NovelToon NovelToon

Magdalena Almerah

Bab 1

-Tahun 1746 Cianjur, Jawa Barat

Di sebuah rumah sederhana.

Pagi-pagi buta, terlihat seorang wanita paruh baya tengah sibuk bersiap-siap untuk pergi.

Wanita itu bernama Ratih. Ratih adalah ibu dari Lenna.

Lenna adalah anak dari keluarga yang sederhana.

Dia hidup hanya berdua saja dengan sang ibu.

Dulunya dia mempunyai seorang ayah, namun ayahnya meninggal saat Lenna masih berumur 4 tahun kala itu.

Saat masih hidup, ayahnya dulu adalah seorang tentara Belanda. Dia bernama Edmund Van Kouff.

Walau ayahnya adalah seorang tentara Belanda, tapi dia tidak pernah melakukan tugasnya sebagai tentara Belanda. Dia orang yang baik. Dia lebih suka membaur dengan warga pribumi yang di pekerjakan oleh Belanda saat itu.

Sampai pada akhirnya dia terpikat oleh salah satu wanita pribumi yang cantik. Dan menjalin hubungan asmara dengannya hingga ia menikah secara diam-diam dan mempunyai seorang putri yang di namai Magdalenna Almerah. Semua dilakukan tanpa di ketahui anggota Belanda lainnya.

Namun dia harus meninggal oleh anggota Belanda yang lain. Karna dia membela salah satu orang pribumi yang secara tidak sengaja melakukan kesalahan kecil.

Karna di pandang membelot dan di pandang memihak pada Indonesia, akhirnya perwira tinggi Belanda itu menembaknya hingga tewas.

Jenasahnya lalu di bawa oleh beberapa tentara lain untuk di pulangkan ke negerinya.

Perwira tinggi Belanda itu memalsukan soal kematian Edmund pada keluarganya disana.

Dan beberapa orang yang menyaksikan kejadian itu, langsung memberitakannya pada Ratih saat itu.

Sejak saat itulah Ratih hanya hidup berdua dengan putrinya.

Dia harus berjuang keras menjadi tulang punggung untuk menghidupi anak satu-satunya itu.

Beberapa tahun kemudian, dia kini bekerja sebagai pelayan di salah satu rumah megah nan besar milik tuan Belanda.

Tuan tanah Belanda itu bernama Van Heots. Yang juga berperan sebagai Jenderal di wilayah itu.

Dia juga seorang tuan tanah Belanda yang sangat kaya pada era itu.

Ratih selalu bekerja dari pagi, dan pulang pada sore hari.

Dia tidak bisa jika disuruh untuk menjadi pelayan yang menetap disana.

Karna dia memiliki Lenna yang hanya seorang diri dirumah.

Dia tidak tega jika harus meninggalkan anaknya sendirian tinggal di rumah dalam kurun waktu yang lama. Walau bisa pulang dalam jangka waktu 1 bulan sekali.

Disisi lain, jika dia mengajak anaknya untuk tinggal bersama dirinya di dalam istana rumah tuan Belanda itu, dia tak mau jika sampai anaknya di goda oleh Belanda hidung belang yang ada disana. Karna rumah istana itu selalu ramai oleh para tamu Belanda yang datang.

Maka dari itu dia lebih memilih untuk bekerja dari pagi dan pulang pada sore hari.

Walau dengan upah yang tidak seberapa, tapi dia tetap dengan senang hati melakukannya demi menghidupi sang anak semata wayangnya.

...🍁🍁🍁...

"Ibu, apa ibu akan berangkat pagi sekali hari ini?" tanya Lenna.

Yang pada saat itu dia sudah berada di dapur melihat ibunya yang tengah seperti terburu-buru.

"Iya, Nak. Ibu harus berangkat lebih awal. Karna hari ini ada banyak yang perlu di siapkan untuk menyambut tamu Belanda yang akan datang disana." jawab Ratih.

"Apa aku boleh ikut untuk membantu ibu disana?" tutur Lenna.

"Tidak usah, Nak. Lebih baik kamu berada di rumah saja. Tunggu ibu sampai pulang." jawab Ratih.

Lenna yang merasa kasihan terhadap ibunya, hanya bisa memberikan senyuman. "Emm, baiklah bu. Aku akan menunggu ibu."

"Hati-hati, Bu." Lenna mencium punggung tangan ibunya dan kemudian melambaikan tangan sambil memandangi ibunya yang berjalan perlahan menjauh.

Ibunya selalu pergi dengan berjalan kaki melewati perkebunan teh, menyebrangi sungai. Karna saat itu belum ada banyaknya kendaraan. Dan terlebih karna rumahnya berada lumayan jauh di pelosok dari tempatnya ia bekerja.

Hanya satu yang menjadi penyemangat hidupnya dalam menjalani kehidupan. Yaitu Lenna, anak semata wayangnya.

Perjuangan manis pahitnya hidup sudah banyak ia lewati. Hanya untuk Lenna, anaknya.

"Pagi, Ratih." sapa Idrus. Idrus adalah salah satu tukang kebun yang mengurus taman rumah itu.

Ratih hanya membalas dengan senyuman. Dia langsung bergegas menuju ruang tengah untuk membantu orang-orang lain yang menjadi pelayan disana.

Tampak seorang wanita sedang membersihkan meja, "Eh, ceu Ratih." ucap Rahel.

Rahel juga merupakan salah seorang pelayan disana.

"Eh Rahel, sudah datang daritadi?" jawab Ratih sambil tersenyum.

"Belum lama ceu. Sejak 20 menitan yang lalu" tutur Rahel

sambil membawa tumpukan piring.

Lalu Ratih segera membantu temannya itu, "Sini biar aku bantu."

Sambil menata piring di meja, Rahel bertanya soal Lenna pada Ratih.

"Oh ya ceu, Lenna bagaimana kabarnya? Sudah lama aku tidak bertemu dengan anakmu itu."

Bisa di bilang Rahel adalah teman baik dari Ratih. Dia selalu memanggil Rahel dengan sebutan Ceu karna mereka sama-sama orang Sunda.

Terlebih karna usia Rahel juga berada di bawah Ratih.

"Oh, kabar Lenna baik-baik saja, dia selalu sendirian dirumah saat aku pergi bekerja." jawab Ratih.

*"Kasian atuh ceu*. Dirumah sendirian, pasti dia merasa bosan. Kenapa tidak di ajak sesekali datang kesini saja atuh?" balas Rahel.

Mendengar perkataan Rahel, Ratih hanya terdiam sejenak. Lalu tersenyum. "Ah, nanti kalo anakku di ajak bantu-bantu disini, aku takut dia di goda oleh Belanda yang hidung belang."

Rahel terkekeh, "Iya juga sih. Apalagi Lenna itu kan orang yang cantik."

Setelah selesai mempersiapkan semua di meja, mereka bergegas menuju dapur untuk membantu yang lainnya mempersiapkan makanan.

"Ceu, kita ke dapur yuk. Sambil bantu yang lain disana." ajak Rahel.

Ratih mengangguk, "Ayo."

Sesampainya di dapur, mereka langsung membantu apa yang belum dikerjakan disana.

Di dapur istana rumah Belanda itu terlihat sudah ada beberapa orang yang sejak hari kemarin berada disana. Mereka semua sebagian ada yang menginap di Pavilliun yang di sediakan oleh tuan Belanda disana.

Mereka di perintahkan menginap untuk mempersiapkan semua segala kebutuhan untuk menjamu tamu Belanda yang akan datang hari ini.

"Rahel, tolong bantu aku angkat makanan itu" titah Ratih.

"Iya, Ceu." jawab Rahel.

Ratih meletakkan beberapa makanan yang sudah siap di atas meja.

"Biar aku saja dan yang lain yang menata makanan di meja, ceu". tutur Rahel.

Ratih mengangguk, "Baiklah kalau begitu, aku akan mengambil beberapa makanan lagi."

Ratih kembali ke dalam dapur bersama pelayan lain untuk mengambil makanan yang sudah siap di hidangkan. Terlihat begitu banyak sekali makanan yang akan di hidangkan untuk para tamu tuan Belanda itu.

Entah berapa banyak nanti tamu yang akan datang.

...🍁🍁🍁...

Terlihat Lenna yang sedang duduk berada di depan rumahnya.

Dia hanya memakai dress putih ala jaman dulu.

Sambil duduk, dia seperti tengah melamun dengan tangan dilipat di atas meja.

Tampak dia sedang merasa kesepian akan hari-harinya.

Dia lalu tersadar dari lamunannya, dan beranjak berdiri dari duduknya.

"Aku lapar." gumam Lenna.

"Ibu tadi terburu-buru, jadi tidak sempat membuatkan sarapan untukku." gumamnya lagi.

Lalu dia melangkah ke dapur. Dia ingin memasak.

Sesampainya di dapur, dia melihat kayu bakar untuk tungku memasak sudah habis.

"Yah, kayu bakarnya sudah habis, hanya tersisa potongan kayu kecil." ucapnya.

Lalu dia pergi ke kamarnya untuk ganti baju.

Dia memakai setelan mojang leuweung untuk pergi ke hutan mencari kayu bakar yang akan dia gunakan untuk memasak.

"Aku harus mencari kayu bakar dulu, kamu jangan pergi dari rumah ya." gumam Lenna. Sambil ia mengelus lembut kepala kucing kesayangannya.

Dia memiliki 1 kucing kesayangan. Kucing itu berwarna belang hitam putih.

Setelah itu lalu dia melangkah pergi ke hutan untuk mencari kayu bakar.

Bab 2

...*********************...

Setelah selesai menyiapkan segala hidangan di atas meja, para pelayan itu kemudian berdiri berjajar di depan istana rumah tersebut untuk menyambut kedatangan tamu Belanda itu yang baru saja tiba di depan balai istana rumah.

Terlihat Van Heots si tuan rumah bersama beberapa pengawalnya menyambut tamu yang baru saja tiba itu.

"Rahel, lihatlah. Banyak sekali tamu hadir." Ucap Ratih.

Rahel mengangguk, "Iya, pantas saja banyak sekali yang di persiapkan dari kemarin."

"Welkom in mijn paleisresidentie (Selamat datang di istana rumahku)." ucap Van Heots sambil tersenyum dan menjabat tangan salah satu pimpinan para tamu itu.

"Welkom meneer (Selamat datang tuan)." Ucap para pelayan serentak.

"Rahel! Kau harus menunduk. Jangan menatap seperti itu pada tamu tuan Belanda." Ucap salah satu pelayan pria memperingatkan Rahel.

"Uh." Rahel seketika tersadar dari lamunan sejenaknya itu setelah di peringatkan oleh pelayan pria tadi. Dan langsung menundukan wajahnya.

Rupanya Rahel terkagum-kagum melihat ketampanan salah satu anggota tamu Belanda itu.

"Ceu, apa tadi lihat salah satu pria Belanda yang muda itu? Dia terlihat gagah dengan seragamnya." tanya Rahel pada Ratih.

Rahel mendengus, "Jangan mimpi kamu, dia itu anggota perwira Belanda."

Seketika Rahel jadi teringat akan almarhum suaminya dulu. Yang sama-sama tampannya seperti orang Belanda yang di maksud oleh Rahel dan menjadi perwira militer Belanda kala itu.

Ternyata para tamu Belanda itu adalah anggota petinggi militer Belanda seluruhnya. Yang di pimpin oleh seorang Gubernur Jenderal. Gubernur Jenderal itu bernama Gustaaf Willem Baron Van Imhoff.

Tempat istana rumah yang besar itu memang kerap di jadikan sebagai tempat peristirahatan/persinggahan para Gubernur Jenderal Hinda-Belanda kala itu saat perjalanan menuju Bandung-Batavia(Jakarta), ataupun sebaliknya.

Karna udaranya yang bersih, segar, dingin serta sejuk. Di sertai dengan pemandangan yang indah dari Gunung Gede.

"Ober, begeleid alstublieft mijn gasten om van de maaltijd te genieten.(Para pelayan, tolong antar para tamuku untuk menikmati hidangan.)" Perintah Van Heots.

"Ja meneer.(Baik, Tuan.)" Ucap pelayan serentak.

Mereka semua memang sudah mahir dalam berbahasa Belanda.

Lalu mereka semua mengantarkan para tamu itu menuju ruang makan yang megah.

Para pelayan mempersilakan tempat duduk untuk para tamu itu.

...****************...

"Hufh. Sudah cukup." Terlihat Lenna yang baru saja selesai mengikat tumpukan ranting kayu untuk di gunakan sebagai kayu bakar.

Lalu Lenna bergegas kembali pulang menuju rumahnya.

Setelah sampai dirumahnya, kemudian Lenna berkutat dengan peralatan masaknya.

Dia menyiapkan segala bahan yang diperlukannya. Dan lalu memasaknya menggunakan tungku.

Dan ketika si cantik Lenna sedang asyik memasak, lalu tiba-tiba...

"Dooorr!!!"

Sontak seketika Lenna kaget bukan main. Terlihat seorang anak kecil mengagetkan Lenna dari belakang.

"Eehhh, Radi. Kamu ngagetin teteh aja. Sama siapa kamu kesini?" Tanya Lenna.

"Sendirian, Teh. Teteh lagi mau masak apa? Tanya Radi.

Entah dari mana anak yang bernama Radi itu muncul. Padahal pintu dapur ada di samping agak depan dari posisi Lenna. Kalaupun ada orang masuk pasti jelas terlihat olehnya. Tapi anak itu muncul dari belakang Lenna, yang pada dasarnya di belakang Lenna itu adalah tempat tungku api yang tidak jauh darinya.

Tapi anehnya, Lenna ini tidak menyadari keanehan itu. Yang Lenna tau, Radi adalah anak dari tetangga yang tidak jauh dari rumahnya itu.

"Teteh lagi mau masak sup singkong, kamu bantuin teteh atuh." tutur Lenna.

Radi lalu mengangguk, "Boleh, teh. Sini Radi bantu."

"Tolong teteh ambilkan panci dong." Titah Lenna.

"Iya, teh." Jawab Radi.

Lalu Lenna kemudian menggoreng bahan yang sudah ia siapkan untuk kuah supnya.

Disamping Lenna terlihat Radi sedang diam memandangi api tungku. Mungkin dia kedinginan.

Lalu Lenna mulai merebus singkong yang sudah disiapkan.

Setelah semuanya matang, Lenna lalu bergegas mengambil mangkuk untuk supnya.

Dia juga menyiapkan untuk Radi yang dari tadi masih duduk terdiam di dekat api tungku.

Setelah selesai menyiapkan sup di meja makan yang berada tidak jauh dari tungku, Lenna berniat ingin menawarkan juga pada Radi.

Namun saat Lenna membalikkan badan ke arah tungku, tiba-tiba...

"Hah!? Kemana perginya Radi? Bukannya dia tadi baru saja ada di dekat tungku? Kok sekarang tidak ada?" Gumam Lenna.

"Hmmm. Ya sudah lah, mungkin dia pulang." Gumam Lenna.

"Lebih baik ini aku pisahkan saja untuk makan ibu nanti sore saat ibu pulang." Ucap Lenna.

Kemudian Lenna makan dengan dengan lahapnya.

Walau hanya sebatas sup singkong, namun seperti sangat lezat saat Lenna menikmati masakannya itu.

Tak ada nasi, tak ada apapun selain singkong yang ia cabut kemarin dari hasil tanamannya sendiri di belakang rumahnya.

Terlihat ia tidak peduli soal Radi yang tadi tiba-tiba datang dan pergi dengan cara tiba-tiba pula.

Dia hanya fokus dengan sarapannya yang sedang ia nikmati.

Setelah selesai sarapan, dia berniat untuk memberikan pula sup yang ia buat pada Radi.

Dia berniat mengantarkan ke rumahnya, karna rumahnya berada tidak jauh dari rumah Lenna.

"Lebih baik aku antarkan saja sup ini ke rumahnya, tadi dia juga sudah membantuku memasak." Batin Lenna, sambil ia menyiapkan sup buatannya itu ke dalam rantang.

Lalu Lenna bergegas pergi menuju rumah Radi.

Di sepanjang jalan dia berpapasan dengan warga desa setempat yang mulai beraktifitas.

Lenna saling tegur sapa dengan warga yang ia temui.

Setelah ia sampai di rumah Radi,..

"Tok..tok..tok.. Punten.." tutur Lenna sembari mengetuk pintu.

Terlihat sosok wanita paruh baya membukakan pintu untuk Lenna.

"Ehhh. Teh Lenna, bibi kira siapa. Tumben pagi-pagi kesini?" Ucap sesosok wanita itu yang tak lain ternyata itu adalah ibu dari Radi.

Lenna tersenyum, "Iya bi,"

Walau hanya sebatas tetangga desa, Lenna selalu memanggil ibu Radi dengan sebutan "Bibi".

"Ayo sini masuk dulu teh." Ucap ibu Radi.

Lalu mereka duduk di ruang tengah.

"Begini bi, ini saya mau mengantarkan sup buat Radi, karna tadi Radi datang dan membantu saya memasak." Ucap Lenna.

Seketika ibunya terkejut mendengar perkataan Lenna.

"Hah!? Radi tadi datang ke rumah teteh? Sama siapa tadi Radi datang ke rumah teteh?" Tanya ibu Radi.

Lenna bengong, "Iya bi, eee tadi Radi datang sendiri ke rumah saya waktu saya sedang di dapur." Tutur Lenna.

"Memangnya kenapa ya bi? Ada apa? Kok bibi terlihat kaget seperti itu" Sahutnya lagi.

Seketika ibu Radi tersadar dari bengongnya.

"E-e-enggak apa-apa kok teh, apa teteh yakin kalau i-i-tu Radi?" ucap ibu Radi terbata-bata.

"Iya, bi. Saya jelas kok kalo yang saya lihat itu Radi." Jawab Lenna.

"Soalnya teh, Radi sejak tadi itu belum bangun. Dia masih tertidur di kamarnya." Ucap ibu Radi.

"Hah!!!"

Sontak Lenna sangat kaget mendengarnya.

Hadeuuuhhhhh, kenapa baru sekarang kagetnya teh? Gak dari tadi pas si bocil itu ada di dapur.

"Sebentar, bibi cek dulu Radi di kamarnya, bibi mau pastikan dulu." Ucap ibu Radi.

"I-i-iya bi." Jawab Lenna terbata-bata. Kemudian ia bengong.

Lalu tiba-tiba...

Bersambung...

Gimana? Apa seru ceritanya?

Tenang. Ini baru awal cerita. Masih ada kelanjutan yang lebih seru dari Lenna.

Mau lanjut kisahnya?

Jangan lupa, dukung Author dengan Vote, Like, dan juga Komentar.

Bab 3

"Radiiiiiiii!!!!!"

Terdengar suara teriakan dari ibu Radi yang terdengar histeris.

Lalu sontak Lenna pun bergegas menghampiri ibu Radi yang berada di kamar.

Terlihat bibi Suti yang sedang menangis di samping tubuh Radi.

Suti adalah nama ibu Radi.

Lenna yang melihat itu kemudian langsung menghampiri Suti.

"Bibi! Ada apa bi?" Tanya Lenna kaget.

"Radi tidak bernafas, Lenna!" Jawab Suti sambil menangis.

"Radi meninggal, bibi tidak tau, bibi kira dia hanya tidur, ternyata dia sudah terbujur kaku begini." Sahutnya lagi sambil semakin menangis.

"Apa! Ra..ra..radi meninggal?" Ucap Lenna tak percaya mendengar hal itu.

Lenna yang kaget mendengarnya, seolah tak percaya dengan hal itu.

Bagaimana mungkin? Karna baru tadi pagi Radi berkunjung ke rumahnya. Walau semua itu secara tiba-tiba.

Melihat Suti yang terus-terusan menangis, membuat hati Lenna merasa sedih pula.

Mata Lenna mulai berkaca-kaca.

Dia merasakan apa yang Suti rasakan. Terlebih Suti hanya memilik satu orang anak saja yaitu Radi itu sendiri.

Namun Lenna hanya bisa terdiam, bingung, dan tidak percaya dengan apa yang dialaminya hari ini.

"Jika Radi meninggal sejak tadi, lalu tadi siapa yang datang ke rumahku." Batin Lenna bertanya-tanya.

Ya. Bisa dipastikan sosok anak kecil yang datang pagi-pagi ke rumah Lenna adalah hantu.

Mungkin itu adalah arwah dari Radi.

Pantas saja dia datang secara tiba-tiba, dan pergi secara tiba-tiba pula.

Semua itu tidak di sadari oleh Lenna. Saat itu Lenna hanya berpikir positif.

"Bibi!!" Lenna kaget melihat Suti pingsan.

"Bibi! Bibi kenapa bi!" Ucap Lenna sambil menepuk-nepuk lengan Suti.

"Tolong!! Tolong!! Tolong!!" Teriak Lenna yang panik dengan situasi ini.

Lalu Lenna segera keluar meminta pertolongan warga.

Lenna menghampiri salah satu warga yang mendengar teriakannya.

"Neng! Ada apa neng!" Ucap salah satu warga.

"Pak tolong pak! Bi Suti pingsan di dalam! Radi meninggal!" Ucap Lenna terengah-engah.

"Apa! Iya-iya. saya periksa dulu ke dalam" ucap bapak-bapak itu.

Karna melihat Lenna yang panik sambil berteriak, kemudian banyak warga yang menghampiri Lenna.

Lalu beberapa masuk ke dalam rumah untuk melihat keadaan di dalam.

"Pak, mang Yanto sekarang ada dimana?" Tanya Lenna pada salah satu warga.

Bapak-bapak itu memberi tahu dimana mang Yanto berada.

Mang Yanto adalah ayah dari Radi.

"Kalau tidak salah mang Yanto tadi mah ada di sawah, Neng." Ucap bapak-bapak itu.

"Trimakasih, pak" ucap Lenna sambil bergegas hendak pergi.

Namun warga itu mencegahnya.

"Neng, neng. Sudah biar kami saja yang menghampiri mang Yanto. Neng disini saja." Ucap warga itu sambil bergegas pergi mencari mang Yanto bersama beberapa warga lain.

Lenna hanya mengangguk.

Lalu Lenna kembali ke dalam rumah Suti.

Dalam situasi itu, perasaan Lenna benar-benar merasa campur aduk. Antara bingung, kaget, sedih, dan lain-lain. Lenna hanya bisa terdiam.

Tak lama kemudian datanglah mang Yanto, ayah dari Radi.

Mang Yanto langsung masuk ke dalam rumah.

Dan langsung memeluk anaknya yang sudah tak bernyawa itu.

Lenna kemudian bergegas untuk pulang.

Dalam perjalanan pulang Lenna hanya terdiam. Sambil membawa kembali sup singkong yang tadinya dia ingin berikan pada Radi.

Sesampainya di rumah, Lenna masuk dan meletakkan rantang yang berisi makanan itu pada meja.

"Apa iya sosok anak kecil itu hantu dari Radi?" Batin Lenna.

"Baru kali ini aku di temui hantu, ah sudahlah." lanjutnya.

Lalu Lenna bersiap untuk mandi. Untuk datang kembali melayat di rumah Suti.

Lenna masuk ke dalam kamarnya, melepas bajunya, dan hanya memakai kemben.

Ia kemudian menggulung rambut hitamnya yang panjang.

Dia langsung berjalan keluar menuju sumur samping rumahnya.

Saat akan menuju sumur, diluar dia melihat lagi sosok anak kecil yang tak lain itu adalah Radi.

"Radi?" Gumam Lenna sambil mengucek matanya.

"Kalau itu memang hantu Radi, tapi masa iya ada hantu di hari menjelang siang begini. Kata ibu hantu itu adanya kan hanya di malam hari." Gumamnya lagi dengan polosnya.

Ia lalu bergegas menghampiri Radi untuk memastikan.

Ternyata benar. Yang di depannya saat ini adalah Radi.

Lenna berjongkok dan meraih kedua tangan Radi. Tangannya itu semua terasa dingin oleh Lenna.

"Apa kamu arwah Radi?" Tanya Lenna.

Lenna tidak merasa takut akan hal itu.

Sosok itu hanya mengangguk.

"Kenapa kamu masih disini?" Tanya Lenna lagi.

Arwah Radi tidak menjawab. Dia hanya terdiam sambil ia melepaskan tangannya dari genggaman Lenna.

Lalu sosok itu perlahan berjalan ke arah pekarangan belakang rumah Lenna.

Di pekarangan itu terdapat banyak sekali pohon bambu yang lebat. Saking lebatnya pekarangan itu terlihat gelap oleh rimbunnya pohon bambu.

Lenna hanya terdiam melihat itu dari kejauhan.

Arwah Radi berjalan ke arah salah satu pohon bambu, dan menghilang disana.

"Kenapa dia menghilang di pohon bambu itu?" Batin Lenna.

Kemudian Lenna kembali berjalan ke arah sumur.

Ia menimba air dan menampungnya di dalam gentong yang terbuat dari bahan tanah liat.

Ia kemudian membuka kemben yang melilit pada tubuhnya.

Setelah selesai mandi, Lenna bergegas ke kamar untuk mengganti bajunya.

Ia kini memakai kebaya berwarna hitam, dengan jarit yang dipakai untuk bawahannya.

Ia juga memakai selendang hitam untuk menutupi ujung kepalanya.

Dan kemudian ia berangkat melayat menuju rumah Suti.

...🍁🍁🍁...

Pada siang harinya, terlihat warga sudah banyak berdatangan untuk melayat di rumah Suti.

Lenna yang baru saja tiba, langsung masuk ke dalam rumah itu.

Terlihat Suti yang sudah sadar dari pingsannya kini berada di samping jenasah Radi dengan di temani mang Yanto, suaminya.

Suti masih terus menangisi anaknya itu.

"Bi Suti, mang Yanto, saya turut berduka atas meninggalnya Radi." Ucap Lenna pada mereka berdua.

"Iya, Neng. Trimakasih" jawab Yanto.

Suti hanya mengangguk sambil menangis dalam pelukan sang suami.

Lenna yang melihat Suti yang masih terus menangis, ia merasa tidak tega.

"Bi, bibi yang sabar ya. Ikhlaskan kepergian Radi. Agar Radi tenang disana. Semoga bibi dan mang Yanto di beri ketabahan." Ucap Lenna.

Kemudian Lenna bergabung bersama pelayat lain untuk mendoakan jenasah Radi.

Hari sudah menjelang sore.

Setelah semua selesai, kemudian jenasah Radi siap untuk di makamkan.

Beberapa orang turut membantu menggotong keranda jenasahnya.

Lalu jenasah Radi di berangkatkan menuju tempat peristirahatannya.

Suti dan Yanto mengikuti dari belakang keranda bersama pelayat yang mengiringi jenasah tersebut.

Lenna pun mengikutinya dari belakang.

Sesampainya di pemakaman, terlihat seorang kyai yang memimpin jalannya upacara pemakaman.

Suti dan Yanto terlihat sangat terpukul dengan kematian anaknya yang benar-benar secara tiba-tiba.

Lenna yang melihat hal itu turut bersedih.

Saat jenasah sudah di masukkan ke dalam liang kubur dan akan di timbun tanah, Lenna melihat lagi arwah Radi.

Kini sosok itu berada di samping ibunya, arwah Radi itu menatap ibunya yang tengah menangisi kematiannya.

Tapi satupun tak ada orang yang mengetahui kehadiran sosok arwah Radi itu di tengah-tengah mereka.

Hanya Lenna yang tau akan hal itu.

Lenna hanya terdiam melihat itu.

Saat jenasah sudah benar-benar dikuburkan, barulah arwah Radi menghilang saat itu juga.

...🍁🍁🍁...

Setelah semua tamu selesai menikmati hidangan yang di sajikan tuan rumah, para pelayan itu kembali merapikan meja dan membersihkan bekas-bekas piring dan gelas yang ada di atas meja.

"Ceu, daritadi aku kebayang pria Belanda itu terus." Ucap Rahel pada Ratih sambil mengelap meja.

"Kira-kira namanya siapa ya?" Sahutnya lagi.

"Aku tidak tau, coba saja kamu tanyakan pada supir pribadinya." Ucap Ratih.

"Ah, aku tidak berani." Sahut Rahel.

Kemudian mereka kembali ke dapur untuk mencuci semua piring dan bekas peralatan makan lainnya bersama para pelayan lain.

Lalu sore pun tiba.

Ratih dan Rahel tengah bersiap untuk pulang.

Tidak lupa, Ratih juga membawa beberapa sisa makanan yang tersisa untuk di bawa pulang dan di berikan pada Lenna.

"Ratih!"

Terlihat seorang pria paruh baya memanggil Ratih sambil berlari menghampirinya. Dengan setelan rambut kinclong rapi, kemeja putih, kerah baju yang dikancingkan hingga leher, memakai celana coklat, dan sandal selop.

Pria itu bernama Darius.

Darius adalah pria yang menyukai Ratih sejak dulu sebelum ia menikah. Sampai sekarang menjadi janda pun Darius masih menyukai Ratih.

Namun Ratih selalu biasa saja menyikapi Darius.

Ratih menoleh ke arah pria itu, "Eh, Darius." Tutur Ratih.

Darius terengah-engah saat sudah menghampiri Ratih.

"Tidak perlu berlari-lari seperti itu, seperti di kejar Belanda saja. Jadi capek kan." Ucap Ratih.

Darius tersenyum, "Hehehe, tidak setelah melihat kamu, Ratih."

"Hm, wadul ah! (Bohong)" Ketus Ratih.

"Kamu pulang sendiri?" Tanya Darius.

"Tidak, aku sedang menunggu Rahel. Dia sedang mengambil upah dulu." Jawab Ratih.

Tak lama setelah itu kemudian Rahel datang menghampiri mereka.

"Eh, Darius, sudah lamakah?" Tanya Rahel.

"Belum, belum lama kok." Darius dengan senyum lugunya.

Lalu Ratih mengajak mereka pulang, "Ya sudah ayo kita langsung pulang atuh, takut semakin sore."

"Darius, kamu mau pulang bersama kami?" Tanya Rahel.

Darius tersenyum, "hehehe, iya atuh. Biar bisa nemeni Ratih."

"Hm." Ratih memutar wajah malas.

Lalu mereka bertiga pulang bersama.

Ditengah perjalanan, Rahel berpisah karna jalan menuju rumah Rahel berbeda dengan jalan menuju rumah Ratih.

"Ratih, sudah sore begini, aku temani kamu pulang ya. Biar tidak terjadi apa-apa denganmu." Ucap Darius.

"Aku sudah terbiasa berangkat maupun pulang sendirian. Bahkan malam hari sekalipun." Jawab Ratih.

"Tetap saja aku kawatir, kamu ini perempuan. Nanti kalau kamu di apa-apakan sama Belanda bagaimana?" Darius.

"Hm. Sok kawatir. Ya sudah kalo kamu mau mengantarku. Tapi jangan macam-macam!" Tegas Ratih.

"Hehehe. Iya. Aku tidak akan macam-macam" ucap Darius kegirangan.

Kemudian Darius tersenyum senang karna dia di perbolehkan mengantarkan Ratih ke rumahnya.

Lumayan, bisa menikmati perjalanan berduaan.

Akhirnya Darius bisa berduaan sama neng Ratih.

.

.

.

.

.

.

.

.

Bersambung...

Jangan lupa dukung Author dengan Vote, Like, dan juga Komen.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!