“Aku percaya kalau waktu itu terus berjalan. Waktu berjalan dan menemani kita untuk tumbuh dan berkembang. Detik selalu berjalan, tak berhenti sekalipun dan tidak akan pernah, tidak akan ada yang bisa bergerak menghentikan waktu bahkan memutar waktu.”
“Aku percaya kalau semua orang pasti akan berubah. Salah satu faktornya adalah karena waktu. Sifat kekanak-kanakan, sifat egois, sifat penakut, sifat pemalu, sifat pendendam, dan semua sifat lainnya pasti akan berubah seiring berjalannya waktu tidak terkecuali satupun.”
“Aku percaya, keajaiban pasti akan ada. Layaknya semut yang terjatuh di kubangan air, semut itu akan tetap hidup, dan akan tetap hidup. Aku percaya itu, ia akan tetap hidup.”
“Petra Charleston Prakasa, itulah nama yang diberikan oleh kedua orangtuaku ketika aku lahir, namun aku sekalipun tidak pernah mendengar suara kedua orangtuaku memanggilku menggunakan nama yang telah mereka berdua berikan kepadaku.”
“Kedua orangtuaku meninggal sebab kecelakaan bersama dengan kakak kandungku sendiri. Bahkan aku tidak pernah mengetahui rupa wajah dari kakak kandungku sendiri. aku hanya mengetahui rupa wajah papah dan mamahku sendiri di dalam foto pernikahan mereka berdua. Menurutku, mamahku terlalu cantik jika dilahirkan sebagai manusia. Mamahku lebih mirip malaikat tak bersayap yang turun ke bumi hanya untuk melahirkan anaknya yang tampan ini. Iya.., Tampan dan Berani.”
“Saat aku menatap wajah papahku, aku seperti melihat fotoku sendiri saat sudah dewasa. Menurutku, aku sangat mirip dengan papahku. Walau wajahku ini memang wajah pasaran dan tidak terlalu gudluking. Setidaknya, aku sudah percaya diri dengan penampilanku saat ini.”
“Aku hidup dan dibesarkan di salah satu panti asuhan yang berada di desa kecil bernama Haarlem dan terletak di perbatasan antara dua kota besar yaitu Den Haag dan Amsterdam. Bisa dibilang, desa ini adalah sebuah kelereng dan berada di anatara dua buah dada. Ehh.., maksudnya dua buah semangka.”
“Aku tinggal di salah satu panti asuhan. Namun, sebenarnya itu bukanlah panti asuhan. Itu hanya rumah biasa yang ditinggali oleh seorang janda tua dan seorang nenek tua renta disana. Bangunan itu sebelumnya adalah kantor desa yang sudah tidak digunakan, maka dari itu masih banyak ruangan yang sekarang ini digunakan sebagai kamar bagi para anak yatim piatu sepertiku.”
“Panti asuhan itu hanya berisikan diriku saja. hanya aku disana. maka dari itu, ibu janda tua dan nenek itu tidak pernah menganggap kalau bangunan ini adalah panti asuhan. Mereka berdua menganggap bahwa aku adalah anak dari mereka berdua. Dan ini adalah rumah baruku untuk saat ini.”
“Jujur saja, aku masih kelas 1 SMA, dan selama kuranglebih 3 tahun aku bersekolah di SD itu, aku tidak memiliki teman satupun. Bukan berarti aku tidak pernah mengobrol bersama dengan teman sekelasku, tapi aku merasa akan mengobrol dengan teman sekelasku jika itu menyangkut hal yang penting. Jika tidak ada hal yang penting, aku tidak berbicara kepada siapapun. Dan itu sudah kulakukan kuranglebih 12 tahun aku bersekolah”
“Setiap pagi, aku hanya melakukan kegiatan sehari hariku. Waktunya bagiku untuk mandi. Namun dikarenakan bulan ini adalah bulan november, bulan ini adalah musim gugur. Hujan angin yang begitu dingin mampu membuat siapapun yang tidak memakai syal bisa menggigil kedinginan. Anginnya sangat dingin karena bulan depan adalah bulan desember dimana akan turun salju di desa ini.”
“hari ini dingin banget” ucap Petra seraya memeluk tubuhnya sendiri.
Petra pergi ke kamar mandi dan mulai menyalakan pemanas air. Berbeda dengan bulan lalu, di sekitar bulan juni, juli dan agustus. Ketiga bulan itu adalah bulan favoritnya. Itu karena waktunya musim panas, dan setiap kali ia terbangun dari tidurnya, cuaca yang menyambutnya begitu hangat hingga dirinya tidak perlu menyalakan pemanas air lagi agar bisa mandi dan berendam di bathtub.
Ia menghabiskan hari demi hari seperti biasanya. Benar benar menjadi anak yang pendiam di sekolah, bahkan hari ini Petra tidak berbincang kepada siapapun. Ia hanya memakan bekal yang telah ia bawa dari rumah dan memakannya seorang diri di taman kantin.
Bangku di sampingnya kosong karena tidak ada satupun orang yang betah duduk di sampingnya. Mereka semua menganggap kalau Petra terlalu pendiam dan tidak pernah mengucapkan sepatah katapun saat duduk disampingnya.
Petra terlalu gugup saat berbicara dengan seseorang. Bahkan dirinya tidak berani menatap mata orang yang sedang berbicara di hadapannya. “Iya,.. aku tau itu tidak sopan, tapi entah kenapa saat aku memaksakan tubuhku untuk menatap mata lawan biacaraku, bagiku itu adalah salah satu hal yang menyiksa batin.”
Hingga sampai dirinya pulang ke rumah, ia mandi dan kemudian memasuki kamarnya yang dipenuhi akan poster luar angkasa dan planet planet. Bahkan, cat kamarnya berwarna biru gelap dengan dengan hiasan menggunakan tipex cair agar terkesan dipenuhi bintang di luar angkasa.
“Setidaknya, aku ingin bertemu keluargaku yang sudah jauh di atas sana yang tidak akan pernah mungkin bisa ku kejar.”
*tiitt,.. tiitt,.. tiitt,.. bunyi suara alarm Petra yang menyala di kamarnya yang kosong dan tiada orang satupun.
Senin, 15 november 2010. 06:00 AM
“uueeghh,.. uueeegghhh,.. uueeghh”
Petra memuntahkan isi perutnya di kamar mandi pagi itu. itu karena Petra sedang tidak enak badan sebab telah memakan semur jamur buatan ibunya malam kemarin. Walau itu bukan ibu kandungnya, tapi Petra merasa jika masakannya tidak terlalu buruk walau sepertinya ada racun sianida didalamnya.
“apa kamu tidak apa?” tanya ibunda sedikit berteriak dari luar kamar mandi.
“a-aku tidak apa apa. Aku sudah baik baik saj-,.. ueeghh,.. ueeghh” ucapnya dengan muntahan dari isi perut yang masih saja bergejolak meronta ronta di dalam perut Petra.
“apa mamah harus mengambilkan obat?” tanya ibunya dengan sedikit mengetuk pintu kamar mandi.
“itu tidak usah. Aku hanya tidak enak badan. Aku tidak perlu meminum ob-,.. uueegghh” ucapnya dengan muntahan yang masih saja keluar.
“kalau begitu, mamah akan buatkan susu hangat untukmu” tutur ibunya meninggalkan tempat itu.
“baik, terimakasih mah. Uueeghh..” jawabnya dengan muntahan yang mengalir tak henti henti.
Tidak lama setelah itu, Petra keluar dari kamar mandi dengan kondisi tubuh yang begitu segar sehabis mandi. Tubuhnya begitu lemas namun telah begitu lega. Hanya saja, udara yang menyelimuti permukaan begitu dingin hingga membuat tubuhnya merinding dan menggigil kedinginan.
Ia segera berlari menuju kamarnya yang berada di lantai atas kemudian mengenakan seluruh seragam sekolahnya. Hari ini adalah hari Senin, ia memastikan agar dirinya tidak terlambat pergi kesekolah.
Petra kembali turun ke lantai bawah dan mendapati jika ibunya sudah membawa segelas susu hangat yang beliau letakkan di meja makan. Jam sudah menunjukkan pukul 06:32, sudah waktunya Petra untuk berangkat sekolah.
“sial, aku sudah terlambat” teriaknya begitu panik seraya mengunci kancing seragamnya.
“jangan terburu buru, minum dulu susumu ini agar perutmu terisi” tutur sang mamah.
“i-iya mah” jawabnya seraya memasang kaus kaki di kedua kakinya dalam keadaan berdiri.
Dirinya duduk di kursi dan meminum susu hangat tersebut hingga sekiranya perutnya telah terisi begitu penuh. Petra kembali pergi ke kamarnya di lantai atas karena tas sekolahnya tertinggal di dalam kamar tersebut.
Ia pun kemudian berpamitan dengan sang ibunda dan kemudian berjalan ke pintu luar. Di dekat pintu luar, terdapat rak sepatu dari sepatu yang akan digunakan senin ini. Jam 06:40, Petra semakin panik dan ketakutan dan berfikir “bagaimana jika aku terlambat untuk datang kesekolah yang jaraknya cukup jauh dari rumah.”
Dirinya membuka pintu rumah dan hendak berlari menuju sekolahnya yang jauh di tenggara. Namun hal yang mengejutkan terjadi. Terdapat seorang anak seumuran Petra yang sedang memakai jaket tebal dan memakai topi. Seorang anak lelaki yang tingginya sama seperti Petra dan hanya bisa menundukkan kepalanya. Anak itu berdiri di depan pintu dan hanya menundukkan kepala layaknya tak memiliki niatan hidup.
“ma-maaf, kau mencari siapa?” tanya Petra seraya menatap wajahnya yang tengah menunduk.
Anak lelaki itupun kemudian mengangkat wajahnya. Terlihat kedua matanya yang begitu memerah dan membengkak sebab sepertinya terlalu banyak menangis, bersama dengan raut wajah yang penuh dengan kesedihan dan penyesalan, Petra sedikit terkejut dengan wajah anak tersebut yang begitu lusuh dan kotor.
Tidak cukup sampai disitu, Petra juga luar biasa terkejut kalau saja lelaki di hadapannya itu sangat amat mirip dengannya. Wajah dan postur tubuhnya benar benar mirip. Bahkan Petra sendiri tidak tau apakah dia adalah kakak kandungnya, atau memang dia kebetulan saja mirip dengan Petra.
Namun Petra tidak bisa mengurusi kembarannya itu terlalu lama. Dirinya tidak memiliki waktu yang tersisa hanya untuk mengurusi tamu yang tidak dikenal. Maka dari itu, Petra memutuskan untuk tidak memperdulikannya dan lebih memilih untuk fokus agar tidak terlambat masuk sekolah.
“maaf, aku tidak mengenalmu. Jika kau ingin menemui orang rumah, ketuk pintunya. Aku sudah terlambat. Aku harus pergi…” tutur Petra seraya hendak berlari meninggalkan kembarannya itu.
Namun disaat Petra hendak meninggalkannya, lelaki kembarannya itu seketika memegang pundak bahu kanan Petra hingga membuatnya berhenti berjalan. Saat Petra menoleh kearahnya, dirinya memegang sebuah surat yang berada di dalam amplop yang rapi dan berwarna putih polos. Petra begitu terheran akan apa yang kembaran itu lakukan kepadanya.
“a-apa ini? apa ini undangan?” tanya Petra kepada kembaran tersebut dihadapannya.
Seketika lelaki kembaran tersebut membalikkan badannya dan kemudian berjalan menjauhi rumah. Melihat lelaki kembaran Petra yang sangat aneh itupun membuat Petra sedikit takut kepadanya.
“apa apaan tuh orang. Apa dia udah gila?. Tapi kenapa dia memberikan surat kepadaku? Apa dia bisa menulis? Apa dia beneran bukan orang gila?” fikirnya dalam hati.
Pada akhirnya, Petra meletakkan suratnya di dalam saku kanan celananya kemudian melanjutkan berlari menuju sekolah. Ia berlari sekencang mungkin melawan angin yang begitu dingin dan melewati perumahan penduduk disana.
Pada akhirnya, Petra sampai di sekolah pukul 06:58. Nyaris terlambat dalam 2 menit lagi. “untungnya aku masih bisa berlari dengan kondisi tubuhku yang lemas ini.”
Dirinya memasuki kelas dan nyatanya semua orang sudah datang. Tertinggal ia seorang yang datang paling akhir. Seperti hari biasa, Petra duduk di kursi yang berada di pojokan kelas. Dirinya meletakkan tas miliknya ke kolong meja samping kanannya sebab tidak ada orang yang menempati bangku tersebut. Pada akhirnya, seperti biasa Petra menunggu sampai guru di jam pelajaran pertama masuk.
Setelah melalui pagi yang berat, dengan menghela nafas begitu dalam, Petra rasa hanya itu yang bisa mengurangi beban yang sedang ia hadapi. Namun fikiran Petra begitu tidak karuan sebab dirinya sendiri bahkan tidak tau apa saja yang membuat perasaannya tidak enak. Entah kenapa, tapi rasanya ada yang menjanggal di otak Petra. Jam 09:12, jam istirahat pertama dimulai. Petra hendak mengeluarkan bekal dari tas sekolahnya. Namun begitu terkejutnya dia saat mengetahui dan menyadari kalau dirinya lupa untuk memasukkan kotak bekal kedalam tas.
“bodohnya aku, kenapa aku terlalu pelupa. Sekarang aku harus makan apa?” ucapnya menepuk jidat.
Dirinya berfikir kalau ia akan membeli chiki di kantin. Untungnya uang miliknya masih ada di saku kanan seragam celananya. Saat Petra mengeluarkannya, terdapat pecahan uang receh koin dan sebuah kertas surat amplop. Setelah di ingat ingat, ia mulai menyadari kalau surat tersebut berasal dari kembarannya tadi pagi.
“ohh, iya. Kalau tidak salah, ada anak seumuranku yang memberikan surat ini tadi pagi. Kira kira, isi suratnya apa ya?” fikirnya seraya menatap tajam ke arah surat tersebut.
Ia perlahan membukanya. Dengan diselimuti perasaan begitu penasaran, ia membuka perlahan agar tidak robek. Hingga sampai pada akhirnya, Petra mengeluarkan secarik kertas yang berada di dalam amplop tersebut.
“ehh? Apa? Ini tidak mungkin, jangan bercanda. apa yang terjadi?” fikirnya begitu terkejut saat melihat kertas itu.
-BERSAMBUNG-
“kenapa? Kenapa kertasnya kosong?” fikirnya dengan begitu kesalnya.
“ehh, kertasnya terbalik. Bodohnya aku… pfftt” ucapnya seraya menahan tawa dari kebodohannya sendiri.
Dirinya membalik kertas tersebut dan kemudian membaca tulisan disana. Ia begitu terkejut karena tulisan ini benar benar sama dan sangat mirip dengan tulisan tangannya sendiri.
“bahkan tulisan tangannya sangat mirip dan sama sepertiku. Tulisan yang sangat estetik dan mirip ceker ayam” fikirnya sembari membaca tulisan tersebut.
Isi surat tersebut adalah “hari ini akan ada anak baru di sekolahmu dan akan duduk disamping bangku mu yang kosong. Dan juga hari ini kau akan di angkat menjadi ketua kelas. Jagalah ucapanmu dan jangan menyakiti hati seseorang disamping tempat dudukmu”
Melihat tulisan yang sangat aneh dan membingungkan itu membuat Petra semakin pusing. Isi surat itu sama sekali tidak masuk akal buatnya. Dan juga ia berfikir kalau kembaran yang memberikan surat itu adalah orang yang benar benar sudah gila.
“apa apaan? Isi surat yang tidak masuk akal. Dasar orang gila” ucapnya seraya meremukkan kertas tersebut hingga menjadi bola kertas.
Saat ia hendak membuang kertas tersebut di luar jendela kelas, nyatanya seisi kelas dikejutkan akan kehadiran kepala sekolah bersama dengan anak perempuan dibelakangnya. Jujur saja, Petra masih tidak terbiasa jika pak kepala sekolah memasuki ruang kelasnya, karena terakhir kali pak kepala sekolah memasuki kelas tersebut, beliau hanya datang untuk memarahi habis habisan seisi kelas.
“permisi anak anak, maaf karena mengganggu waktu jam istirahat kalian” ucap pak kepsek.
“kali ini, kalian akan kedatangan seorang anak baru di kelas ini. Kalian akan memiliki teman baru di kelas ini. Dan pastinya, kalian jangan menjahilinya di hari pertamanya bersekolah disini” ucap pak kepsek.
“baik pak” jawab seisi kelas.
“kalau begitu, silahkan perkenalkan dirimu” ucap pak kepsek kepada murid baru tersebut.
“baik” jawab murid baru itu.
Seorang murid baru, perempuan cantik dengan rambut yang berwarna cokelat sedikit pirang dan panjang serta tinggi itu berhasil menyita perhatian seisi kelas. Saat Petra menatap matanya, dirinya mulai berfikir kalau mungkin perempuan ini adalah perempuan dari kota besar. Bisa dilihat dari style dan raut wajahnya, perempuan itu pasti pindahan ke desa ini.
Namun bukan itu yang membuat Petra terkejut. Yang membuatnya sangat amat luar biasa begitu terkejut setengah mati adalah isi surat yang ternyata benar benar terjadi di dunia nyata. Saat Petra kembali membuka kertas yang sudah menggumpal itu, ia kembali membaca kembali isi dari kertas tersebut untuk memastikan kalau dirinya tidak salah lihat.
Dan benar saja, ternyata anak baru yang pindah ke kelas ini sudah datang.
“didalam kertas ini juga disebutkan kalau aku akan menjadi ketua kelas. Kalau memang benar adanya, mungkin lelaki kembaranku yang memberikan surat ini adalah manusia super yang mengetahui masa depan. Dan juga, apa anak baru itu akan duduk disampingku?. Benar juga, tidak ada bangku kosong selain disampingku” fikir Petra seraya membaca kertas di gegamannya.
Tidak lama setelah itu, anak baru tersebut berjalan ke depan kelas dan mulai membuka suaranya. Suaranya yang ringan, sedikit serak basah, bersamaan dengan ekspresi dan raut wajah yang sedang mengimplementasikan gerakan dari apa yang telah ia ucapkan membuat Petra yakin kalau dirinya sudah berlatih untuk memperkenalkan diri di depan publik.
“perkenalkan, namaku Leuven Christie Natalia, semua orang memanggilku Lia. Aku pindahan dari kota dan pergi ke desa ini sebab papahku dipindahtugaskan ke desa ini. Rumahku ada di perum Oud Rekem, sebuah perumahan di ujung barat daya sekolah. Sekian perkenalanku, mohon kerjasamanya” ucapnya seraya menundukkan kepalanya.
“heeyy, apa aku bisa memanggilmu Lia?” teriak salah satu murid di kelas tersebut.
“kalian bisa memanggilku Lia, tapi kau bisa memanggilku dengan nama panggilan yang lain” jawab Lia.
“kalau begitu, apa aku bisa memanggilmu sayang?” tanya lelaki tersebut diikui tawa seisi kelas.
“aku tidak tahan dengan semua orang di kelas ini. teman temanku benar benar caper. Kenapa tuhan menciptakan manusia dengan kadar cringe melebihi batas kewajaran. Cringe banget bikin merinding.…” fikir Petra seraya menatap teman lelaki yang berteriak tersebut.
“sudah sudah, jangan membuat keributan. Kalian baik baik dengan Lia dan jangan berisik. Ada rapat di ruang guru” tegas pak kepsek.
“baik pak” jawab seisi kelas.
“kalau begitu, kamu duduklah di bangku yang kosong. Seperti nya di belakang masih ada bangku kosong, apa kamu tidak keberatan?” tanya pak kepsek.
“tidak apa apa, saya tidak ada masalah dalam penglihatan” jawab Lia.
“kalau kamu tidak bisa melihatnya, duduk saja di sampingku. Kita akan selalu duduk bersama hingga di pelaminan kelak” teriak lelaki yang sama.
“hehehe, bisa aja” jawab Lia menahan tawanya.
“di pojokan sana ada bangku kosong, kamu bisa duduk disana” ucap sang kepala sekolah menunjuk ke arah samping bangku Petra.
“baik” jawab Lia mulai berjalan mendekati bangku Petra.
“kalau begitu, bapak pergi dulu. Untuk Issak jangan terlalu menggoda Lia. Dia pasti akan merasa terganggu jika digoda oleh seekor musang” ucap pak kepsek diikuti tawa seisi kelas.
“ehh, jahat banget” ucap lelaki caper yang bernama Issak itu.
Tidak lama setelah itu, pak kepsek pun berjalan keluar kelas dan meninggalkan kelas tersebut. Lia duduk disamping Petra dengan begitu sopan dan rapih. Dikarenakan dia adalah pindahan dari sekolah yang berasal dari kota, maka seragam yang ia kenakan jauh lebih trendi dan stylish dibandingkan dengan seragam sekolah ini.
“maaf, apa ini tasmu?” tanya Lia seraya mengambil sebuah tas dari loker laci mejanya.
“ohh, iya. Maaf” jawab Petra seraya menerima tasnya dan kemudian meletakannya di laci kolong mejanya sendiri.
“apa kamu sudah sendirian di sini sebelum aku datang? Atau ada anak lain yang duduk disini dan anak itu sedang tidak masuk sekolah?” tanya Lia kepada Petra.
“tenang saja, tidak ada yang mau duduk di sampingku. Meja ini sedang kosong, jadi kau bebas duduk disini. Kalau kamu tidak ingin duduk disampingku, itu tidak masalah” jawab Petra dengan nada begitu lesu.
“sial, perutku mules dan aku malah di ajak ngobrol sama perempuan secantik ini. Parfumnya wangi, rambutnya rapih dan lurus, kulitnya lembut dan halus, dan tatapan matanya yang begitu hangat. Semua itu membuatku kebelet eeq” fikir Petra seraya menyembunyikan ekspresi ngeden kebelet eeq nya.
“ehh, memangnya kenapa? Kurasa kamu bukan anak yang jahat” jawab Lia.
“apa kamu fikir aku ini adalah preman pasar yang menyamar menjadi anak sekolahan?. Kurasa aku tidak ingin memiliki teman dan tidak ingin ada yang mengajak ngobrol denganku” ucap Petra dengan nada begitu jutek.
“ma-maaf, aku sudah mengajakmu berbicara. Tapi, apa kamu memang tidak ingin memiliki teman?” tanya Lia kepada Petra.
“maaf, aku sudah tidak tahan lagi duduk disini. jika aku tetap disini, akan ada lumpur lapindo yang membanjiri lantai kelas. Aku harus pergi” ucap Petra seraya berdiri dari tempat duduknya.
“kamu mau kemana?” tanya Lia kepada Petra.
“aku harus menyelamatkan dunia dan kelas ini dari banjirnya lumpur lapindo” jawabnya berlari keluar kelas dan hendak pergi menuju ke kamar mandi.
Dirinya pun berlari ke arah kamar mandi yang jaraknya tidak begitu jauh dari kelasnya. Saat dirinya telah sampai di dalam kamar mandi, spontan ia duduk di toilet dan memulai ritualnya.
“entah kenapa, masakan jamur dari mamahku benar benar seperti racun yang membunuhku perlahan. Benar benar jamur yang berbahaya. Jangan jangan, mamah memasak jamur Lepiota Brunneoincarnata. Atau jangan jangan, mamah menambahkan pestisida kedalam masakannya karena kemarin hari aku tidak sengaja memasukkan pestisida tumbuhan di botol kaca air mineral?. Tidak, itu tidak mungkin” fikirnya dalam keadaan memasang raut wajah ngeden.
Setelah ritual Petra selesai, ia merasa kalau kebahagiaan dan keceriaan dunia sedang menyelimutinya. Setelah dirinya mengeluarkan lumpur lapindo itu, dunia seakan akan tersenyum kepada petra. Perasaan lega membuat Petra sangat amat luar biasa bahagiyah….
“jujur saja, aku tidak pernah merasakan lega se lega ini. Benar benar eeq yang sangad nigmad dan membahagiakan” fikir Petra seraya berjalan keluar dari kamar mandi.
Saat dirinya hendak kembali memasuki ruang kelas, nyatanya Petra dikejutkan dengan namanya yang telah ditulis di papan tulis depan kelas. Nyatanya, saat itu sedang ada pemilihan ketua kelas dan nama Petra memiliki voting tertinggi dari dua siswa yang mencalonkan diri sebagai ketua kelas.
“eh, haahh!?” teriak Petra saat melihat namanya tertulis di papan tulis depan.
“dia sudah balik”, “dia pasti akan senang”, “untung saja bukan aku yang terpilih menjadi ketua kelas” gumam seisi kelas seraya menatapi Petra yang tengah berdiri mematung di depan pintu ruang kelas.
“apa apaan ini?” ucap Petra sedikit berteriak.
“kamu akan jadi ketua kelas” jawab wali kelas yang sedang duduk di kursi guru depan.
“tapi kan-, tapi kan-, aku tidak mencalonkan diri” ucap Petra dengan nada begitu ngegas.
“tenang saja, Petra. Wakil kelas ini adalah Lia sendiri. Dan Lia sendiri yang mencalonkanmu sebagai ketua kelas. Harusnya kau bersyukur karena Lia masih mengajakmu mengurus kelas ini berdua” teriak Issak dari kejauhan.
“tapi aku tidak peduli dengan sistem ketua kelas dan wakil ketua kelas. Apa aku tidak bisa digantikan oleh anak lain?” tanya Petra memasang raut muka memelas.
“sayangnya tidak bisa karena namamu sudah dikirimkan ke meja kepala sekolah dan akan di catat serta dimasukkan kedalam kategori status buku rapor. Harusnya kau merasa senang karena telah terpilih menjadi ketua kelas” ucap wali kelas mengacungkan jempolnya.
Dengan tatapan yang begitu tajam serta menggumam di batin yang terdalam, Petra menyuarakan segala keresahan dan kekesalannya itu di dalam lubuk hatinya yang paling dalam. “benar benar menyebalkan, benar benar membosankan, benar benar memalukan, benar benar merepotkan, benar benar mengantukkan, benar benar menakutkan, benar benar menyedihkan, benar benar mengerikan, benar benar membahayakan”.
“kalau kau masih mengeluh saja, bapak akan kurangi nilai matematikamu selama sebulan ini” ancam pak walkel.
“waahhh, aku sangat senang sekali bisa terpilih menjadi ketua kelas ini. Sangat menyenangkan, sangat membahagiakan, sangat menggembirakan, sangat mengharukan, sangat membanggakan, sangat luar biasa memuat hatiku ini memiliki pelangi yang menghias kelas ini dengan kehangatan pelangiku. Sangat senang sekali rasanya bisa memiliki wali kelas sebaik pak Jimmy” ucap Petra dengan nada satir ke arah pak walikelas.
“sangat menyebalkan dasar pak tua belalang kupu-kupu” fikirnya menatap tajam kedua mata pak walkel.
“bapak bersyukur karena kau bisa menjadi ketua kelas yang baik. Kalau begitu, kembali duduk di kursimu” ucap pak walkel.
“baiklah” ucapnya berjalan memasang raut wajah lemas lesu.
“terimakasih karena kamu bisa menerima ajakanku” ucap Lia.
“aku akan membunuhmu karena kamu sudah melibatkanku dengan kegiatan yang jauh dari kata menyenangkan” ucap Petra menatap tajam mata Lia.
“yaahh, maaf” jawabnya.
“katakan padaku, kenapa kamu mencalonkanku menjadi ketua kelas?” tanya Petra dengan nada penuh emosi.
“itu karena, aku sudah terpilih menjadi wakil kelas. Dan sebagai wakil kelas, aku harus bisa memilih ketua ku yang akan mengurus kelas ini bersama. Dikarenakan aku hanya mengetahui namamu di kelas ini, maka aku mencalonkanmu” jawab Lia.
“darimana kamu mengetahui namaku?” tanya Petra sedikit curiga.
-BERSAMBUNG-
“aku melihat namamu di buku ini” jawab Lia memberikan buku diary Petra.
Melihat cacatan keseharian Petra berada di tangan orang lain membuatnya sangat amat luar biasa terkejut dan seketika tenggelam di sumur yang penuh dengan perasaan malu.
“eh? A-apa kamu membacanya?” tanya Petra dengan begitu terkejutnya.
“bukumu terjatuh dari dalam tas. Dan aku secara tidak sengaja membaca sebagian dari halaman yang terbuka. Sepertinya, hari ini kamu sedang sakit perut karena masakan mamahmu. Mungkin itu alasan mengapa kamu segera pergi ke kamar mandi baru ini. Aku jadi faham apa itu arti dari lumpur lapindo” ucap Lia dengan sedikit menahan tawanya.
“kurasa mentalku sudah rusak. Aku jadi berfikir kenapa aku harus terlahir di dunia ini dengan menanggung beban malu sebesar ini” gumam Petra seraya menutup wajahnya sendiri menggunakan kedua telapak tangannya.
“tenang saja, sebagai gantinya kamu bisa membaca buku harianku” jawab Lia.
“aku tidak akan pernah sekalipun melakukan hal yang sangat amat luar biasa berdosa besar seperti itu” jawab Petra seraya memasukkan buku hariannya kedalam tasnya semula.
“kalau kamu masih terganggu, maafkan aku karena sudah mengacaukan semuanya. Sebagai gantinya, aku akan memberikan obat sakit perut kepadamu. Kebetulan aku tidak sengaja membawa obat sakit perutku di dalam tas.
Minumlah ini agar perutmu sedikit baikan” ucap Lia seraya memberikan obatnya kepada Petra.
“apa aku boleh meminumnya?” tanya Petra seraya menerima obat dari Lia.
“boleh asalkan perutmu sudah terisi makanan” jawabnya.
“aku hanya minum susu, dan itupun asat pagi tadi” ucap Petra.
“itu tidak boleh. Susu adalah minuman yang mudah sekali dicerna di dalam lambung, dan jika kamu meminumnya pagi tadi, pasti sekarang sudah tercerna dan obatku ini tidak bekerja dengan optimal” jelasnya.
“eh? Memangnya iya?” tanya Petra balik.
“bercanda, jangan fikirkan ucapanku tadi, aku hanya mengarang. Aku hanya sok pintar tapi sepertinya aku tidak terlihat seperti itu” jawab Lia dengan wajah datarnya.
“kurang ajar” ucap Petra memasang raut wajah begitu kesal.
“tapi, bagaimana jika ucapanku itu benar?”.
“yaahh, tapi bagaimana juga kalau ucapanmu itu salah?”.
“kita berdua hanya berdebat mengenai spekulasi hal yang tidak penting. Kita hanya berdepat mengenai hal yang tidak pasti. Lebih baik, makanlah bekalku ini dan minumlah obatku” ucapnya seraya mengeluarkan bekal dari dalam tasnya
“ehh, it-itu tidak perlu, aku akan meminum obatku nanti siang” sahut Petra seraya menghalangi tangan Lia yang hendak mengeluarkan bekalnya dari dalam tas.
“jangan kebanyakan ngeyel dan cepat makan bekalku ini. anggap saja kalau ini adalah caraku meminta maaf kepadamu” ucap Lia dengan paksa mengeluarkan bekalnya.
“tapi itu tidak perl-“ ucap Petra terhenti karena suara keroncongan dari perutnya.
“sial, benar benar memalukan. Dasar perut bodoh, kenapa kau malah berbunyi disaat saat seperti ini” fikir Petra mengumpat perutnya sendiri.
“tuhkan, kamu bisa berbohong tapi tubuhmu tidak. Sekarang, makanlah cepat dan segera minum obat” tegas Lia membuka bekalnya itu dan memasukkannya kedalam loker laci meja Petra.
“ma-makasih banyak” ucap Petra sedikit menganggukkan kepalanya.
Di dalam kotak bekal milik Lia terdapat sebuah roti isi layaknya sandwich. Didalamnya terdapat 4 buah roti isi, dan Petra hanya memakan dua dari empat isi roti itu. Petra memakannya perlahan dan tanpa menghasilkan suara sedikitpun agar tidak ketahuan sedang makan saat pelajaran berlangsung.
“habiskan semuanya”.
“tidak, aku sudah kenyang, terimakasih”.
“kalau begitu, minumlah obatku menggunakan air putih. Apa kamu membawanya?”.
“minumku tertinggal di rumah. Aku akan minum di kran air siap minum”.
“apa kamu akan keluar kelas hanya untuk minum air putih? Apa kau sudah gila?. Minumlah airku” tegas Lia memberikan botol air mineralnya.
“tapi-“ ucap Petra tersahut henti.
“anggap saja ini adalah caraku meminta maaf” sahut Lia.
“kurasa kamu sudah memberikan terlalu berlebihan, aku jadi tidak enak karena merepotkan anak baru” ucap Petra dengan perasaan yang begitu gugupnya.
“apa yang kau katakan? Itu sangat bodoh. Harusnya aku yang tidak enak jika kamu menolak pemberianku. Cepat minum obatmu agar lumpur lapindo mu bisa sedikit jinak dan tidak lagi bergejolak didalam perutmu” ucap Lia.
“kenapa harus lumpur lapindo?” ucapnya seraya menerima botol air mineral tersebut.
Bukan sembarang botol, namun botol itu adalah botol dari sedotan yang terpasang rapat. Saat Petra membuka tutup botol tersebut, nyatanya botol itu adalah botol sedotan yang hanya bisa diminum menggunakan sedotan yang sudah tertanam.
Saat Petra mencoba membuka tutupnya, nyatnya itu sudah terkunci rapat dan hanya bisa dibuka dari bawah. Jika Petra membuka tutup bawah tempat pengisian air tersebut, airnya akan tumpah. Mau tidak mau, Petra hanya bisa minum lewat sedotan tersebut.
“ini adalah botol yang benar benar gila” ucapnya seraya menatap botol tersebut.
“aku tidak ada botol lain. jujur saja, aku juga tidak menyukai botol yang menggunakan sedotan besar karena aku tidak bisa minum terlalu banyak dan juga merepotkan” jawab Lia.
“kurasa, aku tidak bisa” ucap Petra memberikan botol miliknya.
“ehh? Kenapa?” tanya Lia.
“apa kau tidak sadar? Jika aku minum di tempat yang sama seperti tempatmu minum, itu sama saja seperti kita berdua melakukan ciu-“ ucap Petra tersahut henti.
“lihatlah botol air minum itu. Apa airnya terlihat berkurang? Tidak berkurang bukan?. Aku masih belum minum di tempat itu sama sekali, jadi kamu bisa meminumnya. Selagi aku masih belum haus, kamu bisa meminumnya” sahut Lia.
“apa itu benar?” tanya Petra merasa sedikit skeptis dari perkataanya.
“aku tidak ingin kursi di dekatku dipenuhi lumpur lapindo, jadi cepatlah min-“ ucap Lia tersahut henti.
“berhenti mengatakan hal itu dan jangan membahasnya lagi, itu sangat jorok” sahut Petra seraya membuka bungkusan obat tersebut.
Pada akhirnya, Petra mulai meminum obat menggunakan air mineral dari botol yang begitu aneh dan tidak beradab itu. Siang hari seperti biasa, semuanya mengikuti pelajaran dengan baik bersama dengan Lia disamping Petra.
Hari hari biasa Petra lakukan disekolah, namun hari ini agak sedikit berbeda dibandingkan dengan hari biasanya. Hari ini, Petra dikejutkan oleh seseorang yang sangat mirip dengannya dan bisa melihat apa yang akan terjadi kepadanya, dan kemudian dirinya mulai berteman dengan seorang perempuan yang luarbiasa cantik dan baik.
Hingga pada saat jam 3 sore, sudah waktunya untuk pulang, Petra melihat kalau Lia di jemput oleh seorang pria tinggi besar mengenakan jas dan kemeja yang rapih. Sesaat sebelum itu, Petra berjalan bersama dengan Lia hingga kita berdua berdiri di gerbang.
Disaat itu juga, dirinya mendapati kalau Lia dijemput oleh lelaki keren dan rapih tersebut. sebelum Lia memasuki mobilnya, dia sempat melambaikan tangannya kepada Petra, dan detik itu juga, Petra berharap kalau dirinya tidak terkena serangan jantung.
Layaknya jantung yang berdetak normal, dalam sepersekian detik, jantungnya terasa berdetak dengan luarbiasa cepat. Seperti halnya di pukul menggunakan pukulan yang berat nan padat, jantungnya seperti berdegup “bop,.. jebop,..jebop,.. cebew” menyerupai editor berkelas.
“bye,.. Petra” ucapnya seraya melambaikan tangannya.
“hati hati dijalan” jawab Petra melambaikan tangannya balik.
Setelah itu, Petra pun memasuki mobil dan kemudian meninggalkan sekolah. Dirinya mulai berjalan ke arah panti rumah dalam mood yang begitu bahagia dan ceria.
Sesampainya di rumah, Petra disambut oleh masakan sang mamah yang baunya tercium hingga ruang tamu rumah. Bau dari masakan sang mamah memang tidak pernah menghianati. Aromanya membuat perutnya seketika keroncongan.
“aku pulangg!” teriak Petra dari ruang tamu depan.
“silahkan masuk” teriak sang mamah dari ruang tengah.
Disaat Petra memasuki rumah, nyatanya terdapat sang nenek yang tengah meminum teh hijau sembari menonton TV di ruang tengah menemani mamah yang sedang mempersiapkan makanan di meja makan.
Petra menghampiri nenek dan mamahnya yang saat itu sedang berada di ruang tengah. Ia pun menggantung jaketnya di gantungan yang berada di dekat rak lemari tengah agar terpisah dengan milik mamah dan neneknya.
“cepat mandi dan makanlah. Mamahmu ini sudah memasak resep dari nenekmu ini” ucap sang nenek kepada Petra.
“baik, aku sudah tidak sabar” jawabnya seraya berlari ke kamarnya yang berada di lantai atas. Petra melepas semua pakaiannya dan kemudian menggantinya dengan kaus biasa. Dirinya berjalan ke kamar mandi dan segera membasuh tubuhnya yang penuh dengan keringat. Padahal saat itu sedang musim gugur dan diselimuti oleh angin dingin, namun entah kenapa tubuhnya begitu berkeringat.
Segarnya air di musim gugur membuat tubuhnya menggigil seketika. Ia kemudian mengambil sweater tebalnya di lemari dan memakai celana panjang training untuk menghangatkan tubuhnya. “padahal sekarang musim gugur, kenapa aku malah mandi air dingin. Bodohnya aku…”
Selepas itu, Petra berjalan kelantai bawah untuk menemui nenek dan mamah yang telah menyiapkan makanan yang begitu spesial.
Hari Senin seperti biasa, tidak ada yang spesial dan yang mampu membuatnya melupakan rasa sakit yang ada di dalam perutnya. Hanya seperti hari hari biasa yang ia lakukan, mandi pada pagi hari, menyendiri saat berada di sekolah, pulang sekolah disambut oleh makanan buatan mamah dan neneknya, dan juga tertidur lelap pada jam 9 malam.
Namun ada perasaan mengganjal yang masih tidak habis fikir. Fikiran negatif terus bermunculan saat Petra memikirkan tentang lelaki yang memberinya surat yang akan terjadi kepadanya. Entah kenapa dan bagaimana bisa lelaki kembarannya itu mampu menebak masa depan Petra dan memberikan Petra surat yang bahkan tulisan tangannya sama persis dengan tulisan tangannya.
Selepas makan bersama di meja makan lantai bawah, ia bergegas untuk pergi ke kamarnya yang berada di lantai atas. Petra mengeluarkan buku pelajaran dan kemudian mengerjakan Pekerjaan Rumah yang diberikan oleh pak walikelasnya. Sungguh merepotkan dan menyebalkan dimana Petra sama sekali tidak memiliki bakat dalam bahasa Inggris. Namun ia harus selalu belajar dan berupaya agar mampu menguasai pelajaran tersebut. Yaahh,.. That’s Name Also Effort (Namanya Juga Usaha).
Setelah Petra mengerjakan semua PR miliknya di meja belajar, fikirannya sudah mulai lelah. Dirinya berbaring di kasur kamar sembari menatap isi surat kertas yang diberikan oleh kembarannya itu pagi tadi. Sembari berfikir “kira kira, dia siapa dan kenapa dia bisa tau?, atau jangan jangan, DIA ALIEN‼!. Emm, kurasa bukan, aku terlalu berkhayal, dasar bodoh. Tapi, entah kenapa saat dia memberikan surat ini, mukanya begitu sedih dan penuh dengan penyesalan. Aku tidak tau apa yang sedang dia fikirkan, tapi kurasa dia memerlukan pertolongan. Bahkan dia hanya memberi surat dan tidak berkata sepatah katapun? Sebenarnya dia itu siapa”
Secara tidak sengaja, ia terlalu berkhayal dan berfikir terlalu keras hingga tidak sengaja terlelap tidur dalam keadaan memeluk kertas yang diberikan oleh kembarannya itu. Jam 8 malam, Petra akhirnya tertidur nyenyak di kasur hangatnya.
-
-BERSAMBUNG-
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!