Mutiara Aurora nama indah yang diberikan oleh orang tua ku. Usiaku 21 tahun, aku hidup dan dibesarkan di keluarga yang kekurangan, tepatnya setelah kematian ayah, semakin memperparah kemiskinan ku. Aku tinggal bersama ibu dan adik perempuan ku, nama nya Laura, Adik ku ini masih SMP.
Karena keterbatasan ekonomi aku terpaksa tidak melanjutkan pendidikan, aku hanya lulus sekolah dasar, pendidikan yang rendah membuat ku sulit mendapatkan pekerjaan, Aku berambisi apapun yg terjadi adik ku harus berpendidikan dan tidak boleh putus sekolah seperti diri ku.
Semua terasa sulit, sebagai anak tertua keadaan menuntut ku menjadi tulang punggung keluarga. Sedangkan ibu dengan usianya yang semakin senja membuatnya sering sakit-sakitan. Keadaan ini membuat ku tidak memiliki waktu untuk sekedar bermain atau nongkrong seperti kebanyakan gadis milenial seumuran ku.
Aaah.. andai aku memiliki sedikit keberuntungan dalam mengeyam pendidikan pasti semua tidak akan sesulit ini, suatu hal yang selalu ku sesali. Pendidikan ku, ijazah selalu menjadi tolak ukur dalam penilaian orang sekitar ku. Aku selalu dianggap gadis bodoh oleh orang sekitar walau terkadang mereka memuji kecantikan ku.
Bukan narsis tapi kenyataannya aku memang secantik itu, dan survey tetangga ku membuktikan. Haha..aku beruntung dalam hal ini, tuhan ciptakan bentuk tubuh yang indah dengan body bak gitar spanyol, wajah yang anggun sesuai porsinya.
Namun karya tuhan itu malah membuat ku selalu dalam masalah, tetangga julid sering mencurigai ku menggoda suami mereka, padahal mah. Aku nggak berbuat apa-apa. Suami mereka aja yang mata nya jelalatan, sebegitu kuat pesona seorang Mutiara, aku lewat aja bisa bikin suami tetangga oleng. Apalagi dikasih senyum, bisa ngences dah tu burung perkutut. Cak elah tu kan aku kepedean lagi, sekali lagi aku katakan aku cantik. Titik !!.
Iyain aja biar senang.
Fitnah selalu mengikuti langkah ku ketika keliling berjualan gorengan, ya. untuk memenuhi kebutuhan aku berjualan keliling kadang sesekali juga ngambil job cujemsok (cuci jemur gosok).
"kak besok adalah hari terakhir untuk pelunasan SPP, apakah kakak sudah mempunyai uang?"
ucap adik semata wayang ku dengan wajah lesu.
Aku tak langsung menjawab tapi mengeluarkan beberapa lembar pecahan 2 ribu Rupiah dari kantong, hasil jualan hari ini, aku hitung ada sekitar 40 ribu Rupiah. Sungguh ngenes.
"hanya ini uang yg kakak dapat hari ini dek"
Ku perlihatkan lembaran uang lecek padanya
"ini belum seberapa kak, uang SPP ku sudah menunggak 3 bulan sekitar 450 ribu Rupiah dan harus dilunasi besok kalau tidak aku tidak akan bisa ikut ujian akhir"
dengan raut sedih Laura masuk ke kamar nya.
Aku merasa sedih dengan keadaan keluarga ku, bahkan untuk membayar sekolah adik ku saja aku tidak mampu.
" Nak, ambillah cincin ini dan jual lah gunakan uang nya untuk membayar SPP Laura"
Ibu meletakkan sebuah cincin ke telapak tangan ku.
"tidak ibu, ini cincin pernikahan ibu dan ayah, benda satu satu nya yg tersisa dari kenangan ayah"
Sudut mata ku terasa panas, ada rasa sesak di dada saat ibu menyodorkan cincin kenangan itu.
"aku akan melakukan apapun asalkan ibu jangan menjual cincin ini"
Raut wajah ibu merubah sendu merasa bersalah karena dia tidak mampu membantu dan membuat putri-putrinya bahagia.
"dari mana kita akan mendapatkan uang untuk sekolah Laura nak ?, bahkan gorengan yg kamu jual sering tidak habis, dan uang nya hanya bisa untuk memenuhi kebutuhan sehari hari.
Dibalik pintu kamar ku lihat Laura menguping percakapan aku dan ibu, dia mencoba menahan bulir bening yang akan membanjiri pelupuk matanya.
"Ibu, kakak, aku memutuskan tidak akan melanjutkan sekolah, aku akan bekerja untuk membantu memenuhi kebutuhan kita".
Aku sedikit terkejut mendengar apa yg dikatakan Laura, ada rasa kesal saat mendengar ucapan nya.
"apa maksud mu dengan tidak melanjutkan sekolah Laura ?!!"
Aku sedikit membentak, air mata yang ku tahan akhirnya tumpah. Muak sekali dengan keadaan ini, kapan aku bisa memiliki uang yang banyak!!, bukan tidak bersyukur. Tapi aku tidak ingin Laura seperti diriku tanpa pendidikan.
"Asal kamu tau Laura aku rela bangun sebelum ayam berkokok untuk menggoreng gorengan, dan bepanas panasan keliling untuk berjualan, itu semua ku lakukan untuk mu Laura,,!! untuk pendidikan mu".
Tangis ku semakin menjadi, aku tantrum, eeh macam bocil aja tantrum maksud ku, aku sangat sedih. Laura terlihat merasa bersalah dengan mengatakan itu semua, suasana menjadi haru biru terdengar sesekali tarikan isakan ku, aku sesegukan.
"kakak maaf kan aku, aku tidak bermaksud menyinggung perasaan mu, aku hanya tidak ingin membebani mu dengan biaya pendidikan ku lagi"
Srhuuuutt...!! Tarikan ingus ku semakin panjang.
"aku akan mencari pekerjaan, kita akan berjuang bersama untuk memenuhi kebutuhan" Laura beringsut menyeka air mata di pipi ku.
"bekerja kata mu !!?, pekerjaan apa yg akan kamu dapat dengan pendidikan mu yg rendah dik ?. Aku menyekolahkan mu agar kamu menjadi orang yg sukses, agar bisa mendapatkan pekerjaan yg layak, yg lebih dari pada diriku, aku tidak ingin kau seperti diriku"
Cih semakin kesal saja aku dibuatnya.
"Bahkan ini adalah ujian akhir mu, kakak akan berusaha sebisa mungkin mencari uang untuk SPP mu dan biaya untuk masuk SMA"
Aku beranjak ke kamar meninggalkan ibu dan Laura yg masih menangis.
terdengarlah Ibu yg tidak mengatakan apa apa dari tadi pun menasehati Laura
"Nak hargai lah usaha kakak mu dia sangat menyayangi mu, jangan pernah membantah apa yg dia katakan"
"Aku hanya kasian kepada kakak Bu, andai ayah masih ada keadaan kita tidak akan seperti ini"
ungkap Laura.
"Sudahlah nak, semua sudah menjadi takdir dari yg kuasa, jangan menyalahkan keadaan"
Hatiku teriris mendengar pembicaraan ibu dan Laura.
Matahari sudah merangkak turun dari beberapa jam lalu menandakan bahwa malam telah tiba.
Sementara aku masih berpikir keras bagaimana cara agar mendapatkan uang untuk SPP Laura.
"cara satu satu nya hanyalah dengan cara meminjam uang ke rentenir"
hanya itu yang terlintas dipikiran ku saat ini.
Pagi hari nya aku pergi untuk meminjam uang ke rentenir tanpa sepengetahuan ibu dan Laura.
"hai Mutiara ? ada apa datang kesini ?"
tanya Bu Dewi wanita usia 40 tahun yg disebut rentenir oleh orang orang itu dengan wajah pura pura tidak tahu nya.
"hhmm, begini Bu,anu"
Aku sedikit gugup tidak berani mengatakan maksud ku.
"Katakan lah berapa jumlah yg kau butuh kan ?, tidak perlu sungkan "
Sudah macam peramal saja dia tau maksud kedatanganku,Bu Dewi senyum mengejek. Aku muak menatap wajah glowing berminyak dengan alis bengkok bak celurit, kalau bukan karena keadaan tak kan ku datangi rumah nya.
"Saya ingin meminjam uang 500 ribu Rupiah Bu"
Bu Dewi hanya tersenyum dan berlalu ke kamar nya, beberapa menit kemudian dia keluar dengan membawa beberapa lembar uang dan memberikan pada ku.
Muda sekali rupanya meminjam pada Bu Dewi, tak jadilah ku julid pada alis celuritnya, tadinya kalau tak dapat minjam duit mau ku pinjam saja alis celuritnya buat motong rumput dijual jadi makanan kambing.
"Terima kasih Bu Dewi, terima kasih banyak"
Ucap ku sambil tersenyum semanis mungkin sebagai bentuk terima kasihku, kalo suami tetangga yg liat pasti ngences lagi burung perkutut nya. Eeh kok malah ngaur, balik ke topik.
Namun perkiraan ku salah dengan sinis Bu Dewi mengatakan.
"kamu jangan senang dulu Mutiara, kamu harus mengembalikan uang ku bulan depan dengan bunga 50%"
Aku terkejut hampir terjengkang mendengar penuturan Bu Dewi, yang benar saja. Seperti nya aku jadi kembali julid. Tapi dalam hati.
" apa 50% ??, tapi Bu. Apa itu tidak terlalu besar?" aku memelas berharap dikasihani.
"Jika kamu keberatan tidak apa, silahkan pergi !!, masih banyak yg membutuhkan uang ku"
Sungguh terlalu, dasar lintah darat. Tapi aku berpikir jika tidak menerima uang Bu Dewi dari mana lagi aku akan mendapatkan uang untuk Laura.
"Baiklah Bu saya akan meminjam uang ini, dan akan mengembalikan nya sesuai dengan apa yg ibuk minta".
Terpaksa dan terpaksa lagi, tak ada kata lain selain terpaksa. Huuu.. Melelahkan.
Si alis celurit malah menatap ku dengan tatapan aneh, Iya tau aku cantik bohay bahenol tapi ngak gitu juga keles mata nya buk. Tentu nya kata kata itu hanya mampu ku ucap dalam hati.
"Mutiara kamu memiliki paras dan tubuh yg indah kenapa tidak kamu gunakan kemolekan tubuh mu itu untuk mendapatkan uang yg banyak?"
Aku kaget dan merasa tersinggung dengan ucapan Bu Dewi, dasar lintah darat ku cabuti bulu celurit mu baru tau rasa. Gumam ku segera berlalu pergi secepat mungkin menggenggam uang pinjaman yang akan beranak bulan depan yang nggak tau bapak nya siapa. Nasib.. Nasib.. Begitulah jadi orang tak punya.
Aku berlari dan meneteskan air mata, bagai mana pun aku tersinggung dengan kata kata Bu Dewi yg menghina ku. Segitu hina pandangan nya pada ku, hanya karena aku miskin.
Dari kejauhan masih ku dengar Bu Dewi berteriak.
"ingatlah Mutiara jika kamu membutuhkan uang yg banyak datang lah pada ku lagi, aku punya teman yg akan memberikan solusi untuk mu !!!"
Bacot !!! Ingin rasanya ku umpati sambil acungi jari Tengah pada nya namun apalah daya sekali lagi, aku miskin.
Aku tak menoleh sedikit pun dan langsung pulang, walau pun aku merasa sedih dengan kata kata Bu Dewi namun aku juga merasa lega akhirnya mendapatkan uang untuk SPP Laura.
Setelah sampai rumah aku segera masuk ke kamar Laura. Ku lihat adik kesayanganku ku sedang belajar.
"Laura ini segera lunasi SPP mu, kakak sudah mendapat uang yg cukup untuk membayar nya"
ku letakkan uang yg didapat diatas buku belajar nya. Laura terlihat bingung.
"Tapi kak, dari mana kakak mendapatkan uang secepat ini ?"
tanya nya penasaran.
"Sudahlah kamu tak perlu tau, yg penting sekarang adik kakak yg cantik ini akan bisa ikut ujian besok"
Aku memeluk Laura dan mencium nya. Sayang sekali rasanya pada adik ku ini, aku rela melakukan apa saja untuk kebahagiaan nya.
"Terima kasih kakak, kamu memang kakak terbaik di dunia"
Dengan gembira Laura pun membalas pelukan ku.
Tiba-tiba ibu masuk ke kamar, ibu terharu melihat kedua anak nya saling berpelukan.
"lihat lah pak mereka tumbuh begitu cepat, andai kau masih bersama kami mungkin kau tidak akan membiarkan Mutiara bekerja begitu keras untuk kami".
gumam ibu dalam hati.
"Ada apa ini ? Sepertinya lagi senang ?"
ucap ibu mengurai pelukan kami.
"aaa, ibu bikin kaget saja, kami lagi bahagia karena kakak sudah mendapatkan uang untuk membayar SPP ku, besok aku bisa ikut ujian akhir sekolah"
ucap Laura semangat sambil memeluk ibu.
*****
Mutiara Aurora
Laura
"oo yah,,? ibu sangat senang mendengar nya, Mutiara dari mana kamu bisa mendapatkan uang secepat itu nak? " tanya ibu kepada ku.
"hm anu, itu ada orang baik yg memberikan nya pada ku Bu"
Aku terpaksa berbohong karena tidak mau membuat ibu dan adik ku sedih jika mengetahui bahwa aku meminjam uang ke rentenir.
Ibu sangat peka aku tahu dia tidak akan percaya begitu saja, karena selama ini aku tidak perna berbohong pada nya.
"Tidak masalah nak jika kamu tidak mau bicara pada ibu dari mana kamu dapat uang itu, yg penting itu uang yg kamu dapat dengan cara halal, ibu tau kamu berbohong"
Sambil mengusap lembut puncak kepala ku ibu berlalu pergi, Aku hanya terdiam melihat ibu keluar dari kamar. Bagaimana jika ibu tahu bahwa aku mendapatkan uang itu dari si alis celurit, ibu pasti marah.
"Huuu...!!" ku hembus nafas kasa.
Keesokan hari nya aku berjalan kaki berjualan gorengan keliling seperti biasa, dibawah terik mentari yg menyentuh kulit mulus ku dengan sedikit peluh yg membasahi kening namun tak mengurangi sedikitpun semangat dan tekadku, aku heran walau sering berpanas-panasan tapi kulit ku tidak gosong, masih terlihat putih dan sehat, cuma itu nilai plus pada diri ku. Ditengah berkeliling aku melihat tulisan.
"Lowongan Pekerjaan" disebuah toko furnitur, toko tersebut menerima karyawan tanpa syarat dan ijazah. Waw aku semoga nasib baik berpihak padaku kali ini.
Aku memberanikan diri untuk melamar pekerjaan di toko tersebut.
"Permisi pak, apa masih ada lowongan pekerjaan disini ?"
tanya ku pada pria paru baya yang duduk santai di depan toko.
"Oh tentu masih ada neng, kebetulan saya lagi butuh karyawan"
jawab nya yang merupakan pemilik toko.
"Boleh kah saya bekerja disini pak, tapi saya tidak memiliki ijazah"
ucap ku dengan mata berbinar berharap diterima.
Terima terima aku mohon! Aku berdoa dalam hati
pemilik toko memperhatikan ku dari atas sampai bawah, menatap ku lekat. Jangan bilang terpikat dengan pesona ku. Bisa berabe, bukan nya dapat kerja Malah di tuduh pelakor sama bini nya ntar, aku bergidik ngeri membayangkan dijambak istri pak tua ini. Jiwa kepedean selalu melekat pada ku yang dijuluki kembang desa walau hidup dipinggir kota ini, aku sedikit sombong masalah fisik.
"Baiklah mulai besok datanglah kesini, tugas mu hanya membuka dan menutup toko, membersihkan debu pada furnitur dan melayani pelanggan, bekerja mulai dari pukul 8 pagi dan pulang pukul 5 sore" rupanya aku diterima gaes, senang sekali. Ini menjadi pekerjaan terbaik ku selama aku hidup.
"Terima kasih pak, sekali lagi terima kasih, besok saya akan datang sesuai dengan waktu yg bapak perintahkan"
Aku sangat senang kuncup bunga sedang bermekaran di hati ku, aku seperti orang yang sedang jatuh cinta. Eeh ngomong ngomong soal cinta, aku tidak tahu itu apa seumur hidup aku belum pernah jatuh cinta.
Punya fisik hampir sempurna tidak menjamin percintaan ku, bukan tidak ada pria yang mau, banyak yang ngantri malahan. Tapi aku tak punya waktu untuk itu, masalah kehidupan ku jauh lebih penting, masalah jodoh biar tuhan dan author yg ngatur.
"Maaf sebelum nya pak, bagaimana dengan masalah gaji ?"
Aduh kok malah nanya gaji sih? Mulut ku ini memang tidak bisa dikontrol,
"Kalau soal gaji saya bisa kasih 1 juta lima ratus ribu Rupiah untuk 3 bulan pertama, dan akan naik sesuai kinerja kerja kamu di bulan berikut nya".
Rupanya si bapak baik juga, walau gaji segitu aku sudah sangat bersyukur, yang penting tidak panas panasan lagi jualan gorengan.
"Ok pak saya tidak keberatan masalah gaji, sekali lagi terimakasih ya pak, saya pamit lanjut jualan dulu ya pak, besok saya akan kesini lagi"
Aku pergi melanjutkan jualan dengan hati yg gembira, Seperti mendapat durian runtuh aku berjalan sambil bersenandung bahagia, akhirnya aku bisa mendapatkan pekerjaan. Terlihat lebay memang, tapi kan tingkat bahagia seseorang berbeda beda.
Hari ini gorengan ku ludes terjual, seolah menambah rasa gembira yg ada di hati ku.
" ibuu !!"
pekik ku dari depan pintu dengan senyum yg tak lepas dari mulut ku, membuat ibu terlonjak berlari tergopoh-gopoh khawatir mendekati ku.
"Ada apa Mutiara ?, apa yg membuat kamu berteriak seperti itu nak ?"
ibu penasaran dengan tingkah ku, mungkin dia ngira aku ketempelan.
"Masuk lah dulu, kata kan pada ibu apa yg membuat putri kesayangan ibu segembira ini ?"
tanya ibu lagi sambil membaca ayat kursi dan meniupkan ke ubun-ubun ku. Aku terkikik geli.
" Ibu aku tidak kesurupan, hari ini gorengan ku habis terjual semua, dan yg paling menggembirakan besok anak mu yg cantik ini akan bekerja di toko furnitur yg tak jauh dari rumah kita"
ucap ku dengan PD nya, sambil memukul-mukul dada bangga.
Ibu sangat gembira mendengar ucapan ku.
"Alhamdulillah, semoga anak anak ibu selalu di berkahi"
"Amiin"
ucap kami bersamaan.
Keesokan pagi nya aku berangkat untuk bekerja, ditempat kerja aku diberi arahan oleh pak Anto yg merupakan pemilik toko, ya namanya pak anto, pak Anto memperkenalkan ku pada seorang karyawan nya yg sudah satu bulan bekerja disitu.
"Mutiara ini adalah Sindi satu-satu nya karyawan perempuan ditoko saya"
"Hai Sindi saya Mutiara karyawan baru disini, senang berkenalan dengan mu"
aku memperkenalkan diri, sok akrab. Namun Sindi terlihat cuek dan melanjutkan pekerjaan nya. pak Anto pun meninggalkan kami.
Setelah pak Anto tidak kelihatan lagi Sindi yg tadi nya cuek menghampiri Mutiara.
" kamu yakin mau bekerja disini ?"
tanya Sindi, dengan nada meledek.
"Saya sangat yakin, emang nya kenapa kamu kok nanya gitu sin?"
Aku jadi penasaran dengan kata kata Sindi.
"Tidak apa-apa, dilihat lihat dari paras dan ukuran body kamu mungkin bisa dapat pekerjaan yg layak, menjadi model misal nya"
Tak heran sih, orang yang belum kenal Aku pasti berfikiran begitu. Sekali lagi aku Cantik. Cihuii ..
"huus !!, jangan mengejek ku seperti itu, mendapatkan pekerjaan ini saja sudah cukup bagi ku, aku tidak sekolah,ijazah ku hanya sampai SD"
ucap ucap ku merendah serendah rendahnya sampai nyungsep, canda nyungsep.
"Maaf Mutiara aku tidak bermaksud menyinggung mu, aku hanya bergurau saja"
kata Sindi dengan ekspresi yg lucu.
"Sudah lah lupakan saja"
kami pun ketawa bersama, entah menertawakan apa?.
Tadi nya aku mengira Sindi adalah orang yg sombong dan cuek, tapi ternyata Sindi orang nya asik diajak ngobrol.
"O ya Mutiara disini pekerjaan kita tu banyak apakah kamu sanggup ?"
tanya Sindi, hm meremehkan wanita tangguh seperti ku, belum tau aja dia kekuatan super seorang Mutiara.
"Sindi aku sudah pernah mengatakan kalau aku sanggup, tidak ada pekerjaan yg berat disini, diri mu seperti meremehkan kekuatan ku saja"
ucap ku sambil mengangkat tangan memperlihat kan otot lengan ku, sayang tidak seperti otot popaye.
Sindi terkekeh dengan kelakuan ku, dengan posisi yg masih tangan terangkat aku berkata.
"Begini Sin kalau hanya untuk menyapu, mengelap debu dan menutup pintu. Lengan ku yg kecil ini masih kuat kok"
"Yakin ?, nanti nangis"
ejek Sindi pada ku.
"Tapi beneran disini tu pekerjaan kita banyak kadang sambil nguli juga"
Sindi sambil tertawa.
aku tidak pedulikan perkataan Sindi bagi ku itu cuma lelucon Sindi saja.
kami bercerita sambil menyapu dan mengelap perabotan tak terasa waktu istirahat makan siang dan shalat zhuhur pun tiba.
aku memang tidak pernah meninggal kan waktu shalat aku adalah anak yg rajin beribadah, selesai shalat aku menemui Sindi. Sindi yg tengah membuka bekal makan siang nya pun menoleh pada ku.
"kamu gak bawa bekal ?"
tanya Sindi.
Lah harus bawa bekal ya?
"nggak Sin, aku kira makan siang kita ditanggung bos"
Dengan raut lesu aku duduk di samping Sindi.
"Kamu kira siapa bos kita ? Rafi Ahmad ?, yg mentraktir makan karyawan nya, asal kamu bos kita tu seperti ini"
Sindi berkata sambil menggenggam kan tangan nya, aku yg tak mengerti maksud Sindi cuma bisa bengong.
" Ini arti nya pelit" jelas Sindi.
aku hanya terkekeh dengan kalimat Sindi.
"Sudah ayo makan bersama kita"
ajak Sindi.
"Nasi mu sedikit, hanya muat mengisi seperempat lambung ku saja"
"Tidak perlu banyak alasan, aku tau makan mu banyak tapi karena hari ini masih panjang sampai pulang sore nanti makan la sedikit, kasian cacing cacing mu nanti mereka pargoy"
aku terkekeh mendengar ucapan Sindi, kami pun makan bersama. Ternyata Sindi orang nya baik dan humoris dihari pertama bertemu saja kami sudah akrab.
Setelah waktu istirahat siang selesai aku melanjutkan pekerjaan ku , tapi karena pekerjaan nya sedikit aku lebih banyak duduk. aku merasa bosan sedangkan Sindi masih terlelap tidur siang, aku tidak membangunkan nya karena aku pikir tidak ada pekerjaan lagi.
Aku pun lanjut berkeliling toko, aku penasaran dengan setiap sudut toko hingga aku sampai pada pintu belakang, aku pun coba membuka nya.
"Oo ternyata ini hanya gudang kayu dan busa"
pikir ku.
*****
Sindi
Dengan langkah santai aku masih terus menyusuri gudang kayu dan sampai pula pada sebuah pintu.
"Aku pikir yg tadi adalah pintu terakhir ternyata masih ada pintu lagi, buka ah"
fikir ku dalam hati saat akan membuka pintu tiba-tiba Sindi datang.
"Mutiara !, ngapain kamu disini ?, aku nyariin dari tadi eh rupanya malah di gudang"
Cerocos Sindi menarik tangan ku menjauh dari situ.
Eh apaan sih ni anak main tarik aj.
"Ayo temani aku di depan toko tidak ada yg jaga nanti bisa-bisa bos marah".
"Aku hanya penasaran dengan tempat kita kerja ni"
Aku memutar bola mata penasaran melihat sekeliling sudut tempat kerja ku.
"Oo setelah gudang kayu ini, ada pabrik pembuatan perabotan dan furnitur yg ada di toko, bos kita memproduksi nya sendiri"
Bla bla bla..
Sindi menjelaskan dengan semangat tentang semua yg ada ditempat kerja pada ku, seperti guru yg sedang menjelaskan didepan kelas. Nyerocos tanpa rem, aku hanya sesekali mengangguk pura-pura paham penjelasan nya biar dia senang.
Kasihan mulutnya sampai berbusa, nggak ada akhlak emang diriku.
Serah lu deh Sin.
"Banyak karyawan cowok lo di tempat produksi, apa kamu mau menggoda salah satu dari mereka"
goda Sindi sambil menyenggol bahu ku menyadarkan ku kembali ke dunia nyata, aku hanya tersenyum malu dengan ucapan Sindi.
"Menggoda mata mu ?, bahkan untuk bertatapan langsung pun aku belum pernah sama laki laki"
Sindi terperangah mendengar ucapan ku, dikiranya aku apaan, jangan kan menggoda buat dekat aja nggak berani.
"What ??, jadi kamu belum pernah pacaran gitu?"
Hebat ni anak
Sindi salut hampir tak percaya padaku, aku mengangguk entah harus bangga atau ngenes dengan diriku.
"Ya begitulah kira kira"
Aku meninggalkan Sindi yg masih Melongo. tak percaya.
"Hai Sin tutup mulut mu nanti masuk lalat !!, noh kecoa terbang juga siap buat masuk, dikiranya lubang kloset bau bangke sumpah congor mu !!"
teriak ku dari jauh, Sindi pun tersadar segera mengejar ku yg mendahuluinya.
"Sialan kamu,, emang sih tadi makan ulam Pete. Haha"
Aku semakin akrab dengan Sindi, candaan seperti itu sudah biasa, Sindi tidak akan tersinggung sebaliknya pun aku begitu.
Waktu pulang telah tiba karena rumah ku tidak jauh dari toko aku memutuskan untuk berjalan kaki, sedang kan Sindi mengunggu angkot untuk pulang karena tempat tinggalnya lumayan jauh.
"Sin aku duluan ya, sampai jumpa besok"
Aku pun berjalan dengan santai menikmati sinar keemasan matahari sore yg menjelma di ufuk barat, aku bersenandung merdu sambil melompat kecil.
Katak si lompat katak.. Eeh kok malah lagu katak.
Sesampai dirumah, aku disambut ibu, sedangkan aku tidak melihat keberadaan Laura.
"Laura mana Bu ?, dari aku pulang tadi tidak melihat nya"
tanya ku penasaran dengan keberadaan adik ku itu, karena sejak kepulangan ku tadi tidak melihat batang hidungnya, aku takut nya dia kelayapan.
"Laura ada kegiatan disekolah, katanya untuk persiapan perpisahan sekolah nya besok"
jelas ibu.
Aku mengangguk menanggapi ucapan ibu dan berlalu pergi untuk mandi membersihkan diri, seharian ini aku gerah karena di toko tidak ada kipas mau pun Ac.
Aaaah segar sekali!
ingin rasanya aku berlama lama bermain dengan air di dalam kamar mandi, menjelma jadi putri duyung yg tersesat, sayang bak mandi di rumah ku cecil kalau sedikit besar mungkin aku sudah berenang, khayalan ku terhenti dengan masuk nya waktu magrib, segera ku sudahi mandi ku dan bergegas untuk shalat magrib.
"Mutiara !!, Laura !! ayo kita makan bersama"
panggil ibu dari dapur.
Hari ini aku memang tidak membantu ibu di urusan dapur aku pulang kerja udah kesorean pulang dan Laura pun baru pulang setelah magrib.
Kami makan dengan lauk seadanya goreng tempe dan tumis kangkung, makanan lezat yg sesuai dengan lidah miskin kami.
"kak bagaimana hari pertama kerja mu ?"
tanya Laura memulai percakapan.
"Biasa saja, semua nya berjalan dengan baik dan pekerjaan nya pun tidak terlalu berat"
Aku masih melanjutkan suapan nasi ku
ibu yg mendengar pun merasa senang.
"Bagai mana dengan orang-orang ditempat kerja mu nak apakah mereka ramah?"
Tanya ibu, suara dan kata kata nya yg lembut selalu menenangkan hati ku, ibu selalu seperti itu. Dia tidak cerewet, pembawaan nya tenang, tidak akan pernah marah kalau kami tidak melakukan kesalahan yg besar.
"Ibu ditempat kerja ku cuma ada 2 karyawan, aku dan Sindi, di tempat produksi beda lagi karyawan nya, Sindi orang nya sangat baik dia adalah sahabat pertama ku"
Aku pun menceritakan semua kejadian yg ku alami hari ini, sesekali aku tersenyum saat menyebut nama Sindi, teman baru ku itu sangat menyenangkan sebagai orang yg kurang pergaulan aku hampir tak memiliki teman. Makanya aku sangat senang bertemu orang seperti Sindi seperti nya kami sefrekuensi dan akan menjadi bestie.
Selesai dengan cerita ku tentang siang tadi aku pun segera tidur, karena malam semakin larut dan juga besok aku akan bangun pagi untuk membuat sarapan dan bekal kerja, besok aku akan bawak bekal sendiri tidak akan nebeng makan Sindi lagi.
Dihari kedua nya bekerja, aku datang terlalu cepat. Aku terpaksa harus menunggu diluar toko karena kunci ada pada Sindi.
"Kenapa lama sekali Sin ?, aku sudah berlumut menunggu mu dari tadi"
Aku cemberut pura-pura kesel.
"hei bekicot kebanyakan bacot !, ini baru jam berapa? kam yg kecepatan, macam hari gajian aja sekalian noh abis subuh datang nya,"
Alamak disemprotkan, tadinya aku pengen pura-pura ngambek malah Sindi yg jadi kesal.
"Santai dong Sin, kok jadi kamu yg emosi ? " Aku terkekeh.
"iyalah mentang-mentang hari ini kamu bawa bekal, esmosi aku!!"
Sindi pun ngakak sendiri.
"emosi sin..emosi bukan esmosi!" koreksi ku pada Sindi
"Mutiara kamu jangan tersinggung sama kata kata aku yg terdengar kasar ya, aku kalo ngomong sama orang yg udah aku anggap teman atau sahabat ya gini, begini lah asli aku, berarti aku udah anggap kamu sahabat"
Aku merasa senang dan terharu, walaupun Sindi nyablak tapi dia terlihat tulus dalam berteman dan ini pertama kali nya seseorang memanggil ku sahabat.
Memang masa remaja ku pun dihabiskan untuk membantu keluarga, aku hampir menangis.
Melihat mata ku yg mulai berkaca kaca Sindi pun mengejek ku.
"Ululu.. Cabat baru ku yg bohay sudahi air mata buaya mu ayo bantu aku membuka pintu toko ni, mau dipecat pak bos? dasar cengeng. Gitu aja nangis"
kami pun membuka toko bersama sama.
"Mutiara kita kan sudah menjadi sahabat, aku minta nomor ponsel kamu dong"
Aku bengong, nomor ponsel mana yg akan ku kasih sindi.
"aku ngk punya ponsel, bahkan untuk makan pun kami sering kekurangan"
Mataku pun kembali berkaca kaca membayangkan kehidupan ku, terserah lah Sindi mau ngejek lagi.
Terdengar helaan nafas berat Sindi, sepertinya dia prihatin pada ku.
" Mutiara kalo kamu ada apa apa, masalah atau beban aku siap menjadi orang pendengar keluhan mu".
Aku merasa sangat senang mendapatkan sahabat seperti Sindi, aku pun menceritakan semua kisah hidup ku kepada Sindi.
Hari-hari telah berlalu, 5 hari lagi aku akan gajian.
"Asik ada yg bentar lagi gajian pertama ni"
goda Sindi, sambil menoel Noel pipi mulus ku, aku kan jadi risih dasar Sindi usil.
"Apaan sih Sin biasa aja kali, bahkan kamu tau kan gaji aku tu buat apa ?"
Aaah membayangkan gaji pertama yg hanya singgah sebentar saja di tangan ku membuat aku tak bersemangat. Lemes bestie..
aku yg Cape kerja si alis celurit yg bakal nguasain gaji ku.
"Ya ya ya, aku tau buat si rentenir alias lintah darat itu kan? lagian kamu sih pakek pinjam sama dia segala, macam gak tau aja nyedot nya gimana tu lintah darat, sampai kering keriput dah dompet dibuat nya"
Sindi ikutan kesal, aku hanya bisa cemberut susah sekali bibir ini melengkung keatas, seperti di tarik dua buah batu sudut kiri kanan bibir. jadi melengkung nya kebawah.
"Ya mau gimana lagi udah terlanjur dan pada saat itu aku benar benar lagi butuh uang"
Rasanya aku ingin tantrum tapi malu diledek Sindi ntar.
"Ok ok sekarang jangan sedih lagi yg penting kamu dapat uang buat bayar tu lintah darat"
"Iya tapi aku masih bingung gimana cara nya aku bisa dapat uang buat lanjutin sekolah nya Laura ke SMA, kamu tau kan bulan ini dia juga akan lulus SMP dan aku butuh banyak uang untuk itu"
Seperti memikul beban berton-ton dipundak ku, berat sekali rasanya. Ingin ku lambaikan tangan ke kamera, begitu kejam author pada ku. Namun aku tidak boleh menyerah semua demi masa depan Laura dan juga keluarga.
"kamu jangan khawatir ya, tetap berusaha dan gua akan bantu lo sebisa yg gua mampu"
Sindi memelu ku, memberi selamat. Beruntung nya aku menemukan sahabat seperti Sindi.
"Makasih Sin, kamu udah jadi sahabat terbaik aja udah cukup kok buat aku"
bulir bening mengalir lagi di pipi mulus ku, akhir-akhir ini banyak hal yg membuat ku selalu melow.
"Cup cup cup.. Mutiara ku yg cantik, jangan nangis lagi dong nanti kilauan mu ikut hilang bersama air mata ni, jelek tau. Mending kalo air matanya berubah jadi Mutiara beneran bisa kaya kamu, ni nggak malah bikin mata bengkak"
Sindi tengil selalu bisa membuat mood ku bagus.
Tak terasa hari sudah mulai petang, toko pun sudah tutup kami pulang ke rumah masing masing.
Dalam perjalanan pulang Aku tidak ingin mempercepat langkah, ingin berlama-lama menikmati hangat nya sinar jingga matahari sore, sesekali aku bersenandung melepaskan semua lelah yg ada dibenak ku.
Kali ini bukan lagu katak si lompat lagi tapi lagi mencadak mencadu macam mana Upin tidur..
Eeh.. tukan ngaur lagi.
Dari kejauhan tampak seorang perempuan ingi menghampiri ku, perempuan itu tak lain adalah rentenir tempat ku meminjam uang, Si alis celurit. Duh malas kali rasanya ingin melipir putar arah tapi dia sudah dekat, mari kita hadapi dengan senyuman manis saja.
"Hai Mutiara, masih ingat janji mu kan sayang ?" sambil memegang tangan ku
Cih tanpa ditanya pun aku ingat, duh ingin segera sampai rumah rasanya
Aku menepis pelan tangan nya, kalo kuat takut dikeroyok anak buah si alis celurit. Macam presiden saja kemana-mana dikawal bodyguard.
Tapi ini bukan bodyguard melainkan tukang pukul saat si alis nagih hutang pada orang yg meminjam pada nya bila tak dibayar. Ngeri Yee..
"Tenang saja Bu 5 hari lagi saya akan melunasi nya"
"Bagus, jangan lupa dengan bunga nya 50%, ingat jika kamu tidak segera melunasi nya maka bunga nya akan bertambah terus dan terus menerus"
wanita itu pergi dengan senyum licik nya. Aku bisa bernafas lega.
*****
Happy Reading...
Jangan lupa
Like
Vote
Dukungannya ya
Terimakasih 🤗
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!