NovelToon NovelToon

Kaya Mendadak

1. Jones Kutukan

"Aseeeeeep..."

Terdengar suara Emak melengking mode on, membuat seluruh dinding kamar Asep yang kusam dan dipenuhi poster tak jelas seolah bergetar.

Asep menguap lalu bangun duduk di atas kasurnya yang lepek dan dekil.

Kamarnya yang pengap dipenuhi keapekan yang hakiki dan bertabur puntung rokok dalam segala jenis merk kini tampak sudah mulai diterpa cahaya matahari yang masuk melewati kisi-kisi jendela.

Dor Dor Dor!!

Setelah lengkingan suara Emak, kini terdengar gedoran di depan pintu kamar.

"Iyaaaa Maaaak, ni Asep udah banguuuun..."

Asep teriak tak kalah nyaring.

"Cepet mandi Seeeep, anterin nih jahitan ke tempat Mpok Mumun."

Kata Emak masih dari depan pintu kamar.

Apa?

Mpok Mumun?

Waaw...

Asep langsung semangat.

Terbayang langsung wajah Anggita anak Mpok Mumun, gadis belia yang baru saja lulus SMA itu nyatanya salah satu bunga desa.

Cantik mempesona wajahnya, sungguh idaman para pria.

Asep demi mendengar Emak menyebut nama Mpok Mumun, maka langsung melompat macam Pikachu.

Menyambar handuk yang digantung di pintu, Asep pun kemudian keluar dari kamar.

Emak melihat anak laki-laki satu-satunya itu dengan kesal.

Mau sampai kapan anak laki-lakinya itu hidupnya tak jelas begitu.

Kerja tidak pernah bertahan lama, dagang apa saja juga bosan, kuliah juga sayang duitnya karena otaknya juga pas-pasan dan malas belajar, sudah begitu di tambah ia juga kucel, dekil, dan apek.

Meskipun sebetulnya Asep tak buruk rupa, bahkan aslinya juga lumayan ganteng, tapi karena gaya hidupnya yang sudah sebelas dua belas dengan kecoak, walhasil jadilah Asep ini sama sekali tak terlihat kegantengan naturalnya.

"Kamu ini kapan mau kerja lagi sih Sep? Teman-temanmu itu lho lihat sudah pada kerja, bahkan si Badrun mau menikah."

Omel Emak begitu Asep ngeloyor melewatinya ke kamar mandi.

Haiiish... Emak mendesis saat Asep melewatinya aroma keapekan begitu menusuk hidung secara sempurna.

Lalu tiba-tiba dari dalam kamar mandi Asep teriak.

"Tenang Mak, jangan khawatir, nanti kalau Asep bisa macarin Anggita, Asep bakal nyari kerjaan yang paling oke, pokoknya kerja apa ajalah, ngipasin presiden juga Asep akan lakuin."

Kata Asep.

Emak mengurut keningnya.

Masalahnya presidennya mau juga kagak dikipasin Asep. Ya kan? Hihihi...

Emak akhirnya beranjak kembali ke ruang depan untuk meneruskan pekerjaannya menjahit baju.

Sebetulnya, Emak sudah meminta Asep untuk meneruskan usaha Almarhum Bapaknya saja membuat etalase kecil-kecilan, toh Asep sudah cukup pandai melakukannya.

Tapi dasar Asep ada dasar sifat pemalasnya, ia selalu saja punya alasan untuk menolak keinginan Emak soal permintaan Emak agar Asep meneruskan usaha kecil-kecilan almarhum Bapaknya itu.

Entah bagaimana maunya anak itu sebetulnya, padahal bolak-balik sering dinasehati Emak, tapi tetap saja seperti hanya masuk lewat telinga kanan lalu keluar dari pusar.

Asep di kamar mandi terdengar gebyar gebyur sambil bernyanyi lagu Peterpan, mimpi yang sempurna.

Suaranya yang di bawah rata-rata menembus pintu kamar mandi dan sampai ke ruang di mana Emak lagi melanjutkan acara menjahitnya.

Haduh Emak jadi pusing tujuh keliling kalau sudah dengar si Asep konser di kamar mandi. Selain suaranya berisik, Emak juga takut nanti Asep di tampar jin penunggu kamar mandi yang budek kebrisikan suara Asep.

Hingga akhirnya setengah jam berlalu dan Asep bergegas keluar dari kamar mandi langsung ke kamarnya sendiri untuk ganti baju.

Ah semoga Anggita ada di rumah.

Batin Asep seraya memilih kaos yang akan ia kenakan untuk mengantar jahitan ke tempat Mpok Mumun.

**--------------**

Asep tampak menaiki vespa jadul almarhum Bapaknya menyusuri jalanan kampung menuju rumah Mpok Mumun.

Banyak orang yang akan pergi ke pasar atau juga pulang entah dari warung dan sebagainya berpapasan di jalan.

Beberapa ada yang mengklakson, ada juga yang say hai bro.

Teman Asep yang jadi ojek pangkalan si Bani tampak juga mengangkat tangannya menyapa Asep saat melintasi pangkalannya.

Asep memang cukup terkenal dan dikenal, bukan karena kelebihannya sebagai pemuda tamvan yang tajir melintir macam tambang cucian, tapi karena sejak dulu kala, ia menjadi juara bertahan jones di kampung Raja Pete.

Ya...

Jones, jomblo ngenes, adalah gelar kehormatan dari alam semesta untuk Asep.

Ia seolah dibiarkan seperti bayi yang polos tak pernah merasakan indahnya punya pacar. Ihiiir...

Bukan, bukan karena Asep tak pernah jatuh cinta, tapi Asep menjadi Jones adalah karena ia setiap kali jatuh cinta selalu saja sial.

Sama seperti saat bekerja selalu saja sial karena ada saja kesalahan yang dia lakukan hingga harus keluar dari tempat kerja.

Sejak jaman Asep baru jatuh cinta dan berani menyatakan cinta di kala ia kelas dua SMP hingga tahun kemarin Asep genap berusia dua puluh dua tahun, Asep sudah lebih dari sepuluh kali ditolak ciwi-ciwi yang dia taksir.

Waktu SMP dia ditolak karena Asep terkenal bolot saat sekolah, tiap ulangan pasti remidi. Begitu lulusan, dia ditolak karena Asep tak punya pekerjaan jelas, ia lebih banyak nganggurnya daripada kerja.

Walhasil, jadilah Asep tak diterima langit dan bumi.

Namun...

Karena inilah si Asep menjadi beken.

Salah satu pemuda paling beken di kampung Raja Pete.

Meskipun kebekenannya tak patut dibanggakan.

Jangankan untuk diuplod di medsos, untuk cerita pada uyik kucing peliharaan Emaknya saja rasanya Asep seharusnya malu.

Ya Uyik... Kucing jantan Emaknya saja bahkan sering membantu Emak menangkap tikus dan menghalau ular kobra yang akan masuk, sedangkan Asep...

Apalagi jika dibandingkan di soal percintaan...

Wah Uyik jelas menang di atas Asep jauh, jangankan kucing tetangga, kucing liar di sekitar rumah, kucing tetangga desa saja berhasil Uyik tek dung.

Pokoknya, Uyik dan Asep harusnya tukeran nasiblah.

Asep masih mengemudikan vespanya dengan kecepatan santuy.

Sebetulnya kalau ingin jujur, Asep ingin membawa vespanya ngebut macam motor balap, tapi bagaimana lagi, kecepatan vespa tua peninggalan almarhum Bapaknya itu sudah mencapai kecepatan maksimal yang sebanding dengan larinya becak Pak Joko.

Asep melirik spion vespanya, terpantul bayangan wajahnya yang ganteng-ganteng cerumut yahud.

Sebentar lagi ia akan bertemu Anggita, kali ini Asep sungguh-sungguh ingin membuktikan pada dunia jika ia bisa mematahkan rekor menjadi jones.

Ya Anggita...

Asep sudah lama sekali naksir gadis itu sebetulnya, sejak gadis itu masih SMP, saat ia ke rumah untuk jahit seragam sekolah pada Emak.

Tapi karena Anggita masih sekolah, Asep sebagai pemuda yang bertanggungjawab tak ingin menggodanya dan mengganggunya yang harus fokus belajar.

Asep tak mau nantinya Anggita sekolahnya jadi kacau jika saat belajar harus terbayang-bayang wajah Asep yang seperti botol kecap.

Dan jadilah Asep menahan perasaannya hingga kini Anggita akhirnya lulus SMA.

Cinta sejati yang tak lekang oleh waktu bagi Asep tentu saja.

Rumah Mpok Mumun pun akhirnya terlihat samar di kejauhan, tapi meski samar tapi untuk Asep rumah itu berkilauan.

Asep semangat menuju rumah Mpok Mumun.

Anggita, tunggu Abang. Ihiiik...

**-----------**

2. Melongo Cepon

Asep akhirnya berhasil memarkirkan vespa nya di depan rumah Mpok Mumun yang asri.

Rumah yang tak seberapa mewah, namun halamannya luas ditanami banyak bunga dan pohon Akasia.

Asep sebelum turun dari vespa terlihat bercermin dulu di kaca spion, memastikan rambutnya yang sudah kelimis abis itu masih mengkilap.

Setelah akhirnya Asep yakin penampilannya sebelas duabelas dengan oppa Korea kejedot pintu, Asep pun turun dari vespa.

Sambil menenteng paper bag berisi jahitan Mpok Mumun, Asep berjalan sebagaimana moon walk nya Michael Jackson.

(Auto musiknya Billie Jean...)

Ting tong plenong...

Bel pintu dibunyikan Asep.

Sambil menunggu pintu dibuka, Asep membenahi penampilannya agar lebih rapi jali.

Tak lama pintu utama rumah Mpok Mumun pun terbuka, dan di sana, di depan Asep, kini berdiri seorang gadis cantik mempesona.

Waaaa... Apa ini pelangi setelah hujan gerimis reda?

Apa ini bintang venus di langit subuh yang bening?

Ataukah ini adalah bunga mawar yang baru saja merekah di tengah taman?

Hati Asep kebat-kebit luar biasa.

Dadanya berdebar-debar macam ada yang menabuh bedug di dalam sana.

"Bang Asep?"

Suara itu terdengar sangat lembut.

Selembut bulu Uyik.

Asep rasanya seperti melayang sampai ke bulan dan bersedia tak turun lagi ke bumi, tak apa tinggal di bulan selamanya, dan berkumpul bersama Alien.

"Ang... Anggita kenal Bang Asep?"

Tanya Asep yang rasanya tak percaya Anggita mengenalnya.

Gadis cantik bernama Anggita itu mengangguk seraya tersenyum.

"Tentu saja kenal, kan Anggita sering jahit di tempat Ibunya Bang Asep."

Ujar Anggita.

Asep cengar-cengir senang bukan main.

Ah ternyata Anggita adalah gadis yang mata batinnya sudah terbuka secara sempurna, hingga bisa menyadari keberadaan Asep dan juga melihat Asep sebagai laki-laki yang...

Belum lagi Asep selesai GR, tiba-tiba terdengar suara dari dalam.

"Siapa Nggit?"

Dan munculah sosok Mpok Mumun dari dalam.

"Eh Bang Asep, ayuk silahkan masuk."

Mpok Mumun ramah.

Asep mengangguk cepat, sigap dan langsung melesat ke dalam.

"Duduk Bang."

Kata Mpok Mumun.

Anggita sendiri kemudian masuk ke ruang dalam meninggalkan Asep dan Ibunya di ruang tamu.

Ah Asep rasanya ingin sekali menghalangi Anggita masuk ke ruang dalam. Asep ingin Anggita di sini saja, di ruang tamu, menemaninya.

"Itu baju saya kan Bang Asep?"

Tiba-tiba terdengar suara Mpok Mumun yang sambil menunjuk paper bag di tangan Asep.

Asep yang sadar dia malah bengong melihat pintu menuju ruang dalam di mana Anggita barusan masuk lewat sana jadi terkesiap.

Malu ketahuan bengong macam sapi ompong keseringan makan coklat dan permen, maja Asep cepat-cepat memberikan paper bag berisi jahitan Mpok Mumun.

Mpok Mumun menerima Paper Bag berisi jahitannya itu sambil mesem tipis.

"Tunggu sebentar ya Bang Asep, saya cobain dulu, barangkali ada yang kurang sreg jadi nanti bisa dibawa langsung."

Kata Mpok Mumun.

Asep mengangguk.

"Anggita... Anggitaaa..."

Mpok Mumun beranjak dari ruang tamu seraya memanggil anak gadisnya.

"Ya Buuu..."

Sahut Anggita dari dalam.

"Bilang ke Mbak Eli, itu Bang Asep dibuatkan minum."

Kata Mpok Mumun.

"Iya Buuu..."

Sahut Anggita lagi.

Mpok Mumun masuk ke kamarnya yang tak jauh dari ruang tamu.

Asep di ruang tamu celingak-celinguk memperhatikan sekeliling.

Banyak foto-foto Anggita terpajang di sana. Sungguh cantik luar biasa.

Kecantikannya begitu alami, terpampang nyata dan nyaris tanpa cela.

Asep masih asik menikmati kecantikan wajah Anggita di foto-foto yang terpajang di dinding ruang tamu rumah Mpok Mumun, manakala terdengar di luar seperti ada suara mobil memasuki halaman.

Asep melongok dari kaca jendela ruang tamu, di mana dari sana ia bisa melihat mobil pajero sport hitam berhenti di dekat vespa jadul Asep.

Bersamaan dengan itu, Anggita dari ruang dalam juga tampak keluar, ia berlari kecil melewati ruang tamu di mana Asep duduk.

Anggita keluar dari rumah, tersenyum lebar sambil menghadap mobil yang baru datang itu.

Asep mulai tak enak hatinya, dag-dig-dug suara bedug kini bertalu-talu di dalam dadanya tak lagi sama iramanya.

Ya...

Jika dag-dig-dug Asep tadi membawanya berbunga-bunga, sekarang Asep merasakan sebaliknya, ia was-was dan juga...

Panas.

Asep panas luar biasa begitu dari mobil Pajero sport yang keren itu turun seorang pemuda tampan memakai kacamata hitam.

Pemuda itu hanya pakai celana pendek, kaos oblong, kacamata hitam dan sandal gunung, tapi...

Ah!!

Asep tepuk jidat.

Terutama saat pemuda itu menghampiri Anggita, meraih pinggangnya dan mencium keningnya.

Haiiish... Asep mendesis di tempatnya.

Tepat saat asisten rumah tangga keluarga Mpok Mumun muncul di ruang tamu, lalu menata minuman untuk Asep depannya Asep.

"Mangga Bang."

Asisten rumah tangga tersebut mempersilahkan.

Asep yang merasa hati dan kepalanya kebakaran, walhasil langsung saja meraih cangkir berisi teh manis yang baru disuguhkan.

Tapi ...

Uhuk... Uhuk... uhuk...

Asep tersedak.

Teh itu nyatanya masih panas, dan Asep saking kesalnya sampai tak ingat meniupnya lebih dulu sebelum meminumnya.

"Lho... kenapa Bang Asep?"

Tanya Anggita begitu masuk melihat Asep terbatuk-batuk.

Asep menggeleng sambil menepuk dadanya agar batuknya reda.

"Ambil air putih sayang."

Pemuda itu bersuara.

Anggita mengangguk lalu segera berlari menuju ke dalam sambil memanggil Mbak Eli si asisten rumah tangga keluarga Mpok Mumun.

Pemuda yang jelas adalah pacar Anggita itu menghampiri Asep untuk membantu, tapi Asep segera menolaknya.

"Tidak usah... Uhuk uhuk uhuk... Aku... Uhuk... Uhuk... Uhuk..."

Asep terus terbatuk.

Tak lama Mpok Mumun muncul dengan dompet di tangan.

"Kenapa Bang Asep?"

Tanya Mpok Mumun yang melihat Asep tiba-tiba jadi terbatuk-batuk, padahal sebelumnya Asep baik-baik saja.

Asep terlihat berdiri.

"Sa... Ya... uhuk... uhuk... Uhuk."

Anggita muncul dari ruang dalam membawa segelas air putih hangat.

Anggita memberikan gelas berisi minuman itu kepada Ibunya untuk diberikan pada Asep.

"Minum dulu Bang."

Kata Mpok Mumun.

Asep mengangguk begitu yang menyuruh mpok mumun.

Asep meneguk air putih hangat itu.

Setelah batuknya mulai reda, Asep pun pamit.

"Eh ini Mpok Mumun sekalian titip uang kurangan jahitan Bang Asep."

Kata Mpok Mumun.

Asep mengangguk.

Wajahnya kini sudah tak lagi cerah.

Awan mendung seolah tumplek di wajah Asep.

Mpok Mumun memberikan uang dua ratus lima puluh ribu kepada Asep.

Asep menerimanya.

"Salam untuk Ibunya ya, mungkin minggu depan Mpok Mumun mau jahit lagi sekalian sama Anggita."

Kata Mpok Mumun.

"Lho belum beli bahan kebayanya kan Bu."

Kata Anggita menyela.

"Ya sekarang saja belanja, biar aku antar."

Pemuda si pacar Anggita bersuara, membuat Asep rasanya ingin segera berubah jadi asap bakaran sate.

"Ya sudah, aku siap-siap dulu."

Kata Anggita.

"Ibu berarti sekalian ikut Bu."

Pemuda itu begitu manis pada calon mertuanya, Asep jadi terbatuk lagi.

Sebelum batuk itu berubah jadi erupsi, Asep pun akhirnya benar-benar pamit, ia terburu-buru keluar dari rumah Mpok Mumun lalu menaiki vespa jadulnya.

Sejenak saat Asep akan melajukan vespanya, ia melirik pajero sport milik pacar Anggita.

Asep menghela nafas.

Pajero, kapan aku bisa beli dan naik pajero?

**---------**

3. Gadis Cantik Milik Siapa

Asep mengendarai vespanya dengan lemas dan tak bersemangat, hatinya hancur berkeping-keping dan rasanya semangat hidupnya semakin merosot drastis.

Oh oh... sungguh malang nian nasibku. Batin si Asep.

Vespanya yang otok-otok melewati pangkalan ojek lagi, tapi di sana sudah sepi, begitu masuk jalanan kampung menuju rumahnya, Asep tiba-tiba melihat seorang gadis cantik di pinggir jalan.

Gadis yang cantik itu tersenyum pada Asep, sungguh senyumnya bagaikan langsung bisa jadi penawar rasa sakit di hati Asep.

Siapa tuh ya?

Gadis mana tuh ya?

Batin Asep.

Asep terus bertanya-tanya sampai kemudian tak terasa vespanya sudah mendekati rumah.

Terlihat Emaknya di teras depan rumah sedang belanja di tukang sayur keliling, memilih sayuran sambil mengobrol dengan ibu-ibu tetangga yang juga ikut belanja.

Asep mematikan mesin vespanya, dan kemudian membawa vespa itu ke depan rumah untuk kemudian diparkir begitu saja.

"Eh si Bang Asep, tumben rambutnya kelimis banget."

Kata Bu Resti memancing cekikak-cekikik Ibu-Ibu yang lain.

"Iya lho, coba tiap hari begitu kan sudah macam oppa Korea."

Kata Bu Putri Marfuah, yang merupakan tetangga baru di sekitar rumahnya Asep.

"Kerja di mana sekarang Bang Asep, Bu?"

Tanya Bu Arinda.

"Ooh masih nyari Bu Arinda, tapi tadi sih dimintain tolong sama Bibiknya, semoga saja dia mau."

Ujar Emaknya Asep.

"Oh ya syukurlah kalau sudah ada pandangan, ini adik saya juga seusia Bang Asep lagi ngurus berangkat ke Jepang."

Kata Bu Resti.

Ibunya Asep tersenyum sambil mantuk-mantuk.

Setelah menyelesaikan acara belanja dan acara bergosip ria mereka, akhirnya Emaknya Asep masuk ke dalam rumah.

Emaknya Asep memanggil si Asep yang sepertinya sudah langsung ngadem di kamarnya yang pengap dan apek.

"Seeep... Aseeeeeep."

Panggil Emak.

Asep yang baru lima belas menit selonjoran di dalam kamar sambil main hp di lantai dan di depan kipas angin akhirnya terpaksa keluar dari kamar.

"Mpok Mumun bagaimana? Ada yang diprotes tidak jahitannya?"

Tanya Emak.

Asep terlihat memasukkan tangannya ke saku celana, lalu mengeluarkan uang dua ratus lima puluh ribu titipan Mpok Mumun.

"Tidak ada Mak, semua aman, malah katanya mau datang lagi, mau jahit lagi."

Kata Asep.

Emak terlihat menghela nafas lega.

"Sudah itu uangnya buat kamu saja."

Kata Emak

"Loh, nggak lah Emak, ini kan bisa buat modal lagi, buat Emak belanja juga."

Ujar Asep.

Emak meletakkan belanjaannya di atas meja kayu lama yang tak jauh dari kamar Asep dan juga dapur.

"Tadi Bibik kamu telfon, katanya mau minta tolong kamu itu jagain rumahnya."

Kata Emak.

"Bik Marni?"

Tanya Asep.

Emak mengangguk.

"Iya, dia mau tinggal di Salatiga dulu, kan si SaNi baru beli rumah, katanya masih takut tinggal sendirian, jadi Bibik mu mau temani dia tinggal di sana."

Kata Emak.

"Sampai kapan?"

Tanya Asep.

"Ya sampai SaNi tidak takut ditinggal."

Sahut Emak.

Asep garuk-garuk kepalanya yang tak gatal.

"Jadi Asep harus bolak balik?"

Tanya Asep lagi, kali ini ia akhirnya memilih keluar dari kamar dan duduk di kursi depan meja di mana banyak sayuran yang baru saja dibeli Emaknya.

"Ya kamu mau bolak-balik juga tidak apa, mau tinggal di rumah Bibik juga tidak apa, kan di sana juga rumah Nenek, dan ada kios Bapakmu dulu itu kamu buka lagi saja Sep, kata Bibikmu juga sayang kalau tidak diteruskan usahanya."

Ujar Emak.

Asep tampak garuk-garuk lagi, dan garukan jari jemarinya merusak tatanan rambut klimis Asep.

"Nanti sore pergi ke sana, temui Bibikmu biar dia tenang."

Kata Emak.

Asep mengangguk.

"Kamu itu jangan malas-malasan terus, mana ada perempuan yang mau nanti dilamar kamu kalau kamunya saja begitu Sep."

Kata Emak.

Asep jadi galau lagi, karena ingat Anggita dan Pajero pacar Anggita.

**---------------**

Sore hari, hujan turun rintik-rintik, tapi karena Emak terus saja meminta Asep ke rumah Bibi Marni, akhirnya Asep pun mengalah.

Dengan masih malas, Asep akhirnya memaksakan diri pergi ke rumah Bibi memakai vespanya.

Rumah yang ditinggali Bibi Marni yang merupakan rumah peninggalan Kakek dan Nenek Asep sebetulnya letaknya tak begitu jauh, hanya beda kampung tapi masih satu kecamatan.

Dulu Bapak buka usahanya juga di sana, karena selain tak usah sewa kios, Bapak juga bisa tetap mondar-mandir jagain Kakek dan Nenek.

Waktu itu Bibi Marni masih tinggal di Taiwan jadi TKW, sedangkan kakaknya Bapak, Wak Imah yang sekarang punya showroom mobil second, tinggal di kota Kecamatan yang letaknya cukup dekat dengan pasar.

Asep dengan mengenakan jas hujan tampak mengendarai vespanya menerjang rintik hujan yang turun dari langit.

Jalanan cukup lenggang, hanya ada beberapa anak kecil yang berlarian main hujan-hujanan berada di jalan yang dilalui Asep.

Merasa enggan melewati jalan raya, Asep akhirnya memutuskan lewat jembatan lama yang sebetulnya sudah mulai jarang dilalui orang sejak ada kasus orang dari desa seberang melompat bunuh diri dari sana.

Banyak yang bilang setelah kejadian itu sering muncul penampakan perempuan yang bunuh diri tersebut.

Meskipun sebetulnya orang yang bunuh diri itu kabar-kabarnya adalah orang gangguan jiwa, tapi tetap saja, itu tak lantas mempengaruhi orang untuk akhirnya tidak takut dengan penampakan.

Otok... otok... otok...

Vespa Asep masih berjuang berjalan membawa sang Tuan menuju rumah Bik Marni.

Saat kemudian vespa mendekati jembatan, Asep tiba-tiba melihat gadis cantik yang siang tadi juga ia sempat berpapasan.

Ya gadis cantik itu, yang menyunggingkan senyuman indah luar biasa, senyuman tulus pertama dari perempuan cantik sejak Asep sadar betapa senyuman perempuan bisa menggetarkan dadanya.

Asep kembali dibuat terkesima, ketika melihat gadis itu juga tampak kembali tersenyum pada Asep.

Gadis itu memakai payung warna pink dengan gambar Bunga-bunga kecil.

Mereka sempat bertemu pandang, dan saat Asep sudah berjarak dua meter melewati gadis itu, tiba-tiba saja vespa Asep berhenti sendiri.

Asep tentu saja langsung panik.

Duh, mana baru akan lewat jembatan, hujan juga masih turun, bengkel juga jauh.

Asep turun dari vespanya, lalu menendang vespa itu dengan kesal.

"Kamu kenapa mogok di depan cewek, kan aku malu."

Asep menggerutu.

"Kenapa Bang?"

Tanya si gadis cantik berpayung pink mendekati Asep.

"Ooh enggak, nggak apa, lagi pengin foto sunset saja dari jembatan ini."

Kata Asep beralasan, daripada tengsin bilang vespanya mogok pada gadis cantik berpayung pink itu.

Gadis itu mengangguk sambil tersenyum.

"Ya kau benar Bang, sunset dari jembatan ini memang indah, tapi biasanya tidak jika hujan turun seperti saat ini."

Kata gadis itu.

Asep nyengir.

Iya juga sih, lagian mana ada orang lihat sunset sampe rela hujan-hujanan. Batin Asep.

"Saya ikut pulang ya Bang, ngga apa kan nebeng."

Kata gadis itu kemudian.

Asep melongo...

**----------**

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!