Khusus Season 1 kak, silahkan di beli kak😊🙏
Open PO
Judul: Permaisuri Sang Penguasa
Penulis : Sayonk
(289 halaman)
Rp. 88.000
Sinopsis :
Permaisuri yang dicampakan oleh Kaisar. Seorang anak yang di buang oleh ayah nya sendiri. Pulang ke istana menggerakkan hati kaisar, memberikan kesempatan bagi kaisar. Namun, lagi-lagi dikecewakan. Bagaimana kehidupan kaisar setelah di tinggalkan permaisurinya? mampukah sang Permaisuri memberikan kesempatan lagi atau memilih mengabaikannya?
#PermaisuriSangPenguasa #Sayonk #NovelindoPublishing #Noveltoon
Format pemesanan
Nama
Alamat
Kota
Kelurahan
Kecamatan
Kode pos
Nomer hp
Judul buku
Transfer ke rek 0560368836 an Diana bank bca
Online Order
https://api.whatsapp.com/send?phone\=62818331696
Bisa lewat Via Shopee
https://shopee.co.id/product/6676217/14665510909?smtt\=0.6677532-1647931679.9
Suasana di ruangan itu menegang, dinginnya saat musim salju tak berpengaruh, seolah ruangan itu di kelilingi oleh api yang membara. Mata birunya mantap manik mata berwarna cokelat itu. Ia sudah mengira, hidupnya tidak akan mulus. Ia sadar diri, hidupnya tidak berarti di kediaman Marquess.
Gaun berwarna putih itu ia remas sekuat-kuatnya, menyalurkan gemuruh dan sakitnya yang ia rasakan, saat mengetahui sebuah kenyataan apa yang ia dengar dan lihat. Laki-laki yang baru beberapa hari menjadi suaminya kini langsung menusuknya. Bahkan dengan teganya dia mengatakan bahwa ia memiliki seorang anak dengan wanita yang ia cintai.
"Aku menikahi mu hanya karena politik, maka dari itu kamu harus menerima kekasih ku menjadi Selir ku."
Deg
Remuk sudah hatinya, air matanya terus mengalir, ingin sekali ia berteriak dan mengatakan ia tidak terima.
"Kamu harus sadar akan posisi mu, meskipun kamu seorang Duchess, tapi bukan berarti nama itu kamu manfaatkan."
"Jadi aku tegaskan,"
"Duke, sudahlah. Duchess pasti memahaminya." Wanita itu menyela, ia masih menatap putranya itu. Kemudian mengangkat wajahnya ke arah Duchess Alexsa.
Duchess Alexsa hanya menatap, namun tatapan itu mengisyaratkan ia kesakitan. Akhirnya ia memilih untuk memutuskan pandangannya.
"Setuju atau tidak, dia akan tinggal di sini."
Duchess Alexsa tak bisa berkata apapun, ia memilih diam dan menunduk. Baginya, kehidupannya sama saja. Tidak di rumah Marquess dan rumah Duke. Lagi pula dia hanyalah seorang sampah yang tidak memiliki kekuatan apa-apa. Semua orang mengejeknya karena Marquess mengabaikannya.
"Baiklah, terserah. Aku, aku tidak peduli."
"Pernikahan akan berlangsung tiga hari lagi"
Duchess Alexsa menganga, mencoba menahan air matanya. Kenyataannya, air mata itu terus mengalir tanpa berhenti. Badai itu datang dengan petir yang seakan menghancurkan hati serta jantungnya. Baru, baru kemarin, baru beberapa hari yang lalu. Dia menikah dan tiga hari setelah pernikahan ini, ia langsung di buang tanpa ada yang memungutnya. Penghinaan ini, apakah akan terus berlanjut.
"Aku mohon, Duchess bisa menerima ku, karena aku adalah kekasih Duke dan anak ini adalah anak Duke, jadi aku tidak bisa memisahkan anak ini dengan ayah. Jika Duchess marah, marahlah pada ku."
"Tidak sayang, ini bukan salah mu. Akulah yang salah karena tidak menjaga mu dengan baik. Jadi sekarang, aku akan menjaga mu dan anak kita dengan baik.".
Hati Duchess Alexsa seperti terhimpit batu, ia melihat betapa hangatnya Duke Vixtor, sungguh beruntung, wanita itu di cintai oleh Duke.
Duke Vixtor menatap kembali Duchess Alexsa. Di kemudian hari ia tidak ingin Duchess Alexsa membuat kekasihnya tidak nyaman, maka dari itu, ia memutuskan memperingati dan mengancam Duchess Alexsa.
"Aku sudah menjelaskannya," Duke Vixtor menoleh. "Ayo sayang, kamu harus istirahat."
Duke Vixtor meraih anak kecil itu, menggondongnya dengan perasaan hangat. Ia mengikuti wanita di hadapannya, serta dua pelayan yang sudah membereskan kamar utama.
Duchess Alexsa diam membeku, air matanya tak lagi mengalir, entah karena kering atau ia sudah terbiasa hidup di abaikan. Rasanya, hatinya sudah membeku oleh sebuah penghinaan. "Seandainya aku mati, mungkin tidak akan ada orang yang menangisi ku."
Duchess Alexsa beranjak pergi, berdiri di teras dan menatap langit malam. "Tuhan, aku ingin ada seseorang yang menggantikan diri ku, aku, aku sudah lelah dengan semuanya."
Pada malam harinya.
Dentingan sendok dan piring yang saling beradu itu memecahkan keheningan. Bersikap anggun saat makan pun adalah adat dari seorang bangsawan. Kedua matanya tidak bisa ia bohongi, kenyataannya ia bisa melihat dan telinganya pun bisa mendengar. Tidak jauh dari sana, dalam satu ruangan, ia harus melihat betapa romantisnya hubungan kekasih.
Siapa pun tak menyangka, sikap dingin dari kekasih suaminya luntur dalam sekejap mata jika berhubungan dengan kekasihnya, Ellena.
"Saya sudah selesai, saya permisi." Duchess Alexsa pun keluar. Sesampainya di depan pintu, ia memegang dadanya yang terasa panas. Benar, ia harus kuat. Kedepannya ia akan melihat banyak hal lagi.
"Apa Nyonya baik-baik saja?" pelayan Anne yang masih berumur 19 tahun itu adalah pelayan setia Duchess Alexsa sewaktu dia memasuki rumah ini. Ia di perintahkan untuk melayani Duchess Alexsa. Memang keduanya belum akrap sepenuhnya, Duchess Alexsa tidak banyak bicara.
"Aku tidak apa-apa." Duchess Alexsa melenggang pergi, ia hanya bisa memendam sendiri.
Di kediaman Marquess pun ia tidak memiliki teman, kadang ia di kurung yang jelas bukan kesalahannya sendiri.
Duchess Alexsa menghentikan langkah kakinya, bisikan para pelayan tentu menambah kesakitannya.
"Apa Duchess langsung beristirahat? atau Duchess membutuhkan camilan. Saya akan membawakannya." Pelayan Anne berbicara panjang lebar, ia tahu. Kisah putri Marquess yang rumornya tidak di cintai oleh Marquess sendiri.
"Anne, aku tidak pernah akrap dengan siapa pun. Bagi ku, aku hanya hidup sendiri. Ibu ku meninggalkan ku. Aku tidak di harapkan, bukan."
Duchess Alexsa melihat ke bawah, kedua tangannya meremas pagar pembatas itu. Ia menoleh ke arah pelayan Anne, desiran angin malam membuat rambutnya melambai tak tentu arah. "Seandainya aku tidak hidup di dunia ini lagi, tentunya aku tidak akan melihat dan merasa kesakitan. Takdir ku, ini takdir ku." Duchess Alexsa menunduk dengan tubuh bergetar.
Pelayan Anne memegang bahu Duchess Alexsa. Tubuh Duchess Alexsa pun memeluk pelayan Anne. Ia hanya bisa menemani dan menjadi teman curhat Duchess Alexsa, ia tidak bisa berbuat apa pun selain menenangkannya.
"Bersabarlah Nona, suatu saat nanti kebahagiaan akan datang menjemput mu."
"O iya, besok kita keluar saja. Bagaimana kalau kita jalan-jalan." Usul pelayan Anne seraya melerai pelukannya. "Setidaknya, buat hati Duchess tenang."
"Iya, tapi sebelum itu kita ijin pada Duke. Aku takut, Duke marah."
Duchess, meskipun kamu tidak meminta ijin pada Duke. Tuan Duke akan mengijinkannya. Semoga Tuhan selalu melindungi mu
Di tempat lain.
Ruangan yang bernuansa elegan dan mewah, di sisi ranjang terlihat box bayi berwarna putih dan dua orang yang sedang bercanda dan tertawa melihat bayi perempuan itu. Bayi mungil itu terlihat bahagia melihat kedua orang yang kadang menggelitikinya.
"Dia sangat cantik, sama seperti mu Ellena.
Wanita yang bernama Ellena itu mengelus pucuk kepala bayi mungil yang sedang memperlihatkan deretan gusinya yang belum di tumbuhi oleh gigi. "Duke bisa saja. Seandainya aku memiliki anak laki-laki, pasti setampan Duke dan bisa menjadi penerus Duke."
"Sudahlah, suatu saat kita akan mendapatkan anak laki-laki, seperti yang kamu inginkan. Kalau diri ku, aku tidak masalah anak laki-laki dan perempuan."
"O iya, Duke. Katanya Duchess Alexsa pernah hamil."
"Katanya sih iya, seluruh keluarga Marquess sudah mengatakannya, tapi ya sudah. Aku dan dia hanya menikah karena politik."
"Aku juga tahu, Marquess memiliki kekuatan api merah. Apa Duchess juga memilikinya?"
Marquess Ramon Bethrix, di kenal pria yang pemberani dan tegas. Turun temurun keluarga Bethrix memiliki kekuatan Api Merah yang mengelilingi tubuhnya. Sehingga banyak orang yang segan pada kekuatan Marquess, keluarga Bethrix.
Sedangkan Duke Vixtor memiliki kekuatan Api Biru, sama hal nya dengan Marquess Ramon. Duke Vixtor juga di kenal tak kalah kejamnya. Para bangsawan pun segan jika menyangkut dengan Duke Vixtor atau pun keluarga Marquess.
"Tidak! dia tidak memilikinya. Aku rasa dia wanita yang tidak berguna," ujar Duke Vixtor. "Aku hanya butuh kekuatan politik dari Marquess."
"Duke juga memiliki kekuatan api biru kan."
"Iya, dengan kekuatan api biru itu juga aku akan melindungi mu."
Ellena tersenyum, ia yakin Duke akan melindungi dan juga putrinya.
Ke esokan harinya.
Duchess Alexsa dan pelayan Anne telah selesai bersiap-siap. Sama dengan hari sebelumnya, sarapan bersama melihat adegan romantis, tidak melihat apapun dan setelahnya menjalani aktivitasnya.
Kini kakinya terus melangkah, namun telinganya mendengarkan suara seseorang tertawa. Menengok ke kanan, melihat sepasang kekasih yang sedang bercanda dengan bayi kecil. Terlihat seperti keluarga bahagia dan dirinya berada di tengah-tengah keluarga itu.
"Nyonya." Pelayan Anne bermaksud menyudahi penampakan itu. Ia tidak ingin, Duchess Alexsa terbebani.
"Ayo!"
Kereta kuda itu pun keluar, sepasang pasangan itu melihat. Namun keduanya tampak tak perduli.
Sedangkan Duchess Alexsa. Sepanjang perjalanan, ia menopang dagu. Pernikahan ini, bukan pernikahan impiannya. Ia lelah dan sudah bosan, ia berharap Tuhan menghentikan nafasnya saat ini juga.
"Nyonya kita sudah sampai."
Duchess Alexsa turun, ia melihat keramaian kota, banyak pedagang yang menjajakan dagangannya.
"Tomat segar, tomat segar"
"Rotinya masih hangat, ada rasa keju"
Segala macam penawaran ia dengar dan melihat para pedagang yang bermaksud menarik orang-orang yang melintas di depan dagangannya.
"Oh ada seorang Duchess."
Duchess Alexsa memutar tubuhnya, ia kenal dengan suara itu. Suara yang tidak asing baginya. Setiap saat ia mendengar suara itu, bahkan sangat hafal dengan sikap dan sifatnya yang tidak pernah menyukainya.
"Bagaimana kabar seorang Duchess ini?" tanya wanita itu terkekeh. Ia sudah tahu, bahwa pernikahan Alexsa, saudara tirinya itu hanya sebatas politik, bukan karena mencintai.
"Aku rasa tinggal di kediaman Duke sangat nyaman dan kamu tidak akan kekurangan apa pun." Ejeknya dengan senyuman menyungging. "Aku juga mendengar, bahwa Duke membawa seorang wanita dan anak. Oh ya ampun, malang sekali nasib mu. Tidak di cintai Ayah, bahkan mengemis dan sekarang suami mu. Kalau anak pembawa sial, tidak akan pernah beruntung."
"Nona, jaga ucapan anda!" sentak pelayan Anne. Perkataannya sungguh keterlaluan, ia tidak terima dengan ejekan itu.
Wanita berambut pirang itu mendekik tajam. "Heh, siapa dirimu? beraninya kamu membentak ku. Apa kamu tidak tahu aku seorang putri Marquess?"
Pelayan Anne terdiam, ingin sekali ia menyumpal mulut tajamnya itu. Namun ia tidak bisa berbuat apa-apa.
Wanita itu mendekat, kemudian berbisik tepat di telinga Duchess Alexsa. "Alexsa, dirimu tidak seberuntung diriku. Nikmatilah kehidupan baru mu yang menyakitkan ini."
Duchess Alexsa menunduk, ia tidak memiliki keberanian untuk melawan. Walaupun ia melawan, tidak akan ada yang membantunya. Justru ia akan membuat orang yang membantunya itu ada dalam masalah. Bahkan meregang nyawa.
"Kita ke tanam saja, Nona."
"Aku baik-baik saja, ayo kita lanjutkan."
Duchess Alexsa kembali melanjutkan perjalanannya dengan menundukkan kepalanya. Tanpa ia sadari seorang laki-laki tepat menghentikan langkahnya di hadapannya itu. Duchess Alexsa mendongak, ia menatap sakit pada orang di hadapannya.
"Ayah!" Seorang wanita yang baru saja menghinanya, bergelanyut manja di lengan kekarnya.
"Ayah!"
Pria di hadapannya menatap garang, kemudian mengelus kepala putrinya yang sedang bergelanyut itu. "Ayo, kita pergi sayang."
Duchess Alexsa tersenyum, namun hatinya tak bisa di harapkan kembali. Ia mempercepat langkahnya, hingga sampai di taman kota. Merangkup wajahnya dan menangis di kursi putih itu. Sejak kecil, ia tidak tinggal di kediaman utama, melainkan di kediaman belakang. Pelayan yang di tugaskan untuk mengurusinya pun tidak peduli, ia hanya tahu mencari makan dengan tangannya sendiri, merasakan kesepian setiap harinya.
"Apa aku tidak pantas bahagia?"
Pelayan Anne menunduk, jika di pikir dengan kehidupannya. Masih lebih bahagia hidupnya, dari pada kehidupan majikannya. Meskipun ia miskin, tapi masih ada keluarga yang begitu menyayanginya.
"Katakan, aku tidak pantas bahagia."
"Nyonya pantas bahagia."
"Tapi mengapa semuanya terjadi padaku, mereka, mereka tidak menginginkan ku."
Tolong! Tolong! ada monster
Teriakan itu menghentikan percakapan keduanya. Terlihat orang-orang berhamburan pergi dan berteriak meminta tolong.
"Nyonya kita harus pergi. sebelum Monster itu kesini." Cemas pelayan Anne.
"Monster!"
Duchess Alexsa tersenyum, ia pun berlari meninggalkan pelayan Anne.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!