"Hei cewek! Kenalan dong!"
Aku terkejut, merasakan tungkai atas lenganku dicolek seseorang. Tentu saja aku menoleh.
"Ya? Ada apa ya?" tanyaku singkat.
Seorang pemuda berdiri dihadapanku dengan wajah cengengesan. Rambut ikalnya yang agak gondrong tak beraturan sesekali meliuk ke kanan dan kekiri tertiup semilir angin di siang yang terik itu.
Cukup lumayan sih, tapi gaya slenge'an nya jujur saja membuatku sedikit illfeel.
Aku memang tidak begitu suka pemuda yang urakan, slebor, juga terkesan serampangan hidupnya tak tertata.
Maklumlah, ayahku adalah seorang tentara. Yang meskipun aku ini anak tunggal, namun tetap di didik ala militer yang sangat disiplin dan serba teratur.
O iya. Perkenalkan, namaku Viona Yuliana. Umur 18 tahun dan saat ini sedang mengikuti ospek di salah satu kampus swasta ternama di kotaku. Ya, aku adalah maba yang berniat mengambil jurusan Manajemen Bisnis.
Pemuda itu mengulurkan jemari kanannya. Tapi aku hanya bisa memandang tangannya tanpa niatan ingin menjabat.
"Kita satu jurusan!" katanya pelan. Kini terlihat agak sedikit ragu karena senyum di bibirnya berkurang secara perlahan.
Bodo amatlah. Aku sedang tak ingin bermanis muka disaat tubuh lelah dan tenggorokan haus sehabis setengah harian di jemur para senior di lapangan terbuka.
"Oh iya. Senang berkenalan denganmu!" jawabku asal jeplak seraya lanjut melangkah. Tapi pemuda itu masih mengikuti jalanku bahkan hingga tubuh kami sejajar.
"Panggil saja aku Delan!" ucapnya.
Masa bodoh dengan namamu, broh! Mau Delan mau Delon pun aku tak peduli. Hadeeuh... Please deh, jangan jadi bodyguard dan ngintilin kemana pun aku pergi!
Jujur aku mulai risih. Terlebih pemuda itu terlihat begitu ingin akrab denganku.
"Kita juga satu ruang kelas!" katanya lagi.
"Aku mau ke toilet! Kamu juga mau ikutin aku?" tukasku menegurnya yang tetap mengekorku meski di depan sana tertulis 'TOILET WANITA'.
"Hehehe... sorry Viona!"
Eh? Dia tahu namaku?! Bomat ah!
Aku makin kesal. Berarti, selama empat hari aku masuk kampus ini ternyata dia sudah jadi stalkerku. Hadeeeh...
"Viona!"
Lady!!!
Aku bersorak dalam hati. Teman satu sekolah menengah umumku memanggil dan menghampiri.
Perlahan pemuda bernama Delan itu mundur menjauh.
Aku dan Lady Navisha tertawa dan masuk ke dalam toilet bersama-sama.
Uuufffhh... Syukurlah!
"Eh, siapa tuh cowok tadi?"
"Katanya sih namanya Delan. Ga tau Delan apa kepanjangannya!" jawabku tak berminat menceritakan pada Lady.
Sejujurnya aku tak dekat juga dengan gadis cantik bertubuh langsing namun berisi ini. Karena kami memang tak sekelas juga.
Hanya karena merasa senang saja, ada teman dari satu sekolah yang sama di lingkungan kampus baru.
Menjadi mahasiswa ternyata tak seenak pelajar. Bahkan jauh berbeda. Begitu juga circle pergaulannya.
Salah-salah dalam memilih pertemanan, maka anjloklah diri dan juga pribadimu seketika. Karena kuliah tidak seramah sekolah.
Oh iya. Aku berharap, si Delan itu tak akan mengganggu ketenteramanku di kampus baru ini.
Karena aku sudah berjanji pada ayah dan ibu, selama empat tahun menuju wisuda. Dan selama toga dan titel sarjana belum ada di tangan, aku tak boleh 'pacaran'. Hiks.
Bisa mati kutu aku jika ngampus dikejar-kejar cowok cupu yang tak jelas juga tak rapi penampilan model begitu.
Ayah pasti akan memarahiku habis-habisan. Dan pasti Ibu juga akan menghukumku dalam urusan uang jajan dan sebagainya.
No no no... maaf! Aku tak mau berurusan dulu dengan makhluk yang berjenis kelamin lelaki.
No never, for this time!
"Vi, jadi ga kita maksi di basement?" tanya Lady padaku. Matanya dikedipkan sebelah.
"Traktir ya?" ujarnya lagi, membuatku tertawa sambil geleng-geleng kepala.
Haish! Si Lady ini... Padahal dandanannya selalu is the best dengan pernak-pernik tas juga sneakers yang cukup ada nama. Tapi koq ya, hampir empat hari ngampus selalu nodong aku minta traktir tiap makan siang.
Aku hanya menepuk dahiku ketika Lady menggelendot mesra dipundakku dan setengah menyeretku menuju kantin kampus yang ada di basement.
Memang makanan sana maknyos semua. Juga harganya sesuai dengan kantong para mahasiswa yang rata-rata masih minta uang jajan dari orangtua, termasuk aku.
...❤❤❤Bersambung❤❤❤...
Aku dan Lady untungnya beda kelas. Tapi ternyata tetap satu kelas dengan cowok yang bernama Delan itu.
Tapi syukurlah rupanya cowok itu cukup tahu diri juga. Dia tak semenakutkan yang aku kira. Dan dia juga tak sebrutal yang kubayangkan dalam men-stalkingku.
Herdilan Firlando nama lengkapnya. Kuketahui dari dosen yang mengabsensi para maba.
Tapi kenapa kemarin dia malah memperkenalkan nama 'Delan' bukan 'Dilan' yang kata huruf perhurufnya sesuai?
Kata Ira, teman baru pertamaku di kelas... karena Delan tak ingin dianggap ikutan memakai nama 'Dilan'. Nama peranan Iqbal Ramadhan difilm berjudul sama.
Hhh... Dasar si Herdilan Firlando! Khan bisa dia sebut 'Herdi' kalau tak mau dipanggil 'Dilan'. Susah-susah amat hidupnya! Njelimet banget fikirannya!
"Ira!"
Aku dan Ira menoleh ke arah suara panggilan tersebut.
Uhuk. Ternyata orang yang diomongin kini ada di depan mata!
"Apa Lan?" tanya Ira.
"Dipanggil kating di ruang informasi!" jawabnya tanpa menunggu jawaban, tapi langsung ngeloyor pergi.
Beneran ga sopan banget ni orang! Lagipula,... bukannya kemarin itu dia ajak aku kenalan? Terus seolah mengikuti langkahku bahkan sampai ke depan pintu toilet kampus? Hiks... pria ga jelas, ternyata! Fikirku dalam hati.
"Emang ada urusan apa, Ra? Sampai kating manggil kamu?"
"Ga tau tuh si Delan!" Ira mengangkat bahunya tak mengerti. Tapi ia juga langsung bangkit mengikuti langkah kaki si Herdilan Firlando.
Kini, tinggallah aku duduk sendiri.
Sebenarnya tidak sendiri juga. Karena kelas sudah separuh isinya. Tapi, diantara para teman baru... hanya Ira juga Lady yang sudah akrab denganku. Yang lainnya, hanya sekedar senyum dan menyapa basa-basi saja. Jadi belum terlalu kukenal.
^^^
-Ira Lupita-^^^
Cukup lama juga aku ditinggal Ira dalam kelas. Dan dia datang dengan Delan di sisinya.
Weh... makin akrab rupanya dua orang itu sekarang. Pakai wajah ketawa-ketiwi pula!
"Ada apa, Ra?" tanyaku.
"Itu...si Delan. Aku didorong biar masuk HIMA. Ogah ah!"
"Apaan tuh HIMA?" tanyaku lagi dengan polosnya.
Ekor mataku melirik ke arah Delan yang berjalan kembali ke tempat duduknya tanpa menoleh ke arahku.
Koq dia jadi gitu sih? fikirku agak kesal.
"Himpunan Mahasiswa Jurusan. Kamu mau ga masuk jadi anggotanya, Vi? Siapa tau nanti terpilih jadi ketua pengurus. Ajib tuh!"
"Hah? Aku? Ikutan masuk HIMA? Hiks... manalah bisa. Ayahku sudah ancam tak boleh macam-macam selama jadi mahasiswi, Ra!"
"Eh bagus lho, kamu bisa dapat poin tambahan karena aktif di organisasi kampus khan! Pasti ayahmu setuju. Apalagi dia orang militer khan?!"
"Justru ayahku itu tak suka aku ikut kegiatan lain di luar urusan perkuliahan. Aku hanya harus fokus mengejar nilai IP dan IPK. Bagus juga nilai semua prodi yang kuambil. Udah, cukup itu aja!"
"Hhh... Jadi kamu ga bisa ikut dong ya,Vi? Padahal nama kamu tadi udah kucantumin juga lho!"
"Hah?!? Haduuh, Ra! Gimana nanti sama ayahku?"
"Woles ajalah, Vi... Kita ini masih semester awal. Masih belum banyak tugas kuliah juga. Jadi..., ya kita cari pengalaman sajalah! Oh iya, dikelas kita ini... ga ada yang minat sebagai perwakilan. Jadi..., tadi aku dan Delan juga nulis nama kamu sebagai mahasiswa yang tertarik masuk HIMA. Hehehe,... sorry Vio!'
"Ah, kamu mah kebiasaan!" umpatku dengan gerutu pelan membuat Ira tertawa.
"Cowok-cowok kating yang ada di HIMA begini-begini, Vi! Dijamin gak nyesel deh, kumasukin sana! Hahaha... Aduh, idiiih dikasih enak koq nyubit!"
Aku kesal melihat tingkah Ira yang cuek sambil mengacungkan dua jempolnya padaku.
Hiks. Justru masalahnya aku tuh tak boleh berhubungan dekat sama yang namanya laki-laki! Walaupun itu untuk urusan sekolah atau kampus. Malah kata ayah, lebih baik aku cari kampus yang isinya cewek semua.Yassalam...
...❤❤❤BERSAMBUNG❤❤❤...
"Cari siapa, Mbak?"
Aku dan Ira terkejut hampir setengah mati. Bagaimana tidak, ketika kita sedang celingak-celinguk mencari seseorang di dalam ruangan Senat karena suatu urusan. Tiba-tiba ada suara cowok yang cukup keras dan tegas dari arah belakang.
Alamak!!! Ya Tuhaaan... gantengnya mas ini!
Kami spontan berpandangan. Dan tanpa sadar aku juga Ira sama-sama menelan saliva. Terhipnotis oleh ketampanan pemuda yang ada di depan mata.
Hingga akhirnya pria itu menepuk kedua belah tangannya membuat kami kembali tersentak, kembali sadar ke dunia nyata.
"Kami... mencari kak Firman Setyawan, Kak!" jawab Ira sambil mencubiti pinggangku.
"Aish, sakit dodol!" bisikku menggerutu.
"Ganteng, Vi...ganteng!" Ira balas berbisik.
"Saya Firman Setyawan! Ada perlu apa, ya?"
Aih! Yang kita cari ada di depan mata!
"Kami ada perlu, Kak! Mau mencoret nama Viona dari pendaftaran keanggotaan HIMA!" tuturku agak gelagapan.
"Kenapa dihapus?" tanya kak Firman.
Aku gelagapan ketika Ira menoleh ke arahku, membuat pemuda tampan itu ikutan melihat wajahku.
Aduh?!? Kenapa jadi begini?
"Ra...!!"
Kami spontan menoleh. Delan memanggil Ira. Jujur saja aku merasa tertolong.
"Delan!" panggilku mengalihkan perhatian.
"Hei kalian! Udah ambil KTM belum di ruang admin?"
"Aku belum!" jawabku spontan.
"Kalian mau ke ruang admin atau mau ke ruang HIMA dulu?" tanya kak Firman. Memerah wajahku terlihat kekanakan seperti bocil dihadapannya.
"Ke ruang HIMA dulu deh, Kak!" kata Ira mengambil alih jawabanku.
"Kamu beneran mau cabut nama dari daftar anggota HIMA? Kenapa?"
Kak Firman menanyaiku sepanjang perjalanan ke ruang HIMA.
"Ayahnya orang militer. Jadi dia ni gak boleh ikutan organisasi-organisasi ini itu, Kak!" Lagi-lagi Ira yang buka suara.
Sebenarnya risih. Tapi cukup terbantu juga oleh selaan ucapan Ira.
"Kalau tak dapat persetujuan orangtua ya memang sebaiknya jangan. Biarpun kita udah ngerasa dewasa, udah jadi mahasiswa... tetap yang masih biayai khan orangtua!"
Aku menunduk. Dalam hati mengiyakan.
Sangat keren kak Firman ini. Selain ganteng, baik hati juga pengertian. Ini mah paket lengkap! Tipikal pria idaman ini! gumamku dalam hati.
Dan kurasa Ira juga berfikir yang sama. Karena wajahnya terlihat sumringah dengan kepala mengangguk-angguk tanda setuju.
Sementara Delan sedang sibuk dengan hape di tangannya.
"Chattan sama siapa sih lo?" sikut Ira membuat Delan nyaris terjatuh karena langkah kedua kakinya yang terantup gajlugan.
"Aduh!" pekiknya pelan.
Hadeh, ni bocah! Bertolak belakang banget sama kak Firman! umpatku kesal dalam hati.
Tapi entah kenapa, seperkian detik mata kami saling menatap. Tatapannya tak dapat kuartikan. Seolah kosong tapi sedikit mengandung arti.
Aku menarik nafas panjang.
Kami tiba di ruang HIMA. Kak Firman ternyata adalah kating yang memiliki jabatan sebagai sekretaris HIMA (Himpunan Mahasiswa) di jurusanku.
Hhh...
Sesaat sesalku menguat. Namaku dihapus dari daftar keanggotaan layar laptopnya.
Wusss... Hilang sudah hari-hari selanjutnya untuk bisa bertemu kak Firman yang tampan.
Aneh rasanya jika aku harus tebar pesona sedangkan aku dan dia tak ada alasan bertemu. Hiks.
Ya sudahlah. Mau bagaimana lagi. Baru juga beberapa hari jadi mahasiswi, dan berjanji pada ayah ibu untuk tak main hati. Tapi ternyata godaannya teramat berat.
Benar kata Ira. Cowok-cowok kating (kakak tingkat) di HIMA orangnya mantap-mantap. Hadeh...
Fokus, fokus, fokus tralala! Hiks.
Kembali ke kehidupan datarku yang terkesan dingin dan no life.
...💞💞💞BERSAMBUNG💞💞💞...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!