NovelToon NovelToon

Suamiku Bukan Milikku

Bab 1

Tiga wanita cantik nampak sedang duduk di bangku taman kampus Universitas ternama di negara A. Tiga mahasiswi itu bernama Deli, Dian dan Dina, mereka bertiga bersahabat sejak duduk di bangku SMP. Ketiga sahabat ini tidak hanya terkenal karena kecantikannya saja, tetapi juga karena kepintaran mereka dalam dunia pendidikan. Mereka sangat terkenal di kalangan dosen, mahasiswa sampai dengan penjaga kampus dan ibuk kantin, mereka luar biasa sangat terkenal.

Ketiga mahasiswi itu sedang terlibat diskusi seru di taman kampus. Wajah wajah serius diperlihatkan oleh ketiga wanita cantik itu. Mereka saat ini sedang mendiskusikan tesis salah satu sahabatnya yang masih perlu perbaikan sedikit lagi. Mereka bertiga berkomitmen untuk lulus bersama. Makanya setiap salah satu dari mereka mendapat masalah dalam perkuliahan maka yang lain akan siap membantu.

Tak terasa matahari sudah condong ke barat sudah waktunya mereka mengakhiri kegiatan di kampus untuk hari ini. Deli dan kedua sahabatnya langsung pulang menuju rumahnya masing masing. Deli melajukan mobilnya dengan kecepatan pelan, dia ingin menikmati perjalanan menjelang senja itu. Deli tidak pernah merutuki macet yang selalu terjadi di jalan. Lebih dari tiga perempat penduduk kota akan merutuki macet yang mereka lalui, sedangkan bagi Deli macet adalah sebuah keberkahan, karena dia bisa menikmati perjalanan menuju rumah.

Setelah menempuh perjalanan selama lebih kurang satu setengah jam, Deli sampai di rumah utama keluarga Bramantya. Deli langsung memarkirkan mobilnya di sebelah mobil Ayah. Deli melihat tidak ada mobil lainnya yang mengisi garase mewah itu. Tidak ada lagi koleksi mobil ayahnya, maupun mobil baru hadiah ulang tahun bundanya sebulan yang lalu.

Deli kemudian melangkahkan kakinya menuju rumah utama. Saat di depan pintu rumah betapa terkejutnya Deli melihat sebuah tulisan yang tertempel di pintu rumah "RUMAH INI DISITA BANK". Deli kemudian membuka pintu rumah besar itu, Deli melihat ayah dan bundanya duduk termenung dengan muka kusut, dimuka kedua orang tua Deli terlihat jelas masalah berat yang sedang ditanggung mereka. Tambah lagi dengan asisten Ayahnya yang selama ini sudah mereka anggap sebagai keluarga yaitu Hendri.

"Ayah, Bunda ada apa ini?" kata Deli langsung duduk di sebalah ayahnya.

"Deli, maafkan ayah ya nak. Ayah tidak mampu membahagiakan kamu nak."

"Ayah, apa maksud ayah? Dan kenapa ada tulisan itu di pintu rumah kita?"

"Deli, Bunda yang akan bercerita sayang. Jangan paksa Ayah untuk bercerita."

Bunda kemudian menceritakan semua masalah yang menimpa Ayah dan perusahaannya. Deli yang sudah besar dan juga kuliah di jurusan bisnis sangat paham dengan betapa kejamnya dunia bisnis.

"Ayah, dengarkan Deli. Kalau Ayah mencemaskan Deli, jawabannya adalah salah. Kita bertiga pasti akan bangkit Ayah. Jadi Ayah jangan cemas begini." Deli menatap Ayahnya.

"Kalau kita harus pindah dari rumah ini, mari kita tinggalkan rumah ini. Ayah, harta dan tahta itu hanya titipan Allah. Allah berhak mengambilnya dari kita, kapanpun itu. Kita hanya harus ikhlas dan menjalankannya dengan rela Ayah." kata Deli sambil memeluk Ayahnya.

"Jadi Deli mohon kepada Ayah dan Bunda untuk merelakan apa yang sudah diambil kembali oleh yang punya."

Ayah dan Bunda serta Paman Hendri yang mendengar semua yang dikatakan Deli tersenyum bahagia, mereka tidak mengira akan seperti ini tanggapan Deli. Mereka tadi sangat takut kalau Deli akan marah marah dan kecewa dengan Ayah, ternyata tidak, malahan sebaliknya. Mereka yang disadarkan oleh Deli bahwa semua ini adalah cobaan yang diberikan okeh Allah.

"Deli sekarang bereskan semua barang - barang kamu. Kita akan pindah ke rumah lama kita yang dulu." kata Bunda menyuruh Deli membereskan semua barang barangnya.

Deli kemudian menuju kamarnya yang baru dihuninya selama sepuluh tahun itu. Deli memasukkan semua baju bajunya, sepatu sepatunya dan koleksi koleksi tas brendednya ke dalam beberapa koper besar. Selesai dengan semua perlengkapan pribadinya, Deli kemudian memasukkan buku buku serta koleksi novelnya kedalam beberapa kardus besar. Setelah selesai berkemas Deli membawa barang barangnya turun. Deli dibantu Paman Hendri memindahkan barang barangnya ke dalam mobil angkut. Setelah semua barang pindah ke dalam mobil angkut, Deli dan keluarganya pindah ke rumah lama mereka. Deli membawa sendiri mobilnya yang masih dimilikinya, sedangkan Ayah membawa satu satunya mobil yang tidak dijual. Paman Hendri berada di mobil angkut barang.

Setelah menempuh perjalanan selama satu jam menuju rumah lama mereka dahulu, Keluarga Bramantya sampai juga di rumah lama mereka. Rumah yang menjadi tempat Tuan Bramantya memulai bisnisnya. Ayah dan Paman Hendri dibantu Deli menurunkan semua barang dari dalam mobil. Semua barang itu diletakkan di teras rumah. barulah setelah semua barang turun Deli mengambil semua koper dan kardus miliknya. Deli mengangkat barang barangnya ke dalam kamar yang dahulu ditempatinya.

Deli mulai memilah pakaian yang akan dikenakannya, sedangkan yang masih bagus dan layak dijual, akan Deli jual secara online. Begitu juga dengan koleksi sepatu dan tas, akan dijual juga secara online. Setelah semua beres, Deli kemudian keluar dari kamarnya menuju dapur tempat Bunda sedang menyiapkan untuk makan malam.

Bunda dan Deli sibuk memasak, mereka tidak canggung untuk kedapur karena memang dari dulu selalu Bunda yang memasak. Setelah satu jam berkutat di dapur, akhirnya masakan Deli dan Bunda selesai. Masakan yang terdiri dari tumis kangkung dan goreng ikan mas itu selesai. Mereka berempat kemudian makan dengan lahapnya. Setelah makan mereka berkumpul di ruang tamu sederhana itu.

"Hendri, kamu boleh bekerja di tempat lain, saya tidak ada pekerjaan untuk kamu Hendri." kata ayah menatap paman Hendri.

"Tidak Tuan. Saya akan tetap bersama tuan. Saya tidak perlu digaji, cukup beri saya makan saja." kata Hendri.

"Tapi Hen."

"Tuan, saya tidak punya keluarga lain selain keluarga ini. Jadi saya mohon jangan usir saya tuan." kata Hendri sambil menatap memohon kepada Ayah.

"Baiklah. Kamu akan tetap disini." kata Ayah sambil memegang bahu Hendri.

Mereka semua kembali terdiam. Mereka tidak tau akan dengan apa menyambung hidup kedepannya. Ayah masih ada uang untuk modal usaha kecil kecilan, tapi mereka tidak tau akan membuka usaha apa. Mereka kemudian memikirkan usaha apa yang paling tepat untuk masa masa seperti ini.

"Ayah, Bunda bagaimana kalau kita bikin usaha ayam bakar dan geprek saja. Bunda kan jago masak. Deli yakin itu akan sukses."

Ayah dan Bunda saling tatap. Itu merupakan ide bagus. Tapi mereka meragu dengan pemasarannya.

" Ayah dan Bunda ragu dengan cara memasarkannya ya?"

Ayah dan Bunda mengangguk.

"Kita pasarkan lewat online dan brosur Ayah. Nanti aku akan buat brosurnya. Sedangkan paman Hendri akan membuat toko online nya. Kita tidak hanya menjual Ayam Bakar dan Ayam Geprek saja. Kita juga akan menjual minuman yang lagi trend kalangan anak muda dan akan menjual makanan cepat saji. Gimana paman?" Gina menjelaskan dengan mata berbinar binar. Gina yakin usaha ini akan sukses.

"Mantap Gin. Paman setuju, kita ubah saja halaman depan rumah ini menjadi sejenis kafe sederhana. Paman akan buat beberapa tempat duduk dengan desain anak muda. Kita akan buat spot spot untuk berfhoto. Halaman kita kan lumayan luas, jadi bisa dimanfaatkan. Bagaimana Tuan?" Hendri menatap Tuan Bramantya.

"Hendri, kamu kalau masih mau tetap di sini, panggil saya dengan Ayah dan panggil Nyonya dengan bunda tidak ada lagi Tuan dan Nyonya. Kamu paham Hendri?" ujar Ayah yang pada akhirnya memutuskan mengangkat Hendri sebagai anak tertuanya.

Hendri pun mengangguk, dia sangat bangga memiliki kembali kedua orang tua yang telah lama dia tidak punya. " Terimakasih Tuan, eh maaf Ayah, Bunda"

" Ayah setuju dengan ide kalian berdua. Besok kita akan membeli semua perlengkapannya. Ayah masih ada uang untuk menciptakan ide itu. Sedangkan untuk urusan memasak kita serahkan kepada Bunda dan Deli. Ayah dan Hendri akan bekerja sebagai pelayan."

" Tidak, yang jadi pelayan hanya aku. Ayah akan jadi kasirnya."

" Oke sudah diputuskan kita akan buat kafe yang sangat unik. Untuk idenya kita serahkan ke Kak Hendri aja." kata Deli dengan bangganya, akhirnya dengan kemelut yang terjadi dia mendapatkan seorang kakak laki laki yang selama ini didambanya.

"Serahkan kepadaku." ujar Hendri dengan semangat. Sekaranglah bagi dirinya kesempatan untuk membalas budi baik keluarga Bramantya yang selama ini sudah diperolehnya.

"Hari sudah malam, kita istirahat dulu. Besok berhubung hari sabtu, Deli tidak kuliah, kita akan langsung star membuat kafe ini. Pagi ayah akan pergi membeli semua bahan dengan Hendri" ujar Ayah

Setelah semua keputusan diambil. Keluarga Bramantya langsung masuk kedalam kamar masing masing untuk beristirahat. Mereka akan melalui hari hari yang tidak lagi sama. Mereka akan kembali berjuang untuk bangkit. Bagi keluarga Bramantya setiap masalah pasti akan ada jalan keluarnya. Mereka akan berusaha untuk kembali bangkit menghadapi dunia. Mereka akan kembali muncul di dunia bisnis dengan bisnis yang baru. Bisnis yang sangat jauh dari bisnis Bramantya yang dahulu

..............................................................................................................

Selamat Menikmati Novel Ketiga Aku Kakak.

Bab 2

Azan shubuh yang begitu merdu terdengar jelas di telinga Deli. Deli langsung bangun, dia ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya dan mengambil wudhu. Deli melaksanakan kewajibannya sebagai seorang muslim. Setelah selesai melaksanakan kewajibannya, Deli langsung menuju dapur, hari ini Deli akan membuat sarapan. Deli tidak ingin bunda memasak sarapan untuk hari ini, Deli sangat tau kalau bundanya sedang capek dan memiliki beban pikiran yang sangat luar biasa, walaupun Bunda tidak menampakkan secara langsung, tetapi dari wajahnya Bunda tidak bisa menipu Deli.

Deli mengambil semua bahan yang dibutuhkannya dari dalam kulkas. Deli akan memasak nasi goreng seafood untuk sarapan hari ini. Deli kemudian mengiris dan menyiapkan semua bahan untuk nasi gorengnya. Deli mengerjakan semua pekerjaan itu dengan rasa bahagia tanpa ada beban sedikitpun. Deli sadar mulai hari ini ke atas, hidupnya tidak akan segampang seperti yang sudah sudah, biasanya apapun kehendak Deli, maka akan langsung datang. Mulai hari ini semuanya berubah dalam sekali jentikkan jari. Makanya mulai hari ini Deli bertekad akan lebih mandiri lagi.

Akhirnya setelah berkutat lebih kurang satu jam di dapur, nasi goreng seafood, telur ceplok goreng dan seteko teh hangat sudah siap dihidangkan Deli di atas meja makan. Lalu Deli pergi mengetuk pintu kamar ayah dan bunda serta pintu kamar Hendri. Deli memberitahukan kepada keluarganya kalau semua sajian sarapan sudah selesai dimasak oleh Deli.

Mereka semua sudah duduk di meja makan, Bunda mengambilkan nasi goreng untuk seluruh anggota keluarganya, sedangkan Deli menuang air teh kedalam cangkir cangkir yang ada. Mereka sarapan dengan sangat cepat, hari ini adalah awal baru dalam kehidupan mereka. Mereka akan memulai melangkah dari awal kembali.

Selesai sarapan Ayah dan Hendri langsung pergi membeli bahan bahan untuk membangun kafe yang akan menjadi tempat mereka mencari nafkah. Sedangkan Bunda dan Deli sibuk berdiskusi memilih makanan apa yang akan mereka sajikan di kafe, serta mendiskusikan berapa harga yang akan mereka kenakan ke tiap menu. Saat sedang asik berdiskusi, ponsel Deli berdering tanda panggilan masuk. Deli melihat ponselnya ternyata yang mengubunginya adalah Dian.

"Hallo Deli, loe dimana?" teriak Dian dengan kencangnya saat Deli mengangkat panggilannya.

"Wow, sakit telinga gue denger teriakan loe. Gue di rumah dimana lagi, sabtu kampus tutup." jawab Deli sambil mengusap telinganya yang sakit karena Dian berteriak dengan keras.

"Deli, loe jangan becanda. Kami di depan rumah loe, nggak ada orang. Malahan yang ada tulisan yang membuat kami syok."

"Oh itu, gue lupa ngomong sama kalian. Gue udah pindah rumah. Kalau kalian mau ke sini aja, ke rumah baru gue."

"Sharelock aja. Kami ke sana sekarang."

Dian dan Dina langsung masuk kembali ke dalam mobil milik Dian. Mereka akan menuju rumah baru Deli. Mereka sangat ingin tahu kenapa sahabat mereka bisa pindah. Kenapa pula rumah sahabat mereka di sita oleh bank. Padahal ayah Deli tergolong kedalam pengusaha sukses negara A. Setelah mengikuti map yang dikirim oleh Deli, kedua sahabat itu sampai juga. Dian dan Dina terbengong melihat rumah Deli yang sekarang.

"Gue yakin Din. Pasti ada sesuatu yang terjadi dengan ayah Deli."

"Yup Yan. Kita sebagai sahabat harus selalu mendukung Deli dalam kondisi apapun."

"Okeh. Kita tidak akan bertanya apapun kepada Deli. Biarkan Deli saja yang menceritakan kepada kita tentang masalah yang menimpa keluarganya." ujar Dian mengajak Dina untuk tidak bertanya apapun kepada Deli, kalau Deli tidak bercerita. Mereka berdua sangat tau bagaimana tipe Deli. Deli tidak akan menutupi hal apapun dari kedua sahabatnya itu.

Dian kemudian mengetuk pintu rumah Deli. Deli yang mendengar suara pintu di ketuk sudah tau siapa yang datang. Makanya dia hanya berteriak dari dalam rumah, sehingga membuat Bunda membesarkan matanya tanda protes melihat sikap Deli.

"Masuk aja yan, nggak dikunci" kata Deli dari ruang tamu keluarganya. Deli masih berdiskusi dengan Bunda.

"Assalamulaikum Bunda" kata Dian.

Dian dan Dina kemudian bersalaman dan mencium tangan Bunda.

"Waalikumsalam, wah kalian berdua makin cantik aja. Kalian tadi ke rumah lama Deli?" tanya Bunda sambil mempersilahkan Dian dan Dina untuk duduk di kursi biasa yang ada di ruang tamu.

" Yup Bunda, tapi ternyata Bunda udah pindah ke sini. Tapi tidak kasih tau kami" jawab Dian sambil pura pura merajuk.

"Kalian mungkin segan bertanya, tapi Bunda akan kasih tau semuanya sama kalian."

Bunda kemudian menceritakan semuanya. Bagaimana mereka bisa pindah kerumah yang sekarang, serta rencana pembangunan kafe. Saat mereka sedang asik berdiskusi tentang harga dan jenis makanan. Ayah dan Hendri datang.

"Gimana Ayah? Ada cukup uangnya?" kata Bunda.

"Cukup Bun. Malahan berlebih untuk beli bahan bahan masakan untuk modal awak kafe." jawab Ayah sambil menyerahkan sisa uang pembelian bahan bahan keperluan untuk membuat kafe sederhana.

"Wah sukurlah kalau begitu Ayah. Oh ya Ayah, di dalam ada sahabat Deli. Namanya Dian dan Dina. Mereka sedang berdiskusi tentang makanan apa saja yang akan kita sediakan di kafe nantinya." ujar Bunda yang teringat dengan kedua sahabat baik Deli yang berada di dalam rumah.

" Itu memang lebih bagus anak muda yang memilih menunya Bunda. Jadi tepat sasaran nanti." jawab Ayah.

Deli dan kedua sahabatnya langsung keluar dari rumah saat mendengar ada mobil yang masuk ke dalam pekarangan rumah. Ternyata mobil itu adalah mobil yang mengantarkan bahan bahan untuk mendirikan kafe.

Ayah dan Hendri mulai memotong motong kayu untuk tempat duduk. Sedangkan Deli yang sudah meminta Dian untuk membeli banyak bola, langsung membolongkan bola bola itu untuk tempat lampu kecil kecil. Mereka bekerja dengan sangat tekun dan penuh canda tawa. Bunda yang melihat semua bekerja langsung ke dapur untuk memasak makan siang. Mereka semua terlihat sangat antusias dalam mewujudkan kafe yang akan mereka bangun.

Saat azand zhuhur berkumandang, mereka semua menghentikan aktifitas dan pergi membersihkan diri untuk menunaikan kewajiban. Mereka melakukan sholat berjamaah dengan Ayah sebagai imamnya. Selesai sholat berjamaah mereka semua makan siang dengan masakan yang dibuat oleh Bunda. Mereka makan dengan lahap. Setelah selesai makan siang mereka kembali mengerjakan pembuatan kade itu.

"Ayah, memang nggak dikasih atap ya yah kafenya?" tanya Dian.

"Nggak Yan. Kita buat model kafe yang konsep rooftop, tapi kita pindahkan ke halaman. Nanti kita kasih payung payung cantik untuk penahan panas. Sedangkan di malam hari payungnya kita kuncup dan akan berganti dengan cahaya lampu warna warni. Nanti di beberapa titik akan kita buatkan tempat atau spot untuk anak muda berfoto." kata ayah menjelaskan konsep kafe tersebut.

"Ayah, Dina punya ide. Delikan banyak novel dan buku bacaan tuh, bagaimana kalau kita buat konsepnya seperti perpustakaan. Jadi anak muda ke sini tidak hanya pergi makan atau minum, tetapi juga pergi membaca berbagai buku dan novel. Tiap akhir pekan kita adakan music live. Bagaimana ayah?" ujar Dina dengan semangat. Dina memang pernah ke sebuah kafe di kota lain dengan konsep seperti itu, sehingga membuat pengunjung banyak yang datang tidak hanya untuk minum tetapi juga untuk membaca buku.

"Wah ide kamu boleh juga. Nanti biar Hendri yang membuat rak rak untuk buku buku itu" jawab Ayah yang sangat setuju dengan ide yang ditawarkan oleh Dina. Ide yang sama sekali belum terpikirkan oleh Ayah dan yang lainnya.

Ayah kemudian menemui Hendri yang sedang sibuk membuat sebuah kursi.

"Hen, tadi ada ide dari Dina. Bgaimana kalau kita buat konsepnya seperti pustaka dan kafe. Buku buku Deli kan luar biasa banyaknya itu. Jadi mereka ke sini tidak hanya mengenyangkan perut tetapi juga otaknya. Bagaimana menurutmu?" kata Ayah memberitahukan ide yang dicetuskan Dina tadi kepada Hendri.

"Ide bagus ayah. Di ibu kota tidak ada kafe outdoor yang langsung jadi pustaka" kata Hendri.

Hendri kemudian mencari beberapa model rak pajangan untuk memajang buku yang ada. Deli yang sudah tau ide itu langsung meminta bantuan Dian dan Dina untuk membawa keluar semua koleksi buku bukunya.

"Kak, ini semua buku ku."

"Tarok disitu aja dulu Del.  Nanti setelah selesai satu rak ini, kamu bisa menyusun bukunya."

"Kak Hendri, besok akan Dian dan Dina tambah bukunya. Jadi kakak harus membuat tempatnya lebih banyak lagi. Penuhin aja semua teras ini dengan rak rak buku." ujar Dina dengan semangat. Idenya ternyata langsung di eksekusi oleh Ayah dan Hendri.

Hendri dan Ayah yang mendengar kata kata Dina langsung tertawa. Dina dengan gampangnya meminta Hendri mebuat rak rak yang banyak. Tak terasa hari sudah sore. Target Ayah untuk kursi dan meja telah selesai separo, rak pajangan buku juga udah banyak yang siap. Tinggal besok ayah membuat meja untuk kasir dan membuat spot untuk berfhoto.

Mereka semua makan malam dengan sangat lahap. Bincang bincang kecil untuk kafe merekapun  mengalir kembali. Karena hari sudah malam Dian dan Dina pamit untuk pulang. Besok mereka akan datang lagi dengan membawa buku buku yang tidak mereka butuhkan.

"Bunda, sepertinya besok bunda sudah harus membeli bahan bahan untuk memasak, karena lusa sepertinya kafe kita udah bisa beroperasi" kata ayah dengan penuh semangat.

"Kalau begitu besok bunda akan belanja kepasar. Deli temani bunda ya."

" Siap bun."

"Kalau begitu kita beristirahat dulu. Besok kita lanjut lagi. Deli kamu cetak brosurnya setelah itu tinggal tempel dan sebar."

"Siap ayah."

Mereka semua masuk ke kamar masing masing untuk beristirahat. Mereka semua benar benar lelah. Seharian bekerja membangun kafe cukup menguras energi mereka. Ayah apalagi, dalam usianya yang sudah tidak muda lagi harus berjuang membuat kafe dan memikirkan memulai bisnis dari awal kembali. Ujian terberat yang dihadapi Ayah di usia yang sudah tidak muda lagi.

BAB 3

Pagi harinya kesibukan sudah sangat terlihat di rumah keluarga Bramantya. Ayah dan Kak Hendri sudah mulai kembali membuat segala sesuatu untuk kebutuhan kafe. Sedangkan Bunda dan Deli pergi ke pasar untuk membeli bahan-bahan yang akan dimasak di menu kafe baru mereka nantinya yang akan mulai beroperasi besok hari. Deli meminta bantuan kedua sahabatnya untuk berbelanja ke pasar.

"Bun, kita mau beli apa dulu Bun?" kata Dian.

"Kita ke toko yang menjual tepung tepungan aja dulu. Bunda mau beli bahan-bahan buat kue." ujar Bunda melihat catatan apa saja yang akan mereka beli untuk hari ini.

Mereka berempat kemudian pergi menuju toko P & D. Bunda membeli semua bahan yang dibutuhkannya untuk membuat roti dan gorengan.

"Kemana lagi Bun?" ujar Dian yang paling semangat mengikuti Bunda kemanapun Bunda mau pergi.

"Ketengah pasar aja. Nanti apa yang Bunda butuhkan langsung aja kita beli. Catatannyakan sudah ada itu, jadi tidak akan ribet lagi memikirkan apa yang mau dibeli." jawab Bunda yang juga sangat semangat membeli apa yang mereka butuhkan.

Mereka berempat berkeliling-keliling pasar hampir sampai tiga jam lamanya. Akhirnya setelah selesai membeli piring, gelas, sendok garpu dan sumpit yang lucu-lucu, Bunda dan ketiga putrinya langsung memasukkan barang barang yang telah mereka beli kedalam bagasi mobil Dian dan Dina. Setelah semua barang masuk kedalam mobil, kedua mobil itu meninggalkan parkiran pasar, mereka menuju ke rumah Deli.

Tak berapa lama, mereka akhirnya sampai juga di rumah Deli. Ayah dan Kak Hendri membantu Deli dan kedua sahabatnya untuk menurunkan belanjaan yang mereka beli di pasar.

Bunda yang sudah memasak tadi pagi, langsung menyiapkan makanan tersebut untuk menu makan siang. Selesai Bunda menyiapkan makanan di atas meja, semuanya langsung berkumpul untuk menyantap hidangan tersebut. Mereka makan dengan sangat lahap. Hari ini mereka akan bekerja sampai larut malam, karena hari besol kafe akan resmi dibuka.

Ayah dan Hendri serta Dian sibuk menata setiap sudut taman yang disulap menjadi kafe dan perpustakaan dengan tema outdoor. Sedangkan Deli dan Dina sibuk membuat toko online untuk penjualan menu menu yang bisa dipesan secara online. Akhirnya saat jarum jam menunjukkan pukul sepuluh malam, Ayah menyelesaikan kerja hari ini.

"Baiklah karena udah malam kita istirahat dulu. Besok kita akan melakukan finishing akhir. Biar semuanya nampak sempurna saat pembukaan kafe. Satu lagi untuk yang penjualan secara online bagaimana Del?" tanya Ayah.

"Beres ayah. Tinggal besok posting semua menu yang akan dijual. Nanti beberapa gambar asli dari menu di buat Bunda, yang sisanya akan ambil gambar dari internet."

"Oke sip. Berarti udah ada tokonya tinggal isi toko yang belum. Bagus berarti itu. Brosur bagaimana?"

"Juga udah tinggal disebar. Rencananya besok siang akan disebar yah."

" Pagilah Del, biar orang tau sudah ada kafenya tinggal tunggu bukanya aja lagi"

"Oke besok pagi kami jalan untuk menyebarkan brosur."

Mereka semua akhirnya masuk ke kamar masing masing. Dian dan Deli hari ini tidak pulang kerumah mereka. Mereka berdua akan menginap di rumah Deli.

Keesokan harinya selesai sarapan mereka semua sibuk dengan aktifitas masing masing. Ayah dan Hendri di tolong Dian kembali menyiapkan pekerjaan mereka yang tinggal sedikit lagi. Bunda mencoba memasak masakan yang akan dijualnya besok. Sedangkan Deli dan Dina pergi menyebar brosur kafe ke berbagai tempat.

Tiba-tiba saat di suatu taman kota Deli dan Dina bertemu teman teman kampusnya. Deli kemudian memberikan selebaran brosur kafenya.

"Wow, si Nona kaya yang jatuh bangkrut, sekarang udah buka kafe" kata Anggel kepada teman temannya.

"Makanya, kalau belum jadi kaya beneran nggak usah sok deh loe. Pas giliran bangkrut gini jadi malukan." tambah Julia.

"Kamu di kafe itu pasti jadi pelayankan. Is untung aja kamu udah mau tamat kalau tidak, udah gue mintak ke rektor untuk mengeluarkan loe dari kampus." kata Anggel.

"Sana pergi pelayan, ogah gue deket deket sama pelayan kayak loe." Julia mengibas ngibaskan tangannya ke arah Deli.

"Din, loe jangan mau dekat dekat dengan pelayan, nanti loe akan bau bawang juga."

"Hahahahahahaha" tawa mengejek Anggel dan teman temannya.

"Satu lagi. Kami semua nggak butuh brosur kafe murahan itu. Kami nggak level makan di kafe sampah itu. Sakit perut gue nanti siap makan di sana." lanjut Anggel dengan pongahnya.

Deli hanya diam saja mendengar caci maki kedua teman sekampusnya itu. Deli masih menyabarkan dirinya, Deli bukan takut, tapi apalah guna ngelawan orang yang merasa selalu benar dan merasa derajatnya lebih tinggi dari pada orang lain. Tetapi berbeda dengan Dina yang sudah sangat geram dengan tingkah kedua teman kampusnya.

"Anggel. Gue tau bokap loe seorang direktur di kantor cabang perusahaan Sanjaya Grub. Benar begitu Anggel?" kata Dina dengan tatapan tajamnya.

"Wah itu loe tau. Makanya masih mending loe berteman dengan gue yang jelas jelas bokap gue direktur, dari pada loe berteman dengan anak yang bokapnya mantan direktur. Hahahahahaha" kata Anggel dengan semakin menyudutkan Deli.

"Oh ya? Bokap loe cuma hanya pekerja di perusahaan Sanjaya, bukan pemilik perusahaan Sanjaya."

"Walaupun bukan pemilik tapikan tetap Direktur" Anggel menekankan kata direktur setiap suku katanya.

"Wow begitu. Loe mau tau gue siapa Anggel?" kata Dina dengan menekankan kata Anggel setiap suku katanya.

"Sekarang loe gue kasih pilihan. Loe mintak maaf ke Deli atau bokap loe detik ini juga akan keluar dari perusahaan Sanjaya Grub" Dina menatap dingin Anggel.

"Hahahahahahaha. Siapa loe yang bisa mecat bokap gue. Keluarga loe aja nggak jelas." Anggel tidak sadar sudah merambah ranah pribadi Dina. Anggel sebenarnya layak berkata seperti itu karena memang sebagian penghuni kampus tidak tau siapa orang tua kandung Dina.

"Apa loe bilang, keluarga gue nggak jelas? Tenang loe sebentar lagi akan gue perjelas di depan muka loe. Sekarang jawab pertanyaan gue tadi." Aura dingin Dina sudah membuat Julia menggigil karena takut. Sedangkan Deli biasa saja.

" Loe denger Dina manusia tanpa keluarga. Gue tidak sudi meminta maaf kepada pelayan itu" kata Anggel sambil menunjuk Deli dengan tangan kirinya.

Dina memegang dan memelintir jari Anggel yang sudah berani beraninya menunjuk sahabat terbaiknya dengan tangan kiri.

"Ow sakit gila. Loe kurang ajar. Lepasin jari gue." teriak Anggel yang sudah merasakan jari jarinya sakit seperti mau patah.

Deli yang kasian melihat Anggel meminta Dina untuk melepaskan jari Anggel. Dina dengan berat hati menurut perkataan Deli. Dina menghempaskan jari tangan Anggel.

"Dasar wanita bar bar." teriak Anggel sambil menahan sakit di jarinya.

"Loe akan lihat sebentar lagi betapa bar barnya gue." kata Dina.

Dina mengeluarkan ponselnya yang lain. Deli yang heran kenapa Dina tidak menggunakan ponselnya yang biasa itu. Deli hanya tau kalau Dina adalah dari keluarga kalangan biasa saja. Tapi sepertinya Dina sedang menyembunyikan siapa keluarganya sebenarnya. Dina menelpon orang kepercayaannya dan memasang loadspeker ponselnya agar Anggel dan teman temannya mendengar apa yang dikatakan oleh Dina.

"Hallo Asisten Juan. Aku minta sekarang juga kamu pecat Bapak Handoko yang memimpin kantor cabang perusahaan kita di negara A. Sekarang juga. Alasan katakan saja kepada dia, kalau putrinya yang bernama Anggel telah mengatakan kalau saya Dina Kusuma Sanjaya tidak memiliki keluarga yang jelas."

"Siap laksanakan Nona Muda. Ada lagi Nona Muda?" tanya Asisten Juan.

"Apa perusahan Sanjaya atau Kusuma ada bekerjasama dengan perusahaan receh Saputra?"

"Ada Nona Muda."

"Batalkan semua kontrak kerja itu. Saya tidak mau bekerjasama dengan makhluk sombong yang tidak tau diri itu. Laksanakan sekarang juga Juan tidak pakai nanti." ujar Dina dengan sangat murkanya. Dina benar benar marah kali ini dengan gaya dan sikap Anggel yang telah melecehkan dirinya dan Deli.

"Baiklah Nona Muda. Saya juga akan menelpon seluruh kolega kita agar tidak menerima Tuan Handoko di perusahaan manapun. Saya yakinkan kepada Nona Muda kalau Tuan Handoko dan keluarganya akan menjadi gembel." kata Juan dengan penuh emosi. Juan tersinggung karena ada orang yang sudah berani mengatakan Nona Mudanya bukan dari keluarga yang jelas.

Dina memutuskan panggilannya dengan Juan dan menatap Anggel dan Julia.

"Loe berdua dengarkan, udah taukan siapa gue. Seorang nona muda yang tidak jelas keluarganya. Sekarang silahkan nikmati kegembelan dan kehinaan kalian berdua." ujar Dina sambil menatap ke arah Anggel dan sahabatnya.

Dina terhenti bicara karena sudah distop oleh Deli. Deli tidak ingin Anggel dan Julia menjadi lebih malu lagi.

"Din udah, kita jalan aja lagi. Udah mau sore, brosur masih banyak." kata Deli ingin menjauhkan Dina dari Anggel dan Julia.

"Bentar Del." Dina melepaskan pegangan tangan Deli terhadap tangannya.

"Satu lagi yang harus loe berdua ingat. Jangan pandang manusia dari gayanya, karena gaya bukan menjamin dia berasal dari keluarga mananya. Camkan itu di otak busuk kalian." kata Dina sambil menoyor kepala Anggel dan Julia.

Anggel dan Julia hanya bisa pasrah saja. Mereka kali ini salah sasaran, mereka yang niatnya pengen ngebully Deli, malah mereka yang dibully Dina, karena kesombongan mereka sendiri. Sekarang Anggel dan Julia hanya bisa meratapi nasibnya masing masing yang sebentar lagi akan jadi gembel.

"Din apakah loe dari?"

"Yup" jawab Dina sebelum Deli menyelesaikan pertanyaannya.

"Del, loe mau gue yang mengurus masalah perusahaan ayah loe?"

"Nggak usah Din. Gue hargai niat baik elo. Tapi biarkan kami bangkit dengan jalan dan usaha kami sendiri." kata Deli sambil tersenyum kepada Dina. Deli tidak menyangka kalau dia akan bersahabat baik dengan Nona Muda yang berasal dari keluarga pebisnis handal di berbagai negara.

"Ini yang buat gue nyaman berteman dengan loe dan Dian. Loe berdua sangat tulus berteman dengan gue. Walaupun saat kita perkenalan dulu, gue menutupin siapa gue sebenarnya." kata Dina sambil memeluk Deli.

Dua sahabat itu menuju kembali ke rumah yang sudah disulap menjadi kafe.

"Del, gue mau mulai hari kamis, Bunda yang menghendel katering rumah sakit gue. Gue tau bunda adalah mantan dokter ahli gizi. Jadi gue harap bunda mau untuk mengisi katering rumah sakit." kata Dina yang masih juga berusaha untuk membantu keluarga Deli.

Deli yang paham dengan maksud Dina langsung mengangguk mengiyakan.

"Tapi semua keputusan di bunda Din. Loe tanya bunda aja nanti ya."

"Sip"

Tak terasa mereka sudah sampai di kafe. Betapa terkejutnya Deli dan Dina, melihat kafe sudah siap. Bunda juga sudah memasak menu menu yang akan dijual. Terlihat Hendri sedang mengambil foto menu menu itu, agar bisa diposting di toko online dan untuk digunakan sebagai gambar di buku menu.

"Bun, Dina mau bicara sama bunda. Bisa bunda?" kata Dina dengan serius.

"Ada apa sayang? Serius sekali kelihatannya." kata Bunda menatap Dina.

" Ayah juga duduk sini." kata Dina meminta ayah duduk di dekat mereka.

Ayah kemudian berpindah duduk ke dekat Dina, begitu juga dengan Dian yang tidak diminta duduk juga ikut duduk. Dina manatap Dian. Dian memberikan senyumnya, Dina hanya bisa menggeleng dan tersenyum membolehkan Dian untuk duduk.

"Bunda, Ayah, sebelumnya Dina minta maaf karena tidak jujur tentang keluarga Dina sebelumnya. Dina sebenarnya adalah nona muda dari keluarga Kusuma dan Sanjaya." kata Dina menatap ke wajah Ayah, Bunda dan Dian.

Ekspresi Ayah biasa saja, ayah sudah menduga dari dulu. Sedangkan Bunda dan Dian terkejut.

"Tadi Dina sudah bertanya kepada Deli. Dina ingin membantu perusahaan Ayah, tetapi Deli menolak dan Dina juga yakin ayah akan menolak. Makanya, Dina mohon yang ini jangan menolak. Dina ingin Bundalah yang mengisi catering rumah sakit milik Sanjaya mulai hari kamis. Apa Bunda mau?" Dina menatap penuh harap kepada Bunda.

"Sayang, Bunda mau. Tapi bagaimana kalau mulai bulan besok saja. Kasian kan katering yang sebelumnya. Biarkan mereka menyelesaikan untuk sebulan ini dulu, bulan besok baru bunda." kata Bunda berusaha mengelak. Bunda sebenarnya karena tidak ada modal makanya mengelak.

"Oke bunda mulai bulan besok. Dina tau kenapa Bunda milih mundur, maaf Dina, pasti bunda mikirkan modal. Bunda dimanapun Dina meminta orang jadi pengisi catering, Dina akan memberikan pembayaran di muka bunda. Tapi karena bunda meminta bulan depan dengan alasan catering lama. Oke Dina setuju, ngak apa apa." kata Dina sambil memeluk Bunda.

"Makasi sayang." kata Bunda memegang tangan Dina.

Dina melihat ke arah Dian yang seperti siap menerkamnya.

"Jangan marah teman." kata Dina sambil memeluk Dian.

"Hem dasar loe ya. Selama ini loe pura pura nggak ada uang, loe terus minta traktir ke gue atau Deli. Ternyata yang terjadi adalah uang elo nggak ada serinya. Menyebalkan loe Dina" teriak Dian dikuping Dina.

"Yan jangan loe sakitin nona muda, loe mau perusahaan ayah loe bangkrut kayak perusahaan bokap Julian?" ujar Deli.

"Apa yang terjadi saat tidak ada gue tadi diantara kalian? Gue harus tau semuanya." ujar Dian dengan semangat. Dia sudah yakin pasti ketinggalan beberapa cerita dari kedua sahabatnya itu.

Deli kemudian menceritakan semua kejadian di taman kepada semua orang. Dian langsung bertepuk tangan bahagia. Dia tidak menyangka akan ada yang membalaskan dendamnya kepada dua makhluk yang sangat luar biasa sombongnya di atas dunia.

"Akhirnya dua makhluk sombong itu terhempas karena kesombongan mereka. Loe the best sob" Dian memberikan dua jempolnya kepada Dina. Dina hanya tersenyum saja.

Malam ini mereka berdua kembali nginap di rumah Deli. Mereka besok akan ke kampus bersama sama setelah itu akan membuka kafe bersama sama. Jangan heran kenapa kedua orang tua mereka tidak mencari Dian dan Dina.

Dina sudah tidak punya orang tua lagi. Dina hanya hidup dengan Asisten Juan orang kepercayaan orang tuanya yang sekarang harus terpisah, karena Dina lebih memilih tinggal di negara A, negara asal orang tuanya.

Dian, orang tua Dian adalah sahabat terbaik orang tua Deli. Makanya kedua orang tua Dian tidak mempermasalahkan Dian untuk menginap lama di rumah Deli. Saat musibah yang menimpa keluarga Deli, keluarga Dian sudah mau mengulurkan tangan untuk membantu, tetapi sikap dan pendirian Ayahlah yang membuat semua pertolongan dari sahabat sahabatnya di tolak Ayah.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!