Bab 1
Kisah berawal di sebuah ruang tamu di kediaman seorang wanita bernama Fitri Anggi Nita,dengan panggilan akrab Fitrie, di pagi hari yang cerah langit pun berwarna biru.
waktu sudah berlalu 15 menit, dia masih terlibat dalam percakapan yang serius dengan seorang pria muda, terlihat dari cara bicara dan sikap keduanya menunjukkan diantara mereka sudah cukup akrab satu sama lain. hingga tiba pada obyek bahasan yang nampaknya serius.
DI awali sebuah pertanyaan dari Fitrie kepada pria itu, yang bernama,
" Kak Aji....sepagi ini dari Jakarta datang, hanya untuk bertanya tentang hubungan kita seperti apa ?"
" Benar sekali Fit, aku sudah bosan menjalani rutinitas yang kita perbuat ini, hanya kurang dua hari saja, pas setahun. Dengan tanpa kepastian siapa aku di matamu."
" Ya teman.., kita berteman bukan ?"
" teman..teman katamu. ?..Ya Tuhan tak seujung rambut pun aku menyangka kalau jawabanmu akan seperti itu ," sambil batinnya berkata, " pantas, cewek ini, setiap aku mencoba untuk duduk mendekat, selalu dia pindah menghindar, selalu begitu dan begitu berulang kali, duduk bersebrangan." celoteh Kata dalam batinnya.
Penampilan dan status pria ini tidaklah di bawah rata-rata, sebaliknya tidak akan memalukan bagi siapapun, pria yang bilamana mengajak wanita itu ke suatu forum resmi sekalipun.
Keduanya mempunyai kelebihan yang tidak umum, dengan tanpa menyebut kekurangan mereka sebagaimana 'Fitrah' Manusia tidak ada yang sempurna.
Sesaat kemudian, " terkecuali kak Aji sudah menjawab sebuah pertanyaan yang akan ku ajukan itu pun terserah kak Aji...mau atau tidak,
kalau tidak, ya sudah, sampai kapan pun kita akan tetap menjadi teman seperti saat ini, tidak ada masalah dan tidak akan ada masalah toh kak..?" dan Aji pun menjawab
" Ya masalah buat aku sih, usiaku hampir berkepala tiga, bulan depan pas jadi tiga. Tidak sedikit teman sebayaku sudah berkeluarga ."
padahal wanita itu pun, hanya bertaut selisih 4 tahun darinya , tapi Aji tidak menyinggung sejauh itu dan sambungnya,
" sebegitu pentingnya kah pertanyaannya itu bagimu Fit..?"
" Penting sekali ....sangat penting malah, dan itu sudah Pakem sebagai syarat mutlak yang harus di lalui ." cetusnya
" Siap tuan putri, apakah gerangan pertanyaan tersebut tuanku?" Timpal Ajie dengan nada berseloroh.
Fitri seperti kurang tanggap akan gurauan itu, dia menimpalinya dgn sikap seakan mau mulai bertanya, tapi malah dia tutup wajahnya dengan kedua telapak tangan dengan membungkukkan badannya, beberapa saat hal ini berlangsung.Aji menunggu dengan penuh kesabaran, dalam hatinya bertanya, apa gerangan yang akan di tanyakan kepadanya....
Dan saat yang dinantikannya itu pun tiba .
" Kak Aji , sebelumnya aku minta maaf, akan hal yang mungkin kak Aji tidak berkenan ," terlihat wajah gadis itu seperti sedang menahan sebuah beban.
Beban mental tampaknya. Aji pun menanggapi dengan gelengan kepalanya saja, dia yakin itu sudah cukup sebagai jawaban.
" Jangan menjadi surut bagimu untuk mengajukan pertanyaan itu, kalau memang itu sudah menjadi prinsip dasar mu Fit..".
" Baiklah ...sebelumnya Aku ucapkan terimakasih, atas kebesaran hatimu kak ".
" Lanjut..." jawab Aji singkat.
" Langsung saja yah...,apakah kakak sudah pernah kawin ?" dengan suara lirih tapi jelas di pendengaran laki-laki itu, bahkan seakan sebuah Guntur, malah lebih mirip lecutan Petir, tapi ini di siang hari bolong, hingga membuat dia terpana walau sesaat. Tapi itu berlangsung hanya sesaat.
Laki-laki ini bukan tumbuh dan berkembang dari lingkungan biasa biasa. Ayahnya seorang PAMEN ABRI di NKRI, dan Ibunya seorang lulusan sekolah keterampilan wanita di Jaman pra Indonesia merdeka.
Dengan didikan disiplin semacam ABRI di padu dengan kelembutan seorang ibu yang penyabar dan bijaksana, saat jadi Taruna di sebuah perguruan tinggi pelayaran mendapat gemblengan fisik dan mental yang baik, jadilah dia tumbuh dengan penuh tanggung jawab dan penuh percaya diri.
Di saat seperti ini, bukan tanpa pemikiran yang matang, juga bukan karena kaget sesaat.
Serta merta dia menjawab pertanyaan tersebut,
" ya..., aku memang sudah pernah kawin," dan.. lanjutnya lagi.
" Maafkan kalau jawabanku ini, tidak sesuai dengan yang kau harapkan, tapi.."
Belum lagi dia melanjutkan perkataannya, dengan serta merta gadis di hadapannya itu berdiri dan berjalan menuju pintu utama masuk ke Rumah itu, serta merta dibukanya pintu itu lebar-lebar seraya berkata ;
"Kak...kau bukan orang yang tanpa pendidikan, datang dari kalangan terpandang pula ".
Sampai disitu dia tidak sanggup untuk melanjutkan kalimat yang akan diucapkannya, hanya tangannya yang sanggup dia gerakkan sebagai isyarat bagi laki-laki tersebut untuk keluar dan pergi meninggalkannya seraya berkata ," pergi dan jangan pernah kembali "
kalimat itu pun dipaksakan untuk bisa terucap,
Karena di kedua bola matanya walau sekilas, terlihat oleh Aji genangan air bening bahkan sempat beberapa mutiara bening bergulir jatuh dan meleleh di kedua pipinya.
Mata yang bersinar bening indah, dan pipi yang lembut memerah, yang dari dulu hingga detik itu dia kagumi, saat ini atas permintaan pemilik pipi dan bola mata indah itu, dia harus pergi menjauhinya.
Gadis itupun menutup pintu, dan berlari mengarah ke bagian dalam rumah, lalu menghilang di lorong ruang keluarga.
Sementara itu, Aji yang berdiri di luar pintu masuk, tanpa menunggu waktu lebih lama lagi.
Dia pun melangkah ke arah pagar halaman untuk selanjutnya berjalan menuju jalan raya, di trotoar sepanjang jalan raya menuju arah ke rumah orang tuanya.. Aji melangkahkan kakinya..yang terasa olehnya seperti tidak berpijak di tanah, ringan badan nya, seakan hanya raganya yang saat ini sedang melangkah tanpa jiwa, hingga beberapa penyedia jasa angkutan Ojek yang sedang siaga di pangkalannya di mulut gang, yang dia lalui menawarkan sarana angkutnya, tidak digubrisnya.
Dia terus melangkah mengikuti kata hati yang serasa hancur terkoyak, " kalau saja raga ini bukan Tuhan yang Maha Esa yang membikinnya, mungkin tadi di halaman rumahmu, Fit.. sudah berserakan serpihan daging dan bercak darah, itulah Hatiku,"
demikian batin nya berkata.
Sinar mentari yang mulai terasa sedikit menyengat bagi orang lain pada umumnya, saat itu baginya terasa sebaliknya, menggigil badannya, mendadak
ingatannya kembali ke kejadian yang berlangsung hanya pada hitungan beberapa pekan telah berlalu.
Di salah satu Cafe yang terdapat di pesisir pantai kota pelabuhan laut, Santos, Brazil. Tragedi kelam di malam itu terjadi, keberadaannya di negara nun jauh disana, saat dia berada di sebuah kapal Tanker milik sebuah maskapai pelayaran di negara Kincir angin, Belanda, yang memulai ikatan kontrak kerjasama dengan Petro Brass, Pertamina nya Negara Brazil, dimana dia berada disana, sebagai salah satu awak di kapal tanker tersebut yang semula melakukan layanan angkutan minyak antar negara saat itu, kapalnya di alih fungsikan, menjadi fasilitas Storage tanker..atas kesepakatan kedua belah fihak yakni pemilik kapal di satu sisi dan pengguna, yakni Petro Brass ,di sisi lain.
Kapal yang tadinya berlayar dengan rute Eropa dan Amerika latin, mengangkut minyak dari Brazil diantaranya La-Salina, Sao Paolo..atau pelabuhan minyak lainnya untuk di bawa ke pelabuhan minyak di Amsterdam atau Rotterdam.
Disaat ini terikat oleh rantai jangkar dan pada bagian Haluan kapal ( depan ) dan Buritan ( belakang )nya.
Kapal ini di fungsikan sebagai penampung hasil minyak dari ladang minyak di sekitarnya, untuk nanti di distribusikan kepada Konsumen yang mengambilnya dengan armada Kapal-Kapal mereka.
Sementara hari berjalan seiring pengoperasian dan kegiatan para awak kapal yang terbiasa dengan kerja pemeliharaan ataupun perbaikan seperti saat saat kapal berlayar dan saat Kapal tiba di pelabuhan tujuan, para awak kapal yang lepas dari jam tugasnya pergi pesiar dengan tujuan sesuai selera mereka masing-masing.
Ada peribahasa lain belalang lain ikannya lain pelabuhan lain pula keasyikannya. Peribahasa itu berlaku saat kapal melayani angkutan muatan yang kadang di luar dugaan.
Kantor pusat lah yang memegang kendali kemana kapal harus mengambil muatan dan kepelabuhan mana tujuan akan dibongkar, itu pernah Aji Alami.
Yang semula akan mengangkut minyak dari Puerto De la Cruz di kawasan Venezuela di pertengahan pelayaran tiba-tiba berubah arah ke Punto Kardon, untuk nantinya di bawa ke Belgia.Itu dulu, sebelum kapal di rubah menjadi storage tanker, setelah menjalani
Rutinitas kegiatan sehari-hari dari itu ke itu lagi, dan yang di lihat sepanjang mata memandang hanya air laut dan pantai, terlihat dari geladak kapal, itu akan memakan waktu 1 jam untuk pergi kesana, itu pun dengan moda transportasi berupa boat service yang di sediakan oleh perusahaan untuk akhir pekan saja, di luar itu service disediakan 24 jam tiap hari untuk keperluan darurat.
Rasa jenuh mulai melanda, solusi pun mulai di cari. Di temukan dari saling berbagi info bahwa di pantai yang bisa terlihat tanpa bantuan alat, ada Cafe bernama Paradiso yang menyediakan hiburan cukup bagus, bila dibandingkan dengan restoran-restoran atau Bar, yang bertebaran sepanjang pantai tersebut.
Di malam Minggu yang akan datang, Aji mendapat giliran, peluang yang sangat bagus untuk menikmati malam minggu di Cafe Paradiso yang konon beritanya begitu Amazing., "betulkah begitu, atau itu sekedar rumor yang di besar besarkan ?,"
gumamnya, " inilah saat yang tepat dan luar biasa."
Malam Minggu ini pimpinan Perusahaan memberikan hiburan kepada seluruh anak buah Kapalnya, untuk menikmatinya dengan semua fasilitas di tanggung perusahaan, demikian isi telegram yang di pampang pada dinding maklumat di ruangan tempat anak buah Kapal rehat, saat jeda istirahat minum kopi.
Isi berita lanjutannya yang tidak kala menarik, yaitu berkenaan dengan hari ulang tahun kelahiran Ratu Beatrix, yang di sambut gempita oleh seluruh crew dengan suara teriakan lantang.
" Hore hidup mabuk !!!", demikian diantara luapan rasa gembira dari beberapa anak buah Kapal.
Singkat cerita, hampir seluruh awak kapal termasuk Kapten yang berkebangsaan Belanda dan ahli Navigasi lainnya dari Belgia dan Crew yang keseluruhannya dari Indonesia, menyambut dengan sukacita.
Tanpa melanggar aturan yang oleh seluruh dunia pelayaran sepakati dan patuhi.
Menurut Aturan yang berlaku, jika dalam keadaan biasa, maka jumlah keseluruhan awak Kapal, saat itu 26 orang, atas kebijakan Kapten dan perusahaan dengan dasar peraturan Internasional, yang di perbolehkan pergi meninggalkan kapal hanya 16 orang saja, dengan asumsi, bilamana mendapat kondisi dan situasi memaksa, awak Kapal yang tinggal, akan sanggup mengoperasikan seluruh alat-alat keselamatan darurat.
Alkisah, mereka yang berjumlah 16 sudah menginjakkan kakinya di pintu masuk Cafe Paradiso, di sambut dengan ramah oleh pemilik Cafe langsung, begitu tahu bahwa rombongan kali ini adalah awak dan Kapten, dari sebuah kapal tanker yang belum lama di operasikan di kawasan ladang minyak disana.
Setelah di persilahkan untuk mengambil posisi yang sesuai keinginan, disini sang Kapten yang dapat kehormatan untuk menentukan tempat duduk dan posisi yang dianggap nyaman Bagi para awaknya, di pilihnya dua meja, lantas di rapatkan menjadi satu dengan kursi berjumlah dua kali 16. Konon itu sengaja di siapkan untuk para wanita sebagai pemandu ria.
Dari perbincangan ringan hingga deretan minuman ringan, menengah seperti Bir lokal hingga yang kelas berat berkadar alkohol tinggi, dengan lebel berbeda, sudah tersedia diatas meja.
Beberapa wanita baik yang dikenal oleh pemilik Cafe maupun wanita pendatang, yang sengaja berkunjung kesana untuk sekedar meluangkan waktu bermalam Minggu, telah tumpah ruah.
Asap rokok dan musik berirama samba, bercampur dalam hingar bingar suasana "Demam malam Minggu ", begitu tutur MC , menyampaikan dalam bahasa Inggris di padukan dengan bahasa Spanyol, aksen Brazil.
Senja berlalu dan suasana kelam mulai mendominasi, kursi yang sengaja di atur sehingga setiap awak Kapal di bawah arahan Kapten kapal sebagai Kordinator, telah terisi oleh wanita pemandu, kecuali kursi di samping tempat duduk Aji.
Entah kebetulan atau bukan, kenyataannya memang tidak ada lagi wanita yang dengan sengaja telah di undang oleh pemilik Cafe untuk menyenangkan para tamunya....
Bab 2
Ketika Sang Kapten bertanya tentang kondisi itu, pemilik Cafe pun menjawab dengan ringan, tanpa beban, " Kehabisan stok ."
Yang dia maksudkan dengan ' Stok ' yaitu wanita yang telah terpilih dan telah di nyatakan lulus, setelah terlebih dahulu menjalani semacam seleksi yang diadakan oleh tim khusus dari manajemen Cafe tersebut.
Cairan di dalam botol di atas meja, mulai berpindah ke setiap gelas di hadapan mereka, dan beberapa botol sudah mulai kosong, telah menjadi isi perut mereka, kecuali Aji yang tidak mengonsumsi minuman yang beralkohol.
Semua yang berada di rombongan sudah tahu dan maklum, dia akan menghadapi jadwal 'wajib untuk
ikut tes kesehatan ' sebagai ' wajib rutin tahunan '
kebetulan hari Senin dia akan menjalaninya.
Hujan di sertai tiupan angin yang kencang, mulai turun menyusul cuaca tadi sore Langit telah menampakkan tanda akan turun hujan, membuat suasana menjadi romantis, semakin membuat pengunjung terlena kedalam acara berasyik-masuk
dengan pasangannya masing-masing.
Aji yang dari permulaan acara, hingga jam menunjukkan pukul 22: 00 waktu setempat, masih dengan minuman Coca Cola dihadapannya, entah sudah berapa kaleng yang telah dihabiskannya, dia mulai menemukan ada suatu keganjilan pada rasa minuman yang dari tadi diminumnya, terlontar ucapan mewakili pertanyaan di benaknya, dan mendapat tanggapan yang spontan dari teman yang duduk di sebelahnya.
Makanya, kalau berlayar, jangan cuma main di sekitar kolam susu saja, kau pinta ke orang kantor, ini Brazil man ! minuman ringan di sini berbeda, agak sedikit pahit- pahit begitu kan ?"...he..he.he,
belum kau ke Paranagua, di sana bertemu cewek cantik-cantik tidak kalah cantik di bandingkan dengan bintang film kita, tapi jangan salah Ji ! begitu mereka tertawa., hampir semua orang di sana giginya hitam.
Kalau kau tanyakan itu kepadaku Ji. ? Jawabanku singkat saja, " Kesana kau, agar tahu !" Bar disana kalau menyediakan Bir, mereka suguhi juga sepiring kecil garam.
Sambil mendengarkan celoteh temannya yang mungkin hampir mabuk itu, Aji merasa pening di bagian kepalanya semakin menjadi-jadi, ketika akan berdiri saat merasakan ingin ke toilet, dia terhuyung dan hampir jatuh.
Dia paksakan untuk berjalan menuju ke toilet, belum lagi sampai ke tujuannya, kakinya tersandung kaki meja, dia yakin akan dirinya, kalau dalam keadaan biasa, itu tidak akan terjadi.
Kaki yang tersandung membuat hilang keseimbangan, tubuhnya limbung, untuk kali ini dia tidak bisa lagi menjaga untuk tidak jatuh, dia terjatuh akan tetapi masih beruntung kerena saat jatuh, dia terduduk di sebuah kursi sofa yang sedang diduduki oleh seorang wanita berparas cantik menurut penglihatannya.
Dia kucek matanya berulang kali, untuk memastikan bahwa penglihatannya tidak keliru.
Ternyata benar, wanita yang kini berada dekat di sampingnya, adalah seorang wanita berparas cantik sempurna, Aji minta maaf kepada wanita itu, atas kejadian yang tidak dia sengaja tadi, wanita itu menganggukkan kepala sambil tersenyum kearahnya, Aji melanjutkan niatnya semula.
Beberapa saat berlalu dia keluar dari toilet dan berjalan melalui jalur yang sama, saat tersandung kaki meja tadi, ketika percis dia akan melewati ujung meja itu lagi, dia merasakan ada tangan yang halus terasa olehnya mencekal pergelangan tangannya, ketika dia menoleh ke arah yang mencekal tangannya, " siapakah pemilik tangan itu ?" demikian pertanyaan dibenaknya.
belum lagi terjawab pertanyaannya itu, terdengar suara ," Duduklah di sini, itu lebih baik untukmu ," lebih mirip anjuran, Aji yang semula merasakan pening pada seluruh bagian kepalanya, sekarang mendadak merasa hilang rasa sakitnya itu, kembali dia gosok kedua matanya, untuk lebih memastikan dirinya tidak sedang mabuk.
Tidak ada alasan untuk merasakan kepalanya pening apalagi mabuk, toh dia tidak mengonsumsi minuman yang beralkohol yang ada di hadapannya.
Tapi yang membuatnya dia menjadi sadar, seandainya saat ini dia sedang mabuk, adalah seorang wanita secantik itu, yang berada jauh beribu kilometer dari tempat orang mempergunakan bahasa Indonesia, wanita ini justru berbicara bahasa Indonesia dengan fasih dan benar pula, fikirnya.,
" Ayo duduk ", bernada perintah , nanti ku ceritakan apa yang sebenarnya telah terjadi, semenjak engkau mulai duduk di kursi itu," sembari dia tuding kan telunjuknya ke arah kursi yang tadi Aji duduki.
Sampai di sini dia masih berdiri terpana, entah apa yang ingin di ucapkan nya, mungkin saja karena rasa terpesona yang membuatnya menjadi bingung dan heran, kenapa rasa pening yang tadi begitu menyiksanya, mendadak sirna,? untuk sementara kah ini ?, kenapa dia mengalami yang dia yakin tidak harus di alaminya, karena dia tidak merasa telah mengonsumsi minuman yang beralkohol walau sedikit, karena dirinya besok akan menjalani test kesehatan.
Sementara dia masih kebingungan atas semua pertanyaan yang belum dia temukan jawabannya, terasa olehnya, tangan yang lembut kembali memegang pergelangan tangannya, bahkan kali ini, dia menyarankan kepada AJi untuk duduk di sebelahnya.
Di ikuti nya saran tersebut, hingga diujung percakapan mereka berdua, keduanya saling memperkenalkan nama masing-masing, wanita itu bernama Josette Maria Cardoso, disebutkannya namanya sambil mengulurkan tangan untuk bersalaman dan Aji pun menyebutkan namanya, selanjutnya, wanita itu bertanya, " yang duduk di sebelah kanan dan kirinya itu temanmu kah ?"
Di jawab oleh Aji," ya, mereka teman baikku "
" Tidak, menurutku, mereka bukan teman baikmu,"
Demi mendengar ucapan wanita yang baru di dijumpainya berkata seperti itu, Aji tidak serta merta menyanggahnya, dia balik bertanya. " Kenapa kau berkata seperti itu ?" ujar Aji
" Tadi, aku melihat tidak dengan sengaja, saat pertama kau pergi ke toilet, temanmu menuangkan isi gelasnya ke kaleng minuman ringan mu, ketika yang ke dua kalinya kau pergi lagi ke toilet, teman di sebelah kiri mu berbuat yang sama, aku perhatikan bahkan ku hitung, kau pergi kesana hingga lima kali, dan yang terakhir sebelum kau melanggar kaki meja di hadapanku, wanita yang duduk di samping temanmu itu, memasukkan sesuatu yang aku tidak tahu percis apa jenisnya, yang bisa aku lihat di genggamannya itu sebuah botol kecil, pantaslah kalau sampai berulang kali engkau pergi untuk pipis, itu salah satu pertanda engkau dalam kondisi tidak normal, " pungkasnya, dan lanjutnya lagi...
" Sekarang, apakah kau masih mau kembali ke tempat duduk mu itu ? kaleng minuman mu menunggu di sana, untuk yang kali ini, mungkin yang akan mereka masukkan, bukan lagi akan membuatmu hanya tersandung ke kaki meja," Ucap Josette sedikit ketus, memperingatkan. Membuat lelaki itu terdiam, mungkin di dalam pemikiran normal nya, mengakui yang di ucapkan wanita itu,
' benar ' di luar kendali akalnya, dia mengangguk anggukkan kepalanya.
Malam mulai beranjak ke makin larut, angin yang semula bertiup sepoi, mulai terasa semakin dingin seolah menembus hingga ke tulang, sementara hujan turun semakin lebat, Josette bertanya kepada Aji, " Jam berapa kau harus pulang ke Kapal ?" sapa nya, ada nada khawatir.
Demi melihat kondisi pria di hadapannya itu, karena sepanjang yang dia ketahui, tanda-tanda orang yang sedang dalam pengaruh obat sejenis perangsang untuk memacu syahwat, masih terlihat walau mungkin hanya tinggal sisa, namun masih bekerja didalam tubuhnya.
" Siapakah wanita yang berada di hadapannya ini ?"
Demikian pertanyaan didalam benak Aji.
Setelah Aji menjawab pertanyaan yang diajukan wanita bernama Josette Maria Cardoso itu, dengan singkat, " jam 09:00 ." Katanya, seperti kurang berminat dalam menjawab.
Wanita tersebut berkata kepada Aji, bahwasanya dia akan mengajaknya ke tempat dia menginap, tapi tidak diucapkan akan tujuan dan maksudnya.Dia ingin memastikan atas dugaannya terhadap pria ini.
Sejatinya dia yang berprofesi sebagai Dokter umum yang saat ini sedang menempuh ke jenjang yang lebih khusus lagi yakni spesialis di bidang Anestesi, dan saat ini sedang mengambil rehat dari kesibukannya di kota Rio De Janeiro ke Santos ini, untuk sekalian menjenguk kedua Orang tuanya, yang berdinas di kota tersebut.
Dengan tujuan sebuah Riset, yang akan berlangsung di kamar tempatnya menginap, kalau dengan sengaja mencari ' obyek ' manusia yang sengaja dia pinta untuk mau membantunya, tidak terbayangkan olehnya seberapa tingkat kesulitannya, namun ...
Kali ini sungguh Tuhan telah mengirimkan kepadaku, seseorang yang akan menjadi obyek Riset ku, ini akan membantu dan memperlancar, sekaligus menentukan kelulusan di pengajuan Disertasi ku sebagai calon Dokter spesialis Anestesi." Hatinya berbunga-bunga.
Guys....bagaimana kelanjutannya ?
akan di temui di kisah kelanjutannya di Episode yang
berjudul " Malam Jahanam " tapi masih di kisah
* GARIS TANGAN *
Bab 1
Josette Maria Cardoso, penduduk asli di Kota Santos, lahir, dewasa, hingga masa remaja dilewatinya di kota tersebut.
Jalan raya utama juga jalan protokol berikut masing- masing namanya, bahkan gang sempit sekalipun,
hampir seluruhnya dia hafal di luar kepala. Menandakan kota itu tidak terlalu luas.
Akan tetapi kalau Cafe Paradiso yang dia kunjungi ini kekecualian baginya, karena sepanjang ingatannya, sejak terakhir dia meninggalkan kota yang hafal seluk beluknya kota ini, Cafe itu belum berdiri, juga suasana disekitarnya belum seramai seperti yang baru saja di saksikan nya.
Sementara pandangan matanya menyapu ke seluruh ruangan, pikirannya pun ikut bekerja, bagaimana cara dia, untuk mengajak laki-laki yang di ketahui nya bernama Aji, untuk dibawanya keluar dari sana tanpa meninggalkan masalah.
Kalau lelaki ini yang minta izin kepada pimpinan kelompoknya untuk pergi, belum tentu didapatkannya izin itu, sedangkan, kalau dia yang membawa Aji pergi bersamanya, tidak mustahil perbuatan itu bisa dianggap sebuah tindakan penculikan, karena kondisi laki-laki itu mulai menunjukkan sikap orang yang sedang sakau obat tertentu, yang terlarang.
Tanda itu terlihat dari pandangan matanya yang mulai sayu, akan tetapi pada bagaian dadanya terlihat seperti seorang Atlet yang baru saja selesai melakukan lari cepat seratus meter.
Dengan kondisi seperti itu, dia sebagai ahli Medis, tahu tindakan apa yang harus dilakukannya, serta merta, di dikeluarkannya sebuah tas untuk perjalanan, berukuran sedang, berisikan berbagai macam obat-obatan yang selalu di bawanya hampir di setiap pergi keluar dari rumah, tas berlogo " Ikatan Dokter Brazil " Dalam tulisan berbahasa Spanyol.
dikeluarkannya sebuah tabung plastik berbentuk silinder, dari sana di ambilnya sebutir obat berbentuk kapsul, selanjutnya dia berikan kepada Aji untuk diminum saat itu juga, tidak kurang dari 30 menit kemudian, Aji pun terlihat seperti orang yang baru terbangun dari tidur lelapnya.
Orang yang pertama dilihatnya adalah Josette, yang dia ingat bak seorang Dewi penolong baginya, selebihnya yang terekam di dalam ingatannya, adalah : ' Anjuran untuk pergi dari tempat itu secepatnya, untuk kemudian keesokannya di tempat pelayanan Boot antar jemput, sebelum pukul 10:00 pagi hari Minggu, dia harus sudah berada di sana untuk kembali ke Kapal.'
Tindakan seperti itu menggugurkan anggapan dirinya telah melakukan perbuatan Indisipliner, kendati saat ini dia pergi tanpa meminta persetujuan lebih dahulu kepada ketua rombongan, yaitu Kapten Kapal Bosman Van Dijk
Kelompok Band lokal, sebagai juru hibur di Cafe Paradiso, ternyata bukan sebuah group Band kaleng-kaleng, terbukti dengan banjirnya permintaan lagu untuk di nyanyikannya, salah satu lagu favorit saat itu dan atas permintaan tamu pengunjung, yaitu
'Sambapati' salah satu lagu dari Kelompok Band terkenal di Eropa maupun di Amerika, Chicago group Band, telah mereka nyanyikan dengan aransemen yang apik dan terdengar begitu sempurna, dalam irama musik khas Amerika Latin.
Saking sempurnanya, irama yang didendangkan Band lokal itu, mengajak salah satu pengunjung untuk menghentak-hentakkan kakinya ke lantai Cafe, sesaat kemudian dia berdiri, dan tindakannya itu di ikuti oleh pengunjung lainnya, sehingga hampir keseluruhan pengunjung berdiri di lantai untuk berdansa, mereka benar -benar larut dan terlena dalam buaian irama musik yang semakin menggila.
Tidak sedikit dari mereka yang semula datang kesana untuk tujuan sekedar duduk dan menikmati minuman khas Philipina, yang sengaja didatangkan dari negara asal pemilik Cafe ini, satu persatu mulai turun ke lantai pentas dan berbaur dengan pemain Band, mereka asyik meliukkan tubuhnya, dibawah pengaruh minuman beralkohol, keringat yang bercucuran hampir di sekujur tubuh, sudah tidak mereka hiraukan lagi, M.C di acara malam Minggu itupun memberi semangat berapi-api bak suporter pemain bola saat tim sepak bola yang menjadi idamannya. Maung Bandung, melawan tim Bajul hijau Persebaya Surabaya.
Mereka berteriak berbarengan, " Arrrriiiba !!" katanya, lantang, dan mereka yang bergoyang semakin menggila gerakkannya seperti orang yang sedang kerasukan.
Akan tetapi, yang patut di acungi jempol bagi mereka yang sedang bermalam Minggu di sana, yang notabene, ibarat makanan, adalah,.Gado-Gado.
Segala macam Sayuran masuk dan di aduk menjadi satu, tetapi sanggup membuat mata yang memakannya mendelik tidak terlihat lagi warna hitam pada kedua bola matanya tersebut seolah menghilang tidak terlihat, saking nikmatnya, namun tidak ada sejarah yang mencatat, orang yang mengonsumsinya sakit Perut, atau sakit lainnya, yang diakibatkannya.
Begitu juga mereka yang sedang bergoyang, diiringi oleh musik irama Samba, berbaur menjadi satu, di antara mereka belum saling mengenal satu sama lain. Mereka dari berbagai macam warna kulit, bercampur, bersenggolan, bahkan terdorong, tetapi tidak ada terjadi keributan yang diakibatkan oleh kondisi seperti itu. Mereka semua terlena, justru momen seperti inilah yang ditunggu oleh wanita itu.
Dengan tenangnya dia menyelinap di antara kerumunan orang yang sedang bersuka-cita, menuju kasir yang sebenarnya pemilik dari Cafe tersebut.
Josette mengantar Aji kesana sekaligus dia berlaku sebagai juru bahasa, Aji yang sudah dia arahkan sebelumnya, agar meninggalkan pesan untuk diteruskan kepada Kapten Hendrik selaku kepala rombongan, tentang dirinya pergi dengan wanita ini, seraya di tuding kan telunjuknya ke arah Josette.
Sang Bos pun menganggukkan kepalanya seraya mengacungkan jempol tangannya, menjawab dengan suara yang cukup keras, menandingi suara musik yang memekakkan telinga." Oke ." sahutnya.
Di sana tampaknya, sudah lumrah ketika pasangan muda-mudi yang pulang di tengah malam, atau dini hari sekalipun atau mereka akan pergi kemana, tidak akan menjadi sebuah objek bahan pembicaraan.
Kedua orang itu pun bergegas meninggalkan Paradiso, menuju Hotel tempat wanita itu menginap. Dia yang kemarin sengaja pamit kepada kedua orang tuanya, dan mengatakan bahwa dirinya pulang kembali ke Rio De Janeiro.
Pada kenyataannya dia ingin pergi menikmati suasana malam Minggu di kota kelahirannya ini, tanpa orang lain yang menyertainya. Tidak orang tuanya, juga tidak tunangannya, yang dia anggap keduanya itu sebelas dua belas, posesif.
" Puji Tuhan," kata batinnya saat menemukan kejadian di Cafe Paradiso, " sebuah anugrah yang luar biasa ," celotehnya.
Aji yang saat berangkat meninggalkan Cafe, bersamanya, bersikap sebagaimana layaknya orang yang tidak terpengaruh oleh minuman yang memabukkan, tetapi..saat baru saja mobil yang di kemudikan Josette memasuki pintu gerbang Hotel, terlihat lelaki itu seperti orang yang tidur pulas, bedanya degup jantung dan pada bagian permukaan dadanya naik turun dan degupnya begitu kencang, melebihi orang yang baru saja melakukan berlari cepat.
Josette bukan abdi medis yang baru lulus dengan ijazah yang tintanya masih basah, kejadian itu tidak lantas membuatnya panik, dengan bersikap tenang, dia arahkan kendaraannya menuju ke tempat parkir, sejurus kemudian dia hubungi melalui telepon selulernya ke bagian keamanan setempat yang sedang shift jaga, untuk di pinta bantuannya membawa Aji ke kamar inapnya.
Untuk lebih meyakinkan fihak keamanan, yang membantu mengevakuasi tubuh lelaki yang dibawanya dalam keadaan diduga pingsan itu, Josette sebagai seorang abdi medis, dia perlihatkan kartu keanggotaannya kepada fihak keamanan yang dengan serta-merta menempelkan kartu itu ke perangkat sensor yang tersedia di pos gardu penjagaan, hingga terlihat lampu biru menyala pertanda kartu tersebut diterima legalitasnya, dan terdengar suara dari piranti keamanan itu ," Clear ", katanya.
Dengan sigap dua orang penjaga shift malam itu membantu membopong tubuh lunglai itu, lantas diletakkan di pembaringan di kamar inap sang Dokter, dan dua orang petugas keamanan itupun pergi berlalu.
Tanpa membuang waktu, dia mulai melakukan semua yang sudah terpola, sebagaimana arahan mentor senior di Kampusnya, ketika persiapan praktik lapangan, dengan tanpa ada rasa ragu lagi.
Dimulai dari pengukuran tensi pada darah aji yang saat ini dia perlakukan sebagai pasien, hingga detak jantung , dan yang terakhir adalah pengambilan sampel darah..
Tinggal tugas terakhirnya, adalah membuat laporan atas hasil penelitiannya, dia merasa bersyukur, dan senyumnya mengembang, " Yes !" katanya ," Bingo ,"
pekik kecilnya menunjukkan rasa gembiranya, atas apa yang dia anggap sebagai sebuah keganjilan, memang hal yang mustahil yang baru saja dialaminya ini.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!