NovelToon NovelToon

My Affair

Bab 1

Plak Plak Plak.

Bunyi tamparan keras yang berkali kali mendarat di pipi mulus seorang dokter muda yang baru pulang dinas dari rumah sakit. Dokter muda yang sangat cantik itu tidak menyangka akan mendapatkan tamparan keras di pipinya. Badannya yang sangat letih semakin letih akibat ulah suaminya itu. Dia sama sekali tidak dalam posisi siap untuk menerima pisang goreng berkali kali lipat yang dihadiahkan oleh suaminya.

Vian memegang pipinya yang memanas dan perih itu. Semua kejadian penamparan itu disaksikan oleh semua pembantu dan seorang supir. Supir tersebut menahan hatinya untuk tidak membalas perbuatan suami dari dokter muda tersebut.

"Apa apaan ini. Kenapa setiap hari kamu menampar Aku? Kalau kamu memang tidak suka ada aku di sini, kembalikan saja aku kepada kedua orang tua ku. Ceraikan saja aku. Aku juga tidak butuh menjadi istri dari seorang Juan Alexsander." teriak Vian kepada pria yang bernama Juan Alexsander.

Juan Alexsander adalah pengusaha yang luar biasa berkuasa di dunia bisnis. Dia terkenal kejam fan arogan terhadap semua orang uang berbisnis dengan dirinya.

"Apa kamu bilang cerai? Kembalikan kepada orang tua kamu? Jangan harap j*l*ng. Jangan pernah berharap." jawab Juan dengan emosi.

Plak. Sebuah tamparan kembali mendarat di Pipi Vian.

"Setiap yang sudah masuk kedalam rumah milik Juan Alexsander akan bisa pergi dari sini atas perintah dan izin Juan Alexsander. Camkan itu di otak bodoh kamu" ujar Juan sambil memimpuk kepala Vian dengan bantalan sofa.

Vian yang dalam posisi tidak siap terhunyung kebelakang. Dia terduduk di sofa. Sang sopir yang melihat ingin melangkah maju dan menolong Vian. Tetapi di tahan oleh Bik Ina. Bik Ina tidak ingin sopir juga menerima akibat uang sama dengan yang diterima Vian.

Bik Ina juga tidak mau, Nyonyanya akan menerima penyiksaan yang lebih lagi. Cukup yasng selama ini diterima oleh Vian. Mereka ingin sekali menolong Vian. Tetapi kalau mereka menolong Vian maja Vian akan menerima penyiksaan yang lebib lagi. Hal ini sufah pernah terjadi dahulu, akibatnua Vian tidak diizinkan makan di rumah dan pembantu yang menolong Vian diusir dari rumah.

"Stop. Sudah stop. Sudah cukup semua yang kau berikan kepada aku Mr Juan Alexsander. Sudah, kalau memang kamu tifak akan menceraikan aku, setidaknya tolong jangan siksa aku lagi." ujar Vian sambil berdiri dari sofa tempat dia terhempas tadi.

Vian kemudian berjalan meninggalkan semua drama dan penonton yang menyaksikan drama yang terjadi setiap malam itu. Penyiksaan demi penyiksaan harus di terima Vian setiap hari. Vian sebenarnua bisa saja kabur dan pergi, tetapi ada satu hal yang membuat Vian harus bertahan dan sabar dalam menerima semuanya.

Vian melangkahkan kakinya dengan gontai menuju kamar pribadinya di lantai dua rumah besar nan mewah itu. Vian masuk ke dalam kamar dan langsung membaringkan tubuhnya di ranjang king size miliknya. Vian tidak bisa lagi menangis. Semua ait matanya sudah terkuras habis sejak hari dimana semua kejadian ino bermula.

Kejadian dimana dirinya harus setiap hari menerima caci maki dan juga penyiksaan fisik dari orang yang dikatakan sebagai suami. Vian sama sekali sudah kehabisan akal, Vian sama sekali tidak bisa menemukan jawaban, kenapa manusia yabg seharusnya membela dan menjaga dirinya agar tidak menderita, malahan menjadi sumber pusat penderitaan dirinya.

"Mami kenapa hal ini menimpa Vian Mi. Apa salah Vian Mi, sehingga Vian menerima semua akibat ini." ujar Vian berkata sendirian sambil menatap langit langit kamarnya.

"Mami, bantu Vian menjawab semuanya Mi. Apakah ini adalah kesalahan Vian?" ujar Vian kembali.

Setelah lelah dengan pemikirannya sendiri, Vian masuk ke dalam bak mandi besar miliknya. Dia berdiri di bawah shower. Air yang keluar dari shower membasuk seluruh tubuh telanjangnya yang sudah lelah seharian bekerja di rumah sakit ditambah lagi dengan penyiksaan yang diterimanya tadi dari orang yang dikatakan sebagai suami.

Saat Vian sedang berusaha menenangkan kembali jiwa dan pikirannya. Tiba tiba intercom kamar Vian mengeluarkan suara.

"Nyonya ini Bik Ina Nyonya." ujar Bik Ina dari intercom yang berada di luar kamar Vian.

"Iya bik ada apa?" tanya Vian. Vian sangat tau bagaimana baiknya Bik Ina selama ini kepada dirinya. Bik Ina menyaksikan semua penderitaan Vian yang diakibatkan oleh Juan Alexsander suami sah Vian.

"Nyonya, kata Tuan Muda, Nyonya harus bersiap siap, karena Tuan Muda akan mengajak Nyonya makan malam bersama dengan kolega bisnis Tuan Muda yang baru." ujar Bik Ina menyampaikan informasi yang diberikan oleh Juan.

"Baik Bik. Makasi infonya. Saya akan bersiap siap. Tolong tanyakan kepada Tuan Muda pakaian apa yang harus saya pakai." ujar Vian.

"Pakaiannya sudah ada di almari Nyonya. Tuan Muda sudah menyiapkan semuanya untuk Nyonya, lengkap dengan perhiasan dan tas tangan serta sepatu." ujar Bik Ina.

"Baik Bik. Akan saya pakai." ujar Vian.

Vian menyelesaikan ritual mandinya. Dia kemudian memakai pakaian yang telah disiapkan oleh Juan. Vian melihat sebuah gaun malam panjang berwarna silver sudah terletak di almarinya masih terbungkus plastik. Sebuah merk dari perancang ternama tergantung dibaju tersebut.

"Seandainya kamu pria normal. Pasti istri kamu akan bahagia diperlakukan seperti ini. Tapi sayangnya kamu adalah pria sarap yang sama sekali tidak memiliki hati." ujar Vian menggerutu dan memakai gaun tersebut.

"Sudah menggerutunya. Saya menunggu kamu di bawah. Lewat lima belas menit, saya akan kembali menyiksa kamu." ujar Juan dari balik bahu Vian.

Vian kaget saat mendengar apa yang dikatakan oleh Juan. Dia tidak menyangka Juan akan berada tepat dibelakangnya, akan berada di kamar pribadi Vian.

"Kenapa kamu bisa masuk ke dalam kamar saya?" tanya Vian.

"Rumah rumah saya. Lagian ini juga kamar istri saya. Jadi suka suka saya." jawab Juan.

"Istri yang setiap hari di siksa." ujar Vian dengan pelan.

Juan mendengar apa yang dikatakan oleh Vian. Tapi dia berusaha untuk pura pura tidak mendengar. Juan tidak ingin memulai keributan kembali dengan Vian. Dia menunggu Vian merias wajahnya.

Juan melihat bekas tamparannya memerah di pipi Vian. Vian dengan lembut dan telaten berusaha menutupi memar tersebut dengan make up. Dia tidak ingin membuat malu suaminya.

"Selesai." ujar Vian.

Vian melangkah menuju Juan. Juan kaget melihat begitu cantiknya istrinya itu.

"Saya sudah siap." ujar Vian.

Juan dan Vian turun kelantai bawah rumah mereka. Sopir yang bernama Jero sudah berdiri di depan pintu penumpang. Saat melihat sepasang suami istri itu sudah dekat, Jero membukakan pintu mobilnya. Juan dan Vian Alexsander masuk ke dalam mobil. Jero akan mengantarkan mereka ke acara jamuan makan malam para pengusaha muda negara A.

Jerp menatap ke arah Vian dengan cara curi curi pandang. Jero mencari bekas tamparan di pipi Vian. Tapi Jero sama sekali tidak menemukan bekas tamparan itu.

"Kamu memang istri yang baik dan terbaik." ujar Jero berucap dalam hatinya sendiri.

BAB 2

Kamu tidak saya izinkan bersikap ramah dan selalu tersenyum dengan semua orang. Ada dengar?" ujar Juan memberikan peringatan kepada Vian.

Vian hanya bisa mengangguk saja. Dia sudah hafal bagaimana harus bersikap saat pergi dengan Juan Alexsander saat bertemu dengan kolega bisnis atau jamuan makan malam seperti saat sekarang ini.

"Siap?" tanya Juan.

"Siap." jawab Vian.

Jero memberhentikan mobilnya di depan lobby hotel mewah tempat acara jamuan makan malam akan dilaksanakan. Seorang vallet membukakan pintu mobil.

Juan turun terlebih dahulu. Semua kamera wartawan mengarah kepada Juan. Seorang pebisnis muda yang sangat terkenal dengan sikapnya yang dingin dan tidak ramah itu.

Vian turun kemudian. Juan memberikan tangannya untuk menolong Vian keluar dari dalam mobil. Juan menggenggam tangan Vian dengan mesra. Mereka seperti pasangan muda yang sedang bahagia bahagianya karena baru menikah sebulan. Padahal kalau mereka tau apa yang terjadi sebelum pergi ke acara tersebut, maka bisa dipastikan kalau reputasi Juan Alexsander akan jatuh.

Juan merapatkan Vian ke arahnya. Tangan kiri Juan melingkar mulus di pinggang Vian. Semua kamera wartawan mengambil momen langka tersebut. Mereka mengambil ribuan gambar.

"Mr Juan Alexsander, bisa wawancara sebentar?" kata MC yang bertugas mewawancarai setiap pengusaha muda yang datang.

Juan mengangguk. Juan dan Vian berdiri di depan sebuah papan yang berisi tulisan nama nama perusahaan yang diundang dalam acara itu. Perusahaan Alexsander di tulis dengan huruf paling besar.

Mc menyapa Juan dan Vian dengan ramah. Mc menanyakan beberapa hal yang dijawab oleh Juan dengan jawaban singkat singkat saja. Juan sangat irit mengeluarkan kata kata dari bibir indah yang seksi itu.

Setelah melakukan wawancara formal dengan MC kegiatan. Juan dan Vian berfhoto mesra di depan fotografer resmi dari acara. Fhoto yang akan ditampilkan di acara tersebut.

Mereka kemudian masuk ke dalam ballroom hotel tempat acara akan diadakan. Juan selalu menggamit pinggang Vian. Mereka bener bener pasangan serasi.

"Tuan Alexsander selamat malam." sapa salah seorang pebisnis yang terkenal dengan don juan sebagai seorang laki laki.

Dia bersalaman dengan Juan. Saat tangannya mengarah kepada Vian. Juan langsung bersalaman kembali.

"Maaf istri saya tidak terbiasa bersalaman dengan orang selain saya dan keluarga." ujar Juan.

Laki laki yang tadi bermaksud lain. Langsung memasang wajah dengan senyun terpaksa. Juan membawa Vian pergi dari sana. Dia tidak mau Vian menjadi santapan lezat para pebisnis tersebut.

"Wow Tuan Alexsander, istri kamu cantik sekali." ujar seorang wanita muda yang langsung bergelayut manja di lengan Juan.

Vian yang kesal langsung berpindah. Dia menepis wanita yang berani beraninya bergelayut di lengan Juan.

"Maaf Nyonya berbusa tebal, suami saya tidak suka dengan barang tambalan. Dia sangat suka barang asli. Benarkan sayang?" ujar Vian sambil membelai lembut wajah Juan dengan ujung jarinya.

Saat Vian melakukan hal tersebut, membuat darah Juan menjadi berdesir. Darah panas mengalir di bawah kulit sensitif Juan. Ingin sekali dia membalas perlakuan tak terduga dari Vian tetapi melihat irang begitu ramai tidak mungkin dia membalasnya.

Sepasang suami istri itu kemudian melanjutkan langkah kakinya menuju tempat duduk yang sudah disediakan untuk mereka di bagian depan. Acara hari ini juga akan mengadakan lelang dansa dengan pasangan.

"Tuan Juan, apakah Nyonya Alexsander boleh kami jadikan untuk lelang dansa?" tanya panitia acara.

"Oh boleh. Tidak masalah." jawab Juan Alexsander.

Vian menatap Juan dengan tajam. Dia tidak menyangka manusia yang membelanya saat seorang pria minta bersalaman dengan Vian, sekarang malah memperbolehkan Vian menjadi barang untuk lelang pesta dansa

'Manusia aneh' ujar Vian.

'Jangan menggerutu' ujar Juan pelan.

Vian menatap Juan dengan tajam. Juan membalas dengan mengedipkan sebelah matanya denhan genit.

"Huft" ujar Vian mengeluarkan dengan kasar nafasnya yang berat.

'Dasar manusia tidak jelas.' ujar Vian.

"Udah dibilang jangan menggerutu. Nanti cepat tua." ujar Juan kembali.

Beberapa pengusaha yang diundang silih berganti berdatangan. Tepat pukul delapan malam acara pun dibuka. Juan Alexsander memberikan kata sambutan sebagai ketua perkumpulan pengusaha muda negara A.

"Baiklah sekarang kita masuk acara inti yaitu lelang dansa. Kepada Nyonya dan Nona yanh sudah dipilih untuk dapat naik ke atas panggung kehormatan." ujar mc memanggil para wanita yang sudah dipilih untuk menjadi objek lelang dansa.

Vian dengan berat hati maju dan naik ke atas panggung. Dia sangat tidak suka dengan acara seperti ini.

Mc kemudian memanggil satu persatu wanita yang akan dibawa dansa. Semenjak tadi Juan Alexsander sama sekali tidak mengajukan harga kepada mc pemandu lelang. Dia hanya diam saja dan mendengarkan acara lelang tersebut.

"Nah baiklah, sekarang kita lanjut kapada wanita yang ke enam. Seorang dokter cantik yang sangat terkenal. Muda dan juga sangat ramah. Hobby menari dan menyanyi. Marilah kita sambut Nyonya Vian." ujar pemandu lelang.

"Kita buka dari harga 10juta." ujar pemandu lelang.

"50juta." kata seorang pria buncit dari ujung sana.

"80juta" balas seorang pria dari sudut belakang.

"120" ujar pria yang tadi berniat bersalaman dengan Vian.

"150" ujar pria yang menawar delapan puluh juta.

"250" ujar pria yang ingin bersalaman.

Para pebisnis diam. Mereka memandang ke arah pria yang menawar tersebut. Pria itu tersenyum bangga ke arah Juan.

"250 satu" ujar pemandu lelang.

"250 dua"

"250 ti" ujar pemandu.

"500" ujar Juan Alexsander.

Semua memandang ke arah Juan. Mereka menantikan hal ini, menantikan Juan mengatakan sejumlah angka dari mulutnya.

"500 satu"

"500 dua"

"500 tiga" ujar pemandu lelang.

"Yak terjual lima ratus tiga kepada Tuan Juan Alexsander." ujar pemandu lelang.

"Selamat Nyonya harga yang sangat pas untuk anda." ujar pemandu lelang.

Setelah semua terlelang, Vian kembali menuju Juan. Dia duduk dengan anggun di sebelah Juan.

"Aku menantikan saat dansa mahal dengan kamu." ujar Juan.

"Terimakasih sudah menjadi penawar tertinggi. Aku berhutang kepada kamu." ujar Vian.

Juan tersenyum mendengar apa yang dikatakan istrinya itu. Dia sepertinya mendapat lawan yang tangguh untuk berperang kali ini.

Seorang wanita yang sama sekali tidak takut dengan dia. Padahal selama ini, semua wanita bertekuk lutut di depannya. Tidak pernah ada yang berani melawan Juan Alexsander.

"Kamu tenang saja. Saya akan membayar hasilnya dengan sangat keren. Kamu akan terkejut saat melihat dansa saya." ujar Vian yang ntah datang dari mana keberaniannya melawan Juan Alexsander suaminya yang sangat ditakutinya saat di rumah.

Mungkin dengan suasana ramai seperti ini membuat Vian bisa menjawab semua apa yang dikatakan oleh Juan. Dia sangat yakin Juan tidak akan membuat malu dirinya sendiri di depan kolega bisnis mereka. Apalagi Juan terkenal dengan sikap dinginnya

BAB 3

Grub okestra yang disewa oleh panitia penyelenggara pertemuan para pebisnis muda itu mulai mengalunkan musik untuk berdansa. Para Nyonya dan Nona tadi sudah berada di lantai dansa dengan pasangan yang berhasil memenangkan mereka.

Juan telah memegang pinggang Vian. Dia tidak mau nanti Vian terjatuh saat berdansa dan membuat dirinya menjadi malu di tengah tengah pebisnis yang sangat luar biasa ramai itu.

"Ingat jangan buat malu." ujar Juan menekankan setiap kata kata yang diucapkannya ke telinga Vian.

"Aman. Aku malahan takut kalau Tuan yang akan membuat malu diri Tuan sendiri." jawab Vian dengan melakukan hal yang sama seperti cara bicara Juan tadi

"Oh tentu tidak. Saya tidak akan mungkin membuat malu diri saya sendiri."

"Baiklah kalau begitu. Saya sangat senang dengan rasa percaya diri Tuan." jawab Vian.

Sepasang suami istri yang terlihat serasi di mata semua orang yang berada di ballroom hotel langsung melangkahkan kaki mereka ke tengah tengah lantai dansa. Mereka mulai menggerakkan kaki dan tangan mereka sesuai dengan irama musik.

Juan dan Vian menikmati acara pesta dansa itu. Mereka berdua seperti orang yang benar benar sedang berada dalam romantika pengantin baru. Mereka berdua menikmati setiap gerakan yang serasi mereka buat. Mereka sama sekali tidak terlihat canggung. Tak terasa sudah dua kali musik bertukar mereka masih juga berdansa.

"Vian, saya capek. Kita istirahat dulu." ujar Juan yang merasakan lelah di kakinya.

"Oke" jawab Vian.

Mereka berdua kembali ke tempat duduk tadi. Juan meminum minuman miliknya. Begitu juga dengan Vian.

'Untung aja dulu sering ikut Papi dan Mami, kalau tidak hem bisa bisa hari ini aku membuat malu diriku dan Juan.' ujar Vina di dalam hatinya.

Acara itu semakin meriah saat malam hari. Juan Alexsander yang tidak menyukai acara seperti itu lebih memilih untuk meninggalkan pesta sebelum semua rangkaian acara berakhir.

"Ayuk pulang." ujar Juan sambil berdiri dari kursinya.

Vian hanya bisa mengikuti apa yang dikatakan oleh Juan. Dia sama sekali tidak ingin membantah apa yang dikatakan oleh Juan. Sepasang suami istri itu terlihat menjadi yang pertama sekali meninggalkan pesta.

"Jero saya pulang." kata Juan menghubungi supirnya.

Setelah mengatakan apa yang diinginkannya Juan langsung memutuskan panggilan telpon tersebut sebelum sempat Jero menjawab perintahnya.

"Dasar orang kaya nggak punya akhlak." ujar Jero dengan sedikit emosi.

Jero kemudian menyetir mobilnya menuju lobby hotel. Dia tidak ingin terlambat. Juan memiliki sifat yang aneh tentang masalah keterlambatan. Jero tidak ingin gara gara dia terlambat sampai depan lobby gajinya akan kena potongan.

Jero memarkirkan mobilnya tepat diujung red carpet yang terbentang luas. Seorang valet membukakan pintu mobil untuk Juan dan Vian. Mereka berdua langsung masuk ke dalam mobil.

"Gara gara kamu saya jadi terpaksa merasakan capek yang luar biasa." ujar Juan yang sudah kembali menjadi Juan yang biasa.

"Maksud Anda apa Tuan?" ujar Vian yang tidak mengerti dengan apa yang dikatakan Juan.

"Ini kaki saya jadi pegel pegel karena nemani kamu berdansa. Sampai rumah kamu harus mijitin saya." ujar Juan dengan ketus.

"Oh baiklah Tuan." jawab Vian.

Mobil terus membelah jalanan ibu kota untuk sampai di mansions milik Juan Alexsander. Jero menyimak semua percakapan suami istri itu. Jero berharap nanti tidak ada lagi kemarahan dari Tuan Muda yang arogan itu.

Setelah menempuh perjalanan selama tiga puluh menit, mobil sudah masuk ke dalam gerbang utama mansion. Jero memarkir mobilnya di depan pintu utama. Seorang pengawal membukakan pintu mobil. Juan turun dan diikuti oleh Vian.

"Kamu tukar pakaian setelah itu langsung ke kamar saya. Tidak pakai lama." ujar Juan dengan nada dingin. Juan yang hangat telah tertinggal di lobby hotel tempat acara berlangsung tadi.

Vian hanya bisa mengangguk saja. Jero melihat semua itu. Dia kemudian melajukan mobilnya ke parkiran. Dia tidak ingin Juan melihat dirinya memperhatikan apa yang terjadi antara Tuan dan Nyonya Alexsander.

Vian masuk melangkahkan kakinya ke lantai dua rumah. Dia sama sekali tidak diizinkan oleh Juan memakai lift yang ada di rumah itu. Setelah sampai di kamarnya, Vian menukar pakaian pesta dengan pakaian rumahan berupa dress sebatas lutut dengan tali spageti yang menggantung indah di pundaknya yang putih mulus dan seksi.

Setelah berganti pakaian, Vian membersihkan makeupnya yang lumayan tebal tadi karena menutupi bekas tamparan yang sangat terlihat akibat kulit wajahnya yang putih bersih. Vian cukup meringis saat itu. Tamparan yang sangat keras diberikan oleh Juan Alexsander.

Bunyi ponsel Vianlah yang membuyarkan lamunannya menatap bekas tamparan itu. Vian melihat di layar ponselnya tertulis nama "Pria Gila" sedang memanggil.

"Huft. Dikira udah tidur." ujar Vian dengan malas.

"Bentar sedang mau jalan ke sana." ujar Vian menjawab panggilan telpon.

"Sudah dibilang jangan lama." teriak Juan.

Vian dengan reflek menjauhkan ponselnya dari telinga. Dia tidak mau Juan merusak pendengarannya dengan teriakan yang luar biasa besar itu. Setelah berteriak Juan mematikan panggilan telpon tersebut.

"Dasar laki laki PA" maki Vian.

Vian mengambil sandal rumahannya yang berbentuk sapi. Dia dari dahulu suka sekali dengan sapi. Cita citanya sukses jadi dokter maka dia akan membuat peternakan sapi lengkap dengan tempat pengolahan susu sapi.

Dia kemudian melangkahkan kakinya dengan berat menuju kamar Juan. Mana jarum jam sudah menunjukkan pukul sebelas, dia besok harus dinas pagi. Vian benar benar merasakan lelah yang sangat sangat luar biasa. Ingin rasanya Vian berteriak untuk meminta istirahat, tetapi hal itu tidak akan mungkin terjadi karena pasti hadiah pukulan yang akan diberikan oleh Juan kepada Vian.

"Jalannya bisa cepat tidak." teriak Juan yang ternyata sudah menunggu Vian di depan pintu kamar sambil bersender ke daun pintu.

Vian yang sedang larut dalam hayalan menjadi sangat kaget saat mendengar teriakan itu. Dengan langkah lebar lebar dia menuju kamar Juan.

"Lama kali" ujar Juan sambil menoyor kepala Vian.

Mereka berdua kemudian masuk ke dalam kamar. Juan berbaring di atas ranjang king size miliknya. Vian langsung mengambil handbody dan baby oil untuk memijit kaki Juan.

"Sakit. Kamu mau buat saya tidak bisa berjalan besok?" ujar Juan dengan nada marah.

"Maaf Tuan tidak sengaja." ujar Vian.

Vian melanjutkan pijitannya dengan kekuatan sedang. Dia tidak mau dimarahi lagi. Dia sudah lelah dimarahi sehari ini. Juan yang keenakan dipijit oleh Vian ternyata sudah tertidur. Vian yang melihat Juan sudah tidur memilih menghentikan pijitannya dan berjalan kembali menuju kamar. Dia ingin membaringkan badannya yang sangat luar biasa letih itu.

Saat sampai di kamar Vian melihat jarum jam menunjukkan pukul satu dini hari. Dia masih memiliki waktu istirahat selama tiga setengah jam paling banyak. Vian langsung saja merebahkan badannya. Dia tidak mungkin mengulur ulur waktu lagi. Dia harus memanfaatkan waktu dengan sebaik baiknya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!