Pramudya Hanudinata, seorang lelaki tampan. Garis wajahnya tegas, karakter dingin membuatnya di gilai oleh wanita di luaran sana. Namun hatinya membeku sejak kehilangan wanita yang di cintainya. Wanita yang rela mengorbankan nyawanya demi melahirkan bidadari cantik di kehidupannya. Sejak saat itu, Pram menjadi berubah. Hatinya tak lagi mau menerima kehadiran wanita lain.
Dania Anjani seorang yatim piatu, yang hidup bersama nenek dan kakeknya. Ayahnya meninggal dunia saat Dania masih berusia 2 tahun. Sedangkan ibunya mengalami pendarahan hebat saat melahirkan dirinya. Sehingga Dania kecil di asuh oleh nenek dan kakeknya di kampung.
Hdn corps adalah perusahaan tempat dimana Tuan Sofyan Hanudinata berada saat ini. Sofyan Hanudinata adalah Ayah dari Pram. Saat ini perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan itu sedang berkembang pesat. Pak Sofyan memijit pangkal hidungnya untuk mengurangi rasa pusing yang menghampirinya.
" Dania, tolong kamu panggilkan dokter Reyhan."
Ucap Pak Sofyan pada Dania. Dania segera menjalankan perintah dari atasannya itu. Dania bekerja sebagai sekretaris dari Pak Sofyan. Dewi Fortuna seperti nya sedang memihaknya saat itu. Saat Dania memasukkan lamaran di perusahaan tempatnya bekerja saat ini. Setelah melakukan panggilan terhadap dokter Reyhan, Dania pun langsung mengetuk pintu ruangan atasannya itu.
Tok..
Tok..
" Masuk.."
Setelah mendengar perintah dari dalam, Dania pun masuk ke dalam ruangan itu.
" Maaf pak. Bapak sakit?"
Dania yang melihat Pak Sofyan memijit pangkal hidungnya pun melihat ke arah Dania. Senyuman khas seorang Ayah terbit di wajah yang tak lagi muda itu.
" Saya hanya pusing, Nia. Kamu gak perlu khawatir."
Tak lama, dokter Reyhan pun masuk ke ruangan Pak Sofyan. Dokter Reyhan meminta Pak Sofyan untuk berbaring di sofa yang ada di ruangan itu. Setelah memeriksa tekanan darah dan detak jantung Pak Sofyan. Dokter Reyhan pun menuliskan resep lalu memberikannya pada Dania.
" Nia, tolong kamu tebus resep itu ya."
Dania yang mendapat perintah untuk menebus obat pun langsung bergegas keluar untuk menebus obat yang di resepkan. Beruntung letak apotik tak jauh dari perusahaan nya saat ini. d menggunakan sepeda motor, dan berboncengan dengan seorang Office boy, Nia pergi ke apotik.
Panasnya terik matahari, tak menyurutkan langkah Nia untuk segera mendapatkan obat untuk pimpinan perusahaan tempatnya bekerja. Setelah menunggu selama sepuluh menit, akhirnya obat yang di resep kan oleh dokter Reyhan kini berada di tangannya. Dania menyodorkan sejumlah uang kepada apoteker itu.
Setelah itu, Dania pun langsung pulang bersama Tio, office boy yang menghantarkannya.
" Obat untuk siapa mbak Dani?"
" Untuk Pak Sofyan, Mas Tio."
Sahut Dania, sontak membuat Tio kembali bertanya.
" Pak Sofyan sakit, Mbak?"
Dania hanya mengangguk. Lalu mereka pun kembali ke perusahaan. Dania pun menaiki lift menuju lantai teratas di gedung ini. Dania mengetuk pintu ruangan Pak Sofyan. Lalu masuk ke dan menyerahkan obat yang di resepkan tadi.
Dokter Reyhan membuka dan menyerahkan beberapa butir obat dengan untuk segera di minum oleh Pak Sofyan.
"Setelah ini, sebaiknya Om Sofyan pulang. Istirahat di rumah. Kalau bisa jangan masuk kantor untuk beberapa hari."
Pak Sofyan hanya mengikuti anjuran dari Reyhan yang notabene adalah keponakannya.
" Om, udah waktunya om istirahat. Tidak datang ke perusahaan lagi. Mau sampai kapan Pram tenggelam dalam dukanya. Ini sudah hampir dua tahun, Om. Seharusnya Pram sudah bisa bangkit dari keterpurukannya."
Pak Sofyan menghela nafasnya. Lalu melihat ke arah Reyhan.
" Om sudah coba membujuknya. Tapi kamu tau sendiri bagaimana Pram. Bagaimana terpukulnya dia sejak kehilangan Sabina? Bukan hanya dia yang kehilangan, Kami pun kehilangan."
" Tapi om, kehidupan juga harus kembali berjalan. Pram, seharusnya bangkit, bukan hanya untuk dirinya, tapi juga untuk Cilla."
Dania yang mendengarkan percakapan mereka, pelan-pelan mundur dari ruangan itu. Meninggal kan mereka berdua. Entah mengapa, Dania merasa Cilla seperti dirinya. Walau mempunyai seorang ayah, tapi Cilla lebih banyak di asuh oleh Oma dan Opa nya.
Tak lama, Dokter Reyhan pun keluar dari ruangan Pak Sofyan. Bersamaan dengan pak Sofyan yang keluar dari ruangan nya.
" Kamu kabari Tejo untuk menyiapkan mobil ya, Nia. Saya mau pulang. Untuk beberapa berkas yang belum saya tanda tangani, besok saya minta tolong kamu antar ke rumah."
"Baik, Pak."
Nia menunduk patuh. Dan setelah Tejo sudah berada di lobby, Pak Sofyan pun pergi. Sedangkan Dokter Reyhan menatap punggung tua itu yang sudah masuk ke dalam lift den" gan pandangan iba.
" Apa om Sofyan sering lembur, Nia?"
Dania yang mendapat pertanyaan dari Reyhan pun mengangkat wajahnya yang tadinya menatap layar komputer di depan nya.
" Seminggu ini hampir setiap hari Pak Sofyan lembur, Dok. Saya sudah mengingatkan, tapi Pak Sofyan tetap aja memaksakan diri."
Reyhan menghela nafasnya. Di pandanginya gadis manis yang duduk di depan komputer saat ini. Banyak tugas yang harus di selesaikan nya saat ini. Agar besok pagi, Dania bisa datang ke rumah pimpinan nya itu. Untuk menyerahkan berkas yang belum di tanda tangani. Pak Sofyan seorang yang sangat teliti. Maka dari itu semua pekerjaan Dania pun harus tersusun secara rapi.
Reyhan mengambil sesuatu di tas Dokternya. Lalu menyerahkan pada Dania.
" Jangan lupa minum ini."
Reyhan menyodorkan sebotol vitamin pada Dania. Dania pun melihat ke arah Reyhan.
" Yang kemarin dokter kasih masih ada, Dok."
Reyhan mendengus, menatap Dania tajam.
" Pasti kamu gak teratur minumnya. Iya kan? Dan satu lagi, jangan panggil saya dokter kalau sedang berdua. Panggil aja Abang kek, Aa' atau Mas. Bandel banget sich."
Dania terkikik pelan, saat mendengar Reyhan ngedumel.
" Iya...iya, Mas Reyhan. Makasih ya."
" Gitu dong, kan enak dengernya. Udah ya, aku pamit, harus ke rumah sakit lagi. Harus visit sore."
Dania mengangguk. Lalu Reyhan pun melenggang pergi. Namun saat akan memasuki lift, Reyhan kembali ke meja Dania.
" Jangan lupa, vitaminnya di minum, teratur. Kamu juga butuh istirahat. "
" Iya mas...iya..."
" Ya udah, Assalamualaikum."
" Waalaikumsalam."
Lalu Reyhan pun kembali berjalan ke arah lift. Menekan tombol, saat pintu lift terbuka Reyhan pun masuk ke dalamnya. Sedangkan Dania menatap bot vitamin itu, dan tersenyum lembut.
" Kamu baik banget sih, Mas. "
Lalu meletakkan botol itu di samping meja komputernya. Dania masih terus bekerja , sampai sebuah notifikasi masuk ke dalam ponselnya.
" Guys ..kita makan di warung Pak Min aja ya. Kangen ama bebek cabe ijonya."
Pesan dari Lena. Sahabatnya yang berbeda divisi.
" Oke..."
" Oke.."
Tari dan Selly pun kompak menjawab bersamaan.
" Dan...gimana?"
" Oke, aku turun nih. Tunggu aku ya."
Pesan pun terkirim. Dania pun merapikan berkas yang masih berserakan di mejanya. Mematikan komputer dan mengambil dompetnya. Lalu bersiap untuk makan bersama teman-temannya.
Kini keempat sahabat itu duduk makan di warung Pak Min. Warung langganan mereka. Menikmati seporsi bebek cabe ijo dengan segelas es jeruk. Bagi mereka ini merupakan kenikmatan luar biasa. Setelah selesai makan, mereka pun masih melanjutkan obrolan mereka.
" Dan, malam Minggu ini aku nginep di apartemen kamu ya. Reno keluar kota. Bosen banget kan sendirian."
Lena meminta izin pada Dania yang langsung di setujui oleh Dania.
" Boleh. Tapi awas aja, tiba harinya kamu bilang Reno gak jadi pergi."
Tari dan Selly pun mengangguk. Mengiyakan ucapan Dania.
" Bener, sering banget Lo gitu. Bilangnya bosen di rumah sendirian, minta temenin kita. Eh...gak taunya, Lo keluar sama si Reno. Mana lama banget lagi pulangnya."
Ucap Tari yang sering kesal karena ulah Lena. Lena hanya nyengir kuda. Menampakkan wajah tak berdosa. Dan kini keempat wanita itu kembali ke perusahaan tempat mereka bekerja. Di karenakan waktu istirahat yang sudah hampir habis.
Dania masih berkutat di depan komputernya. Pekerjaannya benar-benar padat. Dania harus menyelesaikan pekerjaannya, karena besok Dania harus ke rumah Pak Sofyan sebelum ke kantor.
" Lembur, Mbak Dani?"
Sapa seorang OB saat melintasi meja Dania. Dania pun melihat sesaat sebelum mengangguk.
" Iya mbak Dewi, banyak kerjaan. Harus selesai."
" Mau di buatin teh apa kopi nggak Mbak?"
" Teh aja deh, Mbak. Makasih banget ya mbak Dewi."
OB yang bernama Dewi itu pun pergi ke pantry, untuk membuatkan Dania secangkir teh hangat. Dan tak lama kembali ke meja Dania untuk menyerahkan secangkir teh hangat.
" Kabar anak Mbak Dewi gimana? Udah sehat?"
Dania menanyakan kabar anak Dewi yang kemarin terserang tyfus. Dewi menjawab dengan anggukan dan ucapan Hamdallah. Dania pun ikut mengucapkan kata yang sama. Setelah itu Dania kembali mengerjakan tugas yang masih bertumpuk di mejanya.
Pukul sembilan malam, akhirnya Dania selesai. Dania membereskan meja dan membereskan tas untuk segera pulang. Tak lupa beberapa berkas di bawanya. Agar besok pagi Dania bisa langsung ke rumah Pak Sofyan tanpa harus datang ke kantor lebih dulu.
Dania memasuki lift yang membawanya turun ke lantai bawah. Badannya sudah sangat lelah, dan Dania ingin segera beristirahat. Setibanya di lobby, ada security yang berjaga, dan kaget melihat Dania yang baru saja keluar dari lift.
" Loh, Mbak Dania lembur?"
" Iya pak. Saya pulang ya pak."
Security itu pun mengangguk, Dania berjalan ke arah mobil dan membawanya keluar dari parkiran. Dania berkendara dengan kecepatan sedang, tak membutuhkan waktu lama, Dania tiba di sebuah apartemen. Dania memang tinggal disana. Apartemen itu merupakan pemberian dari pimpinan perusahaannya karena kinerja Dania yang sangat bagus selama bekerja di perusahaan. Dania merasa sangat lelah, setelah membersihkan tubuhnya Dania pun memilih untuk segera tidur.
Alarm ponsel membangunkan Dania. Di liriknya sekilas dan mematikannya. Dania bangkir dari ranjang dan masuk ke kamar mandi. Membasuh wajahnya dan mengerjakan kewajibannya sebagai umat beragama. Selesai mengerjakan kegiatan pagi itu, Dania masuk ke dapur. Dania lebih suka memasak sendiri sarapannya dari pada harus beli di luar. Dania hanya memasak nasi goreng bawang, dengan potongan sosis juga telur ceplok di atasnya. Gadis berusia 26 tahun itu tak pernah macam-macam dalam urusan perut.
Selesai memasak nasi goreng tanpa sedikit pun cabai itu, Dania langsung ke kamarnya dan membersihkan diri. Memakai pakaian kerja, dan memoles sedikit make up agar wajah nya tampak segar.
Ponsel di nakas berbunyi. Panggilan masuk dari pimpinannya membuat Dania segera menjawab. Ternyata Dania di minta untuk ke kantor terlebih dahulu, karena ada dokumen yang harus diambil di bagian keuangan. Sebagai bawahan Dania hanya bisa menurut. Dania segera menyelesaikan riasannya menyambar tas dan beberapa dokumen tang sudah di bawanya pulang.
Dania melirik nasi goreng yang sudah tertata di piring. Dengan cepat, Dania memindahkan nya ke dalam tempat bekal.
" Bisa aku makan di kantor nanti." Pikirnya.
Dania pun meletakan tempat bekal itu di paper bag. Agar memudahkannya saat membawa. Dania memasuki mobil dan mengendarainya memecah jalanan ibu kota. Walau Dania sudah pergi lebih awal, namun tetap saja, Dania terjebak macet.
Setibanya di kantor, Dania langsung berjalan menemui kepala bagian keuangan untuk meminta dokumen yang di minta oleh pemimpin perusahaan itu.
" Mbak Dani, ini dokumen yang di minta Tuan Sofyan. Makasih ya mbak."
Dania menjawab dengan senyum dan mengangguk. Lalu bergegas ingin keruangan nya. Namun lagi-lagi ponsel di tas nya berdering. Nama Tuan Sofyan menyala di sana. Dania menjawab dan segera kembali ke mobilnya.
" Hhuuff...laper banget gue." Gumamnya di dalam mobil. Dania menatap paper bag yang ada di jok belakang. Rasanya ingin sekali Dania menyantap nasi goreng itu, namun Dania tak ingin membuat atasan nya itu menunggu terlalu lama. Jalanan macet pun kembali menjadi kendala saat Dania akan menuju ke perumahan elit tempat pimpinan perusahaan nya itu berada.
Dira membunyikan klakson mobil, dan keluarlah security rumah itu. Dania yang sudah sangat kenal dengan para penghuni rumah pun menyapa.
" Selamat pagi Pak Trimo."
" Selamat pagi Mbak Dania. Ada perlu sama Bapak ya, Mbak."
" Iya ni, Pak. Kemarin bapak kurang sehat. Jadi hari ini bapak mau mengecek pekerjaan dari rumah aja. Dani masuk dulu ya, Pak."
Dania pun berpamitan. Lalu melangkahkan kakinya memasuki rumah pemimpin perusahaan itu. Setelah mengucapkan salam, Dania pun masuk. Tak lama tampak seorang pembantu rumah tangga menghampiri Dania.
" Selamat pagi, Mbak Dania. Bapak meminta Mbak untuk langsung ke ruang kerja."
Dania pun mengucapkan terima kasih pada wanita tua yang biasa di panggil Mbok Sri itu. Dania melangkahkan kakinya menaiki tangga menuju lantai dua rumah ini. Saat akan memasuki ruang kerja Pemimpinnya. Dania mendengar suara tangisan dari kamar Cilla. Kamar yang berdekatan dengan ruang kerja Pak Sofyan. Cilla terdengar menangis meronta.
Di kamar itu juga terdengar suara Nyonya Fatma,nenek Cilla. Istri dari Tuan Sofyan. Mbok Sri yang akan menghantarkan minuman, tampak berhenti saat melihat Dania yang terdiam di depan pintu kamar Cilla.
" Non Cilla lagi ngamuk, Mbak. Tuan Pras, Nyonya Fatma sudah membujuknya, namun Non Cilla gak mau diam juga."
Ucap wanita tua itu. Wajahnya tampak sedih. Dania hanya mengangguk kecil, lalu masuk ke ruang kerja Tuan Sofyan. Disana sudah ada Tuan Sofyan yang duduk di meja kerjanya.
" Selamat pagi, Pak. Bagaimana kabar Anda?"
" Selamat pagi, Nia. Kabarku seperti ini lah."
Tuan Sofyan pun meminta Dania menyerahkan beberapa dokumen yang di mintanya. Setelah berdiskusi beberapa saat, akhirnya Dania harus mengubah sedikit.
" Kamu bisa kerjakan disini saja, Nia. Kadang aku juga membutuhkan bantuanmu."
Dania mulai mengetik beberapa dokumen. Namun lagi-lagi suara tangisan Cilla mengganggu nya. Tuan Sofyan yang mendengar pun menghela nafasnya.
" Kenapa mereka tidak bisa becus, mengurus satu orang anak saja, mereka sudah kelabakan."
Gumam Tuan Sofyan yang masih bisa di dengar oleh Dania. Tuan Sofyan tampak bangkit dari duduknya, dan berjalan keluar dari ruangan itu. Terdengar suara Tuan Sofyan di ruangan lain.
" Ada apa, kenapa kalian tidak bisa mendiamkannya."
Tuan Sofyan tampak menaikan volume suaranya. Dania langsung bangkit dari duduknya, mengingat kondisi Tuan Sofyan yang belum sehat benar. Kemarin Reyhan bilang, tekanan darah Tuan Sofyan tinggi. Dan saat ini Tuan Sofyan sedang emosi melihat tak ada satupun dari asisten rumah tangganya yang tak bisa menenangkan cucunya.
Dania melihat kemarahan Tuan Sofyan. Mbok Sri yang biasanya mampu menenangkan Cilla pun tampak menunduk.
" Maaf, Pak. Tolong jaga emosi Bapak. Dokter Reyhan bilang tekanan darah bapak sedang Tinggi."
Dania mencoba mengingatkan. Sedangkan Nyonya Fatma masih terus berusaha membujuk Cilla. Papa Cilla, Pram menggendongnya namun Cilla juga memberontak. Melihat itu semua, Dania memberanikan diri meminta Cilla dari gendongan Pram.
Dania membelai punggung Cilla. Cilla melihat ke arah Dania dengan wajah yang penuh air mata, dan mata yang mulai membengkak. Dania merentangkan tangannya pada Cilla. Tak ada yang menduga, Cilla sedikit tenang, lalu ikut merentangkan tangannya ke arah Dania. Dania menggendong Cilla. Wajah Cilla berada di ceruk leher Dania. Pram yang melihat adegan itu memalingkan wajahnya.
" Cup...cup...anak baik, anak cantik. Jangan nangis ya. Cilla anak Sholehah, gak boleh nangis."
Dania membelai punggung Cilla. Sambil menggoyang kan badannya. Dania terus membelai, dan sesekali menepuk punggungnya halus. Wajah Cilla masih berada di ceruk leher Dania. Tangan Cilla merangkul leher Dania erat. Suara tangisan Cilla sudah tak terdengar. Hanya suara sesegukan yang masih menghiasi bibirnya.
Dania masih terus membelai Cilla. Setelah di rasa Cilla tenang, kini Dania duduk di tepi ranjang Cilla. Dania memangku Cilla, dan membersihkan wajahnya dari sisa air mata menggunakan tisu. Nyonya Fatma yang terus menyaksikan adegan itu, tanpa sadar meneteskan air mata.
"Susu Cilla mana, Mbok?"
Mbok Sri yang tersadar namanya di sebut pun langsung, membuatkan susu untuk Cilla. Dania menerima susu itu, sebelum di berikan pada Cilla, Dania menetes kan sedikit di punggung tangannya. Mencoba merasakan suhu yang sesuai.
Dania masih memangku Cilla, dan memberikan nya sebotol susu. Para asisten yang lain sudah keluar dari kamar Cilla. Kini yang ada hanya Pram,Nyonya Fatma, dan Tuan Sofyan. Bahkan Mbok Sri pun sudah tidak ada di sana.
Dania dengan telaten, mengusap kepala Cilla. Dan membiarkan Anak kecil itu minum susu si pangkuannya. Cilla menikmati susunya dengan tenang. Sebotol susu sudah habis, kini pandangan Cilla tampak sayu. Kemungkinan bocah itu sudah kenyang dan lelah karena dari tadi menangis.
Dania menggendong Cilla. Bahkan dengan santai, Dania mengambil kain untuk menggendong Cilla. Nyonya Fatma yang melihat Dania sedikit kesulitan saat akan mengaitkan kain di punggung membantu Dania.
Dania menidurkan Cilla, badan Dania sesekali bergoyang agar membuat Cilla semakin mengantuk. Sebelah tangan Dania yang bebas menepuk bokong bocah perempuan itu. Dan sebelah tangannya menopang kepala Cilla.
Pemandangan itu membuat Tuan Sofyan tersadar, bahwa Cilla membutuhkan sosok seorang Ibu. Nyonya Fatma dan Tuan Sofyan keluar dari kamar Cilla. Pram pun ikut keluar dari kamar itu. Kini hanya ada Dania dan juga Cilla di kamar itu. Dania masih sesekali mengusap kepala Cilla. Lalu membersihkan wajahnya yang tampak berkeringat.
Mereka semua duduk di ruang kerja Tuan Sofyan. Tak ada yang bersuara, semua masih diam membisu. Berkas-berkas masih berada di meja dimana Dania berada tadi.
Tak lama, ruang kerja kembali terbuka. Dania masuk, dan mengangguk hormat.
" Non Dania sudah tidur, Bu. Saat ini ada Mbok Sri yang menemani."
Ucap Dania, masih dalam posisi berdiri di dekat pintu.
" Terima kasih, Dani."
Ucap Nyonya Fatma tulus. Sedangkan Pram langsung keluar, tanpa berucap apapun. Memang semenjak istrinya meninggal, Pram menjadi dingin seperti sebongkah es batu.
Padahal dulunya, Pram adalah sosok yang hangat. Dania pernah bekerja bersama Pram selama dua tahu, sebelum akhirnya Tuan Sofyan lah yang kembali memegang perusahaan.
Pram masuk ke kamar Cilla. Si tatapnya wajah Cilla yang terlelap. Wajah tanpa dosa yang saat ini menjadi penyemangat hidupnya. Pram pernah mengacuhkan Cilla saat Sabina, istrinya baru saja meninggal. Pram merasa gagal menjadi Suami yang bisa menjaga Istrinya. Padahal kematian itu adalah rahasia Tuhan.
Mbok Sri yang melihat Pram, langsung keluar dari kamar namun tidak meninggalkan Cilla dan Pram. Mbok Sri hanya keluar kamar, dan duduk tak jauh dari kamar itu. Karena dirinya takut, sewaktu-waktu Cilla membutuhkannya, dirinya tidak ada disana.
Pram membelai rambut dan mencium pipi Cilla. Air matanya menetes namun cepat di seka. Dia tak ingin Cilla terbangun dari tidurnya.
" Maafin papa, Sayang. Papa tidak bisa menjadi Papa dan Suami yang baik untuk kamu dan Mama kamu."
Sedangkan di ruangan sebelah, Dania sedang melanjutkan kembali mengerjakan tugas - tugasnya. Karena terlalu sibuk, Dania sampai lupa akan sarapannya. Tuan Sofyan yang melihat sebuah paper bag di atas kursi langsung melihat ke arah Dania.
"Nia,itu apa?"
Dania yang merasa di tanya mengikuti arah mata Tuan Sofyan.
" Maaf, Pak. Itu sarapan saya. Saya tadi membawanya."
Tua Sofyan mendesah kan nafasnya. Lalu melihat ke arah Dania.
" Nia, kamu sudah saya anggap seperti keluarga. Kenapa mesti sungkan. Sekarang kamu makan. Saya akan minta mereka untuk memundurkan waktu meeting. Agar kamu bisa sarapan dan mengerjakan berkas-berkas ini dengan teliti."
Dania mengangguk kecil. Lalu membawa paper bag itu keluar. Dania ingin turun ke arah ruang makan, namun sebelum sampai ke tangga. Dania melihat pemandangan yang sangat manis.
Cilla yang saat ini tengah tertidur, tampak di belai rambutnya oleh Pram. Sambil sesekali Pram mencium pipi Cilla.
Dania menuruni tangga, lalu duduk di meja makan tempat para asisten rumah tangga Tuan Sofyan berkumpul.
" Loh, Mbak Dani kok makannya disini. Mbak bisa pakai meja makan tempat biasa tuan dan nyonya makan, Mbak."
Ucap Mbok Sri yang datang dengan secangkir teh hangat dan potongan sandwich.
"Gak usah Mbok. Kan kita sama aja. Itu untuk siapa, Mbok?"
Dania bertanya sambil mengunyah nasi goreng buatannya.
" Untuk Den Pram, Mbak. Kasian belom sarapan dari pagi. Karena Non Cilla yang rewel terus."
Dania membulatkan bibirnya. Lalu Dania pun menawarkan nasi goreng itu pada Mbok Sri.
" Oiya, Mbok ini Dani bawa nasi goreng. Ayo mbok kita makan bareng. Dani lupa nawarinnya..he..he..he.."
" Makasih, Mbak. Tapi Si Mbok baru aja sarapan. Mbak Dani makan yang banyak, si Mbok lihat, mbak kurusan dari yang terakhir datang."
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!