Keluarga Mahesya Giroud adalah keluarga yang tidak terlalu harmonis, ketidak hangatam membuat semua keluarga acuh tak acuh.
Aryan yang kini berumur 25 tahun, membuat mommy nya sangat tidak bisa tenang, karena putranya belum menikah, membuat mommy nya takut jika Aryan pria yang tidak normal.
Aryan tipikal orang yang dingin, cuek dan kadang pemarah, namun juga baik hati.
Tidak semuanya mendapatkan kebaikan dan keramahan Aryan, Aryan hanya menunjukkan semuanya pada keluarga dan sahabatnya.
"Aryan! cepatlah menikah, umurmu sudah tua tapi belum juga menikah!" ucap mommy dengan kesal, saat mereka berada di meja makan untuk sarapan.
"Mommy, sudah aku bilang kan, aku tidak memikirkan hal itu untuk saat ini!" balas Aryan dengan kesal.
"Mommy sudahlah, suatu saat nanti kakak pasti akan mengejar wanita karena mommy!" ucap Alena pada mommynya.
"Ya! kau benar Len! suatu saat nanti dia akan memohon pada mommy untuk merestuinya!" ucap Gista dengan sadis.
"Ya ampun mommy, itu doa yang sangat buruk!" ucap Aryan dengan sangat kesal.
"Aryan itu doa orang yang tersakiti! Hahaha!" balas daddy-nya tertawa.
"Kalian sangat jahat, sudahlah, aku sudah selesai, aku akan berangkat sekarang!" ucap Aryan lalu berdiri mencium pipi mommy nya lalu pergi.
Di keluarga Maxwell, Rara sedang memohon kepada riri untuk menggantikan dirinya seminggu di perusahaan Group MG, yaitu Mahesya Giroud.
"Riri sayang, aku mohon ya, jangan menolak!" pinta Rara memelas pada Riri.
"Emmmm, baiklah, tapi jangan lupa untuk mentraktir diriku ya!" syarat Riri pada Rara.
Rara adalah tipikal orang yang jahil terutama pada adiknya, dan cuek pada orang lain, sedangkan Riri tipikal orang yang baik hati, ramah dan selalu ceria, yang paling disukai nya adalah, traktiran, saat marah, cukup di traktir pasti akan mereda amarahnya.
"Iya iya, tenang saja, aku akan mentraktirmu Minggu depan!" ucap Rara dengan mendengus.
"Baiklah kakak, lalu aku harus memakai apa, tidak mungkin memakai gaun kan?" tanya Riri.
Riri seorang desainer, namun tak terlalu terkenal, karena Riri sangat tidak mau jika dia masuk ke televisi, karena keluarga Maxwell sangat menjaga Riri untuk tidak keluar saat Rara keluar, atau sebaiknya, entahlah apa yang terjadi, namun yang pasti itu untuk kebaikan mereka.
"Hahaha konyol sekali kau Riri, tapi ide yang bagus, paling nanti akan di tertawakan, hahaha!" balas Rara dengan tertawa.
"Jahat sekali kakakku ini! kenapa engkau memberikan aku kakak seperti ini?" teriak Riri dengan menengadahkan tangannya.
"Hei hei, ada apa ini?" tanya sang bunda Hana.
"Heheh maaf bunda, kami hanya bercanda saja!" ucap Riri dengan menampilkan gigi putihnya itu.
"Tapi kalian sangat berisik!"
"Heheh iya bunda!" kini giliran Rara yang berbicara.
"Aku sebentar lagi akan menikah, dan aku ingin Riri di di kantor mengerjakan pekerjaan ku bunda, jadi aku memintanya untuk itu!" ucap Rara dengan jelas pada bundanya.
"Baiklah, ayok sekarang sarapan, bunda sudah membuatnya!" ajak Hana mengajak mereka berdua.
"Ehhh bunda, Riri sudah terlambat sekarang, sebentar lagi akan masuk kantor, jadi Riri kamu bisa berangkat kan sekarang?" ucap Rara dengan memelas. membuat Riri tak bisa berkutik.
"Iya bunda, Riri mau berangkat kerja dulu, lagi pula kak Rara sudah mengatakannya, dan memberitahu semuanya, ya tidak semuanya!" jelas Riri pada bundanya.
"Baiklah, bunda sudah menyiapkan bekal untukmu, jadi bawalah itu ya!" ucap Hana dengan tersenyum.
"Baik Bun, Riri pergi dulu ya" ucap Riri lalu mencium pipi bundanya.
Setelah di bawah, Riri pun langsung mengambil kotak makan siang,alu mencium ayah nenek dan kakeknya.
"Ayah, nenek, kakek, aku berangkat dulu ya!" ucap Riri dengan berlari.
"Ehhh, kenapa Riri seperti itu, bukankah dia desainer?" tanya Risma neneknya.
"Tidak tahu ibu, tanya saja pada istriku!" ucap Arif.
"Menantu! ada apa dengan Riri? kenapa dia berlari seperti itu?" tanya kakeknya Wisnu.
"Ohhh, dia menggantikan Rara ayah, kau lupa cucumu sebentar lagi akan menikah, jadi sebisa mungkin, Rara ingin memilih tempat pernikahan, baju gaun cincin, dan lain lain" jelas Hana pada ayah mertuanya itu.
"Ohhh iya, aku hampir saja lupa hahaha!" ucap Wisnu dengan tertawa.
Di kantor, Riri sangat bingung karena ia tidak tahu akan menanyakan itu kepada siapa, semuanya nampak acuh tak acuh.
Di luar, Aryan mengambil kardus yang lumayan banyak, membuat dia kesusahan, melihat orang kesusahan seperti itu, Riri pun langsung membantunya.
"Tuan mari saya bantu!" ucap Riri membuat Aryan menoleh.
"Emmm iya terimakasih"
"iya"
Mereka pun berjalan ke pintu lift pribadi hanya untuk Aryan, Riri yang tak tahu pun hanya mengikutinya saja, Aryan pun tak keberatan akan hal itu.
"Kau mau kemana sekertaris Rara?" tanya Aryan pada Rara
"Ohhh, saya mau keruangan saya tuan!" jawab Riri dengan sangat gugup.
"Ohhh baiklah"
Setelah sampai Aryan pun mengambil kardus dari Riri, Riri sedang mencari ruangannya Rara akhirnya ketemu juga, setelah itu masuk dan duduk.
Beberapa jam kemudian, Riri merasa bosan karena tidak ada pekerjaan untuknya, ya syukur lah itu terjadi, batin Riri.
Seseorang pun masuk setelah mengetuk pintu, membuat Riri tersentak kaget.
"Nona Rara, nona di panggil oleh taun Aryan" ucap laki laki yang tampan itu tinggi, namun terlihat sedikit kurus.
"Emmm, baiklah tuan!" ucap Riri menundukkan wajahnya nya.
Riri mencari ruangan Aryan, dan akhrinya ketemu juga, karena ruangan kaca membuat diri melihatnya dari luar, dan melihat nama Aryan di sana.
'Ehhh itu kan laki laki yang tadi' batin Riri.
Tok Tok Tok
pintu terketuk dan seseorang berteriak dengan kencang.
"Masuk" teriak Aryan, lalu Riri pun masuk dengan keadaan panas dan dingin menyeruak.
"Maaf tuan! Anda memanggil saya?" tanya Riri.
"Iya, saya butuh bantuanmu Rara" pinta Aryan.
"Baik tuan"
"Ketik ini Rara, lalu kamu mencetaknya!" perintah Aryan pada Riri.
"Baik tuan!"
Lama Riri berkutat disana setelah selesai pekerjaannya, menulis dan menggambar adalah hoby nya yang di campur, membuat hiasan gaun gaunnya menjadi cantik dan indah, beberapa lembar kertas, bisa Riri tuntaskan dalam waktu sejam.
"Riri kamu tetap di sini ya, tunggu saya!" pinta Aryan pada Riri yang bagus aja berdiri untuk keluar.
"Emmm, baik tuan!" balas Riri dengan menghela nafas.
"Rara! ayok kita makan siang bersama!" ajak Aryan pada Riri.
"Apa?" tanya Riri dengan kaget, mana mungkin seorang CEO mau makan dengan sekertaris nya.
"Kita makan berdua bersama Rara!" jawab Aryan.
"Tenang saya yang mentraktir!" ucap Aryan, mendengar kata traktir, membuat Riri langsung melemparkan tas nya itu.
"Saya tidak bawa tas ya tuan, takut nanti di suruh bayar!" ucap Riri yang lolos dari mulutnya.
"Hemmm, terserah kamu saja!" ucap Aryan yang terukir senyuman di wajahnya
Mereka sekarang berada di restoran dekat kantor nya Aryan, Aryan pun tidak tahu kenapa ia ingin sekali mengajak Rara atau Riri yang kini menyamar sebagai Rara.
"Apa yang akan kau pesan?" tanya Aryan setelah duduk di meja makan.
"Emmm, aku tidak tahu, tapi aku akan memesan pasta makaroni, sop ayam dan iga kecap! tuan mau?" jawab Riri dengan senang ia akan di traktir.
"Terserah, tapi kau yakin akan menghabiskan semuanya?" tanya Aryan yang heran karena wanita di depannya makan sangat banyak.
"Tentu saja, apalagi ini traktiran dari tuan, dengan senang hati saya akan menghabiskan nya!" jawab Riri dengan terus tersenyum menampilkan gigi putih yang berjajar rapih.
"Hmmm, baiklah, pesankan saja steak daging!" ucap Aryan.
"Baiklah di laksanakan tuan!" ucap Riri berdiri dengan membungkukkan badannya, sedangkan Aryan yang melihat itu langsung saja tertawa
karena Rara berbeda dari hari sebelumnya.
Setelah memesan makanan, mereka pun
berdiam diri.
"Hmmm membosankan!" ucap Riri menguap karena tak di ajak bicara.
"Ada apa?" tanya Aryan dengan melihat Riri.
"Tuan! Anda membosankan, tidak sedikitpun berbicara, saya merasa seperti di anggurkan!" celoteh Riri dengan nada kesal.
"Ehhh, maaf, aku terbiasa seperti ini!" ucap Aryan meminta maaf pada Riri dengan menatap lekat.
"Hahh?!" kaget Riri karena wajah Aryan mendekat, membuat jantungnya sedikit berdetak cepat.
"Ada apa?" tanya Aryan itu lagi.
"Eh, ti...tidak tuan, saya hanya kaget!" jawab Riri dengan mengusap dadanya.
"Ohhh, baiklah sudah sampai makanannya, ayok kita makan!" ucap Aryan saat melihat pelayan datang membawa makanan.
"Emmm iya!"
"Jangan terlalu cepat makannya, jika tidak nanti akan tersedak!" ucap Aryan dengan melihat Riri yang makan.
"Hehehe, iya maaf, saya tidak bisa menahannya!" ucap Riri dengan tersenyum.
"Kau terbiasa seperti ini?" tanya Aryan pada Riri.
"Iya, aku selalu makan dengan cepat, jika tidak aku takut anda akan mengambilnya!" ucap Riri dengan sedikit menutup makanannya.
"Hahaha, tidak akan Riri, sekarang jika mau aku akan membelikannya lagi?" ucap Aryan dengan tertawa.
"Tidak usah, ini saja pasti sudah sangat kenyang!" balas Riri menolak Aryan.
"Baiklah, kau makan saja itu!"
"Hmmm baik!"
Setelah makan di restoran, kini mereka kembali ke kantor, semua orang melihat Riri dengan kaget, kenapa Riri begitu riang dengan Aryan bos nya.
"Tuan terima kasih sudah mentraktirku, itu adalah kesukaanku!" ucap Riri dengan berjalan mundur, sedangkan Aryan hanya menatapnya saja.
"Sama sama Riri, besok jika mau, saya akan mentraktirmu lagi!" balas Aryan, dengan berhenti berjalan, melihat Aryan berhenti berjalan ia pun ingin berhenti, namun berhenti mendadak membuatnya oleng, hingga akan terjatuh jika Aryan tak menangkapnya.
"Rara hati hati!" teriak Aryan lalu menggapai tubuh Riri.
'Ohhh my! kenapa ini? jantungku merasa ingin meledak' batin Riri berteriak.
"Rara, hati hatilah, jika tidak kau akan terjatuh" ucap Aryan memperingati.
"Ahhh, iya tuan, maaf merepotkan!" ucap Riri lalu berdiri tegak.
Semua orang yang ada di sana hanya melihat adegan yang belum pernah terjadi sama sekali, membuat mereka tercengang.
"Ya ampun apa ini? kenapa mereka seperti sepasang kekasih?!" ucap rekan wanita yang melihat adegan itu.
"Sudahlah, itu hanya kecelakaan, Rara sebentar lagi akan menikah kan!" ucap teman rekan satunya lagi.
"Ahhh iya aku lupa, tapi tidak mungkin sangat akrab, bahkan kemarin saja Rara sangat cuek!" ucap rekan nya lagi.
"Iya ada yang aneh dengan Rara, apa dia kerasukan, hahh!" balas rekan nya lagi dengan menutup mulutnya.
"Sudah, jangan bahas ini, kalian Sekarang pergi bekerja jika tak ingin di pecat!" ucap seorang wanita tua kepada mereka, mendengar itu mereka hanya mengangguk dengan menunduk.
"Baik Bu" ucap mereka serempak.
"Baiklah, cepat bekerja, jika bos melihat ini, kalian akan di pecat!" ucap wanita itu lagi.
Di ruangan Aryan, Riri ikut ke ruangan Aryan karena Aryan lah yang meminta.
"Rara, kau gambarkan ini, apa bisa?" tanya Aryan pada Riri
"Ahh, benarkah? tentu! saya sangat suka menggambar tuan!" ucap Riri dengan girang.
"Baiklah tolong gambar ini!" pinta Aryan lalu menyerahkan kertas itu.
Setelah itu Riri pun berkutat dengan serius, Aryan tanpa sengaja melihat Riri sekilas, namun lama kelamaan membuat Aryan terus menatap Riri, membuat dirinya terbuai oleh pesona Riri, jelas berbeda dari Rara yang biasanya, Rara yang tipikal cuek dan tak ingin bergaul, hanya terus membalas omongan orang dengan singkat, namun berbeda dengan Riri.
"Ahhh, akhirnya selesai!" ucap Riri membuat Aryan kaget mendengarnya.
"Kau sudah selesai?" tanya Aryan.
"Iya tuan, lihatlah ini!" ucap Riri dengan menyodorkan kertas itu.
"Bagus Rara, ini sangat bagus, kapan kau mulai belajar?" takjub Aryan.
"Emmmm,. baru kemarin saya belajar tuan!" jawab Riri dengan asal.
"Hahh? tapi tidak mungkin secepat itu!" ucap Aryan dengan bingung.
"Ehhh tuan, maksud saya, saya belajar dari seseorang!" jawab Riri dengan gugup.
"Baiklah, tapi ini lumayan bagus Ra!" puji Aryan.
"Hehehe, terima kasih tuan, saya sangat tersanjung!" ucap Riri dengan tertawa pelan.
"Baiklah tunggu di sini ya, saya akan keluar sebentar" pinta Aryan pada Riri, lalu berdiri dan berjalan keluar, sedangkan Riri hanya bisa mengiyakan.
Riri yang bosan melihat ke semua ruangan, mulai dari rak buku yang rapih, meja yang banyak dokumen dan ruangan yang sangat putih mengkilap itu, memang bagus, tapi sangat tidak berwarna.
Riri yang kebiasaan jalan mundur membuat dia menginjak sesuatu dan terjatuh.
"Awww! aishh sakit sekali!" ringis Riri karena bagian belakangnya sakit karena terjatuh.
"Ya ampun Rara! kenapa bisa terjadi?" tanya Aryan yang baru masuk, lalu menggendong Riri membawanya ke sofa.
"Ahhh, pantat ku sakit sekali!" ucap Riri merasa ingin menangis.
"Yang ini?" tanya Aryan memegang pantatnya Riri.
"Ahhhrrghhh! jangan menyentuh itu!" teriak Riri saat Aryan memegangnya.
"Emmn, maafkan saya Rara, saya tidak tahu, hanya refleks saja!" maaf Aryan yang sama terkejutnya dengan yang baru saja dia lakukan.
"Ahh, ya ampun!" teriak Riri yang sudah menangis.
"Aduhh, kenapa kau menangis Rara!" tanya Aryan yang tidak tahu apa apa.
"Tidak tuan, saya baik baik saja, hanya perlu setengah baring saja!" jawab Riri yang tak ingin Aryan khawatir.
"Baiklah, kalau begitu istirahat saja di kamarku!" ucap Aryan lalu menggendong Riri tanpa izin.
"Ehh, tidak tidak, aku mau turun!!!" teriak Riri tak ingin ia masuk ke kamar bersama pria asing.
"Tenang saja Rara! saya tak akan melakukan apapun!" ucap Aryan dengan dingin, sedangkan Riri yang mendengar membuatnya takut.
"Tidurlah di sini, istrihatkan badan mu, aku akan menyuruh orang untuk memanggil dokter!" ucap Aryan lalu pergi meninggalkan Riri di sana.
Menunggu beberapa saat, barulah dokter wanita datang, dokter Lina, yang tak lain adalah temannya Riri, Lina bingung bagaimana bisa Riri berada di sana.
"Ehhh, Riri kenapa bisa ada di sini?" tanya dokter Lina saat melihat temannya itu.
"Hmm aku menggantikan kakakku kak Lina, dia sebentar lagi menikah ka!" jawab Riri.
"Ohhh, iya aku tahu, tapi bagaimana ini bisa terjadi?" tanya Lina yang aneh Riri ada di ruangannya Aryan, tentu Lina tahu siapa itu Aryan, karena keluarga Aryan sangat terkenal.
"Kau tahu kak Lina, dia menyuruhku untuk tetap disini, dia begitu lama di luar, aku melihat ke sana kemari saja.."
"Dengan berjalan mundur!" sela Lina yang tahu kelakuan temannya.
"Hehehe, maafkan aku, aku sangat tidak sengaja, sungguh?" balas Riri dengan penuh keyakinan.
"Baiklah, baiklah, minum ini saja! aku sudah bilang jangan berjalan seperti itu lagi, jika kau terbiasa jatuh maka itu akan membahayakan pantatmu ini" peringat Lina pada temannya.
"Iya, iya, aku tahu kak!" balas Riri dengan memutar matanya itu.
"Jika di bilangin harus nurut! jangan memutar mata kecilmu itu!" ucap Lina dengan memukul kepala Riri pelan.
"Aduhh! kakkk!!! sakitt!" teriak Riri dengan merengek.
"Ishhh, hanya begitu saja kau sangat lebay sekali Riri!" ucap Lina dengan menghembuskan nafas kasar.
"Untung saja aku tidak bodoh keseringan di getok!" ucap Riri mengusap kepalanya.
"Rara, ada apa?" tanya Aryan masuk karena mendengar teriakan Riri.
"Hahh?" tanya Riri dengan bingung, ada apa?
"Tadi kau menjerit, Lina ada apa ini?" tanya Aryan pada dokter Lina.
"Maaf tuan, saya hanya memeriksa nona Rara!" jawab Lina.
"Tapi tidak mungkin Rara menjerit sampai seperti itu!" ucap Aryan dengan marah.
Riri yang melihat itu merasa bersalah pada Lina, harusnya iya tidak menjerit.
"Tuan, saya tidak apa apa, tidak usah khawatir!" ucap Riri menenangkan Aryan.
"Tapi kau menjerit, apa ada yang sakit?" tanya Aryan, dengan duduk di samping kasur.
"Tidak, tenang saja, aku tidak sakit apa apa!"
"Baiklah, dokter Lina, sekarang anda boleh pergi, sekertaris ku akan mengantar anda" ucap Aryan, lalu Lina pergi dengan sekertaris laki lakinya itu.
"Bagaimana? apa masih sakit?" tanya Aryan yang khawatir.
"Ehh, tentu tidak tuan, saya akan beristirahat sebentar lalu akan sembuh!" ucap Riri dengan tersenyum.
"Baiklah, kau disini saja, aku akan bekerja lagi!" ucap Aryan lalu pergi dari kamar itu.
'Hmmm, apa Aryan selalu begitu pada kak Rara? sedangkan kak Rara akan menikah, bukankah harusnya menjaga jarak? kenapa malah seperti sepasang kekasih? hahh? tidak mungkin kak Rara selingkuh, dia bahkan sangat mencintai kekasihnya yang bernama Alex itu.' batin Riri bertanya tanya.
Kini waktu menunjukkan jam 17:30, waktunya Riri pulang, dan beristirahat di rumah lebih lama, karena jatuhnya itu sangat keras membentur ke keramik yang bagus itu.
"Tuan, saya mau pulang!" izin Riri kepada Aryan yang masih duduk di sana.
"Pulang? ohhh iya baiklah, aku antar ya!" ajak Aryan lalu berdiri.
"Tidak perlu! aku akan pulang sendiri!" ucap Riri mencegah Aryan untuk berjalan.
"Benarkah? bukankah kau masih sakit?" tanya Aryan dengan mengangkat alisnya sebelah.
"Tentu, aku akan pulang sendiri saja tuan!" jawab Riri dengan tersenyum.
"Tidak! aku tidak akan membiarkanmu pulang sendiri! ayok kita pulang!" ucap Aryan lalu menarik tangannya Riri, Riri pun hanya bisa menghela nafas.
"Pak semua orang melihat kita!" ucap Riri pelan.
"Tidak penting, justru itu bagus kan!" balas Aryan dengan menatap Riri yang takut.
"Ohhh ya ampun, lihatlah tadi pelukan, sekarang menarik Rara!" ucap pekerja wanita.
"Iya, melihat ini, aku semakin yakin kalau pak bos mempunyai hubungan dengan Rara!" balas salah satunya.
"Yah! aku juga sangat yakin!" timpal mereka.
"Kalian akan pulang atau hanya akan berghosip disini?" ucap wanita tua itu lagi.
"Emm, maaf!" ucap mereka bertiga.
"Baiklah, cepat bereskan barang kalian dan pulanglah!" ucap wanita itu lagi.
"Baik"
"Ayok masuk!" ucap Aryan saat pintu mobilnya sudah ia buka.
"Iya tuan, terima kasih!" ucap Riri lalu masuk ke dalam mobil.
"Biar aku saja yang memasangnya!" ucap Aryan lalu memasangkan sabuk pengaman nya Riri.
'Aduh, ini kenapa lagi harus dekat seperti ini!' batin Riri resah.
"Sudah!" ucap Aryan lalu langsung melakukan mobilnya.
Mobil pun melaju dengan kecepatan sedang, Riri yang masih heran atas perilaku bosnya ini membuat dia bingung, apa yang terjadi sebenarnya, nanti dia akan menanyakan hal ini pada kakaknya.
"Di mana rumah mu?" tanya Aryan pada Riri yang sedang melamun.
"Ahh?" Riri yang mendapat pertanyaan seperti itu pun bingung, jika memang memiliki hubungan, kenapa tidak tahu rumah kak Rara? batin Riri.
"Dimana rumahmu Rara?" tanya Aryan kembali.
"Jalan s*****" Jawab Riri.
"Ohhh baiklah!"
Mereka berdua sama sama diam masing masing, Riri dengan berpikiran apakah kakaknya mengkhianati Alex calon suaminya, atau tuan Aryan yang mencintai kakaknya Rara. Sedangkan Aryan diam karena perasaannya berkecamuk, karena khawatirnya pada Rara sangat tidak biasa, entah apa yang terjadi nanti.
"Apa ini rumah mu?" tanya Aryan setelah menemukan rumah Rara.
"Ehh, iya tuan, aku akan keluar!" ucap Riri yang akan beranjak dari kursi mobil, namun Aryan menahannya.
"Rara, tunggu sebentar!" ucap Aryan dengan memejamkan matanya, lalu mendekat ke arah Riri, cup! Aryan mencium bibirnya Riri dengan tanpa sadar, sedangkan Riri hanya diam karena tubuhnya Kelu dan tak bisa bergerak
"Maaf, Rara!" ucap Aryan yang sudah membuka matanya.
"I...iya tuan, tidak apa apa! terima kasih sudah mengantarku!" ucap Riri lalu langsung keluar.
"Rara!" panggil Aryan lalu keluar, Riri yang langsung berhenti kini menoleh, Aryan semakin mendekat lalu memeluk Riri dengan sangat erat.
"Emmm, tuan!" panggil Riri karena ia hampir sesak karena Aryan.
"Biarkan seperti ini, aku mohon!" pinta Aryan, memejamkan matanya.
"Ahhh"
"Baiklah, kau bisa pergi, hati hati ya!" ucap Aryan melepaskan pelukannya.
"Iya tuan!" ucap Riri membungkukkan badannya.
Setelah itu Riri langsung ngacir lari karena takut akan di panggil Aryan lagi, sedangkan Aryan hanya tersenyum melihat perilaku Riri.
Aryan pun masuk ke mobil lalu pulang ke mansion nya itu, di mobil Aryan terus teringat kejadian tadi membuat dia tak berhenti tertawa dan tersenyum, setelah di mansion, Aryan terus tersenyum kadang tertawa saat mengingat bagaimana Riri berlari seperti itu, membuat mommy nya kaget karena anaknya tertawa seperti tidak sadar.
"Aryan ada apa? kenapa kau tertawa sayang?" tanya mommy nya yang melihat Aryan tertawa.
"Ahhh, mommy, tidak aku hanya teringat sesuatu!" jawab Aryan yang kaget mendengar pertanyaan sang mommy nya.
"Ohhh baiklah, mommy hanya khawatir kau tertawa seperti itu!" ucap mommy nya.
"Baiklah, aku akan ke kamar dulu"
"Baiklah sayang!"
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!