berserakan di ruang tamu.

"Vannn,,, ahhh,,, say,,,,anggg."

"Ella. Sebut namaku." bisik Vano dengan suara serak yang semakin menambah panas suasana.

Peluh keringat membasahi badan keduanya. Deru nafas bersahutan di antara dua insan yang sedang merasakan nikmatnya bercinta. Bahkan mereka melakukan sampai tiga kali pelepasan.

Mereka menjatuhkan badan di kursi ruang tamu saat keduanya sudah mencapai puncak kenikmatan ketiga kalinya. Ella berbaring dengan posisi telentang dengan mata tertutup, tanpa benang sehelai pun yang menempel di badannya.

Vano berbaring menyamping di samping tubuh Ella. Kepalanya di letakkan di dada Ella, dengan mulut dan lidahnya masih setia bermain di bukit kembar milik Ella.

Di tatapnya Ella yang sudah terpejam. Seolah tidak terusik dengan gangguan kecil dari Vano. Ujung bibir terangkat di saat dirinya melihat mata Ella yang masih terpejam.

Ponsel milik Vano berdering menghentikan aktivitas Vano.

"Iya ma, Vano sedang bersiap."

Vano menjawab panggilan telepon dari mamanya. Mengingatkan dirinya untuk datang makan malam.

"Ell, bangun. Bersiaplah untuk makan malam. Semua sedang menunggu."

Ella membuka kedua matanya dengan malas. Raut wajahnya terlihat malas untuk bangun dari tidurnya karena rasa lelah akibat permainan Vano.

"Kenapa kamu tersenyum." Ella melihat Vano sedang menatap dirinya dengan senyum di bibirnya.

"Indah." jari Vano menunjuk ke arah bintang-bintang yang dia ciptakan di sekujur tubuh Ella.

Ella mengacuhkan Vano dan berjalan menuju kamar mandi. Dia berjalan tanpa busana dengan raut wajah di tekuk.

"My baby." gumam Vano tersenyum melihat Ella berjalan.

Teeet....

Bel apartemen Vano berbunyi. Segera dia memakai kaos dan celana miliknya. Lalu membuka pintu.

"Waow.." batin Reza setelah masuk dan melihat keadaan ruang tamu apartemen Vano.

Reza berdiri mematung dengan tangan memegang paper bag. Tangan Vano sibuk memunguti pakaian Ella yang bertebaran di ruang tamu.

"Sayang,,, aku tidak membawa baju untuk makan malam."

Glekkk

Reza menelan ludah melihat Ella memakai handuk sebatas paha. Memperlihatkan dua bukit kembar yang menyembul dari balik handuk. Kulit putih yang kontras dengan bintang yang di buat oleh Vano

Reza menundukkan kepala. Menjaga pandangan matanya saat dia sadar bosnya menatap tajam ke arah dirinya.

"Maaf Non Ella. Ada titipan dari asisten anda."

"Bagaimana bisa ada padamu asisten Reza."

Ella menerima paper bag yang di berikan oleh Reza. Reza tetap menundukkan kepala tanpa berani melihat ke arah Ella.

"Saya bertemu dengan Hana saat di parkiran apartemen."

"Terimakasih." Ella membalikkan badan, berjalan menuju kamar dan bersiap.

"Jaga pandangan matamu dari wanitaku." ucap Vano dengan penekanan.

Reza hanya diam tanpa menjawab perkataan bosnya. Dia belum berani untuk mengangkat kepalanya dan bertatapan langsung dengan Vano.

"Huh,, membuat jantungku bekerja dengan cepat."

Reza membanting badannya sendiri ke sofa saat Vano sudah pergi dari hadapannya.

"Jaga pikiranmu Reza. Jangan sampai nyawamu taruhannya." batin Reza saat sekelebat bayangan tubuh seksi Ella muncul di benaknya.

"Banyak sekali." Ella menghadap ke cermin menyamarkan bintang buatan Vano di kulit tubuhnya yang tidak tertutup oleh gaunnya menggunakan make up.

Vano keluar dari kamar mandi dengan handuk melilit di pinggang. Diliriknya Ella, tapi dia seakan tidak terganggu dengan Vano. Ella masih sibuk dengan make up nya.

"Ekhem, ekhem." Vano sedang memakaikan pakaian pada tubuhnya yang berpeck-peck tersebut.

Ella seperti mengerti arti deheman dari Vano. Dia bangun dari duduknya dan membantu Vano menggunakan kemeja.

Tangan terampil milik Ella membuat penampilan Vano menjadi sempurna. Mata elang Vano meneliti Ella dari ujung kaki sampai kepala.

"Selesai. Kita berangkat."

Tangan kekar milik Vano menyambar pinggang ramping Ella dan membawanya ke dalam pelukannya.

"Jangan pernah bermain dengan lelaki lain di belakangku." bisiknya sambil menyelipkan anak rambut Ella ke belakang telinga.

Ella dan Vano masuk ke dalam mobil dengan Reza di balik kemudinya.

"Sayang, bagaimana pekerjaanmu hari ini." Ella bergelayut manja di lengan milik Vano.

"Baik."

"Apa ada kendala?" Ella memandang ke arah wajah Vano.

"Tidak." Vano duduk tenang dengan mata mengarah ke depan.

Ponsel Vano berbunyi. Ella menyingkirkan tangannya dari lengan Vano. Ella sedikit menjauh dari Vano saat Vano mengangkat panggilan telepon.

Ella memandang ke samping. Melihat setiap tepi jalan yang di lalui olehnya. Dari kaca spion, Reza sedikit melirik ke arah Ella. Segera dia alihkan pandangan matanya. Takut Vano melihat dirinya.

Selesai berbincang dengan seseorang dengan ponselnya, Vano memasukkan ponselnya ke dalam saku celananya.

Hening,,,

Tidak ada percakapan apapun selama di dalam mobil. Sesekali Ella menghela nafas panjang. Membuang rasa bosan yang tiba-tiba menyeruak.

"Silahkan nona." Reza membuka pintu mobil.

"Sudah sampai ya." Ella turun dari mobil dengan anggun.

Kedua keluarga makan malam bersama di restoran milik Tuan Danto, papanya Vano. Mereka menggunakan ruangan khusus untuk acara malam ini.

Vano menunggu Ella di samping mobil. Tangan Ella berada di lengan Vano. Dengan Reza berjalan di belakang mereka.

"Pasangan serasi."

"Betapa bahagianya bila aku yang berada disisi Tuan Vano."

"Cantik dan seksi sekali."

Setiap pasang mata yang melihat mereka pasti akan memuji mereka. Ada juga rasa iri pada diri mereka.

Sampai di dalam, Ella dan Vano menyapa semua orang yang ada di dalam ruangan. Mata Ella mencari keberadaan Reza.

"Tadi dia berjalan di belakang kami. Kenapa sekarang tidak ada." batin Ella.

Ella ingin bertanya pada Vano, tapi dia takut. Dia tidak ingin Vano marah padanya karena dirinya menanyakan lelaki lain pada dirinya.

Selesai berjabat tangan dengan semuanya, Ella dan Vano duduk di kursi tempat mereka.

"Calon mantu kita cantik sekali pa." Nyonya Risma memuji penampilan Ella yang anggun dan juga cantik.

"Terimakasih tante." Ella mendudukkan pantatnya di kursi dekat Vano.

"Calon mantu kita juga tampan ya pa." Nyonya Ane tidak mau ketinggalan. Beliau juga memuji penampilan Vano.

Vano tersenyum dan mengangguk ke arah Nyonya Ane.

"Sebentar ya sayang, kita sedang menunggu yang lain." ujar Nyonya Risma.

Tidak lama datanglah Oma Yeti, ibu dari Nyonya Risma. Dengan seorang perempuan di sisi beliau.

"Maaf. Membuat kalian menunggu. Kenalkan, dia Lena. Asisten baruku." Oma Yeti mengenalkannya pada kami.

Acara makan malam di mulai. Setelah selesai, semua orang berkumpul sekedar untuk mengobrol di ruangan sebelah tempat kami makan malam.

"Ella, bagaimana dengan pekerjaanmu?"

"Baik Oma, semua berjalan dengan lancar."

"Kapan kalian akan menikah. Atau, kalian memang tidak ingin menikah." Oma Yeti menyorot tajam pada Ella.

"Mereka sama-sama masih sibuk ma. Biarkan saja dulu." ucap Nyonya Risma.

"Vano itu pengusaha tampan dan mapan. Kamu tidak akan kekurangan apapun jika menikah dengannya."

"Ella juga dari keluarga yang mapan. Dan bisa kami pastikan, sampai saat ini dia tidak pernah kekurangan apapun." ujar Nyonya Ane.

Nyonya Ane tidak suka melihat putrinya di sudutkan. Sebagai seorang ibu, beliau merasa sakit hati.

"Lagi pula siapa sih yang tidak kenal dengan keluarga Tuan Haris Subagyo." ujar Nyonya Risma sambil menepuk paha calon besannya.

"Jeng bisa saja. Bukankah keluarga Tuan Danto lebih di kenal dari pada kami." ucap Nyonya Ane.

Kedua calon besan saling merangkul dan tertawa. Oma Yeti melihatnya dengan sinis.

"Mari kita berbicara adi ruang sebelah." Tuan Danto mengajak Tuan Haris ke tempat privasi untuk membicarakan masalah bisnis.

"Maaf Nyonya Yeti. Saya tinggal dulu. Mari semua." pamit Tuan Haris.

Vano seperti biasa, dia tidak peduli dengan sekitarnya.

"Van, antar Oma pulang. Ayo Lena." Oma Yeti beranjak dari duduknya.

"Saya pulang dulu. Maklum sudah tua. Tidak kuat jika duduk terlalu lama."

"Hati-hati Nyonya." ucap Nyonya Ane.

"Hati-hati ma." ujar Nyonya Risma.

"Hati-hati Oma. Terimakasih." kata Ella.

"Vano mau mengantar Oma dulu ma, tante." Vano pamit pada mamanya dan mama Ella, tanpa menyebut nama Ella.

Oma meninggalkan ruangan beserta Lena dan Vano.

"Ma, tante. Ella keluar sebentar ya. Mau lihat-lihat di luar." pamit Ella.

"Tapi Vano sedang mengantar Oma sayang."

"Ella hanya di luar saja tante. Belum ingin pulang."

"Kamu sama siapa sayang?" tanya mamanya.

"Sendiri ma. Ella keluar ma, tante."

Ella berjalan meninggalkan ruangan. Ella melangkahkan kakinya tanpa tujuan. Tiba di samping restoran, ia bingung sendiri.

"Huft,,, terus mau kemana. Ella Ella." Ella berkata pada dirinya sendiri sambil menengok ke kanan dan kiri.

Matanya menangkap lampu hias yang cantik di dekat restoran. Ella melangkahkan kakinya meninggalkan restoran. Menuju taman kecil di dekat restoran.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!