Pertanyaan pertama :
Apa yang menjadi penyebab kalahnya jepang dari amerika serikat ketika perang dunia ke dua ?,
Jawaban :
Refani yusina : Karena penyerangan oleh amerika yang menghancurkan dua kota besar Hirosima dan Nagasaki dengan Bom atom, termasuk pernyerangan uni soviet ke jepang yang menebabkan jepang harus menyerah tanpa syarat,
Komentar guru : Ya, itu yang membuat kelumpuhan perekonomian di negara jepang, yang mengharuskan untuk menyerah tanpa syarat apa pun,
Jawaban Cayo alata : Karena orang jepang tidak mempercayakan peperangan itu kepada son goku, naruto atau pun luffy, maka dari itu amerika yang bersama iron man mampu mengalahkan jepang dengan mudah,
Komentar guru : Tolong jangan samakan kenayataan di dunia ini dengan kartun,
Jawaban Fariz Anfal : Aku sudah tidak ingin melihat masa lalu negara lain pak, mengenang masa lalu saya sendiri saja membuat saya susah move on Pak,
Komentar guru : Jangan campurkan soal ini dengan masalah di dalam kenyataan kalau kau itu seorang jomblo nak.
*******
1.KEJUTAN HARI INI.
Mungkin setiap orang hanya berfikir nilai itu segalanya. Memang benar. Walau sebuah ideologi seperti itu yang menjadi pemikiran masarakat dan memanglah tidaklah salah, karena yang salah adalah kita yang tidak bisa mendapatkan nilai bagus dalam setiap ujian, sehingga kita tidak terima dengan keadaan ini,
Terlalu diskriminasi kah ?.
Tentu saja tidak, ini sistem yang dunia terapkan, dari dulu sampai sekarang, mereka yang memiliki penilaian bagus di mata masyarakat, maka mereka adalah yang bisa menjalani hidupnya dengan lebih baik, bahkan jika itu seekor monyet yang mampu memecahkan rumus matematika penjumlahan logaritma dan tanpa sengaja di masukan dalam internet sehingga memiliki jutaan follower akan di hormati oleh setiap orang , tapi untuk seorang manusia yang bahkan tidak bisa menjumlahkan kuadrat, maka akan mendapatkan perkataan,
"Monyet aja mampu, loe harusnya belajar sama monyet."
Sungguh kejam sebuah kenyataan di dunia ini, walau demikan sebuah ke suksesan itu semua tidak lepas dari usaha, doa dan tentunya nilai ujian soal matematika, sungguh kenyataan yang begitu berat untuk di ubah, bahkan salah satu usahanya dari manusia itu adalah merayu guru untuk sedikit menaikkan nilai hinga batas kkm ujian matematika, hingga menangis tersendu-sendu di samping meja guru,
Di hari ini aku bisa melihat sosok guru yang berdiri dengan dadanya yang membusung kekar, termasuk otot lengan yang sering di latihnya,
Aku sendiri tidak ingin mempermasalahkan hal apa pun terhadap guru yang satu ini, sedikit saja mendapatkan masalah maka akan berujung kepada ruang introgasi bernama ruang BK, di mana yang bermasalah akan mendapatkan Shock terapy, hingga mengobati penyakit otak yang melanda murid bermasalah di jaman sekarang,
Bahkan untukku sendiri, tidak perlu harus menunggu di panggil ke ruang BK agar mendapatkan shock terapy, melihat Pak Razak sang Stell man yang berdiri dan memberhentikanku di depan gerbang sekolah itu sudah seperti syok berat, karena aku tidak tahu alasannya, tapi wajah guru ini sudah menunjukan ada sesuatu dari alasannya,
"Riz, jarang sekali bapak melihatmu datang ke sekolah sebelum bel masuk berbunyi, " Kata pak guru Razak dengan memperlihatkan kekekaran otot langan yang di silangkan ke dadanya,
Setidaknya untuk para teman sekelasku aku sering memanggil guru ini dengan sebutan 'Stell man ', karena tahu seberapa menakutkannya pak stell man jika marah, bergaya seperti seorang binaragawan yang memperagakan ototnya di depan dewan juri, aku menjawabnya dengan tersenyum polos layaknya murid SD yang baru masuk sekolah dengan semangat jiwa muda, karena mendapatkan buku gambar baru selebar A5, bahkan anak SD pun yang tidak tahu A5 itu apa,
"Karena saya sudah bisa merasakan kalau saya akan menjadi murid terbaik di sekolah ini ."
Sedikit sombong untuk isi kepalaku yang bahkan tidak mengerti pemecahan soal logaritma,
"Kalau begitu lekas perbaiki semua nilai remidimu ."Tersenyum kecut mendengar tangapan positip itu,
Pak stell man dengan tersenyum ramah, hanya saja keramahannya itu berarti dia tidak mempercayai kecerdasanku, tentu itu tidak terlalu aku pikirkan, karena aku sendiri tidak percaya dengan otakku sendiri,
"Hahahaha jangan bercanda pak ." Tertawa aku menganggapnya bercanda,
"Sungguh Bapak serius ." melihat dengan tatapan seriusnya,
"Maafkan saya." lemas aku meminta maaf karena sungguh hati ini sakit di permalukan oleh diriku sendiri,
"Kenapa kau meminta maaf ." Bertanya pak stell man yang menyakiti hati kecil seorang lelaki muda polos sepertiku, tentu seperti anak SD demikian pula otakku ini,
"Karena hanya itu yang bisa saya lakukan ."Jawab aku tertunduk lemas melihat Bapak guru ini berdiri tidak bergeming melihat kearahku, menepukkan tangan berototnya ke pundakku dan berkata,
"Kalau begitu lekas ralat semua mimpimu, "
"Baik pak, "Jawab aku meratapi semua perkataannya,
"Sabarlah nak, mungkin suatu hari nanti ." kata pak stell man dengan menatap serius, tentu telingaku terangkat mendengar sedikit harapan yang akan aku dengarkan dari bapak guru terhormat tanpa tanda jasa,
"Memang ada apa di suatu hari nanti pak ." Bertanya aku dengan semangatnya, menunggu perkataan baik yang ingin aku dengarkan,
"Bukan apa apa, hanya saja, bapak yakin suatu hari nanti kau akan sadar seberapa pentingnya kehidupan saat manusia memiliki mimpi ." kata pak stell man dengan mengepalkan tangannya, aku kecewa,
"Tidak perlu menunggu nanti pak, sekarang pun aku sadar, mimpiku lulus dengan nilai pas-pasan dan mungkin itu sudah membuatku bersyukur pak ." jawab aku semakin tersakiti dengan wajah memelas dan ingin menangis,
"Baguslah kalau kau mengerti, " Jempol untukku dari pak stell man, sedangkan arti dari senyum dan tanda jempolnya itu seakan sedang berkata,
'Sadarlah, lelaki tanpa harapan sepertimu itu, tidak ada gunanya bagi nusa dan bangsa." sebuah makna panjang yang menancap di hatiku.
Pertanyaan kedua :
perhatian gambar diatas, dalam kehidupan masyarakat Indonesia yang erat akan tali persaudaraan, diwujudkan dengan adanya kegiatan tolong menolong seperti dalam gambar. berikan komentar dari gambar ini.
jawaban :
Sano Setio aji Pangestu : pak gambarnya jelek.
komentar guru : bapak gak minta buat kau menilai bentuk gambarnya, tapi nilai moral dari gambar ini Sano.
Fariz Anfal : Pak jaman sekarang gotong royong seperti ini sudah tidak ada.
komentar guru : kenapa kau berpikir seperti itu Fariz.
Fariz Anfal : kemarin malam ada orang sedang bantu angkat-angkat barang pindahan dari rumah tetangga, malah dikejar-kejar yang punya rumah.
komentar guru : itu maling Fariz.
Fariz Anfal : pantas aja, waktu aku mau bantuin, mereka malah ketakutan.
*****
Sebuah kemutlakan untuk para murid dengan isi otak setandar sepertiku, karena tanpa mimpi kami di sini hanya menunggu akan menjadi pengangguran setelah lulus,
Aku mulai berjalan pergi setelah memberikan salam hangat untuk guru yang paling aku takuti ini, tapi dalam beberapa langkah,
"Tunggu sebentar, apa kau tahu kalau sekolah ini di haruskan menggunakan atribut lengkap saat memasuki sekolah ."
"Ya tentu saja pak, memangnya ada apa dengan saya ." Tentu aku bingung dengan sikap Bapak guru ini, wajahnya sedikit malu-malu dan matanya di palingkan seakan sulit mengatakan hal yang akan membuatku tersakiti,
"Ah tidak ...hanya saja ....." Kata pak stell man dengan melihat ke bawah, tapi sebelum melanjutkan perkataannya, sosok laki laki datang dengan berlari kencang, melambaikan sepasang sepatu hitam kearahku, wajah yang dia tunjukan itu seperti sudah berlari berkilo meter untuk mengejar bus keberangkatan terakhir menuju sekolah,
"Riz, kau melupakan sepatumu ." Teriak Sano dengan berlari, menjawab pertanyaanku sebelumnya, walau di mataku dia seperti bergerak slow motion ,
Dia meneriakkan hal yang tentunya tabu untuk di perbincangkan dan pula itu membuatku sadar selama perjalanan menuju sekolah, tatapan mata setiap siswa dari berbagai macam sekolah seperti memandang aneh ke arah bawah, kenyataannya itu bukanlah sebuah keanehan, karena aku baru sadar kalau aku telah melupakan hal terpenting, memang tentang hembusan angin yang semilir menyejukan kakiku ini, karena aku hanya mengenakan sandal, hingga aku yakin tingkatan rasa malu yang aku hadapi saat ini, lebih memalukan dari pada membaca puisi di mata pelajaran matematika dan di tambah dengan pengeras suara pula, sungguh aku mati kutu, dengan cepat dan wajahku yang tertunduk layaknya mengheningkan cipta, aku pergi tanpa memperdulikan apa pun, walau pun begitu mungkin kejadian ini akan berbekas dan menjadi kenangan indah setelah aku lulus, tapi untuk saat ini aku lebih ingin melupakannya dan berharap menghilang dengan jubah harry potter,
Di dalam kelas, setiap temanku seperti tidak ingin mengetahui apa yang terjadi denganku di pagi ini, sedangkan melihat setiap wajah tegang, sedikit membuatku bingung, termasuk temanku Cayo yang duduk dengan wajah kaku tanpa berkedip sekali pun, walau pada dasarnya wajahnya memang seperti itu, aku berdiri di hadapannya pun tetap dia tidak memperdulikanku,
"Oi, apa yang terjadi ." Bertanya aku dengan menepuk meja di depannya, dia masih terdiam membatu dan mulutnya yang terbuka lebar,
"Jangan tidur dengan mata terbuka, "
"Gua gak tidur, botak .,"
"Gua juga gak botak, botak ."
Pada akhirnya dia menjawab panggilanku, walau pun dengan mengunakan nada yang membuatku kesal, tapi tetap tidak biasanya aku melihat Cayo yang termenung seperti meratapi segala kesalahannya setelah memakan lauk untuk kucing di rumah tetangga. Walau pun memang di dalam kehidupannya hanya sedikit yang bisa di katakan benar, sisanya adalah hal yang tidak berguna dan tidak perlu untuk di perbincangkan,
"Kenapa loe ngelamun ." Bertanya aku saat akan duduk di bangku belakangnya,
"Ini mimpi buruk ." Jawabnya tanpa mengubah ekspresi wajahnya dan di tambah suara teriakannya,
"Jangan ngagetin gua, taplak ." Balas aku dengan terkejut,
"Ah maaf, " Jawabnya dengan ekspresinya yang kaku saat mengatakan maaf, tapi denga tenang aku duduk, melihat Cayo yang masih tegang di bangkunya,
"Apa memang yang loe mimpikan ." Bertanya kembali aku kepadanya,
"Ya, ini lebih buruk dari mimpiku ." Jawabnya lagi dengan tangannya gemetar,
"Yang aku tahu, kau itu hanya berfikir tentang mimpi basah, bukan tentang mimpi buruk atau pun semacamnya ." Sedikit tidak perduli aku mengatakannya, tapi itu membuatnya berdiri dengan tiba tiba,
"Apa yang loe pikirin, sebentar lagi akan ada pelajaran kesenian, apa loe lupa ." Teriaknya membuat aku terkejut, walau pun begitu aku tidak mengeti dengan apa yang di takuti olehnya, tapi sungguh suaranya begitu keras hingga gendang telingaku berdengung.
Mendorong Cayo yang mendekat ke wajahku, hanya karena sesuatu hal yang begitu mudah, seperti pelajaran kesenian bisa membuat heboh dia, bahkan aku melihat Suro masih bersemangat seperti biasanya, dengan tangannya mengepal dan meneriakan,
"Kita akan bernyanyi, semangat.."
Tentu semangat yang berkobar dan membuat kelas ini terasa begitu panas, termasuk temanku Naru di samping Suro yang terduduk dan menunjukan wajah, susah menanggapi seseorang dengan percakapan tidak berujung yang terus menceritakan kisah sedih hidupnya dengan bersemangat, itulah Suro,
"Memangnya ada apa dengan pela....jaran ..... keseni....AN!!!!!! ." terkejut aku begitu telat, saat mengingat sesuatu yang buruk akan terjadi, karena akan ada praktik menyanyi dan satu hal yang tidak ingin aku ingat adalah satu tahun lalu.
Dan itu menjadi kenangan buruk yang kami semua alami.
pertanyaan ketiga :
Setiap organisme memiliki tempat masing-masing untuk tinggal, begitu pula dengan manusia, demi mengatasi tekanan lingkungan sekitarnya untuk bertahan hidup dalam masyarakat yang baru, apa yang mereka lakukan.
jawaban :
Fariz Anfal : Bersilaturahmi.
komentar guru dengan wajah rumit : sebenarnya itu jawaban yang benar, tapi ini bukan ilmu sosial, bukan ilmu agama, apa lagi ilmu beladiri. kita sedang belajar ilmu biologi.
Sano Setio aji Pangestu : Beradab.... makmur dan sentosa.
komentar guru dengan melempar kapur ke wajah Sano : kau sengaja huh ?, seenaknya sendiri menjawab.
Refani yusina : Beradaptasi pak.
komentar guru : bagus Refa, kau besok lulus saja dari kelas ini.
********
Ingatanku terjun bebas menuju masa lalu, dimana satu orang berdiri di depan kelas dengan gagah berani, tersenyum lebar dan siap untuk bernyanyi.
nyatanya apa yang kami anggap akan menjadi kebanggaan kelas, malah membuat setengah dari kelas ini pingsan, mendengar satu orang bernyanyi dan itu adalah ...
"Gua nggak sabar buat menyenandungkan suara merdu gua ini, coy." Kata seorang teman yang mendekat.
dialah Woro Asmoro, datang dengan menyisir rambut agar bergaya seperti style seorang bintang rock legendaris Elvis Presley.
Bahkan untuk memberikan kesan fasion yang lebih menantang dari lelaki gemuk ini, kerah baju dia lebarkan dan satu kancing dia tanggalkan.
lebih mirip penyanyi orkestra acara hajatan menurut ku, itu pun jika dia bisa menyanyi.
"Aduh Ro, apa loe ngak lupa sesuatu, " Berkata aku mencoba mengalihkan perhatiannya agar dia tidak mencoba untuk berlatih menanyikan lagunya itu, tentu dari wajahnya aku sudah bisa menebaknya kalau dia akan memamerkan suara merdu, menurut dia dan itu menjadi hal menakutkan yang aku pikirkan,
"Ah, Riz tentu saja gua tidak mungkin melupakan apa pun, tidak seperti loe yang melupakan sepatu loe ." Kata Woro dengan wajahnya tersenyum bahagia,
"Apa mau ngajak ribut loe ." Teriak aku karena dia mengingatkan aku kepada hal yang memalukan itu, sungguh aku sudah siap menghantamkan kepalan tanganku ke wajahnya, tapi di tahan oleh Cayo menarikku dari belakang,
"Sabar Riz, sabar, nyanyiannya lebih mengeriakan dari pada kemarahan loe ." Katanya dengan berbisik,
"Ya, loe benar " Gumam aku setuju dengan perkataannya dan itu membuatku tenang karena takut dengan situasi terburuk,
"Apa loe-loe pada mau ndengerin latihan nyanyian gua ." Kata Woro dengan percaya dirinya dan sudah bersiap saat tarikan nafas pertama,
"JANGAN ."
"JANGAN ." teriak aku dengan Cayo secara bersamaan,
Woro yang melihat kami berdua aneh, karena perasaanku lebih dari buruk jika harus berpikir untuk menikmati nyanyiannya, akibatnya adalah pingsan, tapi itu masih lebih baik, tahun lalu setelah aku mendengarkan nyanyiannya itu perutku langsung mual dan memutahkan seluruh sarapan pagiku, tapi yang terparah adalah Sano karena dia harus absen beberapa hari karena diare 2 hari, sungguh situasi yang buruk,
"Kenapa kalian ngelarang gua ." Kata woro dengan menarik nafas untuk bernyanyi lagi, tapi aku menutup mulutnya sebelum bersenandung,
"Baiklah, kalau loe ingin latihan coba dengan ember ini, " Kata aku memberikan sebuah ember di kepalanya,
"Apa maksudnya ini Riz." Bertanya woro dengan nada kesal seperti di remehkan, tapi itu lebih baik, karena jika mendengar latihan Woro sekarang dan juga mendengar saat mempraktikkan suaranya itu lebih terasa seperti terkena hantaman maut dari petinju mike tyson membuatku K.O di tempat,
"Kata nyokap gua yang artis itu, jika berlatih menyanyi di dalam ember maka suara kita akan menjadi lebih natural ." Jawab aku dengan mencari alasan seadanya dan berharap otak udangnya percaya akan hal itu,
"Benarkah itu Riz ." Bertanya woro dengan sedikit percaya, memang sedikit di wataknya yang mudah untuk di bohongi dan dia mudah saja percaya apa kata orang,
"Memangnya dengan siapa loe bicara, gua gitu loh ." Jawab aku meyakinkannya, sedangkan kedua tanganku siap untuk menutup telinga,
"Ya loe benar, baiklah gua mulai sekarang, " kata woro dengan bersiap untuk bernyanyi, sedangkan aku menelan ludah berharap suaranya tidak membuatku mutah lagi seperti tahun lalu,
"Oi Riz, apakah itu benar, " Cayo bertanya dengan membuka tanganku dan berbisik,
"Tentu saja tidak, gua hanya mencari alasan saja ." Jawab aku dengan berbisik pula, sedangkan Cayo mengangguk mengerti saat aku menjelaskannya,
Detik demi detik menunggu Woro bernyanyi, menghadapi situasi horor ini membuat jantungku berdetak kuat dan saat beberapa lirik dia senandungkan,
"Dengarkanlah wanita pu....." Terhenti woro yang sedang menyanyikan lagunya,
Sedangkan kami berdua dengan tegang berkonsentrasi untuk tidak mendengarkan nyanyian Woro, tapi saat setelah menyenandungkan suaranya, dia menggigil mendengarkan suaranya sendiri dari dalam ember,
"Malam ini akan ku nyatakan...." Berhenti kembali saat dia yang baru saja menyanyikan beberapa lirik lagu dan kembali menggigil,
"Gua seperti mau mutah mendengarkan suara gua sendiri ." Kata woro dengan lemasnya, sedangkan aku yang tegang sedikit bernafas lega merasa caraku ini berhasil,
"Untung saja kita memiliki ember ." Teriak Cayo dengan nada bahagia dan rasa syukur,
"Ya, Loe benar ." Balas aku menyetujui perkataannya dan memeluknya,
"Darimana loe mendapatkan ember itu, Riz." Bertanya Cayo dengan wajahnya yang bingung .
"Memangnya siapa yang perduli, " Jawab aku membuatnya mengangguk, sedangkan untukku adalah perasaan selamat dari marabahaya, mungkin aku harus merayakannya,
"Ya, loe benar, " Untuk pertama kalinya usaha yang aku lakukan membuahkan hasil nyata untuk di banggakan, seperti halnya selamat dari mimpi buruk aku bersyukur masih di berikan kesempatan untuk menyadarkan seseorang dari tindakan yang mungkin akan membahayakan keselamatan dua puluh lima siswa di kelas ini,
Walau pada akhirnya, Sano datang dengan berlari dan berteriak di depan kelas, wajahnya bahagia menunjukan kabar bahagia pula,
"Pelajaran kesenian hari ini di kosongkan ."
Bersoraklah seluruh kelas bahkan ada yang sujud syukur, dia itu adalah Cayo,
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!